More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Letusan freatik - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Letusan freatik - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Letusan freatik

  • Afrikaans
  • العربية
  • Български
  • Català
  • Čeština
  • Deutsch
  • Ελληνικά
  • English
  • Español
  • Euskara
  • فارسی
  • Suomi
  • Français
  • עברית
  • Íslenska
  • Italiano
  • 日本語
  • 한국어
  • Македонски
  • Nederlands
  • Norsk nynorsk
  • Norsk bokmål
  • Occitan
  • Polski
  • Português
  • Русский
  • Slovenščina
  • Svenska
  • Українська
  • Oʻzbekcha / ўзбекча
  • 中文
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Wikimedia Commons
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Erupsi freatik)
Letusan freatik gunung St. Helens.

Letusan freatik, juga dikenal sebagai Erupsi freatik atau Depresurisasi, adalah letusan yang digerakkan oleh uap air yang terjadi ketika air di bawah tanah atau permukaan dipanaskan oleh magma, lahar, batuan panas, atau endapan vulkanik baru (misalnya, endapan aliran tefra atau piroklastik).[1] Erupsi ini disebabkan oleh kontak air dengan magma, tidak mengeluarkan magma segar tetapi uap air.[2][3] Menurut sebuah studi, erupsi ini tidak terjadi di semua gunung. Letusan ini paling mungkin terjadi dengan gunung pada parameter batuan yang agak terbatas. Misalnya, batuan beku yang tidak terlalu kuat.[4]

Freatik membuat gunung memuntahkan material debu vulkanik, namun tidak melelehkan magma. Ia berbeda dengan erupsi lava yang melelehkan cairan magma dan cenderung tidak meletus. Erupsi freatik juga bisa terjadi tanpa adanya tanda-tanda sebelumnya.[4]

Pengantar

[sunting | sunting sumber]

Sampai saat ini, kemajuan signifikan telah dibuat dalam meramalkan letusan gunung berapi yang melibatkan pergerakkan magma substansial dengan menggunakan pemantauan kegempaan, deformasi dan emisi gas (misalnya letusan Merapi 2010).[5] Namun demikian, tetap menantang untuk mendeteksi dan memahami sinyal sebelum dan setelah letusan freatik karena tidak ekstruksi magma remaja di permukaan. Meskipun hanya membentuk 8% dari aktivitas gunung berapi, letusan freatik bertanggung jawab atas 20% korban.[6] Letusan ini juga mampu menyuntikkan abu ke dataran tinggi (beberapa kilometer), mengakibatkan dampak yang parah pada penerbangan dan, oleh karena itu, pada perekonomian secara keseluruhan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami proses yang menyebabkan letusan freatik dan tanda geofisika mereka yang dapat direkam oleh jaringan pemantauan gunung berapi.

Penyebab dan proses letusan

[sunting | sunting sumber]
Letusan gunung Taal 12 Januari 2020 di Filipina] yang mengeluarkan uap air bertekanan tinggi.

Berdasarkan sebab dan material yang dimuntahkannya, erupsi freatik berbeda dengan erupsi gunung lainnya. Perbedaan letusan ini disebabkan karena magma yang keluar bersentuhan dengan air, baik secara langsung maupun tidak langsung. Erupsi freatik terjadi ketika adanya air tanah, air laut, air danau kawah, atau air hujan yang menyentuh magma Bumi. Panas dari magma akan membuat air tersebut menjadi uap di dalam Bumi. Saat air menguap, volumenya meningkat secara signifikan. Uap air tersebut kemudian naik melalui retakan tanah dan memanaskan batuan di atasnya. Sementara itu, air di bawah akan mendidih. Tekanan dari uap air yang mendidih ini bisa menyebabkan retakan merambat makin cepat, ketika tekanan uap sudah sangat tinggi tidak bisa dibendung, maka akan terjadi letusan yang disebut Erupsi freatik.[4][7] Bergantung pada jumlah air, serta kondisi suhu dan tekanan (antara lain), letusan yang dihasilkan bisa cukup keras untuk memecah batuan di sekitarnya dan dengan demikian menghasilkan kolom abu dan aliran piroklastik.[8]

Penelitian menunjukkan letusan dimulai dekat permukaan bebas dan bergerak dengan cepat ke bagian lainnya. Letusan model ini akan terjadi di gunung yang memiliki rasio aspek keretakan rata-rata relatif besar (β ~10-1) dan konsentrasi retak tidak terlalu rendah (Ω> 10-2).[4] Menurut definisi, tidak ada materi remaja padat dalam produk letusan (meskipun hal ini terkadang sulit untuk ditentukan). Cairan yang terlibat dari letusan freatik dapat berasal dari perkolasi fluida meteorik ke bawah menjadi batuan panas atau saluran panas. Mereka juga dapat terbentuk dari migrasi ke atas dari cairan lava, termasuk gas, cairan superkritis, dan lelehan, ke sistem hidrotermal atau akuifer dangkal.[9] Pada erupsi freatik, sumbernya uap air dan berasal dari air bawah tanah yamg mengalami pemanasan intensif oleh sumber panas tertentu. Sedangkan erupsi freatomagmatik mirip dengan erupsi freatik, tetapi sebagian tenaganya berasal dari magma segar yang sedang bergerak naik.[7]

Dampak

[sunting | sunting sumber]

Pada saat terjadinya erupsi atau letusan freatik, suatu gunung berapi akan memuntahkan awan panas bercampur debu vulkanis dari dapur magma ke atas permukaan gunung berapi hingga mencapai radius beberapa kilometer ke atas. Akan tetapi, pada suatu saat gunung berapi mengalami erupsi freatik, erupsi ini mengeluarkan material yang sangat tidak berbahaya bagi manusia dan tumbuhan karena erupsi ini hanya berisikan debu dan di antaranya mengandung kerikil yang halus. Berbeda halnya pada saat terjadi erupsi vulkanis yang membawa sejumlah material yang dapat membahayakan jiwa dan harta benda. Dampak yang ditimbulkan dari letusan freatik ini adalah hujan abu dan debu yang arahnya ditentukan oleh arah angin.[7]

Kasus letusan freatik di Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Tiwu Nuwa Muri Koo Fai (Kawah II Gunung Kelimutu) pernah beberapa kali mengalami erupsi freatik di masa lampau. Pada tahun 1938, dilaporkan terjadi letusan freatik pada bulan Mei hingga Juni. Pada 1967, kawah tersebut berubah warna dari hijau menjadi putih karena lebih banyak diendapkan oleh tembusan fumarola, sebagai dampak kenaikan aktivitas gunung. Kemudian, pada 3 Juni 1968, terjadi letusan dalam air kawah tersebut. Letusan ini didahului dengan suara mendesis, lalu disusul dengan semprotan air coklat kehitam-hitaman yang mencapai ketinggian 10 meter. Sementara itu pada 26 Agustus 2025, terdapat peningkatan suhu secara signifikan pada Tiwu Nuwa Muri Koo Fai sebagai dampak aktivitas vulkanik, dari hanya 25,3 derajat celcius pada 14 Agustus menjadi 34,2 derajat celcius pada 26 Agustus. Peningkatan suhu ini diikuti dengan bau belerang yang sangat menyengat dan terlihat asap pada permukaan air danau. Baik warga maupun wisatawan diminta tidak mendekati tepi Kawah II untuk menghindari potensi terjadinya letusan freatik. Saat peningkatan suhu kawah terjadi, status Gunung Kelimutu masih berada pada Level I (normal).[10]

Berbeda dengan erupsi magmatis, erupsi freatik memiliki ciri-ciri pertanda khusus, di antaranya kegempaan, penggembungan tubuh gunung, atau perubahan kimia air danau kawah. Beberapa gunung Indonesia yang berpotensi mengalami erupsi freatik yang tiba-tiba adalah Kawah Sileri Dieng, Kawah Ijen, Gunung Kerinci, Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Bromo dan Gunung Rinjani.[10]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Phreatic eruption". volcanoes.usgf.gov. Diakses tanggal 23-11-2020.
  2. ^ Makdori, Yopi (2019-08-01). Linawati, Mevi (ed.). "Mengenal Letusan Freatik Gunung Tangkuban Parahu". Liputan6.com. Diakses tanggal 2020-11-22.
  3. ^ "Enam tipe letusan gunung berapi yang patut Anda ketahui". BBC News Indonesia. 2017-11-22. Diakses tanggal 2020-11-22.
  4. ^ a b c d Ayuwuragil, Kustin. "Mengenal Erupsi Freatik Gunung Merapi". CNN Indonesia. Diakses tanggal 2020-11-22.
  5. ^ Surono, Surono (2008). "Litostratigrafi dan sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak di Pegunungan Baturagung, Jawa Tengah Bagian Selatan". Indonesian Journal on Geoscience. doi:10.17014/ijog.vol3no4.20081. ISSN 2355-9314.
  6. ^ Mastin, L.G.; Witter, J.B. (2000-04). "The hazards of eruptions through lakes and seawater". Journal of Volcanology and Geothermal Research. 97 (1–4): 195–214. doi:10.1016/s0377-0273(99)00174-2. ISSN 0377-0273.
  7. ^ a b c "Letusan Freatik : Pengertian - Penyebab - Dampak - Contoh". IlmuGeografi.com. 2018-07-05. Diakses tanggal 2020-11-22.
  8. ^ "Dangerous water vapour: phreatic eruptions". www.eskp.de (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-11-23.
  9. ^ Stix, John; de Moor, J. Maarten (2018-05-18). "Understanding and forecasting phreatic eruptions driven by magmatic degassing". Earth, Planets and Space. 70 (1): 83. doi:10.1186/s40623-018-0855-z. ISSN 1880-5981. PMC 6448360. PMID 31007532. Pemeliharaan CS1: DOI bebas tanpa ditandai (link) Pemeliharaan CS1: Format PMC (link)
  10. ^ a b CHE/FRN (28 Agustus 2025) "Suhu Kawah Gunung Kelimutu Meningkat, Waspadai Letusan Freatik" Kompas. hal 11

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  • Jenis letusan gunung berapi
  • Letusan freatomagmatik
  • Letusan magmatik
  • Freatik
  • Ledakan hidrotermal
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Letusan_freatik&oldid=27750576"
Kategori:
  • Pemeliharaan CS1: DOI bebas tanpa ditandai
  • Letusan freatik
Kategori tersembunyi:
  • Pages using the JsonConfig extension
  • Galat CS1: tanggal
  • CS1 sumber berbahasa Inggris (en)
  • Pemeliharaan CS1: Format PMC

Best Rank
More Recommended Articles