Keraton Plered
Keraton Plered | |
---|---|
ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦥ꧀ꦭꦺꦫꦺꦢ꧀ Karaton Plèrèd | |
![]() Plered (bagian bawah) dan sekitarnya, peta 1889 oleh Gerret Pieter Rouffaer | |
Informasi umum | |
Jenis | Keraton (telah hancur) |
Gaya arsitektur | Arsitektur Jawa |
Lokasi | Kabupaten Bantul |
Negara | Indonesia |
Koordinat | 7°51′48″S 110°24′41″E / 7.863471°S 110.411285°E |
Mulai dibangun | 1644 |
Pemilik | Kesultanan Mataram |
Keraton Plered (bahasa Jawa: ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦥ꧀ꦭꦺꦫꦺꦢ꧀, translit. karaton plèrèd) adalah bekas keraton dan ibu kota Kesultanan Mataram ketiga setelah Keraton Kotagede dan Keraton Karta. Dibangun pada 1644 oleh Sultan Agung sebagai ibu kota selanjutnya, pemindahannya baru terwujudkan pada 1646 oleh Amangkurat I. Status ibu kotanya berakhir pada 1677 ketika Plered diserbu oleh pasukan pemberontak pengikut Trunajaya, tetapi tetap lanjut digunakan sebagai keraton hingga 1680.
Etimologi
Nama "Plered" berasal dari kosa kata bahasa Jawa: palérédan diambil dari kata léréd yang berarti "aliran". Dengan demikian Paleredan yang kemudian disingkat menjadi Plered bermakna "pengaliran".[1]
Sejarah
Plered mulai direncanakan pada 1634 oleh Sultan Agung, mungkin setelah terjadinya kebakaran yang melahap bagian pribadi keratonnya, Karta. Pembangunan dilaksanakan pada 1644 di sebuah kanal (segoroyoso), tetapi Sultan Agung meninggal dunia sebelum pengerjaannya selesai. Pada 1647, selagi masih dalam pembangunan, ibu kota Mataram dipindahkan ke Plered oleh Amangkurat I.[2] Pada 1648, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Rijcklof van Goens, saat itu sebagai utusan Belanda untuk Mataram, mengunjungi Keraton Karta dan Plered dalam sehari.[3]
Penyerbuan oleh pasukan Trunajaya
Pada Juni 1677, ketika Pemberontakan Trunajaya berlangsung, Plered diserbu dan kemudian dijarah oleh pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Raden Kajoran. Amangkurati I beserta rombongan kecilnya telah mengungsikan diri terlebuh dahulu ke arah barat.[4]
Sebagai pertahanan dalam Perang Diponegoro
Pada 1826, ketika Perang Diponegoro berlangsung, Permakaman Imogiri yang tidak terlalu jauh dari Keraton Plered menjadi incaran kedua pihak. Belanda, menyadari pentingnya Imogiri, mulai menyusun pertahanannya, sementara Diponegoro ingin merebutnya. Untuk mencapai tujuannya, pasukan Diponegoro menduduki Plered dan menyerang rombongan yang datang untuk memasok pasukan yang menjaga Imogiri.[5]
Pada April 1826, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Josephus Jacobus van Geen menyerang Plered. Terjadi pertempuran kecil sebelum pasukan Diponegoro menarik diri. Pasukan Belanda memasuki Plered dan kemudian menrampas senjata dan hewan ternak yang ditinggalkan. Karena tidak yakin bisa mempertahankan Plered, mereka mundur kembali ke Yogyakarta. Pasukan Diponegoro kembali mendudukinya dan membangun lagi pertahanannya, termasuk sebuah embarau di depan gerbang.[5]
Pada 9 Juni 1826, pasukan Belanda yang didukung oleh pasukan pembantu dari Madura mengepung Plered. Setelah "pertempuran berdarah", pasukan Belanda berhasil menyerbunya dalam sehari. Mereka merampas semua pasokannya dan meninggalkan garnisun sebanyak 700 tentara. Meskipun demikian, Diponegoro tidak pernah mencoba merebutnya kembali.[5]
Tata letak
Karena keraton Plered telah hancur, tata letaknya hanya bisa diperkirakan dari catatan masa lalu, seperti deskripsi Rijcklof van Goens saat mengunjungi Plered tahun 1648, kunjungan Gerret Pieter Rouffaer tahun 1889, sebuah peta Plered yang dibuat oleh P. J. F. Louw tahun 1897, dan analisis dari babad yang diketahui mencatat Plered.[6]
Bentuk keraton dilaporkan sebagai bentuk persegi yang tidak simetris, dengan kecondongan sekitar 10 derajat, sementara Van Goens menggambarnya sebagai belah ketupat.[7][8]
Deskripsi tembok | Van Goens (1648) | Dagh Register (1659) | G. P. Rouffaer (1889) | Penelitian lapangan |
---|---|---|---|---|
Tinggi | ~5-6 meter | 9 meter | 5-6 meter | Sekitar 6 meter |
Ketebalan | ≤3 meter | 3 meter | 1.5 meter | 2.2-2.8 meter |
Peta Rouffaer memasukkan nama beberapa bangunan yang termasuk masjid, macan kurung, dan bagian keraton seperti Sitinggil, Keben, dan Srimanganti.[10] Sekitar kompleks keraton terdapat pemukiman yang dinamai setelah profesi penghuninya seperti Kauman untuk ulama, Gerjen untuk penjahit, dan nama ini masih ada hingga kini.[11]
Bangunan
Tidak seperti Keraton Karta yang bangunannya didominasi oleh kayu, bangunan Keraton Plered didominasi oleh batu bata. Keraton Plered dikelilingi dengan tembok-tembok setinggi 18-20 kaki dengan kedalaman 8-12 kaki.[12] Plered memiliki keraton seluas 3 hektar, dua masjid, dan alun-alun yang memiliki pohon beringin, yang setidaknya masih ada pada tahun 1989. Sementara bangunan-bangunan lainnya masih harus diidentifikasi.[13]
Kondisi bangunan Keraton Plered kini rata dengan tanah. Hal ini tak lepas dari serangan Trunajaya yang dibantu oleh Karaeng Galesong karena merasa tidak puas atas sikap Amangkurat I yang telah bersekutu dengan Belanda. Sisa-sisa bangunan keraton dapat ditemui di beberapa situs seperti Situs Pungkuran yang awalnya adalah bekas pondasi benteng keraton. Kemudia ada beberapa situs yang kini menjadi nama perkampungan seperti Kedaton, Segaryasa, Kepuntren, dan Kauman.[14]
Lihat pula
Referensi
Kutipan
- ^ Poerwadarminta, W.J.S (1939). Baoesastra Djawa (dalam bahasa Jawa). Batavia: J.B. Wolters. ISBN 0834803496.
- ^ Dumarçay 1989, hlm. 191.
- ^ De Graaf 1961, hlm. 10.
- ^ De Graaf 1962, hlm. 186-187.
- ^ a b c Dumarçay 1989, hlm. 197.
- ^ Alifah & Priswanto 2012, hlm. 187-189.
- ^ Alifah & Priswanto 2012, hlm. 187.
- ^ Alifah & Priswanto 2012, hlm. 192.
- ^ Alifah & Priswanto 2012, hlm. 187-190.
- ^ Pratama & Priswanto 2013, hlm. 243.
- ^ Pratama & Priswanto 2013, hlm. 243-244.
- ^ Siswanta et al. 37.
- ^ Dumarçay 1989, hlm. 195.
- ^ Siswanta, Siswanta (2019-04-01). "Sejarah Perkembangan Mataram Islam Kraton Plered". KARMAWIBANGGA: Historical Studies Journal. 2 (1). doi:10.31316/fkip.v2i1.329. ISSN 2715-4483.
Sumber
- Alifah; Priswanto, Hery (2012). "Benteng Kraton Pleret: Data Historis dan Data Arkeologi". Berkala Arkeologi. 32 (2). Balai Arkeologi Yogyakarta. doi:10.30883/jba.v32i2.56.
- De Graaf, Hermanus Johannes (1961). De regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram 1646-1677: I: De ontbinding van het rijk. Vol. 33. Brill. doi:10.1163/j.ctvbqs4bs. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- De Graaf, Hermanus Johannes (1962). De regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram 1646-1677: II: Opstand en ondergang. Vol. 39. Brill. doi:10.1163/j.ctvbqs7rx. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- Dumarçay, Jacques (1989). "Plered, capitale d'Amangkurat Ier". Archipel. 37 (37).
- Pratama, Henki Riko; Priswanto, Hery (2013). "Sebuah Informasi Mutakhir Hasil Penelitian Tahun 2013 di Situs Kedaton Pleret, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta". Berkala Arkeologi. 33 (2). Balai Arkeologi Yogyakarta. doi:10.30883/jba.v32i2.56.
- Siswanta (2020). "Sejarah Perkembangan Mataram Islam Kraton Plered". Karmawibangga. 2 (1). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Yogyakarta: 37. ISSN 2715-4483.