Identitas (ilmu sosial)

Identitas atau jati diri^[1] menurut Stella Ting Toomey merupakan cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi.^[2] Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari diri kita sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri kita. Sementara itu, Gardiner W. Harry dan Kosmitzki Corinne melihat identitas sebagai definisi diri seseorang sebagai individu yang berbeda dalam perilaku, keyakinan dan sikap.^[3]

Identitas berawal dari teori identitas sosial yang dikemukakan oleh Henri Tajfel dan John Turner pada tahun 1979.^[4] Teori tersebut awalnya dikembangkan untuk memahami dasar psikologis dari diskriminasi antarkelompok.^[4] Tajfel dan Turner berusaha untuk mengidentifikasi kondisi minimal yang akan membawa anggota dari suatu kelompok untuk melakukan diskriminasi terhadap anggota kelompok lain.^[4]

Identitas seksual mengacu pada identifikasi seseorang dengan berbagai kategori seksualitas.^[5] Bisa berupa heteroseksual, gay, lesbian dan biseksual.^[5] Identitas seksual yang kita miliki akan memengaruhi apa yang kita konsumsi.^[5] Program televisi apa yang akan kita lihat atau majalah apa yang akan kita baca.^[5] Identitas seksual juga dapat memengaruhi pekerjaan seseorang.^[5]

Identitas gender merupakan pandangan mengenai maskulinitas dan feminitas dan apa arti madbdi1$ Bekerja sama dalam penetapan so enjadi seorang laki-laki atau perempuan.^[5] Arti menjadi seorang perempuan atau laki-laki sangat dipengaruhi oleh pandangan budaya.^[5] Misalnya saja kegiatan yang dianggap lebih maskulin atau lebih feminim.^[5] Ungkapan gender tidak hanya mengomunikasikan siapa kita, tetapi juga mengkonstruksi rasa yang kita inginkan.^[5] Identitas gender juga ditunjukkan oleh gaya komunikasi.^[5] Gaya komunikasi perempuan sering digambarkan sebagai suportif, egaliter, personal dan disclosive, sedangkan gaya komunikasi laki-laki digambarkan sebagai kompetitif dan tegas.^[5]

Identitas pribadi merupakan karakteristik unik yang membedakannya dengan orang lain.^[3] Setiap orang mempunyai identitas pribadinya masing-masing sehingga tidak akan sama dengan identitas orang lain.^[3] Pengaruh budaya juga turut memengaruhi identitas pribadi seseorang.^[3] Orang yang berasal dari budaya individualistis seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat berusaha untuk menunjukkan perbedaan dirinya dengan orang lain.^[3] Sementara itu, orang yang berasal dari budaya kolektif cenderung menonjolkan keanggotaan mereka kepada orang lain.^[3] Identitas pribadi juga bisa diartikan sebagai aturan moral pribadi atau prinsip moral yang digunakan seseorang sebagai kerangka normatif dan panduan dalam bertindak.^[6]

Identitas agama merupakan dimensi yang penting dalam identitas seseorang.^[5] Identitas tersebut merupakan pemberian secara sosial dan budaya, bukan hasil dari pilihan individu.^[7] Hanya pada era modern, identitas agama menjadi hal yang bisa dipilih, bukan identitas yang diperoleh saat lahir.^[7] Identitas agama ditandai dengan adanya ritual yang dilakukan oleh pemeluk agama tersebut.^[5] Identitas agama juga ditandai dengan busana yang dipakai.^[5]

Identitas nasional merujuk pada kebangsaan seseorang.^[3] Mayoritas dari masyarakat mengasosiasikan identitas nasional mereka dengan negara di mana mereka dilahirkan.^[3] Akan tetapi, identitas nasional dapat juga diperoleh melalui imigrasi dan naturalisasi.^[3] Identitas nasional biasanya menjadi sering diucapkan saat seseorang berada di negara lain.^[3] Orang yang identitas nasionalnya berbeda dari tempat ia dilahirkan pada akhirnya akan mulai mengadopsi aspek identitas nasional yang baru.^[3] Namun, hal ini tergantung pada keterikatan pada negara yang baru tersebut.^[3] Sementara itu, orang yang secara permanen tinggal di negara lain mungkin akan mempertahankan identitas negara tempat ia lahir.^[3]