More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Penghormatan leluhur dalam budaya Tionghoa - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Penghormatan leluhur dalam budaya Tionghoa - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Penghormatan leluhur dalam budaya Tionghoa

  • English
  • Français
  • Latviešu
  • اردو
  • 中文
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
  • Switch to legacy parser
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sebuah kura-kura batu dengan "Prasasti Pahala Ilahi dan Kebajikan Suci" (Shen Gong Shen De), didirikan Kaisar Yongle tahun 1413 untuk menghormati ayahnya, Kaisar Hongwu, di Mausoleum Ming Xiaoling ("Mausoleum Ming Bakti Putra")
Bagian dari seri tentang
Kepercayaan tradisional Tionghoa
华人民间信仰
Penyesuaian gaya dari grafem 禄 lù atau 子 zi, masing-masing berarti "kemakmuran", "memajukan", "kesejahteraan" dan "anak", "keturunan". 字 zì, berarti "kata" dan "simbol", adalah kata yang asalnya sama dari 子 zi dan menggambarkan seorang "anak" yang dinaungi di bawah sebuah "atap". Simbol ini pada akhirnya merupakan representasi kutub langit utara (Běijí 北极) dan konstelasi berputarnya, dan oleh karenanya setara dengan simbol Eurasia swastika, 卍 wàn.
Konsep
  • Tàidì 太帝
  • Tiān 天
  • Shàngdì 上帝
  • Qì 气
  • Shén 神
  • Líng 灵
  • Xiǎnlíng 显灵
  • Yīnyáng 阴阳
  • Hundun
  • Mìngyùn 命运
  • Yuánfèn 缘分
  • Bàoyìng 报应
  • Wù 悟
  • Lóng 龙
  • Fènghuáng 凤凰
Teori
  • Teologi Tionghoa
  • Mitologi Tionghoa
  • Astrologi Tionghoa
  • Shio Tionghoa
  • Mitos penciptaan Tionghoa
  • Konsep dunia spiritual Tionghoa

Model kemanusiaan:

  • Xiān 仙
  • Zhēnrén 真人
  • Wénwǔ 文武
Dewa-Dewi
  • Kaisar Giok 玉帝
  • Xīwángmǔ 西王母
    • Wúshēng Lǎomǔ 無生老母
  • Dòumǔ 斗母
  • Pángǔ 盘古
  • Fúxī 伏羲
  • Nǚwā 女娲
  • Shénnóng 神农
  • Lóngwáng 龙王
  • Yánluówán 阎罗王
  • Kaisar Kuning 黃帝
  • Kwan Im 觀音
  • Guānyǔ 關羽
  • Dewa Kekayaan 财神
  • Dewa Bumi 土地公
  • Delapan Dewa 八仙
  • Jìgōng 濟公
  • Bǎoshēng Dàdì 保生大帝
  • Māzǔ 妈祖
  • Dewa-dewi Taoisme
Praktik
  • Fēnxiāng 分香
  • Jìngxiāng 敬香
  • Jìngzǔ 敬祖
  • Fēngshuǐ 风水
  • Miàohuì 庙会
  • Shamanisme Wū 巫
  • Jītóng 乩童
  • Bǎojuàn 宝卷
Institusi dan kuil
  • Xínghǎode 行好的
  • Zōngzú Shèhuì 宗族社会
  • Kelenteng 廟
  • Cítáng 祠堂
  • Asosiasi Kuil Rakyat Tionghoa
    中国民间寺庙文化管理协会
Festival
  • Tahun Baru Imlek
  • Qīngmíng 清明
  • Zhōngyuán 中元
    • Yúlánpén 盂蘭盆
  • Zhōngqiū 中秋
  • Jiǔhuángyé 九皇爷
  • Qīxī 七夕
  • Duānwǔ 端午
Budaya dan tradisi
Wujud budaya:
  • Kepercayaan pemujaan leluhur
  • Pemujaan komunal pada Dewa
  • Shíliáo 食疗
  • Fēngshuǐ 风水
  • Pemujaan Dewi Ibu 母道
  • Kepercayaan Tiongkok Timur Laut
  • Pengobatan tradisional 中医
  • Qìgōng 气功

Tradisi ritual:

  • Fǎjiào 法教
  • Jītóng 乩童
  • Nuó 傩
  • Wūjiào 巫教

Tradisi bakti:

  • Mazuisme 妈祖信俗
  • Pemujaan Wángyé 王爷
Pemikiran utama
  • Konghucu 儒教
    • Lǐjiào 礼教
  • Neo-Konfusianisme 理学
  • Taoisme 道教
  • Tridharma 三教
  • Aliran pemikiran lainnya

Sekte dan majelis Konghucu:

  • Kǒngshènghuì 孔圣会
  • Majelis Konghucu Indonesia
  • Dàodéhuì 道德会
  • Rúzōng shénjiào 儒宗神教
  • Xuānyuándào 軒轅道
  • Tàigǔ 太谷
Agama keselamatan
Zhenkong, "Kekosongan Kebenaran".
Zhenkong, "Kekosongan Kebenaran".
  • Maitreyanisme 弥勒教
  • Seroja Putih 白蓮教
  • Bāguà dào 八卦道
  • Hóngyáng jiào 弘陽教
  • Luójiào 罗教
    • Zhāijiāo 斋教
    • Xiāntiāndào 先天道
    • Yīguàndào 一贯道
    • Mílè Dàdào 弥勒大道
  • Déjiào 德教
  • Jiǔgōngdào 九宫道
  • Tiāndì huì 天地會
  • Tiāndìjiào 天帝教
  • Luanisme 儒宗神教
  • Tiānxiān Miàodào 天仙庙道
  • Sānyījiào 三一教
  • Zàilǐjiào 在理教
Kepercayaan terkait
  • Běnzhǔjiào 本主教
  • Bìmójiào 毕摩教
  • Bon
  • Buddhisme Han 汉传佛教
  • Dōngbā 东巴
  • Kepercayaan tradisional Miao
  • Kepercayaan tradisional Vietnam
  • Kepercayaan tradisional Qiang
  • Kepercayaan tradisional Yao
  • Kepercayaan tradisional Zhuang
  •  Portal Agama
  • l
  • b
  • s

Penghormatan Leluhur pada budaya Tionghoa (Hanzi =敬祖;hanyu pinyin =jìngzǔ) adalah kebiasaan yang dilakukan anggota keluarga yang masih hidup untuk berusaha mencukupi kebutuhan anggota keluarga yang sudah meninggal dan membuat mereka berbahagia di akhirat. Praktik tersebut merupakan upaya untuk tetap menunjukkan bakti kepada mereka yang telah meninggal, dan juga memperkokoh persatuan dalam keluarga dan yang segaris keturunan. Menunjukkan rasa bakti kepada leluhur merupakan sebuah ideologi yang berakar mendalam pada masyarakat Tionghoa. Dasar pemikirannya adalah kesalehan anak (孝, xiào) yang ditekankan oleh Kong Hu Cu. Kesalehan anak adalah sebuah konsep untuk selalu mengasihi orang tua sebagai seorang anak. Dipercaya bahwa meskipun orang yang terkasih telah meninggal, hubungan yang terjadi selama ini masih tetap berlangsung, serta orang yang telah meninggal memiliki kekuatan spiritual yang lebih besar dibandingkan pada saat masih hidup. Pengertiannya adalah para leluhur dianggap menjadi dewa yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan memengaruhi kehidupan anggota keluarga yang masih hidup.[1]

Inti kepercayaan terhadap pemujaan leluhur adalah bahwa masih adanya "kehidupan" setelah kematian.[2] Dipercaya bahwa jiwa orang yang meninggal terbuat dari komponen Yin dan Yang yang disebut hun dan po. Komponen Yin, po (魄), diasosiasikan dengan makam,dan komponen Yang, hun (魂), diasosiasikan dengan papan nama leluhur yang dipajang pada altar penghormatan leluhur (sekarang sering kali digantikan dengan memajang foto). Po mengikuti tubuh ke dalam makam (ke pengadilan)dan hun tinggal dalam papan nama leluhur. Hun dan po tidaklah abadi dan perlu dipelihara (diberi makan) dengan persembahan, atau keduanya akan pergi ke akhirat (meskipun hun pergi ke surga terlebih dulu). Tidak seperti istilah yang digunakan bangsa barat, akhirat tidak memiliki konotasi negatif.[3]

Keadaan pemujaan leluhur di Republik Rakyat Tiongkok modern dilaporkan mengalami penurunan pada wilayah yang lebih dipengaruhi oleh rezim komunis (yang tidak ramah terhadap praktik keagamaan). Namun pada daerah pedesaan, dan juga Taiwan, pemujaan leluhur dan praktiknya masih biasa ditemukan.[2]

Praktik

[sunting | sunting sumber]

Ajaran Kong Hu Cu

[sunting | sunting sumber]

Konfusius mengajarkan pentingnya memahami serta melaksanakan Lima Etika (Wu Lun). Lima Etika merupakan aturan dalam berinteraksi agar kehidupan masyarakat menjadi harmonis.[4] Kelima hubungan tersebut adalah:

  • Antara pemimpin dan rakyat
  • Antara ayah dan putra
  • Antara suami dan istri
  • Antara kakak dan adik
  • Antara yang lebih tua dan yang lebih muda

Semenjak masa hidup Konfusius hingga abad ke-20, kematian orang tua secara umum memiliki arti bahwa anak-anak mereka akan berkabung selama tiga tahun. Masa tiga tahun tersebut melambangkan tiga tahun pertama pada kehidupan anak-anak saat mereka dirawat dan dicintai secara penuh oleh orang tua mereka. Praktik perkabungan tersebut termasuk mengenakan baju goni, tidak mencukur rambut, makan bubur dua kali sehari, tinggal dalam gubuk berkabung yang didirikan di samping rumah. Dikisahkan bahwa setelah kematian Konfusius, para muridnya melakukan periode tiga tahun perkabungan ini untuk menunjukkan komitmen mereka pada ajaran dia.

Ritual Berkabung

[sunting | sunting sumber]

Praktik berkabung biasanya menggunakan tata cara yang terperinci, dan yang umumnya selalu ada adalah: Meratap sebagai penanda bahwa terjadi kematian di dalam keluarga, keluarga mengenakan pakaian putih pemakaman, memandikan jenasah, mempersembahkan barang-barang secara simbolis kepada jiwa yang meninggal (seperti uang dan makanan), menyiapkan dan memasang papan arwah, memanggil spesialis ritual (pendeta Tao atau Buddhis), memainkan musik atau membacakan doa untuk menemani jenasah dan menenangkan jiwa yang meninggal, menutup peti jenasah, menjauhkan peti dari masyarakat.[3] Terdapat kepercayaan bahwa keras-tidaknya ratapan yang dikeluarkan menggambarkan hubungan orang yang meratap dengan yang meninggal.

Jika orang yang meninggal berusia di bawah 80 tahun, semua perlengkapan (lilin, kain nama, taplak meja, dan sebagainya) menggunakan warna putih. Tetapi jika yang bersangkutan berusia lebih dari 80 tahun, peralatan yang digunakan sebagian berwarna merah untuk menandakan bahwa ia telah mengalami hidup yang panjang dan bahagia. Warna merah bagi masyarakat Tionghoa memiliki arti bahagia, sedangkan putih berarti berduka-cita.

Masyarakat Tionghoa tradisional juga membedakan antara keturunan dalam dan keturunan luar. Keturunan dalam adalah semua anak, cucu, cicit, dan buyut yang berasal dari anak pria; sementara keturunan luar berasal dari anak wanita. Anggota keluarga yang termasuk ke dalam keturunan dalam menggunakan ikat kepala berwarna putih yang dijahit dengan seperca kain goni, sedangkan anggota keluarga yang termasuk keturunan luar mengenakan ikat kepala putih yang dijahit dengan seperca kain merah.

Ritual Pemakaman

[sunting | sunting sumber]

Menurut budaya tradisional Tionghoa, dikatakan bahwa terdapat dua hal penting yang harus dilakukan seseorang agar hidupnya dapat dikatakan sempurna; Pertama adalah memakamkan ayahnya, kedua adalah memakamkan ibunya. Pemakaman dianggap menjadi bagian dalam perjalanan hidup normal sebuah keluarga, dan menjadi pemersatu keluarga-keluarga dari generasi ke generasi. Tujuan utamanya adalah melindungi jiwa yang meninggal dari roh jahat, mengarahkan jiwa Yin ke bumi, dan jiwa Yang menuju tempat para leluhur. Pemakaman memastikan jiwa yang meninggal merasa nyaman dan tenteram, serta memberikan peruntungan bagus bagi para keturunannya. Saat orang yang terkasih meninggal, jenasahnya dimandikan dan dikenakan pakaian pemakaman (atau "pakaian panjang umur" yang melambangkan umur panjang bagi jiwa.[1]

Profesional Tao atau Buddhis juga dapat dipanggil dalam proses pemakaman untuk mengusir roh-roh jahat dan memberi energi bagus kepada yang meninggal. Keluarga akan meletakkan papan leluhur di atas altar pada rumah mereka di antara papan-papan arwah leluhur yang lainnya. Tindakan tersebut melambangkan persatuan para leluhur, serta demi kepentingan garis keturunan keluarga.[2] Hio dinyalakan di depan altar setiap harinya, dan persembahan seperti makanan favorit, minuman, dan uang arwah (kimcoa) dipersembahkan setiap bulannya. Uang arwah adalah uang kertas yang dibakar (sehingga dapat diterima jiwa leluhur dan mereka gunakan di akhirat); pada zaman sekarang juga disediakan bentuk kartu kredit arwah, televisi arwah, sepeda arwah, dan sebagainya.

Semakin kaya sebuah keluarga, mereka biasanya juga akan semakin lama menunda masa penguburan; peti mati akan ditempatkan pada ruangan rumah yang disediakan untuk waktu yang lebih lama. Contohnya adalah, sebuah pemakaman yang menguntungkan dapat terjadi beberapa tahun setelah penguburan, tulang-belulangnya digali, dicuci, dikeringkan, dan disimpan dalam guci tanah liat (keramik). Setelah selang beberapa waktu, isinya akan dimakamkan kembali untuk terakhir kalinya pada lokasi yang telah dipilih oleh seorang ahli feng shui.[1]

Penghormatan Selanjutnya

[sunting | sunting sumber]

Para keturunan orang yang meninggal akan memakamkan leluhur mereka bersama dengan barang-barang yang mereka harapkan akan dibawa ke akhirat. Beberapa keluarga kerajaan meletakkan bejana perunggu, tulang orakel, serta korban manusia atau binatang di dalam makam. Semua persembahan tersebut dipandang sebagai segala sesuatu yang akan dibutuhkan jiwa tersebut di akhirat dan sebagai wujud bakti kepada leluhur. Persembahan yang paling umum adalah membakar hio dan lilin, dan mempersembahkan arak serta makanan.[1] Seorang medium shi (尸) adalah perwakilan persembahan dari keluarga orang yang meninggal semenjak masa Dinasti Zhou (1045 SM-256 SM). Selama upacara shi, roh orang yang meninggal akan memasuki sang medium yang selanjutnya akan makan dan minum persembahan serta menyampaikan pesan spiritual.

Jenis-Jenis Ritual

[sunting | sunting sumber]

Persembahan

[sunting | sunting sumber]

Persembahan diberikan secara berkala oleh anak-cucu kepada leluhur yang telah meninggal. Festival seperti Cheng Beng memerlukan persembahan seperti makanan, buah-buahan, dupa, dan lilin.

Uang Arwah

[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Jinzhi (Ritual)

Masyarakat Tionghoa biasa mempersembahkan uang arwah atau uang orang mati. Jinzhi adalah bukanlah uang yang digunakan oleh manusia di dunia, melainkan lembaran kertas yang melambangkan uang. Saat dibakar di altar atau di makam, dipercaya bahwa nilainya akan ditransfer kepada leluhur di dunia akhirat. Terdapat dua jenis uang arwah, yaitu uang emas dan uang perak. Uang emas digunakan sebagai persembahan untuk para dewa, sementara uang perak digunakan sebagai persembahan untuk leluhur.

Doa

[sunting | sunting sumber]

Doa biasanya dilakukan pada altar rumah. Pria tertua dalam keluarga akan berbicara mewakili seluruh anggota keluarganya dalam doa harian. Ritual ini sangatlah penting karena adanya kepercayaan bahwa jika mereka melupakan garis keturunan mereka, mereka akan dihantui atau menjadi roh gentayangan saat meninggal nanti.

Feng Shui

[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Feng Shui

Feng Shui dalam pemakaman berfungsi untuk mengatur aliran chi berdasarkan posisi makam. Aliran chi yang buruk akan menyebabkan arwah menjadi tidak tenang. Arwah tersebut dapat kembali untuk menghantui keturunannya, sehingga lokasi yang memiliki feng shui bagus selalu dipilih untuk memakamkan leluhur.[1][2]

Festivals

[sunting | sunting sumber]

Qingming

[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Festival Qingming

Qingming ("jernih-terang") merupakan festival membersihkan makam yang biasanya jatuh pada tanggal 4 April. Festival ini merupakan festival menyambut musim semi, yang dianggap sebagai waktu pembaharuan dimana keluarga yang telah meninggal akan berkumpul kembali dengan yang masih hidup.[5] Saat festival ini berlangsung, anggota keluarga akan menjenguk makam leluhur mereka untuk membersihkan (menyapu tanah dan mencabuti rumput) kemudian menghiasnya kembali (menanam bunga segar atau menambahkan ornamen baru) sebagai cara untuk merayakan masa kehidupan leluhur yang telah meninggal daripada menangisinya. Perhatian dan pelayanan seluruh keluarga umumnya difokuskan pada makam anggota keluarga yang paling terakhir meninggal, atau leluhur yang paling menonjol, misalnya leluhur yang mengawali garis keturunan keluarga.[1]

Sembahyang Rebutan

[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Cioko

Pada bulan ke tujuh penanggalan Imlek, dipercaya bahwa gerbang antara akhirat terbuka bagi para roh untuk memasuki dunia manusia serta melakukan apa yang mereka inginkan. Selama masa ini, masyarakat biasanya mempersembahkan makanan atau (uang arwah) agar roh-roh tersebut tenang. Uang arwah dipersembahkan kepada para leluhur diiringi rasa bakti. Roh-roh yang tidak diberi persembahan oleh keturunannya akan menjadi kelaparan dan membawa kesialan bagi keluarganya. Festival ini sangat penting karena selama periode ini, alam manusia dipenuhi roh-roh bergentayangan.[1]

Catatan Kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. 1 2 3 4 5 6 7 Thompson, L. G. (1979). Chinese Religion: An Introduction Third Edition. Belmont, California: Wadsworth, Inc.
  2. 1 2 3 4 ReligionFacts. (2005, June 2). Ancestor Veneration. Retrieved October 21, 2008, from www.religionfacts.com: http://www.religionfacts.com/chinese_religion/practices/ancestor_worship.htm [pranala nonaktif permanen]
  3. 1 2 Roberta H. Martin (2007). Settling the Dead: Funerals, Memorials and Beliefs Concerning the Afterlife. Retrieved October 21, 2008, from Living in the Chinese Cosmos: Understanding Religion in Late-Imperial China: http://afe.easia.columbia.edu/cosmos/prb/journey.htm [pranala nonaktif permanen]
  4. ↑ Bidang Litbang PTITD/Matrisia Jawa Tengah. 2007. Pengetahuan Umum Tentang Tri Dharma, Edisi Pertama (Juli 2007). Penerbit: Benih Bersemi, Semarang, Indonesia.
  5. ↑ Bodde, Derk. (1975). Festivals in Classical China. Princeton, New Jersey: Princeton University Press.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  • Magnier, M. (2006, July 18). Afraid To Give Up Ghosts. Diunduh Oktober 22, 2008, dari http://articles.latimes.com/2006/jul/18/world/fg-ghosts18 [pranala nonaktif permanen]
  • Nieminen, T. (2001, December 21). Chinese Ideas of Heaven and the Afterlife (Pre-Buddhist). Diunduh Oktober 21, 2008, dari QUGS: http://www.qugs.org.au/queensland-wargamer/afterlife.htm Diarsipkan 2013-04-10 di Wayback Machine.
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Penghormatan_leluhur_dalam_budaya_Tionghoa&oldid=28112259"
Kategori:
  • Budaya Tionghoa
Kategori tersembunyi:
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif Mei 2021
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif permanen
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif Juni 2021
  • Templat webarchive tautan wayback

Best Rank
More Recommended Articles