Penaklukan Iberia oleh Muslim
Penaklukan Muslim atas Semenanjung Iberia | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari the penaklukan awal Muslim | |||||||||
![]() Peta penaklukan atas Hispania | |||||||||
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
Kekhalifahan Umayyah |
Kerajaan Visigoth Kerajaan Asturias | ||||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
Al-Walid ibn Abd al-Malik Musa ibn Nusayr Tariq ibn Ziyad Tarif ibn Malik Abd al-Aziz ibn Musa Uthman ibn Naissa Julian, Comte Ceuta |
Roderic ⚔ Theodemir ![]() Achila II ⚔ Oppas (MIA) Ardo Pelagius dari Asturias Peter dari Cantabria |
Penaklukan Iberia oleh Muslim (711–720-an), juga dikenal sebagai penaklukan Arab atas Spanyol,[1] adalah penaklukan Umayyah atas Kerajaan Visigoth Hispania pada awal abad ke-8. Penaklukan ini mengakhiri kekuasaan Kristen di sebagian besar wilayah Iberia dan membentuk pemerintahan Muslim Arab-Moor yang dikenal sebagai al-Andalus, di bawah dinasti Umayyah.
Pada masa kekhalifahan al-Walid I (m. 705–715), panglima militer Tariq ibn Ziyad berangkat dari Afrika Utara pada awal 711 menyeberangi Selat Gibraltar dengan sekitar 1.700 orang untuk menyerang Kerajaan Toledo, yang mencakup bekas wilayah Hispania Romawi.[2][3] Setelah mengalahkan Raja Roderic di Pertempuran Guadalete pada Juli tahun yang sama, Tariq mendapat bala bantuan dari pasukan Arab pimpinan wali Musa ibn Nusayr dan melanjutkan serangan ke utara.
Latar belakang
Sejarawan al-Tabari meriwayatkan sebuah tradisi yang dikaitkan dengan Khalifah Utsman, yang menyatakan bahwa jalan menuju Konstantinopel adalah melalui Hispania: "Hanya melalui Spanyol Konstantinopel dapat ditaklukkan. Jika engkau menaklukkan [Spanyol] maka engkau akan mendapat bagian dari pahala orang-orang yang menaklukkan [Konstantinopel]". Penaklukan Hispania terjadi setelah penaklukan Maghreb.[4] Walter Kaegi menilai riwayat Tabari ini meragukan dan berpendapat bahwa penaklukan wilayah paling barat Laut Tengah lebih didorong oleh peluang militer, politik, dan agama, bukan perubahan arah karena kegagalan Muslim dalam menaklukkan Konstantinopel pada 678.[4]
Apa yang sebenarnya terjadi di Iberia pada awal abad ke-8 masih belum pasti. Satu-satunya sumber Kristen sezaman adalah Kronik 754, yang berakhir pada tahun itu dan dianggap dapat dipercaya meskipun sering samar.[5] Tidak ada catatan Muslim sezaman, dan kompilasi Muslim kemudian, seperti karya Al-Maqqari dari abad ke-17, mencerminkan pengaruh ideologis masa belakangan.[6] Roger Collins menulis bahwa kelangkaan sumber awal berarti klaim detail yang spesifik harus dianggap dengan hati-hati.[7]
Kaum Umayyah merebut Hispania dari Visigoth,[8] yang telah memerintah selama kurang lebih 300 tahun.[8] Pada masa penaklukan, kelas atas Visigoth mulai terpecah[9] dan mengalami banyak masalah suksesi serta mempertahankan kekuasaan.[9] Hal ini sebagian disebabkan karena Visigoth hanya merupakan 1–2% dari populasi,[9] yang membuat sulit mempertahankan kendali atas penduduk yang mudah memberontak.
Penguasa saat itu adalah Raja Roderic[10], namun cara ia naik tahta tidak jelas. Ada kisah tentang perselisihan dengan Achila II, putra pendahulunya Wittiza. Daftar raja belakangan yang mencatat Achila dan menghilangkan Roderic konsisten dengan catatan sezaman tentang perang saudara.[11] Bukti numismatik menunjukkan adanya pembagian otoritas kerajaan, dengan beberapa mata uang dicetak, dan bahwa Achila II tetap menjadi raja di Tarraconsense (lembah Ebro) dan Septimania hingga sekitar 713.[12] Kronik 754 menggambarkan Roderic sebagai perebut tahta yang mendapatkan dukungan Goth lain melalui tipu daya, sedangkan Kronik Alfonso III dari akhir abad ke-9—yang kurang dapat diandalkan—memperlihatkan permusuhan terhadap Oppa, uskup Sevilla (atau Toledo) yang mungkin saudara Wittiza, dan memunculkannya dalam dialog heroik yang meragukan dengan Pelagius.[13]
Ada pula cerita tentang Julian, comte Ceuta, yang istri atau putrinya diperkosa oleh Roderic dan kemudian mencari bantuan dari Tangier.[14] Namun, kisah ini tidak ditemukan dalam catatan paling awal tentang penaklukan.[15]
Misi pengintaian pertama Musa ibn Nusayr ke Hispania kembali dengan laporan tentang "kemegahan dan keindahan", yang meningkatkan keinginan Muslim untuk menaklukkan Hispania. Dalam salah satu serangan pada 710, Muslim "melakukan beberapa serangan ke daratan, menghasilkan banyak rampasan dan tawanan, yang begitu tampan hingga Musa dan rekan-rekannya belum pernah melihat yang seperti mereka".[16]
Menurut kronik Ahmad al-Maqqari yang ditulis 900 tahun kemudian, penduduk Hispania memandang orang-orang Berber sebagaimana orang Bizantium memandang orang Arab—sebagai barbar—dan takut akan invasi mereka.[16][17]
Setiap kali beberapa suku Berber yang tersebar di sepanjang pantai utara Afrika kebetulan mendekati pantai, ketakutan dan kepanikan orang-orang Yunani [Iberia] akan meningkat, mereka akan lari ke segala arah karena takut akan ancaman invasi, dan rasa takut mereka terhadap orang Berber tumbuh begitu besar hingga menjadi sifat bawaan mereka, dan di kemudian hari menjadi ciri menonjol dalam karakter mereka. Di sisi lain, orang-orang Berber yang mengetahui kebencian dan permusuhan orang Andalus terhadap mereka, semakin membenci dan iri, hal ini menjadi alasan mengapa bahkan lama kemudian jarang ditemukan orang Berber yang tidak membenci orang Andalusia [keturunan Spanyol/Kristen] dengan sepenuh hati, dan sebaliknya, hanya saja orang Berber lebih membutuhkan orang Andalusia daripada sebaliknya.
Pembentukan Entitas Politik Umayyah di Al-Andalus
Menurut sejarawan Ibn Abd al-Hakam, pada tahun 711 gubernur Tangier, Tariq ibn Ziyad, memimpin sekitar 7.000 pasukan dari Afrika Utara menuju Spanyol selatan. Satu setengah abad kemudian, Ibn Abd al-Hakam menulis bahwa “orang-orang Andalus tidak memperhatikan mereka, mengira kapal-kapal yang lewat hanyalah kapal dagang seperti biasa.” Pada bulan Juli tahun yang sama, pasukan Tariq berhasil mengalahkan pasukan Visigoth yang dipimpin Raja Roderic dalam Pertempuran Guadalete, yang menjadi titik penentu.[18]
Pada tahun 712, pasukan Tariq mendapat tambahan kekuatan dari pasukan atasannya, wali Musa ibn Nusayr, yang memimpin invasi kedua. Dalam hitungan tahun, keduanya berhasil menguasai lebih dari dua pertiga wilayah Semenanjung Iberia. Invasi kedua ini membawa 18.000 tentara, sebagian besar berasal dari kalangan Arab, yang dengan cepat merebut Seville, mengalahkan pendukung Roderic di Mérida, lalu bergabung dengan pasukan Tariq di Talavera. Setahun kemudian, pasukan gabungan itu bergerak ke Galicia dan wilayah timur laut, merebut Léon, Astorga, dan Zaragoza.[19][20]
Menurut sejarawan Muslim Al-Tabari,[21] serangan pertama ke wilayah Iberia terjadi sekitar enam puluh tahun sebelumnya, pada masa kekhalifahan Utsman dari Khulafaur Rasyidin. Sejarawan Muslim terkenal abad ke-13, Ibn Kathir, [22] riwayat yang sama, menyebutkan adanya ekspedisi yang dipimpin oleh Abd Allah bin Nafi al-Husayn dan Abd Allah bin Nafi al-Abd al-Qays pada tahun 32 H (654 M). Namun, tidak ada bukti kuat yang mendukung terjadinya kampanye tersebut.[23]
Ekspedisi pertama Tariq sebagian besar terdiri dari Berber, yang baru saja berada di bawah pengaruh Muslim. Kemungkinan besar pasukan ini merupakan kelanjutan dari pola serangan besar-besaran ke Iberia sejak periode pra-Islam,[8] sehingga diduga penaklukan permanen awalnya tidak direncanakan. Baik Kronik 754 maupun sumber Muslim kemudian menyebut adanya aktivitas penyerbuan pada tahun-tahun sebelumnya, dan pasukan Tariq mungkin telah berada di wilayah tersebut sebelum pertempuran besar. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa pasukan awal dipimpin seorang Berber dan bahwa Musa, gubernur Umayyah di Afrika Utara, baru datang tahun berikutnya—kemungkinan karena awalnya ia menganggap ini sekadar serangan, namun bergegas datang setelah kemenangan mengejutkan.
Sejarawan Abd al-Wāḥid Dhannūn Ṭāhā mencatat bahwa beberapa penulis Arab-Muslim menyebutkan bahwa Tariq menyeberang tanpa memberitahu atasannya, wali Musa.[24] Kronik 754 juga menyatakan banyak penduduk kota melarikan diri ke pegunungan daripada mempertahankan kota mereka, yang mendukung anggapan bahwa ini awalnya dianggap serangan sementara, bukan pergantian kekuasaan permanen.
Sumber itu menyebutkan "seluruh pasukan Goth, yang datang bersamanya [Roderic] karena ambisi kekuasaan, melarikan diri." Inilah satu-satunya catatan sezaman tentang pertempuran tersebut. Lokasi pertempuran kemungkinan di Sungai Guadalete. Roderic diyakini tewas, dan kekalahan telak ini membuat Visigoth tanpa pemimpin efektif—terlebih karena populasi penguasa Visigoth diperkirakan hanya 1–2% dari total penduduk.[25]
Kekosongan kekuasaan ini kemungkinan mengejutkan Tariq dan memudahkan penaklukan Muslim. Hal ini juga mungkin disambut oleh petani Hispano-Romawi yang kecewa dengan perbedaan hukum, bahasa, dan sosial antara mereka dengan keluarga kerajaan Visigoth yang dianggap "barbar" dan "dekaden".[26]
Futuhat
Thariq bin Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Moor yang didukung oleh Musa bin Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah Al-Walid I. Pasukan ini kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad, dan menguasai sebuah gunung dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq), kemudian di daerah ini membuat pertahanan serta tempat menyiapkan pasukan untuk memulai penaklukan. Dalam pertempuran yang dikenal dengan Pertempuran Guadalete, Raja Roderikus dapat dikalahkan. Dari situ Thariq bin Ziyad dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Corduba, Granata dan Toletum (ibu kota Visigoth saat itu). Sebelumnya, Thariq bin Ziyad menaklukkan kota Toletum, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa bin Nushair di Afrika Utara, yang kemudian mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5.000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq bin Ziyad seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Visigoth yang jauh lebih besar, 100.000 orang.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq bin Ziyad membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa bin Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan tersebut. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa bin Nushair berhasil menaklukkan Asidonia, Carmo, Hispalis, dan Emerita Augusta serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth lainnya, Theodomirus dari Auraiola, ia bergabung dengan Thariq bin Ziyad di Toletum. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Caesaraugusta sampai Navarra.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz pada tahun 717. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar Pegunungan Pirenia dan Prancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada As-Samh bin Malik Al-Khaulani, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 721. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada 'Abdur Rahman al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordeaux, Poitiers, dan dari sini ia mencoba menyerang kota Tours. Akan tetapi, di antara kota Poitiers dan Tours itu, ia ditahan oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Prancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avignon (tahun 734), ke Lyon (tahun 743), dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, Mallorca, Korsika, Sardegna, Kreta, Rhodos, Siprus dan sebagian dari Sisilia juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.
Faktor penentu
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam tampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Visigoth sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Iberia terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothik bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Iberia dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.
Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas, dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam. Berkenaan dengan itu Syed Ameer Ali, seperti dikutip oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika Timur dan Barat menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan, tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi penguasa Visigoth. Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat. Akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakkan. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam pada tahun 711. Perpecahan itu amat banyak coraknya, dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Visigoth berdiri.
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Iberia, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu Iberia masih berada di bawah pemerintahan Romawi, berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri dan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah berada di bawah kekuasaan kerajaan Visigoth, perekonomian Iberia lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah dibiarkan telantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu daerah dan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Roderikus, Raja Visigoth terakhir yang dikalahkan Islam. Awal kehancuran kerajaan Visigoth adalah ketika Raja Roderikus memindahkan ibu kota negaranya dari Hispalis ke Toletum, sementara Vitiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toletum, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achilla, kakak dan anak Vitiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderikus. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum Muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderikus dengan Graf Yulianus, mantan penguasa wilayah Septa. Yulianus juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Iberia. Yulianus bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Thariq dan Musa.
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderikus yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokon-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum Muslimin itu menyebabkan penduduk Iberia menyambut kehadiran Islam di sana.
Kronologi
- Abad ke-6 - Bangsawan-bangsawan Visigoth berkembang menjadi tuan-tuan tanah.
- 710 - Tharif bin Malik memimpin 400 orang bersama 100 kuda mendarat dan melakukan ekspedisi di ujung selatan benua Eropa di Iberia yang kini disebut Tarifa, diambil dari namanya.
- 711 - Musa bin Nushair, Wali (Gubernur) Ifriqiya (Afrika Utara), mengirim pasukan pimpinan Thariq bin Ziyad ke Iberia, menyusul kesuksesan ekspedisi Tarif dan adanya permasalahan pada Dinasti Visigoth di Hispania.
- 19 Juli 711 - Pasukan Thariq bin Ziyad, dibantu oleh Yulianus dari Septa[butuh rujukan], mengalahkan pasukan Raja Visigoth Roderikus, dekat Sungai Guadalete.
- Juni 712 - Orang-orang Syria datang ke Hispania, dan menyerang kota-kota serta benteng-benteng yang tidak didekati Tariq bin Ziyad
- Februari 715 - Musa bin Nushair, memasuki Damaskus bersama tawanannya raja-raja dan bangsawan Visigoth, bersama ribuan tawanan lainnya, untuk memberikan penghormatan kepada khalifah Islam di Damaskus.
- ? (sekitar 715-716) - Musa bin Nusair meninggal di Hijaz saat sedang melakukan ibadah Haji. Anaknya 'Abdul 'Aziz bin Musa ditunjuk sebagai Gubernur Al-Andalus, dengan ibu kota Sevilla. Abdul Malik juga menikahi janda Roderikus, Egilona dari Dinasti Balti.
- 717-718 - Wali (Gubernur) Al-Hurr bin Abdurrahman ats-Tsaqafi menyeberangi Pirenia, dan memimpin serangan ke Septimania. Sebagian besar dari serangan ini mengalami kegagalan.
- 719 - Gubernur As-Samh bin Malik Al-Khaulani, memindahkan ibu kota Al-Andalus dari Sevilla ke Kordoba.
- Musim semi 732 - Wali Abdurrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi bergerak melalui Pirenia barat, menyeberanginya, dan mengalahkan Adipati Odo dari Aquitaine di tepi sungai Garonne.
- Oktober 732 - Pertempuran Tours (Balat Al Shuhada`). Abdurrahman Al-Ghafiqi, berhadapan dengan Charles Martel. Martel memenangkan pertempuran ini, menghentikan gelombang penaklukan Umayyah di Eropa. Abdurrahman sendiri gugur dalam pertempuran ini.
- 734-742 - Kerusuhan antara etnis-etnis di Al-Andalus.
- 755 - Bangsawan Umayyah Abdurrahman I, melarikan diri dari Damaskus, menyusul jatuhnya pemerintahan Umayyah ke tangan Bani Abbasiyah. Pada akhir 755 ia mendarat di Granada, Al-Andalus
- 756 - Abdurrahman I mengalahkan Wali Al-Andalus Yusuf Al-Fihri pada Pertempuran Musarah di luar kota Kordoba. Ia lalu menunjuk dirinya sebagai Amir Al-Andalus dan digelari Ad-Dakhil (yang Masuk).
Lihat pula
Catatan kaki
- ^ Breit, Michael (24 September 2009). "The Arab conquest of Spain, 710–797. By Roger Collins. (A History of Spain, Vol. III.) pp. xii, 239. Oxford, Basil Blackwell, 1989". Journal of the Royal Asiatic Society (dalam bahasa Inggris). 1 (2): 273–276. doi:10.1017/S1356186300000651. ISSN 1474-0591.
- ^ Nagy, Luqman (2008). The book of Islamic dynasties: a celebration of Islamic history and culture. Ta-Ha Publishers Ltd. hlm. 9. ISBN 9781842000915.
- ^ Andalusí, Fundación El Legado. Maroc et Espagne: une histoire commune publié par Fundación El Legado Andalusí. Fundación El legado andalusì. ISBN 9788496395046. Diakses tanggal 26 May 2010 – via Books google.
- ^ a b Walter E. Kaegi (2010). Muslim Expansion and Byzantine Collapse in North Africa. Cambridge University Press. hlm. 260. ISBN 9780521196772.
- ^
- ^
- ^
- ^ a b c Kennedy, Hugh (Hugh N.) (1996). Muslim Spain and Portugal: a political history of al-Andalus. London: Longman. ISBN 0-582-49515-6. OCLC 34746098.
- ^ a b c Catlos, Brian A. (2018). Kingdoms of Faith: A New History of Islamic Spain (Edisi First). New York. ISBN 978-0-465-05587-6. OCLC 1003304619. Pemeliharaan CS1: Lokasi tanpa penerbit (link)
- ^ Collins, Roger (1983). Early Medieval Spain. New York: St. Martin's Press. hlm. 151. ISBN 0-312-22464-8.
- ^
- ^
- ^
- ^
- ^ Rucquoi mencatat bahwa kisah tentang istri atau putri Comte Julian tidak muncul dalam Kronik 754 dan menganggapnya "mungkin legenda", meskipun ia menilai mungkin ada kebenaran dalam cerita tentang keluarga Wittiza; Rucquoi, Adèle (1993), Histoire médiéval de la Péninsule ibérique, Éditions du Seuil, hlm. 71, ISBN 2-02-012935-3
- ^ a b Maqqarī, Aḥmad ibn Muḥammad; Al-Khaṭīb, Ibn (1840). "The History of the Mohammedan Dynasties in Spain: Extracted from the Nafhu-t-tíb Min Ghosni-l-Andalusi-r-rattíb Wa Táríkh Lisánu-d-Dín Ibni-l-Khattíb".
- ^ Al-Makkari, Ahmed ibn Mohammed (2002). The History of the Mohammedan Dynasties in Spain. Psychology Press. hlm. 259. ISBN 9780415297714.
- ^ "Taariq Ibn Ziyaad the Conqueror of Andalusia".
- ^ Rogers, Clifford J. (2010). The Oxford Encyclopedia of Medieval Warfare and Military Technology. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-533403-6.
- ^ Esposito, John L. (2000). The Oxford History of Islam. Oxford University Press. hlm. 21. ISBN 978-0-19-988041-6.
- ^ Lihat: Tarikh al-Tabari
- ^ Lihat: Al-Bidayah wa al-Nihayah
- ^ Humphreys, R. Stephen (1990). The History of al-Tabari Vol. 15. SUNY Press. hlm. 22. ISBN 9780791401545.
- ^ Ṭāhā, Abd al-Wāḥid Dhannūn (1989). The Muslim Conquest and Settlement of North Africa and Spain. Routledge. hlm. 85. ISBN 9780415004749.
- ^ Ripoll López, Gisela (1989). "Características generales del poblamiento y la arqueología funeraria visigoda de Hispania". Espacio, Tiempo y Forma, S. I, Prehist. y Arqueol., t. 2. hlm. 389–418. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal August 12, 2010. Diakses tanggal 27 November 2017.
- ^ Lomax, D.W. (1978). The Reconquest of Spain. Longman. hlm. 15–16.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
dengan nama "FOOTNOTECollins198928" yang didefinisikan di <references>
tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
dengan nama "FOOTNOTECollins198931" yang didefinisikan di <references>
tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
dengan nama "FOOTNOTECollins198925–26" yang didefinisikan di <references>
tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
dengan nama "FOOTNOTECollins198933" yang didefinisikan di <references>
tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
dengan nama "FOOTNOTECollins198932–33" yang didefinisikan di <references>
tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
dengan nama "FOOTNOTECollins198917, 32–33" yang didefinisikan di <references>
tidak digunakan pada teks sebelumnya.
<ref>
dengan nama "FOOTNOTECollins198931–32" yang didefinisikan di <references>
tidak digunakan pada teks sebelumnya.