Mbolo Weki
Mbolo Weki adalah tradisi gotong royong dan musyawarah yang mengakar kuat secara turun-temurun di masyarakat suku Bima dan Dompu yang tinggal di Nusa Tenggara Barat. Secara harfiah, istilah "mbolo weki" berasal dari bahasa Bima yang mana "mbolo" memiliki arti bundar atau melingkar, sedangkan "weki" berarti keluarga atau saudara.[1] Dengan demikian, mbolo weki dapat diartikan sebagai sebuah keluarga yang duduk melingkar untuk membahas sesuatu atau musyawarah. Tradisi ini adalah wadah bagi sanak saudara atau keluarga untuk mempersiapkan berbagai hajatan penting seperti pernikahan, khitanan, syukuran, atau tahlilan untuk mendoakan orang yang telah meninggal.[2] Lebih dari sekadar persiapan acara, mbolo weki berfungsi sebagai ajang mempererat silaturahmi, penguat semangat kebersamaan, dan sarana musyawarah mufakat untuk pembagian tugas serta penyelesaian masalah untuk persiapan hajatan.[3]
Meskipun mbolo weki adalah tradisi turun temurun, seiring perkembangan zaman, ada kekhawatiran jika pelaksanaannya mungkin berkurang atau bahkan jarang dilakukan di beberapa tempat. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya pelestarian tradisi mbolo weki agar nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tetap terjaga dan dapat terus diwariskan kepada generasi selanjutnya.[1]
Tujuan
Tujuan utama dari tradisi mbolo weki adalah untuk membahas penyelenggaraan hajatan penting (terutama terkait pernikahan) dengan semangat kebersamaan dan gotong royong. Mbolo weki biasanya dihadiri perwakilan dari keluarga besar, kerabat, tetangga dan warga setempat.[4] Tradisi ini memungkinkan keluarga yang memiliki hajat untuk menerima dukungan dari sanak saudara, tetangga, dan masyarakat sekitar, baik dalam bentuk tenaga, pikiran, maupun materi. Lebih dari sekadar bantuan, mbolo weki juga berfungsi sebagai wadah untuk mempererat silaturahmi dan memperkuat tali persaudaraan antarwarga, menciptakan rasa kebersamaan yang mendalam. Selain itu, mbolo weki menjadi forum musyawarah untuk mencapai kesepakatan mengenai pembagian tugas dan perencanaan acara atau hajatan.[5]
Mbolo weki dilaksanakan dengan duduk membentuk lingkaran. Para lelaki atau bapak-bapak berkumpul di ruang tamu atau ruangan lain yang lebih luas. Sementara wanita atau ibu-ibu biasanya berada di dapur untuk menyediakan suguhan untuk bapak-bapak. Setelah selesai atau mencapai kesepakatan, mbolo weki kemudian ditutup dengan pembacaan doa dan selawat diiringi dengan saling bersalaman.[2]
Referensi
- ^ a b Masrin, Irfansyah (2020-08-17). "Tradisi Mbolo Weki". Indonesiana. Diakses tanggal 2025-06-19.
- ^ a b Abidin, Zainal (2021-12-08). "Mbolo Weki, Tradisi Musyawarah Mufakat ala Suku Bima". GenPI.co. Diakses tanggal 2025-06-19.
- ^ Jumiati, Nia; Hamidsyukrie, Hamidsyukrie; Suryanti, Ni Made Novi (2023-04-29). "Nilai Solidaritas Sosial dalam Tradisi Mbolo Weki Pada Adat Perkawinan Suku Bima (Mbojo) di Desa Rabadompu Kecamatan Raba Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat". Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan. 8 (1b): 829–833. doi:10.29303/jipp.v8i1b.1304. ISSN 2620-8326.
- ^ Alwan, Ahmad (2021-03-14). "Mbolo Weki, Tradisi Masyarakat yang Masih Dilestarikan". okenews.net. Diakses tanggal 2025-06-19.
- ^ Ramadhani, Salmi (2016-11-22). "Mbolo Weki, Tradisi Musyawarah Mufakat Ala Suku Bima". Travelnatic. Diarsipkan dari asli tanggal 2020-06-26. Diakses tanggal 2025-06-19.