More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Pemerintahan Darurat Republik Indonesia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

  • English
  • Français
  • Minangkabau
  • Português
  • Русский
  • தமிழ்
  • Українська
  • 中文
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari PDRI)
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

1948–1949
Bendera PDRI
Bendera
StatusPemerintahan dalam pengasingan
Ibu kotaTidak ada lokasi tetap
Bidar Alam (terlama)
Bahasa yang umum digunakanIndonesia
PemerintahanPemerintahan dalam pengasingan
Pemimpin 
• 1948-1949
Syafruddin Prawiranegara
Era SejarahRevolusi Nasional Indonesia
• Agresi Militer Belanda II
19 Desember 1948
• Didirikan
22 Desember 1948
• Perjanjian Roem-Roijen
17 April 1949
• Dibubarkan
13 Juli 1949
Sekarang bagian dariIndonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Bagian dari seri mengenai
Sejarah Indonesia
Prasejarah
Manusia Jawa 1.000.000 BP
Manusia Flores 94.000–12.000 BP
Bencana alam Toba 75.000 BP
Kebudayaan Buni 400 SM
Kerajaan Hindu-Buddha
Kerajaan Kutai 400–1635
Kerajaan Kalingga 424–782
Tarumanagara 450–900
Kerajaan Melayu 671–1347
Sriwijaya 671–1028
Kerajaan Sunda 662–1579
Kerajaan Galuh 669–1482
Kerajaan Bima 709–1621
Mataram Kuno 716–1016
Kerajaan Bali 914–1908
Kerajaan Kahuripan 1019–1046
Kerajaan Janggala 1042–1135
Kerajaan Kadiri 1042–1222
Kerajaan Singasari 1222–1292
Majapahit 1293–1478
Kerajaan Islam
Lihat: Penyebaran Islam di Nusantara
Kesultanan Peureulak 840–1292
Kerajaan Haru 1225–1613
Kesultanan Ternate 1257–1914
Kesultanan Samudera Pasai 1267–1521
Kesultanan Bone 1300–1905
Kerajaan Kaimana 1309–1963
Kesultanan Gowa 1320–sekarang
Kesultanan Limboto 1330–1863
Kerajaan Pagaruyung 1347–1833
Kesultanan Brunei 1368–1888, sekarang Brunei
Kesultanan Gorontalo 1385–1878
Kesultanan Melaka 1405–1511
Kesultanan Sulu 1405–1851
Kesultanan Cirebon 1445–1677
Kesultanan Demak 1475–1554
Kerajaan Giri 1481–1680
Kesultanan Bolango 1482–1862
Kesultanan Aceh 1496–1903
Kerajaan Balanipa 1511–sekarang
Kesultanan Banten 1526–1813
Kesultanan Banjar 1526–sekarang
Kerajaan Kalinyamat 1527–1599
Kesultanan Johor 1528–1877
Kesultanan Pajang 1568–1586
Kesultanan Mataram 1586–1755
Kerajaan Fatagar 1600–1963
Kesultanan Jambi 1615–1904
Kesultanan Bima 1620–1958
Kesultanan Palembang 1659–1823
Kesultanan Sumbawa 1674–1958
Kesultanan Kasepuhan 1679–1815
Kesultanan Kanoman 1679–1815
Kesultanan Siak 1723–1945
Kesunanan Surakarta 1745–sekarang
Kesultanan Yogyakarta 1755–sekarang
Kesultanan Kacirebonan 1808–1815
Kesultanan Deli 1814–1946
Kesultanan Lingga 1824–1911
Negara lainnya
Lihat: Kerajaan-kerajaan Kristen di Nusantara
Kerajaan Soya 1200–sekarang
Kerajaan Bolaang Mongondow 1320–1950
Kerajaan Manado 1500–1670
Kerajaan Siau 1510–1956
Kerajaan Larantuka 1515–1962
Kerajaan Sikka
Kerajaan Tagulandang 1570–1942
Kerajaan Manganitu 1600–1944
Republik Lanfang 1777–1884
Kerajaan Lore 1903–sekarang
Kolonialisme Eropa
Portugis 1512–1850
VOC 1602–1800
Jeda kekuasaan Prancis dan Britania 1806–1815
Hindia Belanda 1800–1949
Munculnya Indonesia
Kebangkitan Nasional 1908–1942
Pendudukan Jepang 1942–1945
Revolusi Nasional 1945–1949
Republik Indonesia
Awal Kemerdekaan 1945–1949
Republik Indonesia Serikat 1949–1950
Demokrasi Liberal 1950–1959
Demokrasi Terpimpin 1959–1965
Transisi 1965–1966
Orde Baru 1966–1998
Reformasi 1998–sekarang
Menurut topik
  • Arkeologi
  • Mata uang
  • Ekonomi
  • Militer
Garis waktu
 Portal Indonesia
  • l
  • b
  • s
Rumah Jama, kantor pusat PDRI di Bidar Alam
Kantor pusat PDRI di Koto Tinggi, Kabupaten Lima Puluh Kota

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (bahasa Inggris: Emergency Government of the Republic of Indonesia) adalah pemerintahan dalam pengasingan yang didirikan oleh kaum Republik Indonesia setelah Belanda menduduki ibu kota Yogyakarta di Jawa Tengah, lokasi ibu kota sementara Republik Indonesia selama Revolusi Nasional Indonesia. Pemerintahan ini didirikan di Kota Bukittinggi dan dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara.

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]
foto Rusli Rahim

Tidak lama setelah ibu kota Republik Indonesia di Yogyakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda II, mereka berulangkali menyiarkan berita bahwa RI sudah bubar. Karena para pemimpinnya, seperti Soekarno, Hatta dan Sjahrir sudah menyerah dan ditahan.

Mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki ibu kota Yogyakarta dan menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember sore hari, Syafruddin Prawiranegara bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara dan Teritorium Sumatra, mengunjungi Teuku Muhammad Hasan, Gubernur Sumatra/Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di kediamannya, untuk mengadakan perundingan. Malam itu juga mereka meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban,[1] daerah perkebunan teh, 15 km di selatan Kota Payakumbuh.

Sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di Sumatera Barat dapat berkumpul di Halaban, dan pada 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat yang dihadiri antara lain oleh Syafruddin Prawiranegara, T. M. Hassan, Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Kolonel Hidayat, Mr. Lukman Hakim, Ir. Indratjahja, Ir. Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Direktur BNI Mr. A. Karim, Rusli Rahim dan Mr. Latif. Walaupun secara resmi kawat Presiden Soekarno belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan, maka dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan sebagai berikut:

  • Mr. Syafruddin Prawiranegara, Ketua PDRI/Menteri Pertahanan/ Menteri Penerangan/Menteri Luar Negeri ad interim
  • Mr. Teuku Mohammad Hassan, Wakil Ketua PDRI/Menteri Dalam Negeri/Menteri PPK/Menteri Agama,
  • Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Menteri Keamanan/Menteri Sosial, Pembangunan, Pemuda,
  • Mr. Lukman Hakim, Menteri Keuangan/Menteri Kehakiman,
  • Ir. Mananti Sitompul, Menteri Pekerjaan Umum/Menteri Kesehatan,
  • Ir. Indracaya, Menteri Perhubungan/Menteri Kemakmuran.

Keesokan harinya, 23 Desember 1948, Sjafruddin berpidato:

"... Belanda menyerang pada hari Minggu, hari yang biasa dipergunakan oleh kaum Nasrani untuk memuja Tuhan. Mereka menyerang pada saat tidak lama lagi akan merayakan hari Natal Isa AS, hari suci dan perdamaian bagi umat Nasrani. Justru karena itu semuanya, maka lebih-lebih perbuatan Belanda yang mengakui dirinya beragama Kristen, menunjukkan lebih jelas dan nyata sifat dan tabiat bangsa Belanda: Liciknya, curangnya, dan kejamnya.
Karena serangan tiba-tiba itu mereka telah berhasil menawan Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri, dan beberapa pembesar lain. Dengan demikian, mereka menduga menghadapi suatu keadaan negara republik Indonesia yang dapat disamakan dengan Belanda sendiri pada suatu saat negaranya diduduki Jerman dalam Perang Dunia II, ketika rakyatnya kehilangan akal, pemimpinnya putus asa dan negaranya tidak dapat ditolong lagi.
Tetapi kita membuktikan bahwa perhitungan Belanda itu sama sekali meleset. Belanda mengira bahwa dengan ditawannya pemimpin-pemimpin kita yang tertinggi, pemimpin-pemimpin lain akan putus asa. Negara RI tidak tergantung kepada Sukarno-Hatta, sekalipun kedua pemimpin itu sangat berharga bagi kita. Patah tumbuh hilang berganti.
Kepada seluruh Angkatan Perang Negara RI kami serukan: Bertempurlah, gempurlah Belanda di mana saja dan dengan apa saja mereka dapat dibasmi. Jangan letakkan senjata, menghentikan tembak-menembak kalau belum ada perintah dari pemerintah yang kami pimpin. Camkanlah hal ini untuk menghindarkan tipuan-tipuan musuh."

Sesungguhnya, sebelum Soekarno dan Hatta menyerah, mereka sempat mengetik dua buah kawat. Pertama, memberi mandat kepada Menteri Kemakmuran Mr. Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan darurat di Sumatra. Kedua, jika ikhtiar Sjafruddin gagal, maka mandat diberikan kepada Mr. A.A.Maramis untuk mendirikan pemerintah dalam pengasingan di New Delhi, India. Tetapi Sjafruddin sendiri tidak pernah menerima kawat itu. Berbulan-bulan kemudian barulah ia mengetahui tentang adanya mandat tersebut.

Perlawanan

[sunting | sunting sumber]

Sejak itu PDRI menjadi musuh nomor satu Belanda. Tokoh-tokoh PDRI harus bergerak terus sambil menyamar untuk menghindari kejaran dan serangan Belanda.

Mr. T.M Hasan yang menjabat sebagai Wakil Ketua PDRI, merangkap Menteri Dalam Negeri, Agama, Pendidikan dan Kebudayaan, menuturkannya bahwa rombongan mereka kerap tidur di hutan belukar, di pinggir sungai Batanghari, dan sangat kekurangan bahan makanan. Mereka pun harus menggotong radio dan berbagai perlengkapan lain. Kondisi PDRI yang selalu bergerilya keluar masuk hutan itu diejek radio Belanda sebagai Pemerintah Dalam Rimba Indonesia.

Sjafruddin membalas,

Kami meskipun dalam rimba, masih tetap di wilayah RI, karena itu kami pemerintah yang sah. Tapi, Belanda waktu negerinya diduduki Jerman, pemerintahnya mengungsi ke Inggris. Padahal menurut UUD-nya sendiri menyatakan bahwa kedudukan pemerintah haruslah di wilayah kekuasaannya. Apakah Inggris jadi wilayah kekuasaan Belanda? Yang jelas pemerintah Belanda tidak sah.
Tugu PDRI di Koto Tinggi, Gunuang Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota

Perlawanan bersenjata dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia serta berbagai laskar di Jawa, Sumatra serta beberapa daerah lain. PDRI menyusun perlawanan di Sumatra. Tanggal 1 Januari 1949, PDRI membentuk 5 wilayah pemerintahan militer di Sumatra:

  • Aceh, termasuk Langkat dan Tanah Karo.
    • Gubernur Militer: Tgk Daud Beureu'eh di Beureu'eh
    • Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel Askari
  • Tapanuli dan Sumatra Timur Bagian Selatan.
    • Gubernur Militer: dr. Ferdinand Lumban Tobing
    • Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel Alex Evert Kawilarang
  • Riau
    • Gubernur Militer: R.M. Utoyo
    • Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel Hasan Basry
  • Sumatera Barat.
    • Gubernur Militer: Mr. Sutan Mohammad Rasjid
    • Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel Dahlan Ibrahim
  • Sumatera Selatan.
    • Gubernur Militer: dr. Adnan Kapau Gani
    • Wakil Gubernur Militer: Letnan Kolonel Maludin Simbolon.

Konsolidasi

[sunting | sunting sumber]

Sekitar satu bulan setelah agresi militer Belanda, dapat terjalin komunikasi antara pimpinan PDRI dengan keempat Menteri yang berada di Jawa. Mereka saling bertukar usulan untuk menghilangkan dualisme kepemimpinan di Sumatra dan Jawa.

Setelah berbicara jarak jauh dengan pimpinan Republik di Jawa, maka pada 31 Maret 1949 Prawiranegara mengumumkan penyempurnaan susunan pimpinan Pemerintah Darurat Republik Indonesia sebagai berikut:

  • Mr. Syafruddin Prawiranegara, Ketua merangkap Menteri Pertahanan dan Penerangan,
  • Mr. Susanto Tirtoprojo, Wakil Ketua merangkap Menteri Kehakiman dan Menteri Pembangunan dan Pemuda,
  • Mr. Alexander Andries Maramis, Menteri Luar Negeri (berkedudukan di New Delhi, India).
  • dr. Sukiman Wirjosandjojo, Menteri Dalam Negeri merangkap Menteri Kesehatan.
  • Mr. Lukman Hakim, Menteri Keuangan.
  • Mr. Ignatius J. Kasimo, Menteri Kemakmuran/Pengawas Makanan Rakyat.
  • Kyai Haji Masykur, Menteri Agama.
  • Mr. T. Moh. Hassan, Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.
  • Ir. Indratjahja, Menteri Perhubungan.
  • Ir. Mananti Sitompul, Menteri Pekerjaan Umum.
  • Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Menteri Perburuhan dan Sosial.

Pejabat di bidang militer:

  • Letnan Jenderal Sudirman, Panglima Besar Angkatan Perang RI.
  • Kolonel Abdul Haris Nasution, Panglima Tentara & Teritorium Jawa.
  • Kolonel R. Hidajat Martaatmadja, Panglima Tentara & Teritorium Sumatra.
  • Kolonel Mohammad Nazir, Kepala Staf Angkatan Laut.
  • Komodor Udara Hubertus Suyono, Kepala Staf Angkatan Udara.
  • Komisaris Besar Polisi Umar Said, Kepala Kepolisian Negara.

Kemudian tanggal 16 Mei 1949, dibentuk Komisariat PDRI untuk Jawa yang dikoordinasikan oleh Mr. Susanto Tirtoprojo, dengan susunan sbb.:

  • Mr. Susanto Tirtoprojo, urusan Kehakiman dan Penerangan.
  • Mr. Ignatius J. Kasimo, urusan Persediaan Makanan Rakyat.
  • R. Panji Suroso, urusan Dalam Negeri.

Selain dr. Sudarsono, Wakil RI di India, Mr. Alexander Andries Maramis, Menteri Luar Negeri PDRI yang berkedudukan di New Delhi, India, dan Lambertus N. Palar, Ketua delegasi Republik Indonesia di PBB, adalah tokoh-tokoh yang sangat berperan dalam menyuarakan Republik Indonesia di dunia internasional sejak Belanda melakukan Agresi Militer Belanda II. Dalam situasi ini, secara de facto, Mr. Syafruddin Prawiranegara adalah Kepala Pemerintah Republik Indonesia.

Pemulihan pemerintahan dan pengembalian mandat

[sunting | sunting sumber]

Menjelang pertengahan 1949, posisi Belanda makin terjepit. Dunia internasional mengecam agresi militer Belanda. Sedang di Indonesia,pasukannya tidak pernah berhasil berkuasa penuh. Ini memaksa Belanda menghadapi RI di meja perundingan.

Belanda memilih berunding dengan utusan Soekarno-Hatta yang ketika itu statusnya tawanan. Perundingan itu menghasilkan Perjanjian Roem-Royen. Hal ini membuat para tokoh PDRI tidak senang, Jendral Sudirman mengirimkan kawat kepada Sjafruddin, mempertanyakan kelayakan para tahanan maju ke meja perundingan. Tetapi Sjafruddin berpikiran untuk mendukung dilaksanakannya perjanjian Roem-Royen.

Setelah Perjanjian Roem-Royen, Mohammad Natsir meyakinkan Syafruddin Prawiranegara untuk datang ke Jakarta, menyelesaikan dualisme pemerintahan RI, yaitu PDRI yang dipimpinnya, dan Kabinet Hatta, yang secara resmi tidak dibubarkan.

Setelah Persetujuan Roem-Royen ditandatangani, pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Pada sidang tersebut, Pemerintah Hatta mempertanggungjawabkan peristiwa 19 Desember 1948. Wakil Presiden Hatta menjelaskan 3 soal, yakni hal tidak menggabungkan diri kepada kaum gerilya, hal hubungan Bangka dengan luar negeri dan terjadinya Persetujuan Roem-Royen.

Sebab utama Soekarno-Hatta tidak ke luar kota pada tanggal 19 Desember sesuai dengan rencana perang gerilya, adalah berdasarkan pertimbangan militer, karena tidak terjamin cukup pengawalan, sedangkan sepanjang yang diketahui dewasa itu, seluruh kota telah dikepung oleh pasukan payung Belanda. Lagi pula pada saat yang genting itu tidak jelas tempat-tempat yang telah diduduki dan arah-arah yang diikuti oleh musuh. Dalam rapat di istana tanggal 19 Desember 1948 antara lain KSAU Soerjadi Soerjadarma mengajukan peringatan pada pemerintah, bahwa pasukan payung biasanya membunuh semua orang yang dijumpai di jalan-jalan, sehingga jika mereka ke luar maka haruslah dengan pengawalan senjata yang kuat.

Pada sidang tersebut, secara formal Syafruddin Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya, sehingga dengan demikian, M. Hatta, selain sebagai Wakil Presiden, kembali menjadi Perdana Menteri. Setelah serah terima secara resmi pengembalian Mandat dari PDRI, tanggal 14 Juli, Pemerintah RI menyetujui hasil Persetujuan Roem-Royen, sedangkan KNIP baru mengesahkan persetujuan tersebut tanggal 25 Juli 1949.

Peringatan

[sunting | sunting sumber]

Sejak 2006, pemerintah Indonesia memperingati tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara. Peringatan tersebut mengacu pada peristiwa PDRI yang telah menyelematkan eksistensi kepemimpinan Republik Indonesia akibat Agresi Militer Belanda II.[2]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  • Kabinet Darurat
  • Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia
  • Pimpinan Pemerintahan Sipil

Rujukan

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Efendi, Feni (2024). Kumpulan peristiwa PDRI di Sekitar Payakumbuh dan Lima Puluh Kota. Payakumbuh: Penerbit Fahmi Karya. ISBN 978-623-89016-6-1. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  2. ^ "Hari Bela Negara 19 Desember, Sejarah Penting yang Sepi Peringatan". Padangkita.com. 2020-12-20. Diakses tanggal 2020-12-20.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  • Seminar Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) - Emergency Government Republic of Indonesia Youtube.com, 29 September 2012. Diakses 8 September 2013.
  • Somewhere in the Jungle: Pemerintah Darurat Republik Indonesia: Sebuah Mata Rantai Sejarah Yang Terlupakan Goodreads.com. Diakses 8 September 2013.
  • Berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (1948-1949) Tsabit Azinar Ahmad. Diakses 8 September 2013.
  • Jejak Pemerintah Darurat RI di Bidar Alam Okezone.com, 7 Januari 2013. Diakses 8 September 2013.

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]
  • J.R. Chaniago. Amrin Imran, Saleh D. Djamhari, 2003, Pemerintan Darurat Repoublik Indonesia (PDRI) dalam Perang Kemerdekasan, Perhimpunan Kekerabatan Nusantara, Jakarta.
  • l
  • b
  • s
Sejarah Indonesia
Periode
  • Orde Lama
  • Orde Baru
  • Era Reformasi
Kolonialisme
  • Kedatangan Portugis-Spanyol (1512–1850)
  • Kedatangan Belanda (1602-1800)
  • Penjajahan Belanda (VOC) (1800–1942)
Nasionalisme
  • Kebangkitan Nasional (1899–1942)
  • Hari Patriotik 23 Januari 1942 - Proklamasi Gorontalo (1942)
  • Pendudukan Jepang (1942–1945) (di Sumatera Barat)
1945–1965
  • Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
  • Revolusi nasional (1945–1949)
    • Pertempuran Surabaya 10 November 1945
    • Periode "Bersiap" (1945–1947)
    • Agresi Militer Belanda I 1947
    • Agresi Militer Belanda II 1948
    • Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (1948–1949)
  • Orde Lama (1950–1959)
    • Pemberontakan Darul Islam
    • Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia
    • Dekret Presiden 5 Juli 1959
    • Demokrasi Terpimpin (1959–1965)
    • Konfrontasi Indonesia-Malaysia
    • Konflik Papua dan Operasi Trikora
    • Gerakan 30 September
  • Transisi ke Orde Baru (1965–1966)
    • Pembantaian di Indonesia 1965-1966
    • Tritura
    • Supersemar 11 Maret 1966
1966–1998
  • Orde Baru
  • Operasi Seroja dan Integrasi Timor Timur
  • Pemberontakan di Aceh
  • Operasi Jaring Merah
  • Peristiwa 27 Juli
  • Tragedi Trisakti
  • Gerakan mahasiswa Indonesia 1998
  • Pendudukan Gedung DPR/MPR
  • Kerusuhan Mei 1998
  • Kejatuhan Soeharto
1998–sekarang
  • Era Reformasi
  • Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda
  • Perjanjian damai dengan Aceh
Lihat pula: Garis waktu sejarah Indonesia · Sejarah Nusantara
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemerintahan_Darurat_Republik_Indonesia&oldid=27657421"
Kategori:
  • Sejarah Indonesia
  • Sejarah Sumatera Barat
  • Perang Kemerdekaan Indonesia
Kategori tersembunyi:
  • Pemeliharaan CS1: Status URL

Best Rank
More Recommended Articles