Ratna Sari

Ratna Sari (1913-1974) adalah seorang pejuang kemerdekaan dan aktivis perempuan Indonesia. Ia berkecimpung di bidang politik pada masa Hindia Belanda melalui Persatuan Muslim Indonesia (Permi). Ia memimpin partai tersebut pada tahun 1935 setelah para pemimpinnya dibuang ke Digul. Ia tercatat sebagai "satu-satunya perempuan dalam sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia yang tampil sebagai ketua dari suatu partai politik".[1][2][3]
Ratna Sari dikenal sebagai orator ulung yang kerap meyuarakan aspirasi perempuan dan perlawanannya terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda.[4][5][5][6] Setelah kemerdekaan, ia bergabung dengan Partai Masyumi dan terpilih sebagai anggota Konstituante (1956-1959) hasil pemilihan umum 1955.[7]
Kehidupan awal
Ratna Sari lahir di Anduring, Nagari Kayu Tanam yang kini masuk Kabupaten Padang Pariaman pada 14 Juni 1913. Kedua orang tuanya, Naimun Datuk Rajo Api dan Chadijah. berasal dari Kayu Tanam. Sebagaimana sistem matrilineal yang berlaku di Minangkabau, Ratna Sari mengikuti garis keturunan ibunya yang bersuku Guci. Ia merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Dua kakaknya, yakni M. Nur Datuk Garang dan Khazinar Sutan Tianso. Ia masih berkerabat dengan Mohammad Djamil, yakni sebagai sepupu.[4]
Terlahir dari keluarga yang mampu, Ratna dapat mengawali pendidikannya di Schakelschool Pariaman pada 1922. Ia menamatkan sekolah dasar lima tahun. Sesudah itu, ia melanjutkan studinya di Madrasatu lil Banaat (kini: Diniyah Putri Padang Panjang) yang dipimpin oleh Rahmah El Yunusiyah. Di sekolah khusus putri ini, kesadaran kebangsaan dan politiknya tumbuh setelah berkenalan dengan Rasuna Said,[4]
Ratna Sari berhasil menamatkan studinya di Diniyah Putri pada 1931. Ia sempat mengajar di Thawalib Putri Padang Panjang untuk sebentar, sebelum menyambung ke perguruan Islamic College milik Permi dari tahun 1931 sampai 1935.[4]
Aktivisme
Selama mengajar di Thawalib Putri Padang Panjang, Ratna Sari aktif menanamkan kesadaran kebangsaan dan politik kepada para muridnya, terutama perempuan. Ia juga bergiat di Permi bagian perempuan atau Permi Puteri yang dipimpin Rasuna Said. Dalam kongres kedua organisasi tersebut pada 9-10 Maret 1931, ia diangkat sebagai wakil ketua dibantu oleh Fatimah Hatta, Chasjiah, dan Tinur H. Nun.[4][8]
Dalam aktivitasnya sebagai propagandis, Ratna Sari kerap berorasi di hadapan publik menyuarakan kritikannya terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Di berbagai openbare Vereeniging, ia menyebut Belanda membodohi dan melakukan praktik kapitalisme di bumi Indonesia. Karena keberaniannya tersebut, Ratna Sari mendapat julukan "singa podiumnya PERMI".[4]
Namun, lantaran propagandanya pula, Ratna Sari terjerat kasus hukum, yakni vergader verbond. Pada 1933, Landraad (Pengadilan Negeri) Padang menjatuhkan hukuman kepada Ratna Sari (bersama Fatimah Hatta yang merupakan adik kelasnya) dengan denda f 10 atau 10 hari penjara karena mengadakan rapat umum tanpa izin. Rencananya, mereka hendak berorasi dalam vereeniging yang digelar Permi Puteri menggelar openbare di Padang. Belum sempat berorasi, mereka dijerat dengan tuduhan melanggar aturan dalam Wetboek van Strafrecht. Ratna Sari dan Fatimah Hatta memilih hukuman 10 hari di Penjara Muaro, Padang.[9][10]
Akhir kehidupan
Ratna Sari meninggal di Padang dalam usia 61 tahun pada 26 Agustus 1974.[1]
Referensi
- ^ a b Yusuf, Ramli H. M. (2002). Aisyah Aminy: dedikasi tanpa batas : 70 tahun Hj. Aisyah Aminy, S.H. Lembaga Studi Pembangunan Indonesia. ISBN 978-979-3121-00-0.
- ^ Panji masyarakat. Yayasan Nurul Islam. 1989.
- ^ Noer, Zahara D. (2005). Perempuan: catatan sepanjang jalan. Yayasan Risalah. ISBN 978-979-97706-4-6.
- ^ a b c d e f https://www.republika.id/posts/55424/ratna-sari-singa-podium-permi-asal-pariaman
- ^ a b Fauzia, Amelia (2004). Tentang perempuan Islam: wacana dan gerakan. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-1055-2.
- ^ Wieringa, Saskia Eleonora (2010). Penghancuran gerakan perempuan: politik seksual di Indonesia pascakejatuhan PKI. Penerbit Galangpress. ISBN 978-602-8174-38-1.
- ^ "Ny. Ratna Sari - Masjumi - Member Profiles". Konstituante.Net. Diakses tanggal 2025-06-16.
- ^ Yusuf, Ramli H. M. (2002). Aisyah Aminy: dedikasi tanpa batas : 70 tahun Hj. Aisyah Aminy, S.H. Lembaga Studi Pembangunan Indonesia. ISBN 978-979-3121-00-0.
- ^ Fikrul Hanif Sufyan. "Dituduh Spreekdelict, Empat Perempuan PERMI Dibui". https://rm.id/. Diakses tanggal 2025-06-16.
- ^ Putri, Selfi Mahat (2018). Perempuan dan Modernitas: Perubahan Adat Perkawinan Minangkabau Pada Awal Abad ke-20. Gre Publishing. ISBN 978-602-7677-54-8.