Festival Bidar
![]() | Artikel ini tidak memiliki pranala ke artikel lain. (Juni 2025) |
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. (Juni 2025) |
Bidar adalah singkatan dari Biduk Lancar. Biduk berarti perahu kecil dan Lancar berarti mulus tiada hambatan. Bidar sering digunakan sebagai sarana transportasi air di kawasan perairan Sungai Musi dan daerah aliran sungai Kota Palembang. Saat masa Kesultanan Darussalam pada zaman dahulu, Bidar digunakan untuk patroli menjaga kawasan perairan. Bahkan, Bidar sudah ada sejak zaman penjajahan masa pemerintahan Belanda dibawah kuasa Ratu Wilhelmina.[1] Karena kawasan Kota Palembang adalah daerah maritim, mayoritas orang-orang terdahulu menggunakan Bidar untuk memantau pergerakan perbatasan kawasan, dan menjaga kestabilan wilayah.[2] Seiring berjalannya waktu, kini Bidar bertransformasi menjadi perahu yang dapat memuat lebih banyak personil, jika yang dahulunya hanya dapat dikendarai oleh satu orang, berbeda dengan sekarang, bidar sudah memiliki banyak variasi ukuran tergantung dengan kebutuhan pengguna.
Saat ini, Bidar dijadikan sebagai festival pertunjukkan. Festival ini digelar saat peringatan hari-hari besar di Kota Palembang, seperti Ulang Tahun Kota Palembang atau Ulang Tahun Indonesia. Biasanya Festival Bidar dilaksanakan selama dua hari, 16 dan 17 Juni saat peringatan jadi jadi Kota Palembang serta 17 dan 18 Agustus ketika peringatan penambahan usia Negara Indonesia.[3] Festival ini dilaksanakan guna untuk melestarikan tradisi dan mengingat sejarah dari Dayang Sumbi.
Dahulunya, perlombaan Bidar ini dilakukan oleh kedua pria yang ingin merebut hati Dayang Sumbi, gadis cantik jelita yang menjadi dambaan setiap pria kala itu. Lalu, lomba pun dilaksanakan, kedua bidar menjelajahi rute yang telah ditetapkan berharap berada di garis finish pertama kali. Ternyata mereka imbang, bersama mencapai garis finish, karena tak terima dengan keadaan saat itu, mereka bertengkar dan bertengkar, pada akhirnya rakyat menemukan mereka berdua tertelungkup tak berdaya dibawah bidar masing-masing.[4]
Saat akan dilaksanakannya Festival Bidar, akses jalan menuju ke Benteng Kuto Besak akan ditutup, sehingga pelaksanaan akan berfokus kesana dan meminimalisir tingkat kemacetan. Semua orang berkumpul dan menyaksikan penampilan Bidar. Yang membawa perahu bukan hanya 1 atau 2 orang saja, tetapi berkelompok yang terdiri dari banyak orang sesuai dengan tingkat kecepatan yang ingin didapatkan. Ditengah-tengah atau lebih tepatnya orang yang berada di barisan paling depan tidak menggunakan sampan untuk mendayung Bidar, tetapi akan menari dan melakukan atraksi sementara Bidar melaju dengan kencang. Kestabilan dan keseimbangan sangat dipertaruhkan ketika dilaksanakannya pertunjukkan ini.
Referensi
- ^ "Makalahh Sejarah Perahu Bidar | PDF". Scribd. Diakses tanggal 2025-06-17.
- ^ mohammadwildan. "Bidar, Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2016 – Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya". Diakses tanggal 2025-06-17.
- ^ R, Rahmadi (2020-08-16). "Perahu Bidar dan Tradisi Masyarakat di Sepanjang Sungai Musi". Mongabay.co.id. Diakses tanggal 2025-06-17.
- ^ Agustin, Feny Maulia. "Mengenal Perahu Bidar, Tradisi Perayaan di Hari Ulang Tahun Palem". IDN Times Sumsel. Diakses tanggal 2025-06-17.