More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Gong Nekara - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gong Nekara - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Gong Nekara

  • العربية
  • Deutsch
  • English
  • 日本語
  • Jawa
  • ភាសាខ្មែរ
  • 한국어
  • Bahasa Melayu
  • Slovenščina
  • Tiếng Việt
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Wikimedia Commons
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Drum dari Sông Đà, Vietnam. Kebudayaan Dong Sơn II. Pertengahan milenium pertama SM. Perunggu.

Gong nekara adalah gong perunggu buatan kebudayaan Dong Son, yang terdapat di delta Sungai Merah Vietnam Utara. Gong ini diproduksi pada sekitar 600 tahun sebelum masehi atau sebelumnya, sampai abad ketiga Masehi. Dengan menggunakan metode pengecoran logam yang telah hilang (lost wax method),[1] gong ini oleh para peneliti sejarah dianggap sebagai salah satu contoh terbaik dari budaya pengerjaan logam. Gong Nekara ini mempunyai 3 fungsi pada masanya,[2] yakni fungsi Keagamaan, Sosial-Budaya, dan Politik. Fungsi keagamaan yaitu sebagai alat komunikasi, upacara, dan simbol. Sementara fungsi sosial budaya yaitu sebagai simbol status sosial, perangkat upacara dan karya seni yang mempunyai daya magis religius. Sedangkan fungsi politik yaitu sebagai tanda bahaya atau isyarat perang.

Gong Nekara mempunyai luas lingkaran sebesar 396 cm persegi, luas lingkaran pinggang 340 cm persegi, dan tinggi 95 cm persegi. Keunikan yang dimiliki gong yang dikenal sakral itu adalah adanya gambar bermotif flora dan fauna terdiri dari gajah 16 ekor, burung 54 ekor, pohon sirih 11 buah dan ikan 18 ekor. Sementara dipermukaan gong bagian atas terdapat 4 ekor arca berbentuk kodok dengan panjang 20 cm dan di samping terdapat 4 daun telinga yang berfungsi sebagian pegangan. Pada bidang pukul terdapat hiasan geometris, demikian pula pada bagian tengah gong terdapat garis pola bintang berbentuk 16. Nekara secara vertikal terdiri atas susunan kaki berbentuk bundar seperti silinder, badan dan bahu berbentuk cembung.

Tertua di Dunia

[sunting | sunting sumber]
C. Ribbe, seorang peneliti asal Belanda pada tahun 1882 mengadakan penelitian untuk mengetahui asal usul gong nekara
atas perkenan Opu Bontobangun Massairang Daeng Mangatta (1895–1936), AA Cense mengunjungi gong nekara (Keteltrom) di Bontobangun

Gong Nekara terbesar di Asia Tenggara dan bahkan tertua di dunia[3] adalah gong nekara yang ada di Pulau Selayar. Menurut informasi dari tetua adat dan penduduk Kelurahan Bontobangun (tempat ditemukannya gong nekara), gong tersebut ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang penduduk dari Kampung Rea-Rea yang bernama Sabuna pada tahun 1686. Pada saat itu Sabuna sedang mengerjakan sawah Raja Putabangun di Papaniohea, tiba-tiba cangkul Sabuna membentur benda keras yang ternyata adalah hiasan katak yang merupakan bagian dari gong nekara. Sejak berakhirnya Dinasti Putabangun, pada tahun 1760 gong nekara tersebut dipindahkan ke Bontobangun dan menjadi kalompoang/arajang (benda keramat) Kerajaan Bontobangun.

Legenda mengenai keberadaan Gong Nekara di Pulau Selayar berasal dari 2 (dua) sumber. Sumber yang pertama yaitu cerita mitos Sawerigading yang berkembang pada periode Galigo, suatu periode kekuasaan manusia dewa yang mengatur tata tertib dunia dengan pola kepemimpinan religius kharismatis. Sawerigading ditempatkan sebagai tokoh utama dalam perwujudan tata tertib dan penataan pertama masyarakat Bugis - Makassar di Sulawesi Selatan. Periode Galigo diperkirakan berlangsung sekitar abad ke-7 sampai abad ke-10 tetapi Christian Pelras menempatkannya pada sekitar abad ke-12.

Sumber yang kedua adalah naskah hukum pelayaran dan perdagangan Ammana Gappa (abad 17) dimana Pulau Selayar disebut sebagai salah satu daerah tujuan niaga. Letaknya sangat strategis bagi pelayaran yang menuju ketimur maupun ke barat. Dengan demikian Pulau Selayar menjadi bandar transit bagi lalu lintas pelayaran kala itu. Di dalam naskah itu juga disebutkan tentang daftar sewa bagi orang yang berlayar dari Makassar ke Aceh, Kedah, Kamboja sewanya 7 rial dari tiap seratus (orang) dan apabila naik dari tempat tersebut menuju Selayar, Malaka, Johor, sewanya 6 rial dari tiap seratus (orang).

Dari sumber tersebut memberikan keterangan tentang peranan Pulau Selayar dengan daerah-daerah di Nusantara dan Asia Tenggara. Hal ini memperkuat dugaan bahwa gong nekara mungkin didatangkan dari daratan Asia Tenggara pada waktu pengaruh kebudayaan Tiongkok berkembang di kawasan itu. Menurut cerita yang terkait dengan gong nekara di Pulau Selayar, dikatakan bahwa ketika Sawerigading bersama isterinya (We Cuddai) dan ketiga putranya (La Galigo, Tenri Dio, dan Tenri Balobo) kembali dari Tiongkok, dalam perjalanannya menuju ke Luwuk mereka singgah di Pulau Selayar dan langsung menuju ke suatu tempat yang disebut Putabangun dengan membawa sebuah nekara perunggu yang besar. Di tempat itu mereka dianggap sebagai Tumanurung. Pada saat itulah Tenri Dio dianggap menjadi raja pertama di Putabangun dan menempatkan gong nekara itu sebagai kalompoang di Kerajaan Putabangun.

Dari cerita itu dapat disimpulkan bahwa Gong Nekara dibawa dari Tiongkok oleh Sawerigading. Yang dimaksud dengan Tiongkok di sini, mungkin adalah Indo China. Selain itu, masyarakat juga menganggap bahwa hanya ada dua gong nekara di dunia, yaitu sebuah di Pulau Selayar dan sebuah lagi berada di Tiongkok. Gong nekara yang ada di Pulau Selayar dianggap sebagai suami dan yang ada di Tiongkok dianggap sebagai isteri. Hal ini mengingatkan kita pada nekara yang dipuja berpasangan di daerah Birma yang dipersonifikasikan sebagai pasangan suami isteri. Nekara yang di atasnya terdapat hiasan katak berukuran lebih tinggi melambangkan pria, sedangkan yang tidak memakai hiasan katak dan berukuran lebih kecil dan rendah melambangkan wanita. Dengan demikian tampak adanya persamaan nilai simbolis dari negara penganut kebudayaan perunggu khususnya gong nekara di Indonesia dan Asia Tenggara.[4]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "pariwisataselayar.com".[pranala nonaktif permanen]
  2. ^ "kerajaannusantara.com". Diarsipkan dari asli tanggal 2021-02-28.
  3. ^ "kompas.com". Diarsipkan dari asli tanggal 2022-03-08.
  4. ^ "Kata Ilmu". Diarsipkan dari asli tanggal 2017-09-19.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Gong Nekara tahun 1882.
  • (Indonesia)http://www.indotravelers.com Diarsipkan 2022-05-27 di Wayback Machine.
  • (Indonesia)http://arkeologi.web.id Diarsipkan 2011-12-11 di Wayback Machine.
  • (Indonesia)http://selayar.org Diarsipkan 2012-02-03 di Wayback Machine.
  • (Inggris)Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies Diarsipkan 2023-07-03 di Wayback Machine.
  • l
  • b
  • s
Topik Kepulauan Selayar
Bupati: Muh. Basli Ali — Wakil bupati: Zainuddin
Pemerintahan
Bupati • DPRD Kepulauan Selayar • Kecamatan dan kelurahan
Sejarah
Kepulauan Selayar • Perkampungan tua Gantarang • Gong Nekara
Geografi
Letak Geografis • Pulau • Pantai • Selat Selayar
Pariwisata
Taman Nasional Taka Bonerate • Tempat wisata
Transportasi
Bandar udara • Pelabuhan • Terminal angkutan darat
Demografi & Budaya
Sensus 2010 • Bahasa • Tokoh dari Selayar • Sail Taka Bonerate
Pendidikan
Sekolah • Pesantren • Perguruan tinggi
Agama
Tempat ibadah • Masjid tua Gantarang
Olahraga
Lapangan pemuda Benteng • Sileya Scuba Divers (SSD)
Media
Stasiun radio • ORARI Kepulauan Selayar • Media cetak
  • l
  • b
  • s
Tempat wisata di Kepulauan Selayar
Benteng
  • Benteng Pertahanan
  • Museum Negara
  • Dermaga Benteng
  • Gedung Lembaga Pemasyarakatan Selayar
  • Rumah Jabatan Bupati Selayar
  • Lapangan Pemuda Benteng
  • Plaza Marina
  • Pasar sentral Benteng
  • Kafe Tempat Biasa
Bontomatene
  • Sumur Tajuiya
  • Kompleks makam Bone Lohe
  • Ujung Pa’badilang
  • Makam tua Bongaiya
  • Goa Ereposo
  • Pantai Tanjung Harapan
  • Makam tua bulaenna Parangia
  • Masjid tua Saluk
  • Kebun mente
  • Kompleks makam Opu Bembeng
  • Kompleks makam Batangmata
  • Kompleks makam Opu Dg. Massese
  • Rumah adat Batangmata
  • Pantai Taloiya
  • Pantai Pa'badilang
  • Pantai Labuang Nipaiya
  • Pantai Rampang-rampangan
  • Pantai Pamatata
  • Pantai Lembangia
  • Pantai Tanaera
  • Pantai Lansangireng
  • Pulau Pasitanete
Bontoharu
  • Pantai Dongkalang
  • Pantai Jeneiya
  • Pantai Liang Tarrusu
  • Pulau Pasi
  • Pulau Gusung
  • Pantai Liang Kareta
  • Pantai Je’neiya
  • Jangkar Selayar
  • Meriam Kuno
  • Bandar Udara H. Aroeppala
  • Pantai Lembang
  • Topa
  • Gong Nekara
  • Benteng Bontobangun
  • Air Terjun Balang Kelambu
  • Makam We Tenri Dio
  • Perkampungan Tua Bitombang
Bontosikuyu
  • Pulau Malimbu
  • Kuburan tua
  • Sapo lohe (rumah adat)
  • Pantai Ngapaloka
  • Air terjun Ohe Gonggong
  • Pantai Batu Etang
  • Air terjun Patikore'
  • Jammeng Resort
  • Pantai Hara
  • Goa Tanjung Kandaeng
  • Pantai Sombolow
  • Pantai Maja-maja
  • Pantai Laburu
  • Pantai Komba
  • Pantai Bone Sialla
  • Perkampungan Jammeng
  • Pantai Sangkulu-kulu
  • Pemandian Lantapamangka
  • Pantai Appa Tanah
  • Goa alam Appa Tanah
  • Pantai Bonetappalang
  • Pantai Pinang
  • Goa Batu Baba
  • Batu Karapu
  • Bone Sela
  • Pantai Bahosangkara
  • Pantai Sungguminasa
  • Goa Bonetappalang
  • Pantai Pattumbukang
  • Pantai Hangkoang
  • Pantai Manambeang
  • Pantai Balambang
  • Pantai Doliseang
  • Pantai Lambu
  • Pantai Langkoni
  • Pantai Monge
  • Pantai Tambajako
  • Pantai Soreang
  • Pantai Baloiya
  • Goa alam Baloiya
  • Pulau Polassi
  • Pulau Bahuluang
  • Pulau Tambolongan
  • Pulau Kauna
Bontomanai
  • Pemandian alam Eremata
  • Kompleks makam Mare-mare
  • Air terjun Suttia
  • Masjid tua Gantarang
  • Pantai Baba Ere
  • Puncak
  • Labuang Bajo & Mata Ere
  • Perkampungan tua Gantarang
  • Benda pusaka kerajaan Gantarang
  • Dinding benteng kerajaan Gantarang
  • Pakkojokang
  • To’do (pusat bumi)
  • Tempat pembakaran mayat
  • Gaukan Opu
  • Pantai Appa Batu
  • Kampung Bissorang
  • Pantai Ngapalohe
  • Kebun cengkeh Lembang Bau
  • Kebun pala Laloasa
Buki
  • Pantai Karang Indah
  • Istana lalaki Buki
  • Benteng pertahanan
  • Kuburan tua Silolo
Taka Bonerate
  • Taman Nasional Taka Bonerate
  • Buhung Tuma
  • Buhung Batu Eja
  • Pantai Bone Lambere
  • Pantai Appa
  • Pulau Kayuadi
  • Pulau Kauna
  • Pulau Tinabo
Pasimasunggu
  • Makam Ali Akbar
  • Pulau Tanamalala
  • Pulau Bembe
  • Pulau Jai Lamu
  • Tari Kondo Buleng
  • Perairan Batu So’bolo
  • Pulau Batu
Pasimasunggu Timur
  • Pulau Jampea
  • Pusaka Jampea
Pasimarannu
  • Goa Majapahit
  • Pembuatan Perahu
  • Tari Pangaru
  • Tari Batanda
  • Rumah adat
  • Pantai Bonerate
  • Pantai Larafu
  • Pantai Lambego
  • Pantai Komba-komba
  • Pulau Kalao
  • Pulau Bonerate
Pasilambena
  • Gua Tengkorak
  • Gua Buranga
  • Kuburan Tua
  • Perkampungan Tua
  • Pantai Pulau Madu
  • Pantai Karumpa
  • Pantai Pasilambena
  • Pulau Kalaotoa
  • Pulau Madu
  • Pulau Kakabia
Sumber data : Kepulauan Selayar dalam angka 2010
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gong_Nekara&oldid=27031662"
Kategori:
  • Reka cipta Vietnam
  • Tempat wisata di Kepulauan Selayar
  • Kepulauan Selayar
Kategori tersembunyi:
  • Pages using the JsonConfig extension
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif permanen
  • Galat CS1: parameter tidak didukung
  • Pranala Commons ditentukan secara lokal
  • Templat webarchive tautan wayback

Best Rank
More Recommended Articles