Perang Sumedang–Cirebon
Perang Sumedang–Cirebon adalah konflik antar 2 kerajaan Jawa Barat yaitu Kesultanan Cirebon dan Kerajaan Sumedang Larang. Perang ini dipicu oleh Peristiwa Harisbaya, yaitu terjadinya perselingkuhan antara Raja Kusumadinata II atau dikenal sebagai Prabu Geusan Ulun (Raja Sumedang Larang) dengan Ratu Harisbaya, selir Panembahan Ratu I (Sultan Cirebon) yang melarikan diri ke Sumedang.[1][2]
Perang Sumedang–Cirebon | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
![]() | Kerajaan Sumedang Larang | ||||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
![]() |
Prabu Geusan Ulun ![]() Jayaperkasa † Depati Aji ![]() | ||||||||
Kekuatan | |||||||||
![]() | 1,400 pasukan | ||||||||
Korban | |||||||||
tidak diketahui | 300 terbunuh |
Latar belakang
Prabu Geusan Ulun di masa muda menghabiskan waktunya di Demak Bintoro untuk memperdalam ilmu agama, dimana ia berkenalan dengan Harisbaya yang saat itu belum menikah. Ketika sudah menjadi raja, Prabu Geusan Ulun melakukan perjalanan ke Cirebon untuk bersilaturahmi dengan Sultan Panembahan Ratu I. Saat Prabu Geusan Ulun berada di Cirebon, ia kembali bertemu dengan Harisbaya yang sudah menjadi selir Sultan Cirebon. Harisbaya memohon agar membawa dia dibawa ke Sumedang karena tidak bahagia tinggal di Pakungwati. Prabu Geusan Ulun pun menyanggupi pendapat itu. Saat pagi hari, Panembahan Ratu I tidak menemukan Harisbaya dan memutuskan untuk mencarinya. ketika menyadari bahwa Harisbaya menghilang, Panembahan Ratu I mencurigai Prabu Geusan Ulun adalah pelakunya, dan Sultan Cirebon tersebut memerintahkan angkatan perangnya untuk menyerang Sumedang.
Akibat dan Dampak
Akibat dari perang ini mengakhiri hubungan persahabatan antara kedua kerajaan. Kehilangan wilayah kekuasaan berupa Sindangkasih menyebabkan Sumedang Larang semakin lemah. Peristiwa ini juga mencoreng nama Prabu Geusan Ulun, dimana rakyat Sumedang banyak memilih untuk meninggalkan Sumedang dan tinggal di tempat lain.[4] Saat itu Sumedang juga harus menghadapi serangan Banten yang saling berebut wilayah dan pengaruh di bekas Kerajaan Sunda. Sumedang Larang yang semakin tak berdaya akhirnya meminta perlindungan kepada Mataram sejak tahun 1620, dimana Sumedang Larang tak lagi berdiri sebagai kerajaan namun menjadi wilayah bawahan Mataram.
Perjanjian
Ada beberapa isi perjanjian setelah perang usai yaitu :
- Panembahan Ratu I menjatuhkan talak kepada Ratu Harisbaya, Prabu Geusan Ulun harus menyerahkan wilayah Sindangkasih (Majalengka) kepada Cirebon.[2][3]
- Anak Panembahan Ratu I yang berada didalam perut Harisbaya harus menggantikan posisi Prabu Geusan Ulun saat dia mangkat/meninggal. Anak ini terlahir sebagai Suriadiwangsa.[2]
Rujukan
- ^ a b Israwa N Raditya 2017.
- ^ a b c d Warna Sari 2018.
- ^ a b Danil Kasputra 2023.
- ^ Salura, Purnama (2015-01-01). Sundanese Architecture. Rosda. ISBN 978-979-692-541-4.
Pranala luar
- Danil Kasputra (2023). Cinta Segitiga Ini Memicu Perang Antar Dua Kerajaan Di Jawa Barat. Romansabandung.com
- Warna Sari (2018). Perang Berebut Pasangan Melahirkan Priangan. Komunitasaleut.com
- Iswara N Raditya (2017). Pesona Ratu Harisbaya Memicu Konflik Sumedang vs Cirebon. Tirto.id (Diakses pada 24 Desember 2024)
- Aris Rismawan (2023). Perang Sumedang vs Cirebon: Perang Saudara yang Dipicu oleh Asmara. Pikiran Rakyat Jabar.