Gunung Madu Plantations
| GMP | |
Nama asli | PT Gunung Madu Plantations |
Jenis perusahaan | Perseroan terbatas (Perusahaan swasta Penanaman Modal Asing) |
| Industri | Agroindustri (Perkebunan Tebu dan Pabrik Gula) |
| Didirikan | 20 Oktober 1975 |
| Kantor pusat | , Indonesia |
Wilayah operasi | Indonesia dan Asia Tenggara |
Tokoh kunci | Indra Rukmana E. Kowara (Direktur Utama) Susanti Haryanto Huray (Komisaris Utama) |
| Produk | Gula Kristal Putih (GKP) Gula Halus Produk samping: Tetes Tebu (Molasses), Ampas Tebu (Bagasse), Blotong (Filter Cake) |
| Merek | Gunung Madu |
Produksi | 180.000–190.000 ton gula per tahun |
| Pemilik | Kuok Investment (HK) Ltd. (45%) PT Rejo Sari Bumi (27,5%) PT Pipit Indah (27,5%) (Catatan: Berdasarkan struktur kepemilikan saat pendirian tahun 1975) |
Karyawan | ~1.800 (Karyawan Tetap) 8.000–10.000 (Pekerja Harian/Musiman saat musim giling) |
| Divisi |
|
| Situs web | www |
PT Gunung Madu Plantations (disingkat GMP) adalah sebuah perusahaan agroindustri di Indonesia yang berfokus pada perkebunan tebu terintegrasi dan produksi gula.[1] Perusahaan ini didirikan pada tahun 1975 dan berstatus sebagai Penanaman Modal Asing (PMA). Lokasi operasional utama, mencakup perkebunan dan pabrik gula, terletak di Desa Gunung Batin, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, sekitar 90 km di sebelah utara Bandar Lampung.[2]
GMP dikenal sebagai salah satu pelopor industri gula tebu di luar Pulau Jawa dan merupakan salah satu produsen gula swasta terbesar di Indonesia.[3] Dalam operasionalnya, perusahaan ini juga menghadapi beberapa kasus hukum, termasuk dugaan suap pajak yang ditangani KPK dan kasus penggelapan internal yang melibatkan mantan direkturnya.
Sejarah
Menyusul status Indonesia sebagai negara pengimpor gula pada tahun 1974, pemerintah melakukan observasi untuk pengembangan industri gula di luar Jawa, yang mengarah pada penanaman tebu lahan kering di area Gunung Batin, Lampung.[4]
PT Gunung Madu Plantations secara resmi didirikan pada 20 Oktober 1975. Perusahaan ini merupakan perusahaan patungan (PMA) antara Kuok Investment (HK) Ltd. (memegang 45% saham) dengan dua perusahaan swasta nasional, yaitu PT Rejo Sari Bumi (27,5%) dan PT Pipit Indah (27,5%).
Pada awal pendirian, lahan yang dikelola menghadapi tantangan signifikan, termasuk kondisi lahan yang sebagian besar (sekitar 40%) merupakan padang alang-alang dan infrastruktur yang belum memadai. Musim tebang dan giling pertama kali dilaksanakan pada Mei 1978, dengan kapasitas giling awal pabrik sebesar 4.000 TCD (ton tebu per hari). Pabrik ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1979.
Seiring waktu, perusahaan melakukan ekspansi kapasitas produksi secara bertahap. Pada tahun 1994, kapasitas giling ditingkatkan menjadi 12.000 TCD, dan sejak 2007 mulai dikembangkan lebih lanjut menuju 16.000 TCD. Kehadiran GMP di Lampung kemudian turut memicu pertumbuhan industri gula lain di provinsi tersebut, seperti PT Bunga Mayang, PT Gula Putih Mataram, PT Pemukasakti Manisindah dan Sweet Indo Lampung.
Operasi dan produksi
PT Gunung Madu Plantations mengelola total lahan (HGU) seluas 35.000 hingga 36.000 hektar. Dari jumlah tersebut, sekitar 25.000 hektar digunakan sebagai kebun produksi tebu inti. Sisa lahan dimanfaatkan untuk infrastruktur pendukung seperti jalan, kawasan konservasi, bangunan pabrik, perkantoran, dan permukiman karyawan. Selain perkebunan inti, perusahaan juga bermitra dengan petani tebu rakyat yang mengelola sekitar 4.000 hektar lahan plasma.
Kondisi Agronomi
Lokasi perkebunan memiliki topografi yang umumnya datar. Jenis tanah di wilayah tersebut didominasi oleh Podsolik Merah Kuning (Ultisol) yang memiliki lapisan olah (top soil) tipis, sehingga memerlukan penerapan teknologi budidaya khusus. Wilayah ini memiliki curah hujan tahunan rata-rata 2.500 hingga 2.700 mm. Musim tebang dan giling tebu dilaksanakan selama musim kering, biasanya berlangsung dari bulan April hingga Oktober.
Proses Produksi dan Kapasitas
Pabrik gula GMP menerapkan proses sulfitasi ganda untuk menghasilkan Gula Kristal Putih (GKP), yang juga dikenal dengan standar SHS (Superior High Sugar). Perusahaan menerapkan teknologi mekanisasi pertanian di perkebunan dan otomatisasi di beberapa stasiun pabrik.
Tingkat produksi tahunan perusahaan mencapai rata-rata 2 juta ton tebu, yang diolah menjadi sekitar 180.000 hingga 190.000 ton gula kristal. Selama musim giling, perusahaan menyerap tenaga kerja musiman yang berjumlah antara 8.000 hingga 10.000 orang setiap hari, di luar sekitar 1.800 karyawan tetap.
Produk gula GMP telah memenuhi standar SNI 3140.3:2010 dan mendapatkan sertifikasi Halal, serta menerapkan sistem manajemen keamanan pangan seperti HACCP (sejak 2007) dan GMP+ Standard B2.
Produk dan pemasaran
Produk utama perusahaan adalah Gula Kristal Putih (GKP). Pasar utama gula produksi GMP mencakup wilayah Sumatera Bagian Selatan (Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu), DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Selain produk utama, operasional pabrik juga menghasilkan beberapa produk samping (co-product), di antaranya:
- Tetes Tebu (Molasses): Dijual sebagai bahan baku untuk industri hilir seperti etanol, monosodium glutamat (MSG), dan pakan ternak. Sebagian tetes diekspor ke negara lain seperti Thailand, Taiwan, Jepang, dan Uni Eropa.
- Ampas Tebu (Bagasse): Dimanfaatkan secara maksimal sebagai bahan bakar biomassa untuk ketel uap (boiler) pabrik. Uap yang dihasilkan digunakan untuk menggerakkan mesin pabrik dan pembangkit tenaga listrik (turbin generator) yang memenuhi kebutuhan energi internal perusahaan, termasuk untuk pabrik, perkantoran, dan perumahan karyawan sepanjang tahun.
- Blotong (Filter Cake) dan Abu Ketel: Limbah padat ini diolah kembali dan dicampurkan dengan sisa ampas tebu untuk dijadikan kompos (bahan pembenah tanah) yang diaplikasikan kembali ke lahan perkebunan.
Pengelolaan lingkungan
Dalam operasionalnya, GMP menerapkan sistem produksi bersih. Limbah pertanian berupa pucuk dan daun tebu kering (klaras) dikembalikan ke lahan sebagai mulsa untuk menjaga kesuburan tanah.
Perusahaan juga mengelola limbah cair organik (non-B3) melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpadu seluas 8 hektar yang terdiri dari 13 kolam (termasuk kolam anaerob dan aerasi), dengan total daya tampung 240.000 m³ dan waktu retensi (retention time) limbah mencapai 60 hari. Di perkebunan, diterapkan sistem Pengelolaan Hama Terpadu (PHT), termasuk program pengendalian hayati (biological control) untuk meminimalkan penggunaan pestisida kimia.
Fasilitas penunjang
Sebagai kawasan industri terpadu, GMP membangun infrastruktur dan fasilitas sosial di dalam area konsesinya. Perusahaan menyediakan lebih dari 1.700 unit rumah dinas bagi karyawan yang tersebar di enam lokasi pemukiman, serta bedeng pemukiman untuk pekerja harian musiman berkapasitas 10.000 orang. Seluruh pemukiman ini dilengkapi fasilitas listrik (yang bersumber dari pembangkit listrik internal pabrik) dan air bersih.
Fasilitas umum yang dibangun meliputi fasilitas kesehatan (rumah sakit dan poliklinik), sarana ibadah (masjid dan gereja), sarana olahraga, serta fasilitas pendidikan melalui Yayasan Pendidikan Gunung Madu (YP GMP) yang mengelola sekolah TK, SMP, dan SMA. Perusahaan juga memfasilitasi organisasi pendukung kesejahteraan karyawan seperti Koperasi Gunung Madu (KGM) dan Dana Pensiun Gunung Madu (DP GMP).
Kontroversi dan kasus hukum
Dugaan Penimbunan Gula (2020)
Pada Maret 2020, PT GMP dituduh melakukan penimbunan gula di tengah kelangkaan dan kenaikan harga gula nasional. Kepala Bareskrim Polri saat itu, Komjen Listyo Sigit Prabowo, menyatakan bahwa Satgas Pangan Mabes Polri menemukan stok gula dalam jumlah besar (antara 75.000 hingga 100.000 ton) di gudang beberapa perusahaan di Lampung, termasuk GMP, yang tidak terdata dan tidak didistribusikan.
Pihak PT GMP melalui Kepala Departemen Services, Iwan Kurniawan, memberikan klarifikasi atas tuduhan tersebut. GMP membantah temuan jumlah stok tersebut dan menyatakan bahwa total stok perusahaan saat pemeriksaan hanya 23.000 ton, yang berada di gudang pabrik (Gunung Batin) dan gudang di Bandar Lampung.
GMP mengklaim jumlah tersebut adalah stok wajar dan merupakan sisa produksi musim giling sebelumnya yang memang dialokasikan untuk program penyaluran rutin selama bulan Maret dan April 2020, sebelum musim giling baru dimulai pada Mei 2020 (mundur dari jadwal biasa di bulan April karena faktor cuaca). Perusahaan menyatakan distribusi normal mereka adalah 15.000 hingga 20.000 ton per bulan (atau 5.000 ton per minggu), sehingga stok 23.000 ton hanya mencukupi kebutuhan 2-3 minggu ke depan dan bukan penimbunan.
GMP juga mengklarifikasi bahwa pengiriman gula (13.000 ton ke DKI Jakarta dan 4.000 ton untuk Lampung) yang dilakukan setelah sidak tersebut bukanlah paksaan akibat penimbunan, melainkan hasil kesepakatan rapat bersama Gubernur Lampung, Kapolda, dan Kementerian Perdagangan untuk membantu mengatasi kelangkaan gula nasional. Dalam klarifikasi yang sama, GMP juga menegaskan bahwa mereka bukan merupakan bagian dari Sugar Group Companies (SGC).
Kasus Penggelapan Internal (2021)
Pada tahun 2021, mantan General Manager (GM) dan Direktur PT GMP, Muhammad Jimmy Goh Mahsun, menghadapi proses hukum di Pengadilan Negeri Gunungsugih, Lampung Tengah. Penahanan dilakukan pada April 2021 setelah pelimpahan kasus dari Mabes Polri dan Kejaksaan Agung ke Kejari Lampung Tengah, karena lokasi kejadian (locus delicti) berada di wilayah tersebut.
Jimmy Goh didakwa melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan (melanggar Pasal 374 KUHP) secara berlanjut selama periode 2009–2015. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut total kerugian perusahaan akibat perbuatan terdakwa mencapai Rp 432,8 miliar (sumber lain menyebut dakwaan awal berkisar Rp 442 miliar hingga Rp 455 miliar).
Dalam pembelaannya (pledoi) dan eksepsi, pihak kuasa hukum terdakwa menyatakan bahwa nilai kerugian yang didakwakan keliru dan seharusnya hanya sekitar Rp 245–247 miliar. Kuasa hukum juga berargumen bahwa terdakwa telah melakukan pengembalian dana ke rekening perusahaan senilai Rp 508 miliar hingga Rp 598 miliar, yang berarti melebihi nilai kerugian yang didakwakan. Pihak terdakwa juga menyebut kasus ini seharusnya masuk ranah perdata terkait utang-piutang dan telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) melalui putusan perdata di PN Jakarta Selatan serta kasus perdata lain di Malaysia.
JPU menuntut terdakwa dengan hukuman 4 tahun penjara. Pada 1 Juli 2021, majelis hakim PN Gunungsugih menjatuhkan vonis 3,5 tahun (tiga tahun enam bulan) penjara. Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 374 KUHP. Terdakwa menerima putusan tersebut, sementara pihak JPU menyatakan pikir-pikir.
Dugaan Suap Pajak (2021–2022)
PT GMP terseret dalam kasus dugaan suap terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK menyebut GMP sebagai salah satu dari tiga perusahaan wajib pajak yang diduga memberikan suap kepada tim pemeriksa pajak DJP.[5]
Dalam kasus ini, dua konsultan pajak yang mewakili PT GMP, Aulia Imran Maghribi (AIM) dan Ryan Ahmad Ronas (RAR), ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dan ditahan oleh KPK pada Februari 2022. Keduanya didakwa melakukan kesepakatan dengan tim pemeriksa pajak (termasuk Angin Prayitno Aji, Dadan Ramdani, Wawan Ridwan, dan Alfred Simanjuntak) untuk merekayasa atau menurunkan nilai kewajiban pajak PT GMP tahun 2016, yang seharusnya tercatat sebesar Rp 19,8 miliar.
Menurut KPK, AIM dan RAR diduga menyiapkan dana sekitar Rp 30 miliar dari PT GMP sebagai "biaya komitmen penuh" (all in) untuk pejabat pajak dan pembayaran pajak itu sendiri. Dari jumlah tersebut, realisasi pemberian suap yang diduga diberikan secara tunai kepada tim pemeriksa pajak mencapai Rp 15 miliar. Dalam dakwaan JPU, disebutkan bahwa General Manager PT GMP saat itu, Lim Poh Ching, menyediakan uang tersebut dengan membuat tiga catatan pengeluaran fiktif yang dicatat sebagai "donasi" atau "bantuan sosial" di Lampung.
Pada Juli 2022, JPU KPK menuntut Aulia Imran Maghribi dengan pidana 3 tahun penjara dan Ryan Ahmad Ronas (yang disebut sebagai inisiator) pidana 4 tahun penjara. Sementara itu, para pejabat pajak penerima suap dalam kasus ini (Angin Prayitno, Dadan Ramdani, Wawan Ridwan, dan Alfred Simanjuntak) telah divonis penjara dengan masa hukuman bervariasi antara 6 hingga 9 tahun.
Lihat pula
Referensi
- ^ "Beranda". Gunung Madu Plantation (dalam bahasa American English). 2025-09-01. Diakses tanggal 2025-09-15.
- ^ Cahyono, Budi; Yusnaini, Sri; Niswati, Ainin; Utomo, Muhajir (2013-05-31). "PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) PT GUNUNG MADU PLANTATIONS". Jurnal Agrotek Tropika (dalam bahasa Inggris). 1 (2). doi:10.23960/jat.v1i2.2021. ISSN 2620-3138.
- ^ Ratri, Sari Dwika; Budiyono, Budiyono; Sudarmi, Sudarmi (2013). "Deskripsi Kemitraan Tebu Milik Masyarakat dengan PT Gunung Madu Plantation". Lampung University.
- ^ Plantations, Pt gunung Madu (Jumat, 07 Juni 2019). "PT.GUNUNG MADU PLANTATIONS : SEJARAH PT.GUNUNG MADU PLANTATIONS". PT.GUNUNG MADU PLANTATIONS. Diakses tanggal 2025-09-15.
- ^ "KPK Geledah Kantor Gunung Madu Plantation Terkait Kasus Suap di Ditjen Pajak". kumparan. Diakses tanggal 2025-09-15.

