Rasa hormat

Rasa hormat, juga disebut rasa menghargai, adalah perasaan positif atau tindakan menghormati yang ditunjukkan kepada seseorang atau sesuatu yang dianggap memiliki nilai penting atau dijunjung tinggi. Rasa hormat ditunjukkan dengan rasa kagum terhadap sesuatu yang berkualitas baik atau sesuatu yang berharga. Rasa hormat juga merupakan proses menghormati yang ditunjukkan pada seseorang dengan menunjukkan kepedulian, perhatian, atau pertimbangan mendalam terhadap kebutuhan atau perasaan orang tersebut.[1][2]
Dalam berbagai budaya, seseorang dianggap layak mendapatkan rasa hormat hingga mereka melakukan sesuatu yang tercela atau mencoreng kehormatannya. Beberapa orang mungkin mendapatkan rasa hormat khusus melalui tindakan teladan atau peran sosial mereka. Dalam budaya yang menjunjung tinggi kehormatan, rasa hormat lebih sering diperoleh dengan cara ini daripada diberikan secara otomatis ke setiap individu.[3] Tindakan yang menunjukkan rasa hormat dapat mencakup kata-kata dan frasa sederhana kepada orang lain seperti "terima kasih" atau "namaste" di daerah anak benua India, atau menunjukkan gestur sederhana seperti membungkuk, tersenyum, kontak mata secara langsung, atau memberikan dan menerima jabatan tangan. Tindakan tersebut dapat memiliki interpretasi yang sangat berbeda tergantung pada konteks budaya, namun tujuan akhir dari perlakuan ini adalah agar semua individu diperlakukan dengan rasa hormat.
Cara-cara menunjukkan rasa hormat
Bahasa
Salah satu bentuk perwujudan rasa hormat yang umumnya dilakukan adalah menambahkan honorifik dalam mereferensikan seseorang seperti menyebut orang dengan gelar "doktor" pada orang yang memiliki gelar tersebut. Honorifik pada umumnya juga terlihat dalam bentuk kata ganti orang kedua dan ketiga, sementara honorifik kata ganti orang pertama (seperti penggunaan kata "we" dalam merujuk pada diri sendiri sebagai seorang bangsawan) jarang digunakan. Adapun beberapa bahasa memiliki kata ganti orang pertama yang bersifat anti-honorifik (dalam bahasa Indonesia umumnya menggunakan kata "hamba") yang digunakan untuk meningkatkan kehormatan pada orang kedua atau orang ketiga secara tidak langsung.
Sebagai contoh, dalam budaya Jepang, seseorang harus menyesuaikan gaya berbicara dan bentuk honorifik kepada seseorang, terutama kepada orang yang memiliki status sosial yang relatif lebih tinggi. Honorifik dalam bahasa Jepang, yaitu "san" umum digunakan sebagai akhiran setelah menyebut nama seseorang.[4]
Di Tiongkok, kecuali seseorang telah begitu mengenal orang yang ia referensikan, menyebut orang dengan menggunakan nama pertamanya dianggap tidak menunjukkan rasa hormat pada orang tersebut. Di dalam pekerjaan, seseorang menyebut orang lain sesuai dengan jabatan yang ia pegang dalam pekerjaan tersebut, sementara di rumah, seseorang menyebut orang lain dengan nama panggilan atau peran keluarganya (seperti "ibu" atau "ayah"). Di kebudayaan Tiongkok, seseorang menyebut teman-temannya dengan menambah istilah "junior" atau "senior", bahkan meski orang tersebut memiliki perbedaan usia yang tidak begitu beda jauh. Hal ini menjelaskan mengapa orang Tionghoa menanyakan usia seseorang, sehingga mereka dapat menyebut orang tersebut dengan tepat.[5]
Gestur

Beberapa budaya pada umumnya menunjukkan rasa hormat kepada seseorang atau kepada sesuatu dengan melakukan gerak tubuh atau gestur tertentu yang ditunjukkan pada seseorang yang menerima rasa hormat tersebut. Sebagai contoh, dalam budaya Islam, menciumi tangan seseorang merupakan salah satu bentuk rasa hormat yang umumnya ditunjukkan pada orang lebih tua atau kepada guru. Selain itu, tersenyum, sebagaimana yang diungkapkan dalam Hadis, merupakan bentuk dari gestur hormat kepada sesama.[6] Gestur yang menunjukkan rasa hormat dalam budaya Islam juga ditunjukkan kepada Al-Qur'an, yang dipandang sebagai firman Allah dalam Islam, dengan memperlakukan kitab tersebut dengan penuh kehati-hatian. Tindakan seperti meletakkannya di lantai atau memegangnya dengan tangan yang kotor dilarang dan harus diikuti dengan Istighfar.
Di India, sebagai bentuk penghormatan, ketika kaki seseorang secara tidak sengaja menyentuh buku atau materi tertulis apa pun (yang dianggap sebagai manifestasi dari Saraswati, dewi pengetahuan) ataupun tubuh orang lain, sudah biasa bahwa orang tersebut membentuk gestur tangan kanan sebagai bentuk permintaan maaf (pranāma), di mana orang yang tidak sengaja menyentuh itu kemudian menyentuh benda tersebut dengan ujung jari tangan, lalu menempelkannya ke dahi dan/atau dada. Hal ini juga berlaku untuk uang, yang dianggap sebagai manifestasi dari dewi kekayaan, Lakshmi.[7] Pranāma, atau sentuhan kaki, dalam budaya India juga merupakan gestur yang menunjukkan rasa hormat kepada seseorang. Sebagai contoh, ketika seorang anak menyapa kakek-neneknya, biasanya ia akan menyentuhkan tangan ke kaki kakek-neneknya. Hal ini mengingat dalam budaya tersebut, kaki dipercaya sebagai sumber cinta dan kekuatan.[8]
Hal yang perlu diingat dalam menunjukkan rasa hormat melalui gestur adalah bahwa beberapa gestur yang umum di suatu tempat sering kali dianggap tidak sopan dan tidak menunjukkan rasa hormat di tempat lain. Misalnya, di Jepang, menunjuk langsung kepada seseorang merupakan gestur yang dipandang tidak menunjukkan rasa hormat, meski di tempat lain bisa saja dianggap sebagai hal biasa. Selain itu, dalam hal menyapa atau berterima kasih kepada seseorang, mungkin dianggap menghina jika orang yang berstatus lebih rendah tidak membungkuk lebih rendah daripada orang yang berstatus lebih tinggi. Durasi dan tingkat membungkuk bergantung pada banyak faktor seperti usia dan status.[9]
Lihat pula
- Dukungan sosial
- Etiket
- Identitas
- Martabat
- Nilai (etika dan ilmu sosial)
- Pengelolaan kesan
- Percobaan konformitas Asch
- Percobaan Milgram
- Perhatian
Referensi
- ^ "respect". Merriam Webster. Diakses tanggal December 13, 2017.
- ^ "respect". Cambridge Dictionary. Diakses tanggal December 14, 2017.
- ^ Sommers, Tamler (2018). Why Honor Matters. Basic Books. ISBN 9780465098873.
- ^ "Top Experiences in Tokyo - Fodor's Travel". www.fodors.com. Diakses tanggal 22 October 2017.
- ^ Millet, Joyce (2021). "Chinese Etiquette & Protocol". Protocol Professionals, Inc.
- ^ "Jami' at-Tirmidhi 1956 - Chapters on Righteousness And Maintaining Good Relations With Relatives - كتاب البر والصلة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diakses tanggal 2024-04-08.
- ^ DeBruyn, Pippa; Bain, Keith; Allardice, David; Joshi, Shonar (2010). Frommer's India (Edisi 4th). Wiley. hlm. 76. ISBN 978-0-470-55610-8.
- ^ Chatterjee, Gautam (2001) [1996]. "Namaskar or Pranam: The Sacred Posture of Hindu Salutation". Sacred Hindu Symbols (Edisi 2nd). Abhinav. hlm. 47–48. ISBN 8170173973.
- ^ "Cultural Variations In Body Language". Dimensions of Body Language. Diakses tanggal 22 October 2017.
Bacaan lanjutan
- Beach, Mary Catherine; Duggan, Patrick S.; Cassel, Christine K.; Geller, Gail (2007). "What Does 'Respect' Mean? Exploring the Moral Obligation of Health Professionals to Respect Patients". Journal of General Internal Medicine. 22 (5). Springer Science and Business Media LLC: 692–695. doi:10.1007/s11606-006-0054-7. ISSN 0884-8734. PMC 1852905. PMID 17443381.
- (Inggris) Entri Respect di Stanford Encyclopedia of Philosophy
- Farid, Sana (2005). "Respect". Beyond Intractability.
- Gross, David (12 November 2020). "Notes on Respect-for-Others". LessWrong.
- (Inggris) Entri Kant's Moral Philosophy di Stanford Encyclopedia of Philosophy
- Milgram, Stanley (1974). Obedience to Authority: An Experimental View.
- Rand, Ayn (1964) [1961]. "The Objectivist Ethics". The Virtue of Selfishness.
- Rawls, John (1971). A Theory of Justice. Belknap Press. ISBN 978-0-674-00078-0.