Ba 'Alwi
![]() | Netralitas artikel ini dipertanyakan. |
Ba 'Alawi با علوى | |
---|---|
![]() Foto sejumlah anggora keluarga Ba 'Alwi di Indonesia | |
Kelompok etnis | Arab |
Region saat ini | Yaman, Arab Saudi, Indonesia, Malaysia, Brunei, Uni Emirat Arab, India, Bangladesh,Singapura, Maladewa, Komoro, Afrika Selatan, Somalia, Etiopia, Kenya, Uganda, Tanzania, Republik Demokratik Kongo |
Tempat asal | Hadhramaut |
Anggota | Klan
|
Keluarga terkait |
|
Tradisi | Tarekat Ba'alawiyah |
Ba 'Alawi Sada (Arab: سادة باعلوي, romanisasi: sādat bāʿalawiy, harfiah: keturunan ‘Alawi), atau Keluarga Ba 'Alawi (Arab: آل باعلوي, romanisasi: Āl Bāʿalawiy), adalah sebuah kelompok keluarga Sayyid Hadhrami dan golongan sosial yang berasal dari Hadhramaut di sudut barat daya Jazirah Arab. Mereka mengklaim menelusuri garis keturunan mereka kepada Ahmad al-Muhajir, seorang keturunan Nabi Muhammad, yang berhijrah dari Basra ke Hadhramaut pada tahun 931 M (318 H).[1] Ulama klasik Islam seperti Ibn Hajar al-Haytami, Yusuf al-Nabhani, dan Murtada al-Zabidi telah mengesahkan silsilah Ba 'Alawi Sada.[2]
Mereka mengikuti manhaj Ahl al-Sunnah wal-Jama'ah dalam mazhab Syafi'i di bidang fikih, dan mazhab Asy'ari dalam akidah, serta memiliki jalan tersendiri dalam mendekatkan diri kepada Allah, yaitu Tariqah Al-Ba'alawi, salah satu tarekat sufi yang tersebar di dunia Islam.[3]
Ba 'Alawi atau Bani 'Alawi dikenal sebagai penyebar dakwah Islam. Pendiri tarekat mereka adalah Muhammad bin Ali Baalawi, yang dikenal sebagai Al-Faqih Al-Muqaddam. Pada masanya, keluarga Sayyid di Hadhramaut dianggap sebagai ancaman oleh kabilah-kabilah lain. Karena ketidakstabilan di kawasan tersebut, merupakan hal yang wajar pada masa belajarnya Muhammad bin Ali selalu meletakkan pedang di pangkuannya untuk perlindungan. Namun kemudian Muhammad merasa letih dengan ketegangan dan pertumpahan darah di antara kaum beriman, sehingga ia secara simbolis mematahkan pedangnya dan mengumumkan bahwa tarekatnya dan jalan Sayyid Alawi adalah jalan tanpa kekerasan, serta menolak tarekat mana pun yang menggunakan kekerasan.[4]
Dipercaya bahwa penyebaran Islam di Asia Tenggara dilakukan oleh para pedagang dan ulama Hadhramaut yang transit di India sejak abad ke-15, dan ajaran tasawuf beserta praktik serta pengaruhnya dapat ditelusuri dengan kuat di kawasan tersebut.[5][6]
Mereka menduduki lapisan sosial tertinggi di Hadhramaut karena garis keturunan mereka yang mulia, kontribusi sosial dan finansial yang besar, serta pengaruh mereka dalam menyebarkan prinsip-prinsip Islam kepada masyarakat, mendirikan masjid dan sekolah agama, serta memajukan ilmu pengetahuan melalui pusat-pusat intelektual, yang memperkokoh posisi mereka yang menonjol dalam masyarakat.[7]
Etimologi
Asal-usul nama Ba 'Alawi kembali kepada salah satu leluhur mereka, yaitu Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir, keturunan pertama dari al-Muhajir yang diberi nama 'Alawi. Penggunaan nama Ba 'Alawi dipengaruhi oleh orang-orang Hadhrami dalam cara mereka menyebut ayah mereka, dan makna (Ba) di kalangan Hadhrami adalah "anak-anak dari".[8]
Namun, Ba 'Alawi tidak menggunakan dua nama keluarga ini kecuali dalam biografi dan nasab, dan biasanya seseorang disandarkan pada kabilahnya. Akan tetapi, ada sebagian individu dari Bani Alawi yang tetap disebut Ba 'Alawi karena mereka tidak termasuk dalam kabilah-kabilah yang sudah dikenal.[9]
Kata Sadah atau Sadat (Arab: سادة) adalah bentuk jamak dari kata Sayyid (Arab: سيد), sedangkan kata Ba 'Alawi atau Bani 'Alawi berarti keturunan Alawi. Singkatnya, Ba 'Alawi adalah para Sayyid yang memiliki garis keturunan darah dari Nabi Muhammad melalui Alawi bin Ubaydillah bin Ahmad al-Muhajir. Sementara itu, Alawiyyin (Arab: العلويّن; al-ʿalawiyyīn) adalah istilah Sayyid yang digunakan untuk menyebut keturunan Ali bin Abi Thalib dari Husain bin Ali (Sayyid) dan Hasan bin Ali (Syarif). Seluruh Ba 'Alawi adalah Sayyid Alawiyyin melalui jalur Husain bin Ali, tetapi tidak semua keluarga Alawiyyin termasuk dalam Ba 'Alawi. Dalam konteks tertentu, istilah ʿAlawiyyīn digunakan dalam arti yang lebih terbatas oleh Ba 'Alawi untuk merujuk secara khusus pada keturunan ʿAlawi bin ʿUbaydillah bin Ahmad al-Muhajir.
Asal Usul
Tradisi budaya Ba ‘Alawi menelusuri garis keturunan mereka hingga kepada Ahmad al-Muhajir. Cucu Imam al-Muhajir, yaitu Alawi, adalah Sayyid pertama yang lahir di Hadhramaut, sekaligus satu-satunya keturunan Imam al-Muhajir yang melahirkan garis keturunan berkelanjutan di Hadhramaut; sementara garis keturunan cucu-cucunya yang lain—Basri (yang nama aslinya Ismāʿīl) dan Jadīd—terputus setelah beberapa generasi. Karena itu, keturunan Imam al-Muhajir di Hadhramaut dikenal dengan nama Bā ‘Alawi atau Bani ‘Alawi (“keturunan Alawi”).
Keturunan Ahmad al-Muhajir terus berpindah dari satu desa ke desa lain di lembah Hadhramaut, sempat menetap di desa Sumal sebelum kemudian pindah ke desa Bayt Jubair. Pada tahun 521 H, Ali bin Alawi, yang dikenal sebagai “Khali‘ Qasam,” seorang keturunan Al-Muhajir, pindah ke kota Tarim dan menjadikannya sebagai tempat tinggal bersama anak-anaknya. Sejak saat itu, Tarim menjadi pusat kediaman Bani Alawi hingga hari ini.[10]
Kaum Sadah Ba ‘Alawi sejak itu menetap di Hadhramaut, Yaman Selatan, dengan tetap berpegang pada akidah Ahlus Sunnah wal Jama‘ah dalam mazhab fikih Syafi‘i. Pada mulanya, seorang keturunan Imam Ahmad al-Muhajir yang menjadi ulama dalam ilmu-ilmu Islam disebut Imam, kemudian disebut Syaikh, dan pada perkembangan berikutnya disebut Habib. Orang pertama dari marga Bā ʿAlawī yang disebut Habib adalah al-Ḥabīb ʿUmar bin ʿAbd al-Raḥmān al-ʿAṭṭās (w. 1072 H / 1661 M).
Barulah sejak tahun 1700 M mereka mulai bermigrasi[11] secara besar-besaran keluar dari Hadhramaut ke seluruh penjuru dunia, sering kali dalam rangka berdakwah.[12] Perjalanan mereka juga membawa mereka ke Asia Tenggara. Para imigran Hadhrami ini membaur dengan masyarakat setempat dengan cara yang jarang ditemukan dalam sejarah diaspora. Misalnya, Dinasti Jamalullail di Perlis merupakan keturunan Ba ‘Alawi. Habib Salih dari Lamu, Kenya, juga merupakan keturunan Ba ‘Alawi. Di Indonesia, cukup banyak dari mereka yang menikah dengan penduduk setempat, baik perempuan maupun laki-laki, bahkan terkadang dengan kalangan bangsawan atau keluarga kerajaan. Keturunan mereka kemudian menjadi sultan atau raja, seperti di Kesultanan Pontianak atau Kesultanan Siak Indrapura.[13] Kesultanan Sulu, Lanao, dan Maguindanao pun menelusuri asal-usul mereka hingga kepada kaum Sadah Ba ‘Alawi.[14] Kesultanan-kesultanan tersebut mengikuti mazhab fikih Syafi‘i.[15]
Genealogi
Menurut Ja'far al-Labani, seorang sejarawan dari Makkah:
“Sebagian besar dari para Sayyid yang tinggal di Makkah dan Madinah adalah Ba‘Alawi, yang ketenaran mereka menyebar di Hadhramaut, kemudian mereka datang dari Hadhramaut ke Makkah, Madinah, dan negeri-negeri Allah lainnya. Maka para bangsawan inilah yang diserahi untuk menjaga nasab mereka, dan mereka dikenal oleh naqib (kepala) para Sayyid di Makkah dan Madinah. Naqib para Sayyid itu tiada lain adalah mereka. Kelahiran mereka diawasi di mana pun mereka berada, nama-nama mereka dicatat, dan nasab mereka dipelihara dengan cara yang telah dikenal. Nasab mereka dijaga dengan metode yang berlaku di kalangan mereka, untuk membagi pendapatan dari wakaf dan sejenisnya. Adapun selain mereka yang juga termasuk keturunan suci — baik dari Mesir, Syam, Romawi, maupun Irak — meski jumlah mereka banyak, mereka tidak diakui karena nasab mereka tidak ditetapkan atas dasar yang kuat di hadapan khalayak. Hanya sebagian dari mereka yang mungkin memiliki bukti yang menimbulkan keraguan tentang kebenaran klaim mereka.”[16]
Selain itu ada pula para Syarif Makkah dari kabilah Qatadi yang selalu bermukim di Hijaz dan tidak pernah berhijrah dari wilayah tersebut. Genealog Blaine Bettinger mencatat mengenai hal ini:
“Tentu saja, sebagaimana semua ahli genealogi tahu, hampir tidak ada satu pun kesimpulan kita tentang asal-usul/keturunan yang terbukti 100%, khususnya jika didasarkan, setidaknya sebagian, pada catatan lisan maupun tertulis.”[17]
Pelestarian Nasab
Kitab-Kitab
Nasab Ba‘Alawi dilestarikan dalam sebuah daftar genealogi besar yang terdiri dari 15 jilid, disusun oleh ahli nasab terkenal, ‘Abd al-Rahman al-Mashhūr, pengarang Shams al-Dhahira (1340 H). Catatan itu masih tersimpan hingga kini di Hijaz, Yaman, negara-negara Asia Tenggara, dan Afrika Timur. Versi aslinya disimpan di Tarim, Hadhramaut, lalu diadopsi oleh Al-Rabithah Al-Alawiyah (Perhimpunan Alawiyyin) di Jakarta, Indonesia.[18]
Ada juga daftar nasab terkenal karya al-Musnid Idrus ibn ‘Umar al-Habshi, dan daftar nasab lainnya yang disimpan di Makkah dan disalin oleh al-Qadi Abu Bakr ibn Ahmad ibn Husayn al-Habshi. Selain pohon nasab umum tersebut, ada pula pohon nasab khusus untuk banyak kabilah Bani Alawi, di mana mereka mencatat garis keturunan masing-masing.[19] Setidaknya ada belasan karya lain yang juga dianggap menguatkan nasab mereka.[20]
Garis Keturunan
Setelah keturunan Ahmad bin ‘Isa al-Muhajir bermukim di Tarim, sebagian penguasa setempat meminta mereka membuktikan garis keturunan untuk menguatkan klaim mereka, dan hal itu harus dilakukan melalui keputusan hukum. Dikatakan bahwa di Tarim saat itu terdapat tiga ratus mufti. Maka ‘Ali bin Muhammad bin Jadid (w. 620 H) melakukan perjalanan ke Irak, membuktikan nasab tersebut di hadapan para hakim di sana, dan disaksikan. Para saksi ini kemudian bertemu para jamaah haji Hadhramaut di Makkah dan bersaksi kepada mereka. Saat para haji itu kembali ke Hadhramaut dan menyampaikan kesaksian, masyarakat pun mengakui nasab mereka, dan para syekh serta ulama sepakat atas hal ini.[21]
Ketika Ahmad al-Muhajir tiba di Hadhramaut, ia masih memiliki keluarga dan kerabat di Bashrah. Putranya Muhammad tetap tinggal di Bashrah untuk mengurus harta mereka bersama saudara-saudaranya, ‘Ali dan Husain. Cucu beliau, Jadid bin ‘Ubaydillah (nama aslinya Abdullah) pergi untuk melihat harta-harta itu dan mengunjungi kerabat. Anak-anak dan cucu al-Muhajir berinvestasi di Hadhramaut selama bertahun-tahun dari hasil harta mereka di Irak. Mereka tetap menjaga hubungan dengan tanah leluhur dan kerabat untuk beberapa generasi, menerima kabar dan cerita yang menjaga warisan dan sejarah mereka tetap hidup.[22]
Keraguan terhadap Nasab
Berabad-abad kemudian, sebagian orang meragukan nasab mereka dengan merujuk pada sebuah kitab genealogi yang diterbitkan pada abad ke-20 dan dinisbatkan kepada Fakhr al-Razi. Kitab ini tidak menyebutkan adanya seorang putra bernama ‘Ubaydillah bagi Ahmad bin ‘Isa, melainkan hanya tiga anak: Muhammad, ‘Ali, dan Husain.[23]
Analisis DNA
FamilyTreeDNA mengklasifikasikan hasil sampel analisis ke dalam garis genetik berbeda berdasarkan kromosom Y (laki-laki) dengan membandingkan sampel-sampel lain yang telah diuji dan dikelompokkan. Ketika sebagian anggota Ba ‘Alawi melakukan analisis genetik ini, sebagian hasil mereka mengungkap adanya garis keturunan haplogroup G, yang umumnya ditemukan di wilayah Kaukasus.
Sebagian orang meragukan keaslian hubungan mereka dengan Ahlulbait Nabi, dengan alasan bahwa garis keturunan yang dominan di kalangan Arab adalah haplogroup J1. Namun pendapat ini ditentang,[24] karena tidak ada bukti yang dapat memastikan pola DNA bagi keturunan asli Nabi Muhammad. Banyak garis keturunan terkenal lainnya yang juga mengklaim keturunan dari Nabi Muhammad — seperti Idrisiyah, Jilaniyah, Rifa‘iyah, Rizwiyah, Naqwiyah, dan lain-lain — juga menunjukkan perbedaan genealogi serupa.
Ulama yang Menguatkan Nasab Mereka
Menurut sumber-sumber sejarah, banyak ahli nasab dan sejarawan[25] seperti: Ibn Tabataba,[26] Baha al-Din al-Janadi,[27] Ibn Inabah,[28] Muhammad al-Kadhim al-Yamani,[29] Muhammad ibn Ahmad ibn ‘Amid al-Din al-Najafi,[30] Siraj al-Din al-Rifa‘i,[31] Shams al-Din al-Sakhawi,[32] Ibn Hajar al-Haytami,[33] Ibn Shadqam,[34] al-Muhibbi,[35] Yahya Muhammad Hamid ad-Din,[36] menyatakan bahwa garis keturunan ini bersambung kepada Nabi Muhammad.
Beberapa ulama otoritatif juga menyatakan hal yang sama, seperti mantan Mufti Mesir Syaikh ‘Ali Jum‘ah,[37] Syaikh Usamah al-Azhari dari Universitas Al-Azhar, Mesir,[38] Ayatullah Sayyid Mahdi Rajai dari Iran,[39][40] Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, para ahli nasab Saudi Syarif Ibrahim bin Manshur al-Hashimi al-Amir[41] dan Syarif Anas bin Ya‘qub al-Kutbi,[42] yang berpendapat bahwa nasab keluarga Ba‘Alawi bersambung kepada Nabi Muhammad.
Daftar marga
Berikut daftar marga klan Ba'Alwi:[43][44]
No. | Nama Marga (Latin) | Nama Marga (Arab) |
---|---|---|
1 | Al-Attas | العطّاس |
2 | Al-Aydarus | العيدروس |
3 | Al-Aydid | آل عيديد |
4 | Ba Aqil | باعقيل |
5 | Al-Maqdi | المقدي |
6 | Ba Abud | باعبود |
7 | Al-Bar | البار |
8 | Ba Surrah | باصره |
9 | Al-Baydh | البيض |
10 | Balfaqih | بلفقيه |
11 | Al-Habshi | الحبشي |
12 | Al-Haddad | الحدّاد |
13 | Al-Haddar | الهدار |
14 | Al-Hadi | الهادي |
15 | Al-Hamid | الحامد |
16 | Jamalullail | جمل الليل |
17 | Al-Jufri | الجفري |
18 | Al-Junied | الجنيد |
19 | Al-Kaf | الكاف |
20 | Khaniman | خنيمان |
21 | Al-Mashoor | المشهور |
22 | Al-Muhdhar | المحضار |
23 | Al-Musawa | المساوى |
24 | Al-Mushayyakh | آل مشيَّخ |
25 | Al-Mutahar | مطهر |
26 | Al-Saqqaf | السقاف |
27 | Al-Shihabuddin | آل شهاب الدين |
28 | Al-Shatiri | الشاطري |
29 | Al-Sheikh Abu Bakr | آل الشيخ أبو بكر |
30 | Bin Sumaith | بن سميط |
31 | Bin Yahya | ابن يحيى |
32 | Al-Ayun | الأعين |
33 | Azamat Khan | عظمات خان |
34 | Al-Ba Hashim | باهاشم |
35 | Al-Ba Rum | الباروم |
36 | Al-Ba Sakut | البا سكوتا |
37 | Al-Ba Haroon Jamalullail | باهارون جمل الليل |
38 | Al-Ba Raqbah | بارقبة |
39 | Bin Haroon | بن هارون |
40 | Bin Hashim | بن هاشم |
41 | Bin Murshed | بن مرشد |
42 | Al-Bin Shahel | آل بن سهل |
43 | Bin Jindan | بن جندان |
44 | Al-Hinduan | الهندوان |
45 | Al-Hiyed | الحييد |
46 | Al-Ibrahim | الإبراهيم |
47 | Al-Jadid | جديد |
48 | Al-Khirid | الخرد |
49 | Al-Nadhiry | النضيري |
50 | Al-Adani | العدنى |
51 | Al-Mazimi | المازيمي |
52 | Al-Tapiri | التابيري |
53 | Ba Alawi | باعلوي |
54 | Ba Faraj | باعفاج |
55 | Ba Fayed | بافاييد |
Referensi
- ^ Bang, Anne K. (2003). Sufis and Scholars of the Sea: Family Networks in East Africa, 1860-1925 (dalam bahasa Inggris). Psychology Press. ISBN 978-0-415-31763-4.
- ^ Muhammad Hanif, Alatas (23 September 2024). Keabsahan Nasab Ba'alawi. ISBN 978-623-88920-6-8. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ بن سميط, زين بن إبراهيم (2005). المنهج السوي شرح أصول طريقة السادة آل باعلوي (PDF). تريم، اليمن: دار العلم والدعوة. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 10 June 2019.
- ^ Amin Buxton (2012). Imams of The Valley. Western Cape, South Africa: Dar al-Turath al-Islami. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ J. M. Barwise; Nicholas J. White (2002). A Traveller's History of Southeast Asia. Interlink Books. hlm. 80. ISBN 978-1566564397.
islam dissemination in south east asia.
Pemeliharaan CS1: Status URL (link) - ^ El Hareir, Idris (2011). The Spread of Islam Throughout the World: Volume 3 of Different aspects of Islamic culture Multiple History Series. UNESCO. ISBN 978-9-231041532. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ السقاف, عبد العزيز محمد. "العلويون في اليمن.. درس تاريخي". اليمني الجديد. Diarsipkan dari asli tanggal 11 May 2020.
- ^ الحبشي, أيمن بن محمد. إتحاف الأحبة في بيان مشتبه النسبة [A gift to the beloved in clarifying the doubtful lineage] (PDF). Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 18 March 2020.
- ^ الحبشي, أيمن بن محمد. إتحاف الأحبة في بيان مشتبه النسبة [A gift to the beloved in clarifying the doubtful lineage] (PDF). Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 18 March 2020.
- ^ Ibn Sumaith, Zein ibn Ibrahim. Al-Manhaj as-Sawiy https://ia801300.us.archive.org/24/items/sehsy786_gmail_20160208_1459/%D9%83%D8%AA%D8%A7%D8%A8%20%20%D8%A7%D9%84%D9%85%D9%86%D9%87%D8%AC%20%D8%A7%D9%84%D8%B3%D9%88%D9%8A%20%D8%B4%D8%B1%D8%AD%20%D8%A3%D8%B5%D9%88%D9%84%20%D8%B7%D8%B1%D9%8A%D9%82%D8%A9%20%D8%A7%D9%84%D8%B3%D8%A7%D8%AF%D8%A9%20%D8%A2%D9%84%20%D8%A8%D8%A7%D8%B9%D9%84%D9%88%D9%8A%20%20%D9%84%D9%84%D8%AD%D8%A8%D9%8A%D8%A8%20%D8%B2%D9%8A%D9%86.pdf.
- ^ "Bani alawi migration map". Bani alawi migration map. Diarsipkan dari asli tanggal 2011-07-19.
- ^ Ibrahim, Ahmad; Siddique, Sharon; Hussain, Yasmin, ed. (December 31, 1985). Readings on Islam in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 407. ISBN 978-9971-988-08-1.
- ^ Freitag, Ulrike; Clarence-Smith, William G., ed. (1997). Hadhrami Traders, Scholars and Statesmen in the Indian Ocean, 1750s to 1960s. Vol. 57. BRILL. hlm. 9. ISBN 978-90-04-10771-7.
- ^ Majul, Cesar Adib (1981). "An Analysis of the "Genealogy of Sulu"". Archipel. 22 (1): 167–182. doi:10.3406/arch.1981.1677.
- ^ Abdurahman, Habib Jamasali Sharief Rajah Bassal (2002). The Sultanate of Sulu. University of Michigan: Astoria Print. & Publishing Company. hlm. 88. ISBN 9789719262701. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ الحبشي, أيمن بن محمد. إتحاف الأحبة في بيان مشتبه النسبة [A gift to the beloved in clarifying the doubtful lineage] (PDF). Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 18 March 2020.
- ^ Bettinger, Blaine (2009-06-19). "Family Tree DNA Discovers Y-DNA Signature That Might Represent the Prophet Mohammed". The Genetic Genealogist (dalam bahasa American English). Diakses tanggal 2024-09-07.
- ^ المشهور, عبد الرحمن بن محمد. شمس الظهيرة [Noon Sun] (PDF). جدة، السعودية: عالم المعرفة. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 2 January 2020.
- ^ المشهور, عبد الرحمن بن محمد. شمس الظهيرة [Noon Sun] (PDF). جدة، السعودية: عالم المعرفة. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 2 January 2020.
- ^ "أنسآب السادة العلويين آل باعلوي". www.shabwaah-press.info (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-09-03.
- ^ الحامد, صالح بن علي. تاريخ حضرموت. Vol. الأول. صنعاء، اليمن: مكتبة الإرشاد. hlm. 309.
- ^ شهاب, محمد ضياء; عبد الله بن نوح. الإمام المهاجر (PDF). جدة، السعودية: دار الشروق. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 27 January 2020.
- ^ الرازي, محمد بن عمر بن الحسن. الشجرة المباركة في أنساب الطالبيّة. قم، إيران: مكتبة آية الله العظمى المرعشي النجفي. hlm. 112. Diarsipkan dari asli tanggal 2021-04-17.
- ^ "Famous DNA:Introduction - ISOGG Wiki". isogg.org. Diakses tanggal 2025-03-02.
- ^ الجفري, حاتم بن محمد. السادة آل علوي العريضيون الحسينيون (PDF). بيروت، لبنان: منشورات ضفاف. hlm. 131. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 26 August 2021.
- ^ ابن طباطبا, يحيى بن محمد بن القاسم. أبناء الإمام في مصر والشام "الحسن والحسين رضي الله عنهما" (PDF). الرياض، السعودية: مكتبة جل المعرفة. hlm. 167. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 27 August 2021.
- ^ الجندي, محمد بن يوسف بن يعقوب. السلوك في طبقات العلماء والملوك (PDF). Vol. الثاني. صنعاء، اليمن: مكتبة الإرشاد. hlm. 135. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 26 August 2021.
- ^ الزركلي, خير الدين (2002). الأعلام (PDF). Vol. الأول. بيروت، لبنان: دار العلم للملايين. hlm. 177. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 16 April 2021.
- ^ اليماني, محمد كاظم. النفحة العنبرية في أنساب خير البرية (PDF). قم، إيران: مكتبة آية الله العظمى المرعشي النجفي. hlm. 52. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 27 August 2021.
- ^ الحسيني, محمد بن أحمد بن عميد الدين. بحر الأنساب المسمى بالمشجر الكشاف لأصول السادة الأشراف (PDF). دار المجتبى. hlm. 75. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 2021-01-28.
- ^ الرفاعي, عبد الله محمد سراج الدين. صحاح الأخبار في نسب السادة الفاطمية الأخيار. دمشق، سوريا: دار العراب. hlm. 122.
- ^ السخاوي, محمد بن عبد الرحمن. الضوء اللامع لأهل القرن التاسع. Vol. الخامس. بيروت، لبنان: دار الجيل. hlm. 59.
- ^ الهيتمي, أحمد بن محمد. معجم ابن حجر الهيتمي (PDF). hlm. 31. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 2020-09-19.
- ^ الحسيني, ضامن بن شدقم. تحفة الأزهار وزلال الأنهار في نسب أبناء الأئمة الأطهار. Vol. الثالث. التراث المكتوب. hlm. 94. Diarsipkan dari asli tanggal 2020-12-29.
- ^ المحبي, محمد بن فضل الله. خلاصة الأثر في أعيان القرن الحادي عشر (PDF). Vol. الأول. hlm. 71، 82. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 15 December 2019.
- ^ السقاف, أحمد بن عبد الله. خدمة العشيرة (PDF). جاكرتا، إندونيسيا: المكتب الدائمي لإحصاء وضبط أنساب السادة العلويين. hlm. ز. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 27 August 2021.
- ^ "Syekh Ali Jum'ah: Nasab Sadah Ba'alawi valid keturunan Rasulullah". YouTube. 22 July 2024. Diakses tanggal August 18, 2024.
- ^ "Syekh Dr. Usamah Assayyid Al Azhari Bahas Sadah Ba'alawy". YouTube. 13 June 2024. Diakses tanggal August 18, 2024.
- ^ "Sayyid Mahdi Raja'i pentahqiq kitab Andalan Imad, mengakui Ba'Alawi". YouTube. 25 June 2024.
- ^ Pengikut Sekte Imadiyah Makin Tergoncang!! Sayyid Mahdi Roja'i Mengakui Ba'alawiy!!. 2024-06-26. Diakses tanggal 2024-08-30 – via YouTube.
- ^ Al-Amir Al-Hashimi, Ibrahim bin Mansur. "Ashraf Al-Hijaz". Ashraf Al Hijaz.
- ^ بن يعقوب الكتبي, الشريف أنس (January 30, 2017). "السادة آل باعلوي لآلِئُّ منثورة في بحر آل الرسول ." shabwaah-press.info (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-08-30.
- ^ "أنسآب السادة العلويين آل باعلوي" [Genealogy of the Alawite masters, the Ba'alawi family]. Shabwaah Press (dalam bahasa Arab). Diakses tanggal September 11, 2014.
- ^ "Gelar Keluarga Alawiyyin Habaib". Ustaz Syed Faiz. 16 February 2013. Diakses tanggal September 11, 2014.
Bibliografi
Muhajir, Ahmad; Alatas, Afra (2023-12-11). The Debate on the Ba'Alawi Lineage in Indonesia: Highlighting Weaknesses in the Genealogical Records (dalam bahasa Inggris). ISBN 978-981-5203-09-7. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
As'hal, Ajrun 'Azhim Al; Majidah, Maydani Nur; Sari, Ramadhanita Mustika (2024-11-30). "Media Literacy and Differences in Scholars' Views on Nasab Ba'alawi : Understanding the Historical Context". Journal Intellectual Sufism Research. 7 (1): 23–35. doi:10.52032/jisr.v7i1.169 (tidak aktif 1 July 2025). ISSN 2622-2175. Pemeliharaan CS1: DOI nonaktif per Juli 2025 (link)
Wahid, Soleh Hasan (2025-12-31). "Rebuilding ḥabāʾib authority in the digital age in Indonesia: Jamāʿah relations, social action, and transparency". Cogent Arts & Humanities. 12 (1): 2508025. doi:10.1080/23311983.2025.2508025.
Further reading
- Dostal, Walter (22 April 2005). The Saints of Hadramawt. Bloomsbury Academic. ISBN 978-1-850436348. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- Dostal, Walter; Kraus, Wolfgang, ed. (2005). Shattering Tradition: Custom, Law and the Individual in the Muslim Mediterranean. New York: I.B. Tauris. ISBN 978-1-850436348.
- Manger, Leif (2010). The Hadrami Diaspora: Community-Building on the Indian Ocean Rim. Berghahn Books. ISBN 978-1-84545-742-6. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- (Thesis). Ann Arbor, Michigan. ; ; ;
External links
- Ba'alawi.com - Sumber Definitif tentang Islam dan Keturunan Alawiyin.