Arsitektur Pulau Pinang





Arsitektur Penang adalah seni dan gaya konstruksi bangunan atau struktur yang mencerminkan 171 tahun kekuasaan Britania di Penang, berpadu dengan unsur lokal, Tionghoa, India, Islam, dan lainnya menjadi suatu arsitektur yang unik dan berbeda. Bersama dengan Melaka, Penang adalah permata arsitektur Malaysia dan Asia Tenggara. Tidak seperti Singapura, yang juga sebuah Negeri Selat, yang di sana banyak bangunan warisan tua harus tersisih oleh gedung-gedung pencakar langit dan apartemen-apartemen bertingkat tinggi modern karena perkembangan yang pesat dan kelangkaan lahan akut, warisan arsitektur Penang bernasib lebih baik. Penang memiliki salah satu koleksi terbesar bangunan-bangunan sebelum perang di Asia Tenggara.[1] Hal ini sebagian besar dikarenakan Undang-Undang Pengendalian Sewa yang mempertahankan harga sewa rumah selama puluhan tahun, yang menjadikan pembangunan kembali tidak menguntungkan. Tetapi, pada tahun 2000 undang-undang ini dicabut, sehingga harga properti meroket dan pembangunan sudah mulai merambah pada bangunan-bangunan tua, banyak yang disesalkan karena telah mengalami kerusakan.[2] Beberapa tahun terakhir pemerintah telah mengalokasikan dana lebih banyak untuk membiayai pemulihan sejumlah bangunan cagar budaya yang terlantar, di antaranya yang paling terkenal adalah Rumah Suffolk, Balai Kota, dan bangunan-bangunan bersejarah di kawasan komersial tua.
Gaya kolonial
Benteng Cornwallis, yang dibangun oleh Francis Light sebagai langkah pertahanan ketika ia pertama kali memperoleh kepemilikan Pulau Pinang, adalah struktur Britania tertua di Penang.[3] Benteng, yang terletak di tempat Esplanade sekarang berdiri dan tempat Francis Light pertama kali mendarat di pulau ini, pada awalnya dibangun dari kayu dan kemudian digantikan dengan batu bata.
Arsitektur Rumah Suffolk adalah Rumah Kebun bergaya Anglo-India, yang biasanya ditemukan di India Britania. Rumah ini berdiri di atas tanah yang dulunya dimiliki oleh Francis Light dan digunakan sebagai perkebunan lada. Kemudian Light membangun rumah kebun dari kayu dan beratap nipah, disebutkan dalam surat-surat teman-temannya yang berkunjung. Sekarang adalah bangunan bertiang bergaya Georgia Euro-India yang diperkirakan dibangun oleh W. E. Phillips setelah ia membeli tanah itu Scott, mantan mitra Light. Bangunan itu digunakan oleh Gubernur Bannerman, ayah mertua Phillip, salah seorang Gubernur Penang dan juga Gubernur Negeri-Negeri Selat. Bangunan ini kemudian digunakan oleh pemerintahan Kekaisaran Jepang pada masa Perang Dunia II. Kemudian, dimanfaatkan oleh Sekolah Putra Methodist yang dibangun bersebelahan dengan rumah itu. Saat ini, setelah lapuk diabaikan bertahun-tahun, gedung ini direstorasi secara cermat dengan bantuan peneliti dari Inggris, Malaysia, dan Australia.
Bangunan-bangunan lain yang berbeda dari masa kolonial meliputi City Hall, Town Hall, Eastern and Oriental Hotel (hotel besar Penang pertama, lebih tua dua tahun daripada adiknya di Singapura, Raffles Hotel), the Mansion, the Garage, gedung Standard Chartered Bank, gedung HSBC, gedung Southern Bank, gedung Sekolah Internasional Penang, dan rumah-rumah perdagangan besar Weld Quay. Banyak dari bangunan-bangunan itu memperoleh sentuhan arsitektur bergaya era Viktoria dan Georgia serta Art Deco dan Anglo-India.
Pengaruh lainnya
Pengaruh arsitektur muslim India terlihat pada Masjid Kapitan Keling yang terletak di jalan yang sama namanya.
Komunitas Siam dan Birma di Penang membangun kuil mereka yang mengesankan yang menggambarkan tradisi arsitektur dari negara asal mereka. Dua contoh yang paling terkenal adalah Wat Chayamangkalaram (lebih dikenal sebagai Kuil Buddha Tidur) dan Kuil Birma Dhammikarama.
Perlindungan
Penang telah mengajukan permohonan untuk memasukkan George Town dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 2000, dengan harapan menempatkan negara bagian itu dalam posisi yang lebih baik untuk melindungi kekayaan warisan budayanya.[4] Pada tanggal 7 Juli 2008, George Town dan Melaka secara resmi menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO dengan gelar Kota Bersejarah Selat Melaka (Historic Cities of the Straits of Malacca).
George Town dan Melaka telah mengembangkan perdagangan dan pertukaran budaya antara dunia timur dan barat di Selat Melaka selama lebih dari 500 tahun. Pengaruh dari Asia dan Eropa telah memperkaya kota-kota dengan warisan multikultural. Dengan adanya gedung-gedung pemerintah, gereja-gereja, alun-alun, dan benteng-benteng, Melaka menunjukkan tahap awal dari sejarah wilayah ini berasal dari kesultanan Melayu abad ke-15 dan zaman pendudukan Portugis dan Belanda yang dimulai pada awal abad ke-16. Dengan menampilkan bangunan-bangunan perumahan dan komersial, George Town mewakili era Britania dari akhir abad ke-18. Kedua kota itu membentuk suatu arsitektur yang unik dan panorama kota budaya tanpa ada yang menyamai di Asia Timur dan Tenggara.[5]
Lihat pula
Referensi
- ^ "Tourism Penang". Diarsipkan dari asli tanggal 13-12-2007. Diakses tanggal 16-12-2007.
...one of the largest collections of 19th, and early 20th century buildings in Southeast Asia.
; - ^ "The end for straits house?". NST Online. Diarsipkan dari asli tanggal 21-09-2008. Diakses tanggal 16-12-2007. ;
- ^ "Historic George Town". Diarsipkan dari asli tanggal 26-11-2007. Diakses tanggal 16-12-2007.
...the oldest surviving structure in Penang.
; - ^ "Malacca, Penang asked to resubmit heritage site applications to Unesco". The Star. 18-07-2007. Diakses tanggal 16-12-2007.
- ^ "Eight new sites, from the Straits of Malacca, to Papua New Guinea and San Marino, added to UNESCO's World Heritage List". UNESCO. 07-07-2008. Diarsipkan dari asli tanggal 2008-07-09. Diakses tanggal 07-07-2008. ;