More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Kakawin Arjunawiwāha - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kakawin Arjunawiwāha - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kakawin Arjunawiwāha

  • Basa Bali
  • English
  • Français
  • हिन्दी
  • Jawa
  • Bahasa Melayu
  • Татарча / tatarça
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Wikimedia Commons
  • Wikisumber
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Kakawin Arjunawiwaha)
Kakawin Arjunawiwāha
Lembaran naskah Arjunawiwaha beraksara Kawi, tersimpan di Tropenmuseum, Belanda.
Jeniskakawin
Tarikhabad ke-11 Masehi
AsalKerajaan Kahuripan (kini Jawa Timur)
BahasaKawi
PenulisMpu Kanwa
Bahanlontar
AksaraKawi, Jawa, Bali

Kakawin Arjunawiwāha (aksara Bali: ᬓᬓᬯᬶᬦ᭄ᬅᬃᬚᬸᬡᬯᬶᬯᬵᬳ; Jawa: ꦏꦏꦮꦶꦤ꧀ꦄꦂꦗꦸꦤꦮꦶꦮꦴꦲ) adalah kakawin pertama yang berasal dari Jawa Timur. Karya sastra ini ditulis oleh Mpu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga, yang memerintah di kerajaan Medang-Kahuripan, Jawa Timur dari tahun 1019 sampai dengan 1042 Masehi. Sedangkan kakawin ini diperkirakan selesai digubah sekitar tahun 1030 dan disebut menggambarkan kehidupan Prabu Airlangga.

Kakawin ini menceritakan sang Arjuna ketika ia bertapa di gunung Mahameru. Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim tujuh bidadari. Bidadari ini diperintahkan untuk menggodanya. Nama bidadari yang terkenal adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Para bidadari tidak berhasil menggoda Arjuna, maka Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi seorang brahmana tua. Mereka berdiskusi soal agama dan Indra menyatakan jati dirinya dan pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang datang mengamuk dan Arjuna memanahnya. Namun, pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang datang dan juga memanahnya. Ternyata pemburu ini adalah batara Siwa. Setelah itu Arjuna diberi tugas untuk membunuh Niwatakawaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan. Arjuna berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah boleh mengawini tujuh bidadari ini.

Oleh para pakar ditengarai bahwa kakawin Arjunawiwaha berdasarkan Wanaparwa, kitab ketiga Mahābharata.

Salinan teks Latin yang sangat penting berada di Belanda, yaitu dalam Jurnal Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 82 (1926) halaman 181-305.

Ikhtisar cerita

[sunting | sunting sumber]
Dua lembaran lontar kakawin Arjunawiwāha.

Kakawin Arjunawiwāha pernah diulas oleh ahli sastra Jawa Kuno P.J. Zoetmulder (1983:298–302), dan diterjemahkan oleh Ignasius Kuntara Wiryamartana (1990:124–182). Dalam kakawin tersebut dikisahkan bahwa Niwatakawaca, seorang raksasa mempersiapkan diri untuk menyerang dan menghancurkan kahyangan Batara Indra. Karena raksasa itu tak dapat dikalahkan, maka Batara Indra memutuskan untuk meminta bantuan dari seorang manusia. Pilihan jatuh pada sang Arjuna, seorang kesatria yang sedang bertapa di gunung Indrakīla. Pada waktu itu, Arjuna sedang menjalani pengasingan (bersama keempat saudaranya) karena kerajaannya sedang diambil alih sementara oleh Korawa. Arjuna bertapa demi memperoleh kekuatan untuk membantu kakaknya (Yudistira) merebut kembali kerajaan mereka.

Arjuna digoda tujuh bidadari

[sunting | sunting sumber]

Sebelum mengutus Arjuna untuk membasmi raksasa, terlebih dahulu Batara Indra menguji kemampuan sang kesatria agar lebih meyakinkan. Tujuh orang bidadari (Supraba, Tilotama, Warsiki, Surendra, Gagarmayang, Tunjungbiru, dan Lenglengmulat) diutus untuk menguji keteguhan hati sang Arjuna. Setibanya di tempat sang kesatria bertapa, para bidadari memperlihatkan segala kecantikan dan mempergunakan segala akal untuk menggoda sang kesatria, tetapi sia-sia belaka. Dengan rasa kecewa mereka pulang ke kahyangan dan melapor kepada batara Indra. Bagi para dewa, kegagalan mereka merupakan kabar gembira, karena dengan demikian terbuktilah kesaktian Arjuna. Namun Batara Indra masih sangsi, berpikir bahwa tujuan Arjuna semata-mata untuk memperoleh kesenangan dan kekuasaan bagi dirinya sendiri, sehingga ia tidak menghiraukan keselamatan orang lain.

Arjuna berdialog dengan Indra

[sunting | sunting sumber]
Pupuh V.9

hanânonton ringgit manangis asĕkĕl mūḍha hiḍĕpan
huwus wruh towin yan walulang inukir molah angucap
haturning wwang tresnêng wisaya malahā tar wihikana
ri tatwanyân māyā sahana-hananing bhāwa siluman.


Ada orang menonton wayang, menangis,
sedih, kacau hatinya
Telah tahu pula, bahwa kulit yang dipahatlah
yang bergerak dan bercakap itu
Begitulah rupanya orang yang lekat akan sasaran indria,
melongo saja, sampai tak tahu
Bahwa pada hakikatnya mayalah segala yang ada,
hanya ilusi saja.

Kakawin Arjunawiwāha

Untuk memperoleh kepastian tentang kebaikan hati Arjuna, Indra sendiri yang mengujinya dengan menyamar sebagai seorang resi tua yang pikun dan bungkuk. Sang resi tua ini disambut dengan penuh hormat oleh Arjuna yang menghentikan tapanya sejenak, kemudian mereka terlibat dalam diskusi falsafi mengenai kekuasaan dan kenikmatan dalam makna yang sejati. Arjuna menegaskan, bahwa satu-satunya tujuannya dalam melakukan tapa brata ialah memenuhi kewajibannya selaku seorang kesatria, serta membantu kakaknya Yudistira untuk merebut kembali kerajaan mereka, demi kesejahteraan seluruh dunia. Resi jelmaan Indra merasa puas, lalu mengungkapkan wujud yang sebenarnya dan meramalkan bahwa Batara Siwa akan berkenan kepada Arjuna. Setelah Indra kembali ke kahyangan, Arjuna meneruskan tapa bratanya.

Arjuna memperoleh anugerah Siwa

[sunting | sunting sumber]

Sementara itu, raja para raksasa telah mendengar berita tentang apa yang sedang terjadi di gunung Indrakila. Ia mengutus seorang raksasa bernama Muka untuk membunuh Arjuna. Dalam wujud seekor babi hutan, ia mengacaukan hutan-hutan di sekitar tempat Arjuna bertapa. Arjuna pun terbangun dari tapanya, lalu mengangkat senjata panahnya untuk mengakhiri gangguan yang muncul.

Pada saat yang sama, dewa Siwa — yang telah mendengar Arjuna melakukan yoga dengan baik sekali — tiba dalam wujud seorang pemburu dari salah satu suku terasing, yaitu suku Kirāṭa. Baik Arjuna maupun pemburu jelmaan Siwa melepaskan panah, menewaskan babi hutan jelmaan raksasa. Namun kedua anak panah mereka akhirnya menjadi satu. Terjadilah perselisihan antara Arjuna dan orang Kirāṭa jelmaan Siwa; keduanya mengaku telah membunuh babi hutan. Perselisihan memuncak menjadi perdebatan sengit, lalu mereka berkelahi. Arjuna hampir kalah, tetapi pada saat itu juga wujud si pemburu lenyap, tergantikan oleh Batara Siwa. Siwa menghadiahkan sepucuk panah bernama Pasupati, sekaligus pengetahuan gaib untuk mempergunakan panah itu. Sesudah itu Siwa menghilang.

Supraba memata-matai Niwatakawaca

[sunting | sunting sumber]
Lukisan bergaya Kamasan dari Bali, menggambarkan adegan saat Supraba berpura-pura bercengkerama dengan Niwatakawaca demi mencari tahu kelemahannya, sementara Arjuna mengintip di sisi kanan.

Saat Arjuna menimbang-nimbang untuk kembali ke tempat para saudaranya, datanglah dua bidadari bernama Supraba dan Tilotama membawa pesan dari Batara Indra, isinya permohonan agar Arjuna bersedia membantu para dewa dalam rencana mereka untuk membunuh Prabu Niwatakawaca, raja para raksasa. Setelah berpikir sejenak, akhirnya Arjuna setuju, kemudian mereka bertiga terbang ke istana Indra di kahyangan. Indra menjelaskan tentang niat jahat Niwatakawaca yang akan memporak-porandakan kahyangan dan bumi. Raksasa itu hanya dapat ditewaskan oleh seorang manusia, tetapi terlebih dahulu mereka harus menemukan titik lemahnya. Bidadari Supraba — yang sudah lama diincar oleh Niwatakaca — akan berusaha untuk memata-matai rahasia kelemahan Niwatakawaca, dengan ditemani oleh Arjuna. Arjuna menerima tugas itu dan mereka turun ke bumi. Ketika sore hari, mereka sampai di tempat kediaman si raja raksasa; di sana tengah diadakan persiapan-persiapan perang melawan laskar dewata.

Supraba menuju sebuah balai di tengah-tengah halaman istana. Sementara itu Arjuna menyusul dari dekat. Namun Arjuna memiliki ajian supaya ia tidak dapat dilihat orang, sehingga para dayang-dayang hanya melihat Supraba. Beberapa dayang-dayang yang diboyong dari istana Indra mengenali Supraba dan menyambutnya dengan gembira. Supraba mengaku bahwa ia meninggalkan kahyangan atas kemauannya sendiri, setelah mendapat informasi bahwa kahyangan akan dihancurkan oleh kaum raksasa. Maka sebelum menjadi rampasan perang, ia hendak menyerahkan diri kepada raja para raksasa, Prabu Niwatakawaca.

Kemudian dayang-dayang menghadap Prabu Niwatakawaca dan membawa berita kedatangan Supraba. Seketika itu juga, raja raksasa tersebut menghampiri Supraba dan mempersunting sang bidadari. Supraba menolak Niwatakaca secara halus, dan memohon agar sang raja bersabar sampai fajar menyingsing. Ia pun berpura-pura memuji kekuatan raja raksasa yang tak terkalahkan itu, lalu menanyakan berbagai hal tentang kesaktian sang raja yang luar biasa, yang diperoleh dari Batara Rudra. Tanpa disadari, Niwatakawaca membeberkan rahasia bahwa sumber kekuatannya terletak di ujung lidahnya. Ketika Arjuna mendengar itu, ia meninggalkan tempat persembunyiannya lalu menghancurkan gapura istana. Niwatakawaca terkejut oleh kegaduhan yang dahsyat itu, sedangkan Supraba langsung melarikan diri bersama Arjuna.

Arjuna membinasakan Niwatakawaca

[sunting | sunting sumber]
Lukisan bergaya Kamasan dari Bali, menggambarkan adegan saat Arjuna menembakkan panahnya ke arah mulut Prabu Niwatakawaca.

Setelah Supraba kabur, Niwatakawaca pun menyadari bahwa ia telah ditipu. Ia segera memerintahkan laskar pasukannya bersiap-siap ke kahyangan untuk melawan para dewa-dewa. Sementara itu kahyangan diliputi suasana gembira karena Arjuna dan Supraba telah pulang dengan selamat. Setelah mengadakan rapat persiapan perang, bala tentara para dewa, apsara, dan gandarwa menuju ke medan pertempuran di lereng selatan pegunungan Himalaya.

Kemudian terjadi pertempuran sengit, sampai Niwatakawaca terjun langsung ke pelagan dan memukul mundur pasukan para dewa. Arjuna yang bertempur di belakang barisan, berusaha menarik perhatian Niwatakawaca. Ketika Niwatakaca mulai mengejarnya dan berteriak-teriak dengan amarah, Arjuna melesatkan anak panah ke mulut sang raja raksasa, hingga menembus ujung lidahnya. Ia pun jatuh tersungkur dan mati. Laskar dewa kini kembali sebagai pemenang. Tentara mereka yang tewas dihidupkan dengan air tirta amerta, lalu pulang ke kahyangan.

Pernikahan Arjuna dengan tujuh bidadari

[sunting | sunting sumber]

Akhirnya Arjuna menerima penghargaan atas bantuannya. Selama tujuh hari di swarga (sama lamanya dengan tujuh bulan di Bumi) ia menikmati pahalanya: ia dielu-elukan bagaikan seorang raja di atas singgasana Indra. Kemudian para dewa menikahkan Arjuna sampai tujuh kali dengan tujuh bidadari. Mempelai bidadari diantar oleh Menaka (ketua para bidadari) saat memasuki tempat pernikahan. Yang pertama datang ialah Supraba, kemudian Tilotama, lalu disusul satu per satu: Warsiki, Surendra, Tunjungbiru, Gagarmayang, dan Lenglengmulat.

Setelah hidup di kahyangan dalam waktu yang cukup lama, Arjuna rindu akan sanak saudaranya di Bumi. Ia menyalurkan perasaannya lewat sebuah syair. Hal ini mendapat perhatian Menaka, Supraba, dan Tilotama. Tilotama lalu menamatkannya dengan sebuah baris yang lucu dan jenaka. Maka setelah tujuh bulan itu sudah lewat, Arjuna berpamit kepada Indra. Ia diantar kembali ke Bumi oleh Matali dengan sebuah kereta surgawi. Kakawin ini ditutup dengan keluh kesah dan kegalauan para bidadari yang ditinggalkan di kahyangan dan sebuah kolofon empu Kanwa.

Manggala

[sunting | sunting sumber]

Kakawin Arjunawiwaha memiliki sebuah manggala. Berikut adalah manggala beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

Manggala Terjemahan
1. Ambĕk sang paramārthapaṇḍita huwus limpad sakêng śūnyatā, Batin sang tahu Hakikat Tertinggi telah mengatasi segalanya karena menghayati Kehampaan,[1]
Tan sangkêng wiṣaya prayojñananira lwir sanggrahêng lokika, Bukanlah terdorong nafsu indria tujuannya, seolah-olah saja menyambut yang duniawi,
santoṣâhĕlĕtan kĕlir sira sakêng sang hyang Jagatkāraṇa. Damai bahagia, selagi tersekat layar pewayangan dia dari Sang Penjadi Dunia.
2. Uṣṇiṣangkwi lĕbūni pādukanirā sang hyang Jagatkāraṇa Hiasan kepalaku merupakan debu pada alas kaki dia Sang Hyang Penjadi Dunia
Manggĕh manggalaning mikĕt kawijayân sang Pārtha ring kahyangan Terdapatkan pada manggala dalam menggubahkan kemenangan sang Arjuna di kahyangan

Gambar-gambar

[sunting | sunting sumber]
  • Edisi I Kuntara Wiryamartana
    Edisi I Kuntara Wiryamartana
  • Komik R.A. Kosasih
    Komik R.A. Kosasih

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Terjemahan berdasarkan buku Ignatius Kuntara Wiryamartana, Arjunawiwāha, (1990:124) dengan beberapa perubahan kecil

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • (Indonesia) Ignatius Kuntara Wiryamartana, 1990, Kakawin Arjunawiwaha. Transformasi Teks Jawa Kuno. Yogyakarta: Duta Wacana University Press
  • (Indonesia) P.J. Zoetmulder, 1983, Kalangwan. Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Penerbit Djambatan. Hal. 298 - 316.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
Wikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Kakawin Arjunawiwāha
  • Sastra Jawa Kuno

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  • (Belanda) Teks Kakawin Arjunawiwaha yang telah ditransliterasi dan diterjemahan ke dalam bahasa Belanda oleh Prof. R. Ng. Poerbatjaraka yang diterbitkan pada Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 82 (1926) Diarsipkan 2016-03-05 di Wayback Machine..
  • l
  • b
  • s
Kakawin
  • Sastra Jawa Kuno
  • Sastra Jawa-Bali
Kitab
  • Arjunawijaya
  • Arjunawiwaha
  • Banawa Sekar
  • Bharatayuddha
  • Bhomantaka
  • Hariwangsa
  • Kresnayana
  • Kunjarakarna
  • Nagarakretagama
  • Nirarthaprakerta
  • Nitisastra
  • Parthayadnya
  • Ramayana
  • Siwaratrikalpa
  • Smaradahana
  • Sumanastaka
  • Sutasoma
  • Wrettasancaya
Penulis
  • Dharmaja
  • Dusun
  • Kanwa
  • Monaguna
  • Panuluh
  • Prapanca
  • Sedah
  • Tanakung
  • Tantular
  • Triguna
  • Artikel terkait: Bahasa Jawa Kuno
  • Lontar
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kakawin_Arjunawiwāha&oldid=27549658"
Kategori:
  • Kakawin
  • Sastra Jawa
  • Mahabharata
Kategori tersembunyi:
  • Artikel mengandung aksara Jawa
  • Templat webarchive tautan wayback

Best Rank
More Recommended Articles