Bakasang

Bakasang merupakan produk fermentasi ikan yang diolah dengan cara tradisional. Bakasang biasanya dibuat menggunakan ikan pelagis kecil seperti sardin atau teri (Sardinella sp. atau Stelophoros sp.). Bahan lain yang sering digunakan adalah jeroan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang menjadi limbah pada proses pengasapan ikan (cakalang fufu) sebagai bahan bakunya. Bakasang berwarna kecokelatan dengan aroma khas dan biasanya digunakan sebagai bahan tambahan dalam sambal untuk penambah rasa.[1]
Bahan Baku dan Alternatif Bahan Baku
Bakasang merupakan produk fermentasi tradisional yang umumnya dibuat dari berbagai jenis hasil laut seperti ikan sardin, teri, dan ikan layang berukuran kecil yang digunakan secara utuh. Selain itu, bagian dalam ikan cakalang seperti jeroan dan telurnya, serta udang air tawar kecil yang dikenal sebagai udang waor, juga sering dijadikan bahan baku.
Dalam proses fermentasinya, ditambahkan garam, nasi, dan kultur alami bakteri asam laktat yang berperan penting dalam menciptakan cita rasa khas sekaligus mendukung proses pengawetan secara alami.
Proses Produksi
Tahapan pengolahan bakasang dapat dijelaskan sebagai berikut :[1]

- Bahan utama berupa ikan kecil seperti sardin atau teri, maupun jeroan ikan cakalang, terlebih dahulu dibersihkan menggunakan air mengalir.
- Setelah bersih, ikan dicincang halus dengan pisau atau digiling menggunakan alat penggiling daging. Selanjutnya, ikan dicampur dengan garam sebanyak 10–15% dari berat total ikan.
- Campuran tersebut dimasukkan ke dalam botol hingga mencapai pangkal leher botol, lalu ditutup menggunakan sabut kelapa.
- Botol-botol ini kemudian diletakkan di tempat yang hangat, seperti di atas tungku dapur, dekat kompor, atau dalam oven dengan suhu sekitar 40–50°C.
- Selama fermentasi berlangsung, isi botol perlu diaduk secara berkala dengan cara membalik-balik botol. Proses fermentasi ini biasanya berlangsung hingga 40 hari. Hasil akhir yang diharapkan adalah bakasang berwarna cokelat dengan aroma khas yang tajam namun tidak berbau busuk. Apabila selama fermentasi isi botol meluap keluar, maka fermentasi dalam botol tersebut dianggap gagal.
Cara Konsumsi
Bakasang menjadi olahan yang erat kaitannya dengan budaya masyarakat Sulawesi Utara, khususnya campuran etnis Minahasa, Manado, Kotamubagu, Sangihe-Talaud, dan Gorontalo. Sehari-hari, bakasang biasanya digoreng menggunakan minyak kelapa dicampur cabai merah, tomat, bawang merah, dan bawang putih dan dihaluskan sehingga menghasilkan sambal bakasang. [1]
Selain itu, bakasang juga sering ditambahkan pada sambal mentah, sebagai pelengkap tinutuan yakni bubur khas Sulawesi Utara yang dimasak dengan berbagai sayuran dan biasanya dimakan saat bubur masih panas. Seiring dengan perkembangan dan kreativitas kuliner masyarakat, sambal bakasang dapat dikonsumsi bersama pisang goreng maupun jagung rebus. Di beberapa restoran di Manado, sambal bakasang juga ditambahkan di nasi goreng untuk menambah rasa yang khas.
Komposisi Gizi
Bakasang memiliki kandungan gizi antara lain protein sekitar 12-17%, lemak 0.1-0.3 %, NaCl 5-10%, pH 5.9-6.7% selain itu terdapat kandungan asam amino fenilalanin, alanin, dan asam glutamat. Bakasang yang diolah selama 40 hari menggunakan bakteri asam laktat dapat bertahan hingga lebih dari 10 tahun apabila tempat penyimpanan tidak dibuka.[1]
Pengembangan Produk
Bakasang sudah mulai diproduksi dalam skala industri pada wadah fermentor sederhanadengan menambahkan kultur murni bakteri asam laktat dan diproduksi dengan sistem mix-culture LAB fermentation.[2]
Referensi
- ^ a b c d Rahayu, Winiati P.; Pambayun, Rindit; Santoso, Umar; Ardiansyah (2017). Ensiklopedia Produk Pangan Indonesia : Kumpulan Berbagai Teknologi Produk Pangan Indonesia (PDF). Bandung: PATPI (Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia) bekerja sama dengan PT Penerbit IPB Press. hlm. 9–12. ISBN 978-602-440-183-2. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ "Physicochemical and microbiological changes associated with bakasang processing – a traditional Indonesian fermented fish sauce". J. Sci. Food Agric. 71: 69–74. 1996.