More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Telefarmasi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Telefarmasi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Telefarmasi

  • English
  • Русский
  • Српски / srpski
  • Українська
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Telefarmasi adalah layanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker dari jarak jauh melalui teknologi telekomunikasi, menawarkan alternatif yang aman dan efektif untuk perawatan obat dengan tatap muka. Layanan ini meningkatkan keamanan pemberian obat, memperluas akses ke pelayanan kesehatan di daerah terpencil, serta meningkatkan efisiensi waktu dan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Dengan memfasilitasi konsultasi virtual, pengiriman obat, dan edukasi pasien, telefarmasi juga mengurangi risiko kesalahan penggunaan obat dan biaya perawatan. Meskipun di Indonesia pemanfaatan telefarmasi masih tergolong baru, terutama sejak pandemi COVID-19, potensi pengembangannya sangat besar untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.[1]

Sejarah telefarmasi

[sunting | sunting sumber]

Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi pada abad ke-21 telah memengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk pelayanan kesehatan, dan memunculkan telefarmasi. Telefarmasi, sebagai bagian dari telemedicine, memanfaatkan teknologi telekomunikasi untuk memberikan pelayanan kepada pasien. Apoteker perlu memahami penerapan telefarmasi untuk memberikan pelayanan kefarmasian yang optimal, terutama dalam menjangkau pasien di daerah terpencil atau dengan jumlah apoteker terbatas. Telefarmasi menjadi solusi efektif selama pandemi COVID-19, memungkinkan pelayanan resep elektronik dan pemberian resep secara tertutup melalui aplikasi. Selain itu, telefarmasi menawarkan berbagai keuntungan seperti peningkatan aksesibilitas informasi kesehatan, layanan farmasi tepat waktu bagi masyarakat pedesaan, serta efisiensi waktu dan biaya bagi pasien dan apoteker. Dengan demikian, telefarmasi berkontribusi dalam meningkatkan kepatuhan pasien, mengurangi kesalahan penggunaan obat, dan menurunkan biaya perawatan.[2]

Telefarmasi di Australia menunjukkan variasi dalam implementasinya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk geografi, hukum, dan ekonomi. Sejak tahun 1942, Royal Flying Doctor Service Australia telah menerapkan bentuk telefarmasi dengan menempatkan peti medis berisi obat-obatan dan peralatan di komunitas terpencil. Ini memungkinkan pasien untuk menerima obat selama konsultasi telehealth, yang sangat penting di daerah yang sulit dijangkau. Pada tahun 2006, sekitar 3.500 peti medis telah didistribusikan di seluruh Australia, dan Queensland mencatat 21.470 konsultasi telehealth dalam satu tahun, dengan 13,7% dari konsultasi tersebut menghasilkan pemberian obat dari peti medis. Obat yang paling sering diberikan termasuk antibiotik, analgesik, dan obat pencernaan.

Sistem ini tidak hanya meningkatkan akses ke perawatan medis darurat dan rutin tetapi juga mengurangi kebutuhan pasien untuk melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan perawatan. Selain itu, di Queensland, telefarmasi juga diterapkan dalam bentuk tinjauan farmasi di rumah sakit pedesaan yang kekurangan staf apoteker. Meskipun demikian, Australia masih tertinggal dibandingkan dengan Amerika Serikat dalam penerapan telefarmasi secara luas. Hal ini sebagian disebabkan oleh keberadaan dokter, perawat, dan petugas kesehatan lainnya yang menyediakan layanan farmasi di daerah-daerah terpencil yang tidak memiliki apoteker.

Pelayanan

[sunting | sunting sumber]

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tahun 2021, pelayanan telefarmasi dapat menyediakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), dengan pengecualian narkotika, psikotropika, sediaan injeksi (selain insulin), serta implan KB. Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF), sebagai badan hukum, berperan penting dalam menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan sistem elektronik yang mendukung pelayanan telefarmasi, baik untuk keperluan sendiri maupun pihak lain. PSEF memfasilitasi berbagai fungsi, termasuk informasi ketersediaan obat, pelayanan resep elektronik, pelayanan swamedikasi, pengantaran obat, dan pelayanan kefarmasian elektronik lainnya yang sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian. Apotek dan PSEF juga menyediakan sarana komunikasi langsung antara pasien dan apoteker.[3]

Implementasi

[sunting | sunting sumber]

Pelayanan telefarmasi rawat jalan dapat diimplementasikan melalui beberapa langkah. Pasien memasukkan data diri seperti nomor identitas, nama, nomor ponsel, alamat, dan resep secara daring. Kemudian, apoteker jarak jauh menerima permintaan online dan memprosesnya dengan memeriksa kesesuaian resep, termasuk dosis, rute, frekuensi, dan potensi interaksi obat. Apoteker memastikan resep tersebut sah. Jika perlu, permintaan perpanjangan tindakan medis diajukan melalui telemedicine. Selanjutnya, dilakukan penyiapan obat dan penempelan label dengan petunjuk penggunaan.[4]

Apoteker tetap menjadi garda terdepan dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat berkat jaringan apotek ritel yang luas. Namun, aksesibilitas ini dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk memberikan layanan farmasi yang dipersonalisasi. Untuk meningkatkan akses dan kenyamanan pasien, pendekatan telefarmasi, yaitu pemberian layanan farmasi melalui telekomunikasi, menjadi solusi menjanjikan. Didukung oleh berbagai asosiasi kesehatan, telefarmasi terbukti aman, efektif, dan mampu meningkatkan keamanan pengobatan sekaligus mengurangi beban infrastruktur kesehatan, terutama setelah didorong oleh pandemi COVID-19.

Kelebihan

[sunting | sunting sumber]

Tingkat kepuasan pasien yang tinggi pada telefarmasi menunjukkan efektivitasnya dalam meningkatkan akses pelayanan farmasi, terutama di daerah terpencil, dan membantu mengatasi ketidaksetaraan layanan kesehatan. Telefarmasi mendukung pasien untuk lebih baik mengontrol terapi mereka, memberikan solusi untuk memperluas akses pengobatan, dan menjaga kualitas penggunaan obat tanpa mengurangi efektivitas terapi. Dengan telefarmasi, pasien menghemat waktu dan biaya perjalanan, merasa lebih nyaman karena konsultasi dilakukan di rumah, dan terbantu dalam memantau kepatuhan terhadap pengobatan. Telefarmasi juga memungkinkan pelayanan kefarmasian menjangkau daerah yang kurang terlayani, dengan apoteker yang dapat memberikan informasi pengobatan di luar jam kerja biasa.[5]

Keterbatasan

[sunting | sunting sumber]

Beberapa hal perlu diperhatikan agar telefarmasi efektif dan aman, dengan melibatkan apoteker atau ahli farmasi yang kompeten untuk memberikan informasi yang akurat kepada pasien. Kendala teknologi, terutama bagi lansia, dapat diatasi melalui pelatihan khusus untuk meningkatkan kenyamanan mereka dalam menggunakan layanan ini. Keterbatasan observasi langsung selama konsultasi dapat diatasi dengan solusi inovatif, seperti penggunaan laporan video, untuk memastikan interaksi yang lebih optimal. Selain itu, legalitas resep dan keamanan data pasien harus menjadi prioritas utama guna melindungi privasi dan mencegah penyalahgunaan informasi. Meskipun investasi awal dalam sistem telefarmasi cukup besar, memanfaatkan fasilitas yang sudah ada dapat mengurangi biaya implementasi. Dengan pendekatan ini, manfaat telefarmasi dapat dimaksimalkan, sementara risiko yang mungkin timbul dapat diminimalkan.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Hefti, Erik; Wei, Benjamin; Engelen, Kristen (2022-09-01). "Access to Telepharmacy Services May Reduce Hospital Admissions in Outpatient Populations During the COVID-19 Pandemic". Telemedicine and e-Health (dalam bahasa Inggris). 28 (9): 1324–1331. doi:10.1089/tmj.2021.0420. ISSN 1530-5627.
  2. ^ Apriliani, Ayu Fitria; Murtanto, Murtanto (2023-09-30). "PENGARUH PENGETAHUAN INVESTASI, LITERASI KEUANGAN, EFIKASI KEUANGAN, PERSEPSI RISIKO DAN TEKNOLOGI MEDIA SOSIAL TERHADAP MINAT INVESTASI". Jurnal Investasi. 9 (3): 133–142. doi:10.31943/investasi.v9i3.281. ISSN 2686-102X.
  3. ^ Sasanti, Anisa Dwi; Maharani, Laksmi; Sholihat, Nia Kurnia; Purwonugroho, Tunggul Adi; Mustikaningtias, Ika; Ilma, Dewi Latifatul (2022-07-29). "Analisis Kualitatif Mengenai Peran dan Perilaku Apoteker di Apotek Terkait Penggunaan Telefarmasi Selama Pandemi COVID-19". JPSCR: Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research. 7 (2): 149. doi:10.20961/jpscr.v7i2.55878. ISSN 2503-331X.
  4. ^ Listari, Zahra Putri; Meilany, Lenny; Gutama, Arie Surya (2022-11-20). "IMPLEMENTASI PELAYANAN SOSIAL ANAK JALANAN PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI YAYASAN BAGEA, KOTA BANDUNG". Jurnal Kesejahteraan dan Pelayanan Sosial. 3 (2): 216. doi:10.52423/jkps.v3i2.26925. ISSN 2716-3857.
  5. ^ Rahayu, Firda Riska; Ramadhan, Iqbal Sujida; Hendriani, Rini (2023-01-07). "Review Artikel : Pelaksanaan Telefarmasi Pada Pelayanan Kefarmasian Di Farmasi Komunitas". Journal of Pharmaceutical and Sciences. 6 (1): 273–280. doi:10.36490/journal-jps.com.v6i1.60. ISSN 2656-3088.
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Telefarmasi&oldid=27207646"
Kategori:
  • Jasa telekomunikasi
  • Informatika kesehatan
  • Farmasi
Kategori tersembunyi:
  • Pages using the JsonConfig extension
  • CS1 sumber berbahasa Inggris (en)

Best Rank
More Recommended Articles