Kerusuhan Surosowan (1750)
Kerusuhan Surosowan bisa disebut juga sebagai Pemberontakan Ki Tapa. Kerusuhan/Pemberontakan ini terjadi karena kelicikan Ratu Syarifah Fatima yang ingin menguasai Banten. Kelicikannya membuat kekacauan di dalam pemerintahan Banten yang menimbulkan pemberontakan baik rakyat maupun bangsawan Banten,[1] Pemberontakan Ki Tapa ini sangat menimbulkan kekacauan di Banten dan Batavia yang membuat Gubernur-Jenderal Batavia turun tangan atas pemberontakan ini.
Kerusuhan Surosowan | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Peperangan Banten–Belanda | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
![]() |
Pro-Ratu Syarifah Fatima![]() | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
Ratu Syarifah Fatima (POW) Sultan Syarifuddin Ratu Wakil (POW) ![]() ![]() | ||||||
Kekuatan | |||||||
7,000 pasukan[8][9][10][11] | 2,610 pasukan[8][9][10][11] |
Latar belakang
Di Keraton Surosowan terjadi keributan dan kekacauan pemerintahan. Sultan Zainul Arifin tidak mampu melepaskan diri dari pengaruh Ratu Syarifah Fatimah. Ketidak berdayaan itu terlihat dari keputusan Sultan Zainul Arifin yang membatalkan penunjukan Pangeran Gusti sebagai putra mahkota. Atas pengaruh Ratu Syarifah Fatimah dan persetujuan VOC, Sultan Zainul Arifin mengangkat Pangeran Syarif Abdullah, menantu Ratu Fatimah dari suaminya yang terdahulu, menjadi putra mahkota.[4][6][10][7]
Penculikan Pangeran Gusti
Setelah dibatalkan sebagai putra mahkota, atas suruhan Ratu Syarifah Fatimah, Pangeran Gusti disuruh pergi ke Batavia dan di tengah perjalanan ditangkap tentara VOC dan diasingkan ke Ceylon pada tahun 1747.[5][4][8][12][9][10][13] Tidak lama setelah penculikan Pangeran Gusti, Lalu diangkat lah menantunya Pangeran Syarif Abdullah menjadi putra mahkota, Ratu Syarifah Fatimah memfitnah suaminya(Sultan Zainul Arifin) gila sehingga sultan ditangkap oleh VOC dan diasingkan ke Ambon sampai meninggal di sana.[8][6][12][9] Sebagai gantinya Pangeran Syarif Abdullah dinobatkan sebagai Sultan Banten pada tahun 1750 dengan gelar Sultan Syarifuddin Ratu Wakil. Meskipun demikian, Ratu Fatimah-lah yang memegang kuasa atas pemerintahan di Kesultanan Banten.[4][8][6]
Dalam beberapa penulisan sejarah Kesultanan Banten Sultan Syarifuddin Ratu Wakil biasa ditulis sebagai Sultan Banten ke 11, sedangkan bagi Keluarga Besar Kesultanan Banten tidak mengakui beliau Sebagai Sultan Banten yang sah, sehingga hal ini menimbulkan perbedaan dalam penulisan pengurutan para Sultan Banten. Sehingga untuk membedakan antara Sultan Banten Penuh dan Sultan Wakil dalam tulisan ini digunakan pula tulisan Sultan Penuh.[4]
Kecurangan yang dilakukan Ratu Fatimah ini bagi rakyat dan sebagian pembesar negeri merupakan suatu penghinaan besar dan penghianatan yang sudah tidak bisa diampuni lagi sehingga terjadi perlawanan bersenjata.[8]
Jalannya pemberontakan
Sifat Ratu Fatima ini sangat menghina pembesar dan bangsawan Banten, oleh karena itu terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Kyai Tapa dan Ratu Bagus/Tubagus Buang.
Penyerbuan Surosowan
Awalnya pasukan mereka dibagi 2, Ratu Bagus Buang yang akan menyerbu Surosowan dan Ki Tapa akan mencegat pasukan Belanda yang akan membantu Ratu Fatima. Penyerbuan ke Surosowan pun dilakukan oleh Ratu Bagus Buang dengan hebat yang memaksa pasukan Ratu Fatima bertahan di benteng saja,[14][15][11] Ki Tapa pula sangat berhasil mencegat pasukan Belanda yang akan membantu Ratu Fatima, namun Batavia mendapatkan bantuan dari negeri Belanda yang mengakibatkan gagalnya penyerbuan ke Surosowan ini.[4][12][10][13][16]
Penangkapan Ratu Fatima & Sultan Syarifuddin
Pemberontakan, penculikan,pengahancuran,dan pembunuhan terjadi dimana mana, Untuk mengatasi hal ini Gubernur-Jenderal Batavia yaitu Jacob Mossel memerintahkan wakilnya yang berada di Banten untuk menangkap Ratu Fatima dan Sultan Syarifuddin untuk diasingkan ke Ambon.[17] Setelah ditangkap mereka pun diasingkan ke Maluku Ratu Fatima di asingkan ke Saparua sedangkan Sultan Syarifuddin diasingkan ke Banda.[18] Setelah pengasingan mereka, Belanda menjemput kembali Pangeran Gusti untuk dijadikan putra mahkota, sembari menunggu kepulangan Pangeran Gusti, Belanda mengangkat Pangeran Arya Adisantika sebagai Sultan Banten. Setelah pulangnya Pangeran Gusti ia pun diangkat menjadi Putra Mahkota[4][6][12][14][5][10][13][15][19]
Gerilya Ki Tapa dan Ki Bagus Buang
Walaupun Ratu Fatima dan Sultan Syarifuddin sudah diasingkan dan dikembalikannya Pangeran Gusti perlawanan tetap saja tidak mereda. Ki Tapa dan Ki Bagus Buang selalu melakukan penculikan dan pembunuhan disekitar Surosowan. Mengatahui hal itu Belanda mengadakan perlawanan terhadap Ki Tapa dan Ki Bagus Buang, Melalui banyak pertempuran antara Belanda dan Ki Tapa-Ki Bagus Buang, akhirnya Ki Tapa-Ki Bagus Buang dapat dipukul mundur hingga ke Bogor.[4][6][8][12][13]
Pengangkatan dan Perjanjian Banten–Belanda
Pada saat pertempuran antara Belanda dan Ki Tapa-Ki Bagus Buang, Belanda mengangkat Pangeran Arya Adisantika sebagai Sultan Banten dengan Gelar Sultan Abulma'ali Muhammad Wasi'Zainul Alimin dan Pangeran Gusti ditetapkan sebagai putra mahkota,[9] Namun pengangkatan Sultan harus menandatangani perjanjian sebagai berikut:[20][12][10]
1.Banten dibawah kekuasaan penuh Kompeni walaupun pemerintahan tetap ditangan Sultan.
2.Sultan akan mengirim utusan ke Batavia setiap tahun sambil membawa upeti berupa lada yang jumlahnya ditetapkan kompeni saja
3.Hanya kompeni Belanda yang boleh mendirikan benteng di Banten.
4.Banten hanya boleh menjual kopi dan tebu kepada kompeni saja.
5.Sejalan dengan bunyi pasal 4, banyaknya produksi kopi dan tebu di Banten haruslah ditentukan kompeni.
Mengetahui perjanjian itu Pangeran Gusti, bangsawan, dan pembesar Banten lainnya tidak suka dengan hal itu, Mereka segera menemui Ki Tapa dan Ki Bagus Buang dipedalaman untuk kembali mengadakan perlawanan terhadap Belanda.[20][8]
Pertempuran Surosowan–Caringin
Akhirnya Ki Tapa dan Ki Bagus Buang dan bangsawan Banten mengadakan perlawanan di Surosowan dan Caringin, Ki Tapa-Ki Bagus buang melakukan perlawanan diluar kota Surosowan, sedangkan Bangsawan dan Rakyat Banten melakukannya di Kota Surosowan. Akhirnya pertempuran pun dapat dibubarkan dengan sangat berat oleh Belanda, Ki Tapa lari ke Jawa Timur[20] dan bergabung dengan pasukan Pangeran Sambernyawa dan tidak pernah ditemukan lagi.[6][12][14][10][13] Sedangkan Ki Bagus Buang masih melakukan perlawanan hingga 1757.
Akhir pemberontakan
Karena Belanda tidak ingin kekalahan di antara Banten dan Mataram. Belanda menyuruh Jacob Mossel untuk menangkap Ratu Fatima dan Sultan Syarifuddin karena sebagai biang dari pemberontakan ini. setelah itu. Belanda pergi ke Ceylon untuk mengembalikan Pangeran Gusti ke Banten sebagai putra mahkota.[4][8][6][12][9][5]
"Setelah itu, Banten secara resmi menjadi suatu wilayah jajahan VOC. Banten kembali damai, tetapi perdamaian tercapai bersama-sama dengan tunduknya kepada kekuasaan VOC"
tulis Ricklefs.
Referensi
- ^ Darmawan (2016). Jejak Kyai Tapa: Awal Konflik Internal Banten: Penyusupan Agen Wanita VOC ke Jantung Keraton. web.archive.org.
- ^ P. J. B. C. Robide Van Der AA 1881, hlm. 12.
- ^ Aris Muzhiat 2022, hlm. 56.
- ^ a b c d e f g h i j k Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 120.
- ^ a b c d Darussalam, J. S (2023). Banteng Banten dalam kisah Perempuan yang ambisius duduki Tahta Kerajaan. bantenhits.com.
- ^ a b c d e f g h AJ, Susmana (2016). Pemberontakan Kyai Tapa. berdikarionline.com.
- ^ a b Ucu, Mutmainah (2023). Tubagus Buang dan Kyai Tapa, Penyelamat Kesultanan Banten. kabarbanten.pikiran-rakyat.com. hlm. 2.
- ^ a b c d e f g h i Verelladevanka, Adryamarthanino (2021). Kyai Tapa Adik Sultan Banten yang memberontak terhadap VOC. Kompas.com.
- ^ a b c d e f Rushdy, Hoesein (2006). KIAI TAPA. sejarahkita.blogspot.com.
- ^ a b c d e f g h Wiyonggo, Seto (2016). Sejarah peperangan Kyai Tapa Banten. wiyonggoputih.blogspot.com.
- ^ a b c P. J. B. C. Robide Van Der AA 1881, hlm. 10.
- ^ a b c d e f g h Ilham Aulia, Japra (2023). Menuju Kehancuran II (Pemberontakan Ki Tapa dan Ki Bagus Buang). damarbanten.com.
- ^ a b c d e Sekilas sejarah Ratu Bagus Buang (Pangeran Ahmad Burhan). rminubanten.co.id. 2022.
- ^ a b c Rizki, Aiditya (2014). Pemberontakan Ki Tapa (Pahlawan Banten).
{{cite book}}
: ( ) - ^ a b Ucu Mutmainah 2023, hlm. 4.
- ^ Prahara di Bantam Raya:Duet pejuang Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang. jernih.co. 2019.
- ^ Aris Muzhiat 2022, hlm. 55.
- ^ P. J. B. C. Robide Van Der AA 1881, hlm. 14.
- ^ Hendri F, Isnaeni (2013). Ratu Banten ditahan du Pulau Edam. historia.id.
- ^ a b c Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari 1989, hlm. 121.
Daftar Pustaka
- Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari. 1989. Catatan masalalu Banten. Serang: Pengurus Daerah Tingkat II Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kapubaten Serang
- P. J. B. C. Robide Van Der AA, (1881), De Groote Bantamsche Opstand In Het Midden Der Vorige Eeuw, S'Gravenhage : Martinus Nijhoff.
- Aris Muzhiat, (2022), Gerakan sosial masyarakat Banten abad ke-XIX:Gejolak ekonomi, politik dan agama, 1808-1845, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta