More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Peristiwa Merah Putih (Manado) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peristiwa Merah Putih (Manado) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Peristiwa Merah Putih (Manado)

Tambah pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peristiwa Merah Putih
Tanggal14 Februari 1946
LokasiManado, Sulawesi Utara
Pihak terlibat
Indonesia Republik Indonesia Belanda Kerajaan Belanda
Tokoh dan pemimpin

Indonesia Charles Choesj Taulu

Indonesia S.D. Wuisan

Indonesia Bernard Wilhelm Lapian

Peristiwa Merah Putih di Manado merupakan peristiwa penyerbuan markas militer Belanda yang berada di Teling, Manado pada tanggal 14 Februari 1946. Berbagai himpunan rakyat di Sulawesi Utara, meliputi pasukan KNIL dari kalangan pribumi, barisan pejuang, dan laskar rakyat berusaha merebut kembali kekuasaan atas Manado, Tomohon, dan Minahasa yang ditandai dengan pengibaran bendera merah putih di atas gedung tangsi militer Belanda. Peristiwa tersebut merupakan bentuk perlawanan rakyat Sulawesi Utara untuk mempertahankan kemerdekaannya serta menolak atas provokasi tentara Belanda yang menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 hanya untuk Pulau Sumatera dan Jawa semata.[1][2]

Deskripsi

[sunting | sunting sumber]

Berita prokamasi kemerdekaan Indonesia baru terdengar oleh rakyat di Sulawesi Utara pada 21 Agustus 1945.[3] Mereka dengan segera mengibarkan bendera merah putih di setiap area dan menduduki kantor-kantor yang sebelumnya dikuasai oleh tentara Jepang serta melucuti semua senjatanya. Namun kedatangan tentara sekutu bersama NICA pada awal Oktober 1945 di Sulawesi Utara membawa suasana rakyat kembali ricuh. Belanda menginginkan kekuasaan sepenuhnya atas Sulawesi Utara terutama Manado. Namun rakyat Manado menolak dan memilih untuk melawan. Kemudian serangan dari sekutu dan Belanda membuat Manado dan sekitarnya kembali diduduki oleh tentara Belanda.[4]

B. W. Lapian salah satu tokoh politisi yang ikut berperan dalam peristiwa merah putih di Manado

Letnan Kolonel Charles Choesj Taulu, seorang pemimpin dikalangan militer bersama Sersan S.D. Wuisan menggerakkan pasukannya dan para pejuang rakyat untuk ikut mengambil alih markas pusat militer Belanda. Rencana tersebut telah disusun sejak tanggal 7 Februari 1946 dan mereka mendapatkan bantuan seorang politikus dari kalangan sipil, Bernard Wilhelm Lapian. Puncak penyerbuan terjadi pada tanggal 14 Februari, Namun sebelum penyerbuan terlaksana, para pimpinan pasukan tertangkap oleh tentara Belanda termasuk Charles C Taulu dan S.D. Wuisan.[2] Akibatnya pemberontakan ke tangsi militer Belanda dialihtugaskan kepada komando Mambi Runtukahu yang memimpin anggota KNIL dari orang Minahasa. Bersama rakyat Manado mereka berhasil membebaskan Charlis Choesj Taulu, Wim Tamburian, serta beberapa pimpinan lainnya yang ditawan.[5] Puncak penyerbuan tersebut ditandai dengan perobekan bendera Belanda yang awalnya berwarna merah, putih, dan biru menjadi merah dan putih lalu dikibarkan diatas gedung markas Belanda. Mereka juga berhasil menahan pimpinan pasukan Belanda diantaranya adalah pimpinan tangsi militer Letnan Verwaayen, pemimpin garnisun Manado Kapten Blom, komandan KNIL Sulawesi Utara Letnan Kolonel de Vries, dan seorang residen Coomans de Ruyter beserta seluruh anggota NICA.[6] Namun pengambilalihan kekuasaan Belanda tersebut hanya sementara.[7]

kapal perang Belanda Piet Hein sebagai tempat perundingan antara perwakilan dari Manado dengan tentara Belanda.

Pada awal Maret kapal perang Belanda Piet Hein tiba di Manado dengan membawa pasukan sekitar satu batalyon. Kedatangan mereka disambut oleh pasukan KNIL yang memihak pada Belanda. Kemudian pada tanggal 11 Maret, para pimpinan gerakan merah putih diundang ke kapal Belanda untuk melakukan perundingan, yang tujuan sebenarnya adalah untuk menahan para pimpinan rakyat Sulawesi Utara. Hal tersebut merupakan siasat tentara Belanda agar dapat melemahkan pejuang rakyat dan mengambil alih kembali wilayah Sulawesi Utara.[8]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Tim penyusun Ganesha Operation 2019, hlm. 91.
  2. ^ a b "Charlis Choesj Taulu, Pejuang Merah Putih 14 Februari 1946". BeritaManado.com: Berita Terkini Manado, Sulawesi Utara. 2020-02-13. Diakses tanggal 2020-10-28.
  3. ^ Wenas 2007, hlm. 56.
  4. ^ "Peristiwa Merah Putih (14 Februari 1946), Perlawanan Rakyat Mando Terhadap Penjajah". Tribun Video. Diakses tanggal 2020-10-28.
  5. ^ Wenas 2007, hlm. 57.
  6. ^ "Peristiwa Merah Putih di Manado atau Hari Perjuangan Sulawesi Utara". IKPNI (dalam bahasa American English). 2019-02-22. Diakses tanggal 2020-10-28.
  7. ^ Sumolang, Steven (2010). "Etnik Minahasa". TABEA. 3: 7. ISSN 2087-6424.
  8. ^ Wenas 2007, hlm. 58.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Pasti Bisa Sejarah Indonesia, Untuk SMA/ MA Kelas XI. Indonesia: Duta. 2019. hlm. 91. ISBN 9786022955443. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  • Wenas, Jessy (2007). Sejarah & Kebudayaan Minahasa. Sulawesi Utara: Institut Seni Budaya Sulawesi Utara. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Peristiwa_Merah_Putih_(Manado)&oldid=27533983"
Kategori:
  • Sejarah Indonesia
Kategori tersembunyi:
  • CS1 sumber berbahasa American English (en-us)
  • Galat CS1: tanpa nama
  • Pemeliharaan CS1: Status URL

Best Rank
More Recommended Articles