Gendang Nobat
![]() | Artikel ini tidak memiliki pranala ke artikel lain. (Juni 2025) |
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan. (Juni 2025) |
Gendang Nobat atau yang juga dikenal dengan sebutan Gendang Panjang, adalah salah satu instrumen musik tradisional masyarakat Melayu yang kerap digunakan dalam berbagai upacara adat dan seremonial budaya di wilayah Riau, Sumatera, dan sekitarnya. Alat musik ini menjadi elemen penting dalam iringan musik tradisi Melayu, terutama dalam peristiwa adat seperti arak-arakan pengantin, tepuk tepung tawar, perayaan keagamaan, penyambutan tamu agung, serta pesta rakyat.[1]
Komposisi dan Fungsi Instrumen
Satu set Gendang Nobat biasanya terdiri dari beberapa instrumen utama, yang masing-masing memiliki peran tersendiri dalam menciptakan struktur musik dan irama keseluruhan:
- Gendang Melalu Merupakan alat utama yang menghasilkan pola ritmis dasar atau pukulan utama. Irama yang dihasilkan menjadi kerangka bagi alat musik lainnya dalam set tersebut.
- Gendang Penengkah Digunakan untuk memberikan aksen atau "penegah" yang memperkaya lapisan ritme. Permainannya bersifat melengkapi dan menyempurnakan irama gendang utama.
- Ketawak (gong) Berfungsi sebagai pengatur tempo. Ketawak dianggap sebagai penentu keseimbangan permainan seluruh alat. Bila tempo ketawak meleset, maka keseluruhan komposisi akan terdengar tidak sinkron.
- Nafiri Sebuah alat tiup tradisional yang menyerupai seruling panjang. Nafiri memberikan warna melodi yang khas dan memperkuat nuansa sakral dalam prosesi adat yang diiringinya.
Bahan dan Proses Pembuatan
Gendang Nobat khas Riau sering kali dibuat dari batang pohon karet yang sudah tua. Kayu karet dipilih karena bersifat ringan, mudah dibentuk, dan mampu menghasilkan suara yang nyaring dan jernih. Keunggulan ini menjadikan kayu karet sebagai alternatif yang efisien dan ekonomis dalam pembuatan gendang.
Bagian ketawak, yang secara tradisional dibuat dari logam, juga bisa dibuat dari drum bekas oleh sebagian perajin lokal. Hal ini dilakukan sebagai upaya modifikasi bahan tanpa mengurangi kualitas suara, serta memanfaatkan limbah menjadi barang bernilai budaya tinggi.[2]
Sejarah dan Peran Pengrajin
Salah satu pengrajin dan pelestari Gendang Nobat yang menonjol adalah Abdullah Ahmad atau Atah Had, warga Kampung Kayu Ara, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau. Berawal dari seorang pemain musik gendang panjang yang kesulitan mengakses alat sendiri, Atah Had mulai membuat gendang secara mandiri pada tahun 2002. Sejak saat itu, ia telah memproduksi lebih dari 75 alat musik, termasuk 21 set Gendang Nobat dan 54 buah ketawak secara terpisah.
Alat musik hasil karyanya telah tersebar ke berbagai daerah dan digunakan dalam banyak acara adat. Harga satu set Gendang Nobat buatannya dibanderol mulai dari Rp 1,5 juta, sedangkan ketawak dijual dengan harga sekitar Rp 2 juta. Tingginya permintaan terhadap ketawak mencerminkan nilai dan perannya yang penting dalam komposisi musik Melayu.
Pelestarian Budaya dan Pendidikan Musik
Selain sebagai pembuat alat musik, Atah Had juga dikenal sebagai pengajar musik tradisional. Ia aktif melatih generasi muda di kampungnya untuk memainkan Gendang Panjang, sebagai bagian dari usaha mempertahankan warisan budaya. Pada tahun 2020, ia bahkan diundang oleh Lembaga Adat Melayu Kabupaten Siak untuk mengisi pelatihan seni musik Gendang Nobat. Ia juga pernah menjadi juri dalam lomba Gendang Panjang tingkat kabupaten, menunjukkan pengakuan atas keahliannya secara luas.
Nilai Budaya dan Simbolik
Gendang Nobat memiliki makna yang mendalam dalam sistem budaya Melayu. Ia bukan hanya alat musik pengiring upacara, tetapi menjadi simbol keharmonisan sosial, penghormatan terhadap leluhur, dan media komunikasi spiritual. Dalam konteks adat, suara gendang diyakini mampu menghadirkan suasana sakral dan menyatukan masyarakat dalam nilai-nilai kebersamaan.
Instrumen ini juga memiliki dimensi identitas budaya lokal, yang membedakan masyarakat Melayu Riau dari kelompok etnis lain. Oleh karena itu, keberlanjutan produksi dan penggunaan Gendang Nobat menjadi indikator penting dari kelestarian budaya tradisional.
Perkembangan dan Tantangan
Di era modern, Gendang Nobat menghadapi tantangan dari perubahan selera musik dan berkurangnya minat generasi muda terhadap alat musik tradisional. Namun, upaya pelestarian melalui pendidikan komunitas, partisipasi dalam acara adat, serta dokumentasi budaya terus dilakukan oleh pelaku seni dan lembaga adat.
Dengan berkembangnya kesadaran budaya dan promosi seni tradisi, Gendang Nobat kini tidak hanya tampil dalam kegiatan adat, tetapi juga dipentaskan dalam festival budaya, pertunjukan seni, dan kegiatan pariwisata daerah.
Referensi
- ^ MelayuPedia. "Gendang Nobat, Iringi Tradisi Tepuk Tepung Tawar di Kepri - melayupedia.com". www.melayupedia.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2025-06-20. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
- ^ "Sekilas tentang Gendang Nobat, Alat Musik Pengiring Tepung Tawar". Suarariau.id. Diakses tanggal 2025-06-20.