More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Djamaloeddin - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Djamaloeddin - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Djamaloeddin

  • English
  • Minangkabau
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Djamaloeddin
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Masa jabatan
21 Maret 1974 – Agustus 1976
Sebelum
Pendahulu
Mahar Mardjono
Pengganti
W. A. F. J. Tumbelaka (penjabat)
Ratwita Gandasoebrata
Informasi pribadi
Lahir(1916-05-06)6 Mei 1916
Bukittinggi, Sumatera Barat, Hindia Belanda
Meninggal14 Desember 1995(1995-12-14) (umur 79)
Jakarta, Indonesia
Suami/istriAzizah Chatib
HubunganAli Emran (adik)
Anak4
Orang tua
  • Mohammad Amin (ayah)
  • Siti Rawiyah (ibu)
PendidikanGeneeskundige Hoogeschool te Batavia
University of California, San Francisco
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Djamaloeddin (6 Mei 1916 – 14 Desember 1995) adalah seorang dokter bedah Indonesia dan guru besar ilmu bedah di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI). Ia adalah anggota tim medis kepresidenan dan Dekan FK UI dari tahun 1974 hingga 1976. Ia terkenal karena berhasil mengoperasi dua presiden Indonesia, Soekarno dan Soeharto.

Masa kecil dan pendidikan

[sunting | sunting sumber]

Djamaloeddin lahir pada tanggal 6 Mei 1916, di Bukittinggi, Sumatera Barat, dalam keluarga Minangkabau terpandang. Ayahnya, Mohammad Amin—yang bergelar Tuanku Laras Pariangan—merupakan pejabat lokal, dan ibunya, Siti Rawiyah, berdarah ningrat Jawa melalui garis keturunan Mas Ajeng Moersiah.[1] Djamaloeddin adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara. Ia memiliki seorang adik, Ali Emran, yang juga menjadi dokter bedah. Keluarga ini dihadang masalah ekonomi setelah sang ayah mengundurkan diri dari jabatannya karena berselisih dengan penguasa Belanda. Untuk menghidupi keluarga, ibunya membuka jasa boga bagi siswa di Kweekschool di Bukittinggi.[2]

Masa kecil Djamaloeddin ditempa oleh kesulitan. Ia ditolak masuk ke Europesche Lagere School (ELS) dengan bahasa pengantar Belanda karena kesalahpahaman selama tes penerimaan, yang mengakibatkan ia berhenti sementara dari sekolah formal. Pada usia delapan tahun, ia didaftarkan sang ibu ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS, setara dengan sekolah dasar).[2][1] Setelah menyelesaikan HIS pada 1930, Djamaloeddin belajar di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, setara dengan sekolah menengah pertama) di Bukittinggi dari tahun 1930 hingga 1934. Ia unggul dalam matematika dan aktif berpartisipasi dalam organisasi ekstrakurikuler, akhirnya menjabat sebagai ketua serikat siswa.[3] Selama periode ini, ia menghadapi tantangan awal dari otoritas kolonial Belanda untuk kegiatan politik, terutama setelah para siswa menyanyikan Indonesia Raya di sebuah acara publik, yang berujung pada tindakan disipliner terhadap teman-temannya.[4]

Bercita-cita menempuh pendidikan tinggi, Djamaloeddin mengambil pelajaran tambahan dalam bahasa Jerman dan Prancis untuk memenuhi persyaratan masuk Hogere Burgerschool (HBS, setara dengan sekolah menengah atas) di Batavia. Ia bersekolah di Sekolah Koning Willem II dari tahun 1934 hingga 1936 dan bergabung dengan organisasi siswa Oesaha Kita bersama siswa-siswi HBS lainnya. Keterlibatannya dalam organisasi tersebut ditandai dengan pertikaian kepemimpinan antara Chairul Saleh dari Koning Willem II dan Sumitro Djojohadikusumo dari Prins Hendrik. Djamaloeddin berpihak pada Chairul Saleh selama pertikaian tersebut.[5]

Karier

[sunting | sunting sumber]

Karier awal di bidang medis

[sunting | sunting sumber]

Setelah lulus dari HBS, Djamaloeddin mendaftar di Geneeskundige Hoogeschool (GHS, Sekolah Tinggi Kedokteran) di Salemba, Batavia (sekarang Jakarta), belajar dari tahun 1936 hingga 1944, dengan jeda selama pendudukan Jepang di Hindia Belanda.[6] Awalnya ia bermaksud untuk belajar farmasi di Belanda tetapi terhalang oleh kendala keuangan. Ia menjadi aktif di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI), sebuah kelompok mahasiswa non-kooperatif, saat tinggal di Clubhuis Indonesia (sekarang Gedung Sumpah Pemuda). Kerusuhan Perang Dunia II menunda studinya, di mana ia bekerja di laboratorium bakteri Eijkman Institute, memperoleh pengalaman laboratorium awal dan mengembangkan minat seumur hidup dalam imunisasi dan kesehatan masyarakat. [7]

Ia melanjutkan kuliahnya selama pendudukan dan lulus pada tahun 1944. Djamaloeddin direkrut sebagai kapten-dokter (Eisei Cudanco) dalam pasukan PETA yang ditempatkan di Bali hingga tahun 1945, setelah itu ia menjadi sukarelawan di bangsal bedah Rumah Sakit Pusat Jakarta (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo) sebelum pengangkatan resminya di Kementerian Kesehatan di bawah menteri Boentaran Martoatmodjo. Antara tahun 1946 dan 1950, ia ditugaskan untuk merawat korban konflik di Jawa Barat dan Yogyakarta, khususnya selama Agres Militer Belanda. Ketika Belanda mengambil alih rumah sakit pusat di Jakarta, Djamaloeddin menolak bekerja untuk Belanda, dan membuka praktik mandiri antara tahun 1948 dan 1950.[8]

Setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) berdiri, ia kembali ke Rumah Sakit Pusat Jakarta untuk mengambil spesialisasi bedah, dan menyelesaikan pendidikannya dengan sertifikasi spesialis bedah pada tanggal 4 Juli 1951. Pada tahun 1952, ia menjadi dosen muda di fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Antara tahun 1953 dan 1954, Djamaloeddin memperluas keahliannya dalam bedah umum di Universitas California, San Francisco, dan melakukan studi banding ke beberapa rumah sakit universitas di Amerika Serikat.[8]

Bedah-bedah penting

[sunting | sunting sumber]

Setelah kembali, ia dengan cepat naik pangkat di jenjang akademis hingga menjadi lektor kepala. Pada tahun 1957, Djamaloeddin dan dokter bedah lainnya berhasil memisahkan bayi kembar siam pertama di Indonesia, Karina dan Karini, dalam operasi rumit yang menjadi preseden bagi bedah pediatrik di negara ini. Operasi tersebut dipimpin oleh Margono Soekarjo, yang saat itu menjabat sebagai ketua departemen bedah Universitas Indonesia. Meskipun sumber daya terbatas dan teknik anestesi yang sederhana, operasi tersebut berhasil, dan kedua bayi kembar tersebut bertahan hidup hingga dewasa.[9]

Dua tahun kemudian, pada tahun 1959, Djamaloeddin dipanggil ke istana negara untuk memeriksa, dan kemudian mengoperasi jempol kaki kiri Presiden Soekarno yang bengkak dan berisi nanah. Soekarno awalnya enggan, tetapi ia mengalah setelah Djamaloeddin memperingatkannya tentang kemungkinan amputasi jika jempol kaki kirinya tidak dirawat. Menteri Kesehatan Johannes Leimena dan wakil menteri industri rakyat Soeharto Sastrosoeyoso menjatuhkan Soekarno selama operasi. Setelah operasi, keesokan harinya, Presiden Soekarno berdiri dan menerima Menteri Luar Negeri Filipina Felixberto Serrano sebagai tamu, mengenakan sepatu yang bagian ujungnya dipotong untuk memberikan ruang untuk jari kakinya yang sedang dalam masa penyembuhan.[1]

Dekan fakultas kedokteran dan dokter kepresidenan

[sunting | sunting sumber]

Djamaloeddin diangkat sebagai guru besar kedokteran pada tahun 1961, dengan pidato pengukuhannya sebagai profesor penuh, berjudul Aspek-Aspek Bedah, disampaikan pada tahun 1962.[8] Pada tanggal 21 Maret 1974, Djamaloeddin menjadi dekan fakultas kedokteran Universitas Indonesia, menggantikan rektor Mahar Mardjono yang telah merangkap jabatan tersebut selama beberapa bulan.[10] Sebagai dekan, Djamaloeddin menandatangani perjanjian kerja sama antara fakultas dan departemen kesehatan untuk mengembangkan pusat-pusat kesehatan masyarakat di seluruh Indonesia.[11] Djamaloeddin dipilih kembali oleh senat fakultas untuk masa jabatan berikutnya sebagai dekan pada akhir April 1976, meskipun ia mengundurkan diri pada bulan Agustus karena kondisi kesehatannya. W. A. F. J. Tumbelaka, wakil dekan pertama, mengambil alih tugasnya sebagai pelaksana tugas hingga Ratwita Gandasubrata terpilih sebagai dekan tetap pada tanggal 6 Desember.[12]

Pada tahun yang sama dengan pengangkatannya sebagai dekan fakultas, Djamaloeddin juga menjadi e anggota tim dokter kepresidenan. Pada tahun 1976, atas permintaan menteri kesehatan G.A. Siwabessy, Djamaloeddin melakukan operasi terhadap Presiden Soeharto, yang menderita radang kandung empedu dan penebalan dinding kandung empedu. Sehari setelah operasi, Soeharto dipaksa berdiri dan duduk berulang kali meskipun merasakan sakit yang luar biasa. Presiden Soeharto keluar dari rumah sakit setelah satu minggu. Dua hari setelah keluar dari rumah sakit, Djamaloeddin mengunjungi kediamannya untuk melepas jahitan operasi. Sebagai tanda terima kasih, atas permintaan Djamaloeddin, Soeharto mendanai pembangunan satu lantai Paviliun Theresia Rumah Sakit Sint Carolus. Soeharto juga memberikan Djamaloeddin sebuah jam tangan yang bertuliskan "cinderamata dari Soeharto, presiden Indonesia".[1]

Pada tahun 1979, Djamaloeddin memutuskan untuk menjalani operasi untuk hernia diskus tulang belakang yang menyebabkan ketidaknyamanan yang cukup besar, di Groningen, Belanda. Selama persiapan operasi ini, mantan muridnya, Padmosantjojo, juga pergi ke Belanda. Berkedok penelitian, Padmosantjojo pergi untuk mendukung mentornya selama proses operasi dengan mencari akomodasi, mengantarnya berkeliling, dan memberikan bantuan selama prosedur operasi itu sendiri.[9] Djamaloeddin pensiun pada tahun 1981[13] dan melanjutkan pengabdiannya sebagai anggota tim medis kepresidenan dan dokter di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta.[9]

Kehidupan pribadi

[sunting | sunting sumber]

Djamaloeddin menikah dengan Azizah Chatib, dan dikaruniai empat orang anak.[13] Putrinya, Chaula Luthfia Sukasah, mengikuti jejaknya sebagai dokter bedah dan berpartisipasi dalam pemisahan kembar kraniopagus Yuliana dan Yuliani.[9]

Publikasi

[sunting | sunting sumber]

Djamaloedin telah menerbitkan banyak artikel ilmiah. Penelitiannya mencakup karya awal tentang imunologi diagnostik dan laporan komprehensif tentang kejadian kanker di Indonesia. Ia juga menyumbangkan presentasi tentang topik-topik seperti kanker payudara, penatalaksanaan kanker stadium lanjut, dan advokasi kesehatan masyarakat untuk penggunaan helm sepeda motor.[14]

  • Die Idee Reaktien in des Lues Diagnotik, MKI, 1947.
  • Trauma Tumpul Abdomen, dalam: Buku Kursus Penyegaran 1959.
  • Pendarahan dari Dubur, dalam Buku Kursus Penyegaran 1968.
  • Cancer of Colozectal, Incidenced in the General Hospital Jakarta, pada Pan Pacific Surgical Conference, Honolulu.
  • Kanker Ureter Kanan, RS Cipto 1952.
  • Agnesia Ginjal Kanan.
  • Kanker Payu Dara dan Kehamilan, MKI.
  • On the Ethologie Factor of Dolorectal Cancer in Indonesia. Kuliah untuk Anggota South Easth Asia (Asean) Surgical Conference, Jakarta 1980.
  • Cancer Colon Reactien, pada Konferensi Pertama Perkurnpulan Dokter-dokter Gostro International, Jakarta 1979.
  • Kanker Payudara, dalam Rapat I Yayasan Kanker Indonesia, 1981
  • Penanggulangan Advanced Cancer pada Umumnya, dalam pertemuan berkala Ahli Bedah Tumor
  • Usul Mengundangkan Pemakaian Helm oleh Pengendara Motor, sebagai ketua Seminar tentang Pemakaian Helm oleh Pengendara Motor.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d Pour 1995, hlm. 20.
  2. ^ a b Zuhdi, Tobing & Hitipeuw 1984, hlm. 20.
  3. ^ Zuhdi, Tobing & Hitipeuw 1984, hlm. 21.
  4. ^ Zuhdi, Tobing & Hitipeuw 1984, hlm. 21-22.
  5. ^ Zuhdi, Tobing & Hitipeuw 1984, hlm. 22.
  6. ^ Zuhdi, Tobing & Hitipeuw 1984, hlm. 22-23.
  7. ^ Zuhdi, Tobing & Hitipeuw 1984, hlm. 23.
  8. ^ a b c Zuhdi, Tobing & Hitipeuw 1984, hlm. 24.
  9. ^ a b c d Basri 1988, hlm. 77.
  10. ^ Kompas 1974a, hlm. 1.
  11. ^ Kompas 1974b, hlm. 2.
  12. ^ Universitas Indonesia 1977, hlm. 1.
  13. ^ a b Zuhdi, Tobing & Hitipeuw 1984, hlm. 25.
  14. ^ Zuhdi, Tobing & Hitipeuw 1984, hlm. 25-26.

Bibliografi

[sunting | sunting sumber]
  • Zuhdi, Susanto; Tobing, Tiurma; Hitipeuw, Frans (1984-01-01), Sumadio, Bambang; Kutoyo, Sutrisno; Kartadarmadja, M. Soenjata (ed.), Biografi Nasional di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan
  • Pour, Julius (31 January 1995), "Prof Dr H Djamaloeddin: Pengalaman Mengoperasi Bung Karno dan Pak Harto", Kompas, Jakarta, hlm. 20
  • Basri, Syafiq (23 January 1988), "Hanya kasus biasa", Tempo, hlm. 77
  • "Prof. Djamaloedin Dekan FKUI yang baru", Kompas, hlm. 1, 20 March 1974
  • "Puskesmas Tak Akan Berjalan Baik Tanpa Pengobatan Lebih Lanjut", Kompas, hlm. 2, 10 December 1974
  • Pada perayaan Dies Natalis Universitas Indonesia ke XXVII tahun 1977 ... Rektor Prof. Dr. Mahar Mardjono penyampaikan laporan tahunan..., Universitas Indonesia, 1977
Pengawasan otoritas Sunting ini di Wikidata
Umum
  • ISNI
    • 1
  • VIAF
    • 1
    • 2
    • 3
  • WorldCat (via VIAF)
Perpustakaan nasional
  • Amerika Serikat
  • Belanda
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Djamaloeddin&oldid=27744877"
Kategori:
  • Kelahiran 1916
  • Kematian 1995
  • Meninggal usia 79
Kategori tersembunyi:
  • Pages using the JsonConfig extension
  • Artikel biografi dengan tabel penghargaan
  • Semua orang yang sudah meninggal
  • Tanggal kelahiran 6 Mei
  • Tanggal kematian 14 Desember
  • Artikel dengan templat lahirmati
  • Semua artikel biografi
  • Artikel biografi Agustus 2025
  • Memiliki pranala menuju halaman yang sudah ada
  • Artikel Wikipedia dengan penanda ISNI
  • Artikel Wikipedia dengan penanda VIAF
  • Artikel Wikipedia dengan penanda LCCN
  • Artikel Wikipedia dengan penanda NTA
  • Artikel Wikipedia dengan penanda WorldCat-VIAF
  • Artikel Wikipedia dengan penanda ganda

Best Rank
More Recommended Articles