Laga Lete, Wewewa Barat, Sumba Barat Daya
![]() | Artikel ini memiliki beberapa masalah. Tolong bantu memperbaikinya atau diskusikan masalah-masalah ini di halaman pembicaraannya. (Pelajari bagaimana dan kapan saat yang tepat untuk menghapus templat pesan ini)
|
Laga Lete adalah sebuah desa di Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Sejarah
Desa Laga Lete resmi berdiri pada tahun 2010. Penggagas pendirian desa ini antara lain Ngongo Dodo, Mali Lodo Mema, Lukas Lede Malo, Bili Dandara, Yohanis Bora Tanngu, dan Petrus Ngongo Moda. Sejak berdirinya, Desa Laga Lete telah dipimpin oleh beberapa Kepala Desa, yaitu Bili Dandara (2011–2012), Lukas Lede Malo (2013), dan Wempi Naslaeng (2013–2014). Nama “Laga Lete” memiliki makna tersendiri, di mana “Laga” berarti pendiri dan “Lete” berarti tempat yang tinggi. Dengan demikian, Laga Lete diartikan sebagai para pendiri kampung yang tinggal di tempat tinggi. Secara administratif, desa ini berada di Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, yang terletak di kawasan lereng bukit dan pegunungan.[1]
Di desa ini terdapat beberapa kampung yang terdiri dari:[1]
- Kampung Wee panoka

2. Kampung Kawarudana


3. Kampung Wanno Mutu
4. Kampung Tanggu Kanguruk

5.Kampung Wanno Marada

Potensi alam yang ada di Desa Laga Lete
Desa Laga Lete memiliki potensi alam yang melimpah, didominasi oleh bentang perbukitan dan lahan kering yang subur untuk pertanian serta perkebunan. Komoditas unggulan seperti kopi, labu Jepang, dan beragam sayur-sayuran lokal mampu tumbuh dengan baik berkat kondisi tanah yang cocok dan iklim yang mendukung. Selain itu, hamparan lahan yang luas memberikan peluang besar untuk pengembangan berbagai tanaman bernilai ekonomi tinggi. Keindahan alam pedesaan yang masih asri, udara yang segar, serta keberadaan sumber daya alam yang belum tergarap maksimal menjadikan desa ini memiliki prospek besar untuk dikembangkan, baik di sektor pertanian, perkebunan, maupun pemanfaatan potensi alam.[1]
1. Kopi
Kopi di Desa Laga Lete merupakan salah satu komoditas unggulan yang menjadi kebanggaan masyarakat setempat. Jenis kopi yang banyak dibudidayakan adalah kopi arabika dan kopi robusta, yang tumbuh subur di lahan perbukitan dengan ketinggian dan suhu udara yang mendukung pertumbuhannya. Kualitas kopi dari desa ini terkenal memiliki cita rasa khas—aroma yang harum, rasa yang seimbang antara manis dan pahit, serta aftertaste yang lembut—berkat kombinasi tanah yang subur dan iklim yang stabil.
Proses penanaman kopi di Desa Laga Lete masih dilakukan secara tradisional, mulai dari pemilihan bibit, penanaman, perawatan, hingga panen. Masyarakat biasanya memetik biji kopi secara manual saat sudah matang merah, kemudian dijemur di bawah sinar matahari hingga kering sebelum digiling atau dijual. Selain untuk dijual, kopi hasil panen juga menjadi minuman khas yang sering disajikan dalam acara adat atau pertemuan masyarakat.
Ke depan, kopi dari Desa Laga Lete memiliki peluang besar untuk dikembangkan menjadi produk unggulan daerah, terutama jika didukung dengan pelatihan pengolahan pascapanen, kemasan yang menarik, dan akses pasar yang lebih luas. Dengan pengelolaan yang tepat, kopi ini tidak hanya bisa dikenal di tingkat lokal, tetapi juga berpotensi menembus pasar nasional bahkan internasional.[2]

"Kopi Laga Lete adalah hasil karya asli petani Desa Laga Lete, dipetik langsung dari kebun, diolah dengan cara tradisional, dan dikemas oleh tangan-tangan terampil masyarakat setempat. Setiap kemasan bukan hanya menghadirkan cita rasa kopi yang nikmat dan aroma yang memikat, tetapi juga menjadi wujud kemandirian dan kebanggaan desa kami."

2. Labu Jepang
Labu Jepang di Desa Laga Lete juga menjadi salah satu komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Tanaman ini tumbuh subur di lahan perbukitan dengan tanah gembur dan iklim yang sejuk, sehingga menghasilkan buah dengan ukuran besar, kulit berwarna hijau keabu-abuan, dan daging berwarna oranye yang manis serta padat. Kualitas labu Jepang dari desa ini cukup diminati di pasaran karena rasanya yang lezat, kandungan gizinya yang tinggi, dan daya tahannya yang relatif lama setelah dipanen.[1]
Masyarakat Desa Laga Lete menanam labu Jepang secara tradisional, biasanya di lahan terbuka tanpa menggunakan pupuk kimia berlebihan, sehingga hasil panennya lebih alami dan sehat. Perawatan tanaman dilakukan secara gotong royong, mulai dari penyiangan gulma, pengairan, hingga pengendalian hama. Panen dilakukan saat buah sudah mencapai kematangan optimal, kemudian dijual ke pasar lokal maupun ke pedagang pengumpul.
Selain dijual sebagai bahan pangan, labu Jepang juga berpotensi diolah menjadi berbagai produk bernilai tambah seperti kue, sup, atau puree yang dapat dipasarkan lebih luas. Dengan pengelolaan yang baik dan dukungan akses pemasaran, labu Jepang dari Desa Laga Lete dapat menjadi salah satu produk andalan yang meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.[2]

3. Ubi Kayu (Singkong)
*"Desa Laga Lete memiliki hasil pertanian unggulan dari jenis ubi-ubian yang melimpah. Melalui kreativitas dan keterampilan masyarakat, ubi-ubian tersebut diolah menjadi keripik singkong renyah yang lezat dan bergizi. Proses pengolahan dilakukan oleh Kelompok Tani Desa Laga Lete dengan cara yang higienis, mulai dari pemilihan bahan baku, pengirisan tipis, hingga penggorengan sempurna untuk menghasilkan cita rasa gurih alami tanpa bahan pengawet.
Kegiatan produksi ini mendapat dukungan penuh dari Yayasan Budi Kasih yang membantu dalam pendanaan, pelatihan, serta penyediaan peralatan. Kehadiran produk ini tidak hanya memberikan nilai tambah bagi hasil pertanian desa, tetapi juga membuka peluang usaha dan lapangan kerja bagi warga. Setiap kemasan keripik singkong Desa Laga Lete adalah wujud kemandirian ekonomi masyarakat sekaligus bentuk nyata pemberdayaan potensi lokal."*
4.Sayur-Sayuran
Sayur-sayuran di Desa Laga Lete menjadi salah satu potensi alam yang penting dalam mendukung kebutuhan pangan masyarakat sekaligus menjadi sumber pendapatan tambahan. Berbagai jenis sayur dapat tumbuh subur di desa ini berkat kondisi tanah yang gembur dan iklim perbukitan yang sejuk. Jenis sayur yang umum dibudidayakan antara lain sawi, bayam, kangkung, kol, tomat, cabai, dan kacang panjang.
Sebagian besar penanaman sayur dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan pupuk organik dari kotoran ternak atau kompos, sehingga hasilnya lebih alami dan sehat untuk dikonsumsi. Warga biasanya menanam sayur di kebun pekarangan rumah maupun di lahan pertanian yang lebih luas, dengan sistem tanam bergilir untuk menjaga kesuburan tanah.[2]
Hasil panen sayur tidak hanya memenuhi kebutuhan rumah tangga, tetapi juga dijual di pasar lokal maupun kepada pedagang pengumpul. Potensi ini semakin besar jika didukung dengan teknik pertanian modern, pengolahan pascapanen, dan akses pasar yang lebih luas. Dengan pengelolaan yang tepat, sayur-sayuran dari Desa Laga Lete dapat menjadi komoditas unggulan yang berkontribusi terhadap ketahanan pangan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

5. Temulawak
Temulawak di Desa Laga Lete merupakan salah satu tanaman herbal bernilai ekonomi dan kesehatan yang memiliki prospek besar untuk dikembangkan. Tanaman ini tumbuh subur di lahan perbukitan dengan tanah bertekstur gembur dan drainase yang baik. Temulawak dikenal sebagai tanaman obat tradisional yang kaya manfaat, seperti meningkatkan daya tahan tubuh, melancarkan pencernaan, serta membantu menjaga kesehatan hati.
Masyarakat Desa Laga Lete biasanya membudidayakan temulawak secara alami tanpa bahan kimia berlebihan. Penanaman dilakukan di kebun-kebun milik warga maupun di lahan kelompok tani, dengan perawatan sederhana seperti penyiangan gulma, penggemburan tanah, dan penyiraman seperlunya. Setelah mencapai usia panen, rimpang temulawak dipanen lalu dijemur hingga kering untuk dijual atau diolah lebih lanjut.
Potensi temulawak di Desa Laga Lete tidak hanya terbatas pada penjualan rimpang mentah, tetapi juga dapat dikembangkan menjadi berbagai produk olahan bernilai tambah, seperti serbuk instan, minuman herbal siap seduh, atau kapsul herbal. Dengan pendampingan, pelatihan pengolahan, dan dukungan pemasaran, temulawak dari desa ini dapat menjadi salah satu produk unggulan yang berkontribusi pada peningkatan pendapatan masyarakat sekaligus melestarikan pengetahuan pengobatan tradisional.
6.Pisang
Pisang di Desa Laga Lete merupakan salah satu hasil pertanian yang melimpah dan menjadi sumber pendapatan penting bagi masyarakat. Berbagai jenis pisang tumbuh subur di desa ini, seperti pisang kepok, pisang raja, pisang muli, dan pisang tanduk. Tanaman pisang dapat berkembang dengan baik berkat kondisi tanah yang subur serta curah hujan yang cukup, sehingga hampir setiap pekarangan rumah maupun kebun warga ditanami pohon pisang.
Karena produksinya yang melimpah sepanjang tahun, pisang dari Desa Laga Lete tidak hanya memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, tetapi juga dipasarkan hingga ke luar wilayah, termasuk ke Kabupaten Sumba Timur. Pemasaran ini dilakukan baik secara langsung oleh petani maupun melalui pedagang pengumpul. Pisang dijual dalam bentuk buah segar, tetapi juga memiliki potensi besar untuk diolah menjadi berbagai produk turunan seperti keripik pisang, sale pisang, atau olahan kue berbahan dasar pisang yang bernilai jual lebih tinggi.
Melimpahnya hasil pisang di Desa Laga Lete menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu produk unggulan desa, apalagi jika didukung dengan pelatihan pengolahan, pengemasan modern, dan strategi pemasaran yang lebih luas. Dengan begitu, pisang tidak hanya menjadi simbol kesuburan desa, tetapi juga motor penggerak ekonomi masyarakat setempat.