Kaskas

Kaskas adalah biji yang diperoleh dari polong tanaman candu ( Papaver somniferum ) yang kering. Kaskas telah dibudidayakan oleh berbagai peradaban selama ribuan tahun. Hingga kini, kaskas masih dibudidayakan, dijadikan bahan-bahan makanan, serta diperdagangkan di berbagai negara secara sah atau legal, terutama di negara-negara Eropa Tengah dan Asia Selatan. Kaskas biasa disantap utuh atau dihaluskan menjadi tepung untuk berbagai jenis hidangan—terutama pastri dan roti—serta diperas menjadi minyak kaskas (poppyseed oil).
Sejarah
Kaskas disebutkan dalam teks-teks medis kuno dari berbagai peradaban. Misalnya, pada Papirus Ebers Mesir yang ditulis sekitar tahun 1550 SM, dituliskan kaskas sebagai obat penenang.[1] Peradaban Minoa (sekitar 2700 hingga 1450 SM), sebuah peradaban Zaman Perunggu yang muncul di Pulau Kreta, membudidayakan bunga candu untuk dipanen bijinya, dan menggunakan campuran susu, opium, dan madu untuk menenangkan bayi yang menangis. Bangsa Sumeria adalah peradaban lain yang diketahui juga membudidayakan kaskas.[2]
Penjelasan
Kaskas memiliki panjang kurang dari satu milimeter, berbentuk ginjal, dan permukaannya bercerukan.[3] Diperlukan sekitar 3.300 kaskas untuk membuat satu gram, dan antara 1 dan 2 juta biji untuk menghasilkan satu pon.[2] Senyawa rasa utamanya adalah 2-pentilfuran.[4]
Produksi
Produksi kaskas (rata-rata 2014–2018) | ||
---|---|---|
Negara | Produksi ( ton ) | |
![]() |
22.739 | |
![]() |
21.479 | |
![]() |
11.812 | |
![]() |
6.047 | |
![]() |
5.467 | |
Sumber: FAOSTAT Perserikatan Bangsa-Bangsa [5] |
Pada tahun 2018, produksi kaskas dunia mencapai 76.240 ton. Pada tahun 2024, Ceko merupakan produsen kaskas terbesar dengan 29.679 ton. Turki, Spanyol, Hongaria, dan Prancis merupakan produsen utama lainnya.[6]
Kaskas bisa menjadi produk sampingan dari budidaya Papaver somniferum untuk opium, jerami candu, atau keduanya. Namun, saat membudidayakan candu, sering kali menemui dilema antara memanen candu untuk kaskas atau opium karena kaskas harus dipanen saat candu sudah matang dan polong candu mengering, sedangkan opium dipanen saat polongnya masih hijau, bijinya baru mulai tumbuh, serta getahnya melimpah. Berbeda dengan jerami candu yang bisa menjadi produk sampingan dari memanen kaskas. Dibandingkan dengan polong dan jerami candu, kaskas mengandung kadar opiat yang sangat rendah. Bijinya dapat dicuci untuk mendapatkan teh candu tetapi dibutuhkan dalam jumlah besar, sekitar 300–400 g tergantung pada kadar opiat.
Karena kaskas relatif mahal, terkadang kaskas dicampur dengan biji bayam, yang sangat mirip dengan kaskas.[7]
Status hukum
Singapura melarang penjualan kaskas dari Papaver somniferum karena kandungan morfinnya. Selain itu, kaskas juga dilarang di Taiwan, terutama karena risiko benih yang masih hidup akan dijual dan digunakan untuk menanam candu untuk opium.[8] Tiongkok pun melarang campuran rempah-rempah yang terbuat dari kaskas dan polong candu sejak tahun 2005 karena adanya jejak opiat di dalamnya.[9][10] Arab saudi juga melarang meskipun kaskas biasa dijadikan bumbu roti pada masakan Arab karena alasan pengendalian narkoba.
Wisatawan Internasional
Wisatawan yang berkunjung ke Uni Emirat Arab sangat rentan menghadapi masalah dan hukuman berat.[11][12] Di Singapura, kaskas diklasifikasikan sebagai "barang terlarang" oleh Biro Narkotika Pusat (CNB).[13]
Galeri
-
Polong candu kering di samping stoples kaca berisi kaskas biru, abu-abu, dan putih yang digunakan untuk pastri-pastri di Jerman
-
Foto makro kaskas
-
kaskas putih, dilihat dari dekat
-
kaskas biru Ceko (sebagai makanan)
-
Tetesan getah pada polong candu yang ditoreh
-
Mikrograf elektron dari kaskas
-
Analisis sinar-X dispersif energi menunjukkan kandungan kalsium dan unsur mineral lainnya yang tinggi dalam kaskas
Referensi
- ^ Raghavan, Susheela (2006). Handbook of spices, seasonings, and flavorings. CRC Press. hlm. 158. ISBN 978-0-8493-2842-8.
- ^ a b McGee, Harold (2004). On Food and Cooking: The Science and Lore of the Kitchen. Simon and Schuster. hlm. 513. ISBN 978-0-684-80001-1.
- ^ Yearbook of Agriculture. United States Government Printing Office. 1896. hlm. 203.
- ^ Yiu H. Hui, Handbook of Food Science, Technology, and Engineering. CRC Press 2006. ISBN 0-8493-9848-7
- ^ "Poppy seed production in 2018, Crops/Regions/World list/Production Quantity (pick lists)". UN Food and Agriculture Organization, Corporate Statistical Database (FAOSTAT). 2019. Diakses tanggal 30 August 2020.
- ^ "Poppy seed production in 2018, Crops/Regions/World list/Production Quantity (pick lists)". UN Food and Agriculture Organization, Corporate Statistical Database (FAOSTAT). 2019. Diakses tanggal 30 August 2020.
- ^ Singhal, Rekha S.; Pushpa R. Kulkarni; Dinanath V. Rege (1997). Handbook of Indices of Food Quality and Authenticity. Woodhead. hlm. 414. ISBN 978-1-85573-299-5.
- ^ "Court convicts bagel shop owner over poppy seeds - Taipei Times". 4 May 2001. Diakses tanggal 20 April 2017.
- ^ "Controls over poppy seed strengthened". Asia Times. October 18, 2005. Diarsipkan dari versi asli pada March 16, 2006. Diakses tanggal April 20, 2017.
- ^ "In China, poppy seedpod is a spice too hot to handle". 21 October 2013. Diakses tanggal 20 April 2017.
- ^ Travel Warning – Khas Khas (Poppy Seed) Imprisonment in UAE Diarsipkan 2017-06-19 di Wayback Machine.. Hoax-slayer.com. Retrieved on 2015-04-24.
- ^ "Indian in UAE denies using poppy seeds as drugs". Yahoo News India. IANS. July 10, 2014. Diarsipkan dari asli tanggal March 5, 2016. Diakses tanggal July 17, 2014.
- ^ "I would like to know if I am allowed to bring poppy seeds into Singapore for my baking business". Diarsipkan dari asli tanggal April 30, 2008. Diakses tanggal 31 August 2015.