Wayang wong



Wayang wong (berasal dari bahasa Jawa: ꦮꦪꦁꦮꦺꦴꦁ, translit. wayang wong, har. 'wayang orang') adalah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut. Wayang sendiri merupakan mahakarya kelas dunia yang mengandung berbagai nilai, mulai dari falsafah hidup, etika, spiritualitas, dan musik (gendang gamelan).[1] Wayang wong diciptakan oleh Sri Susuhunan Hamangkurat I pada tahun 1731 di Kerajaan Mataram. Wayang wong merupakan jenis wayang yang mempergelarkan cerita yang diperankan oleh orang sebagai pemainnya dan semua gerakannya harus mengikuti pokok-pokok aturan seni tari. [2]
Tentang Wayang Wong
Sesuai dengan nama sebutannya, wayang tersebut tidak lagi dipergelarkan dengan memainkan boneka-boneka wayang (wayang kulit yang biasanya terbuat dari bahan kulit kerbau ataupun yang lain), akan tetapi menampilkan manusia sebagai pengganti boneka wayang tersebut. Perbedaan utama antara wayang kulit dengan wayang wong yaitu wayang wong tidak menggunakan kelir, sehingga dalang tidak berperan sebagai single performer. [3] Pemeran wayang wong memakai pakaian sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada wayang kulit. Supaya bentuk muka atau bangun muka mereka menyerupai wayang kulit (jika dilihat dari samping), sering kali pemain wayang wong ini diubah atau dihias mukanya dengan tambahan gambar maupun lukisan.
Cerita-cerita yang diangkat dalam wayang wong berbasis pada cerita kolosal yaitu Mahabharata dan Ramayana. Hal yang menarik dari pertunjukan wayang wong ini adalah adanya tari kolosal atau individu per pemain di setiap jeda cerita. Selain itu, wayang wong juga menampilkan tokoh Punakawan sebagai pencair suasana yang merupakan penggambaran keadaan kawulo alit atau masyarakat secara umum dan abdi dalem.
Perkembangan
Seni pertunjukan wayang wong berkembang seiring menjadi bagian dari atraksi wisata. Wayang wong milenilal didesain agar bisa ditampilkan sebagai atraksi wisata bergengsi yang mampu memikat perhatian wisatawan di beberapa daerah, seperti Pulau Bali. Perkembangan pariwisata menjadi salah satu langkah untuk melakukan tata kelola kesenian wayang wong yang sinergis antara masyarakat dengan pihak pemerintah. Pertunjukan wayang wong yang masih ada saat ini, salah satunya adalah wayang wong Bharata (di kawasan Pasar Senen, Jakarta), Taman Mini Indonesia Indah, Taman Sriwedari Surakarta, Ngesti Pandowo di Taman Budaya Raden Saleh Semarang, dan lain-lain.
Wayang Wong di Bali
Wayang Wong di Bali umumnya merupakan bentuk adaptasi dramatari kontemporer dari kisah Ramayana dan Mahabharata. Salah satu Wayang Wong di Bali masuk dalam Warisan Budaya Takbenda Dunia oleh UNESCO, yakni Wayang Wong Desa Tejakula, Kabupaten Buleleng. Diperkirakan telah ada sejak pertengahan abad ke-17, kesenian ini berawal dari petuah yang muncul saat orang kepercayaan Ida Bhatara di Pura Maksan Tejakula kerasukan dan menyampaikan permintaan agar Wayang Wong dipentaskan di pura tersebut serta di pura-pura lain di Desa Adat Tejakula. Para tokoh seni kemudian bersepakat menciptakan kesenian ini dengan peran penting dari dua seniman, I Gusti Ngurah Jelantik dan I Dewa Batan, yang membuat sekitar 175 topeng kayu menggambarkan tokoh-tokoh epos Ramayana seperti Rama, Laksamana, Sugriwa, Rahwana, dan lainnya. Topeng-topeng yang kini berusia sekitar 3,5 abad itu masih dijaga kesakralannya dan hanya digunakan oleh Sekaa Wayang Wong Tejakula saat piodalan tertentu, melalui prosesi khusus seperti bakti pamungkah. Pertunjukan Wayang Wong harus dimainkan berurutan sesuai alur Ramayana dan tidak boleh sembarangan dipentaskan. Namun, sejak era 1980-an, seniman Nyoman Tusan mencetuskan pembuatan topeng duplikat agar kesenian ini bisa ditampilkan di luar konteks sakral, sehingga Wayang Wong dapat dinikmati masyarakat luas dan dikenal hingga mancanegara.[4]
Galeri
- Punakawan dalam pertunjukan wayang wong
- Pemain wayang wong
Lihat pula
Referensi
- ↑ Prakoso, Paholo Iman. "Jurnal Pengabdian Masyarakat Akademisi Harmoni Alam Dan Budaya: Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan Melalui Tri Hita Karana Di D". scholar.googleusercontent.com. Diakses tanggal 2025-10-01.
- ↑ Msi, Dr Ni Made Ruastiti, S. ST; M.Hum, Dr I. Komang Sudirga, S. Kar; M.Si, Dr I. Gede Yudarta (2021). Wayang Wong Milenial: Inovasi Seni Pertunjukan pada Era Digital. Jejak Pustaka. ISBN 978-623-5700-00-7. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
- ↑ Rahman, Mohd Kipli Abdul (2012). Sinkritisme dalam Wayang Wong Johor (Penerbit USM) (dalam bahasa Melayu). Penerbit USM. ISBN 978-983-861-772-7.
- ↑ "Yuk Mengenal Kebudayaan Wayang Wong di Desa Tejakula Bali | Dinas Sosial". dinsos.bulelengkab.go.id. Diakses tanggal 2025-10-26.
Pranala luar
Media tentang Wayang wong di Wikimedia Commons

