More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Undang-Undang Pemilihan Umum - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Undang-Undang Pemilihan Umum - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Undang-Undang Pemilihan Umum

  • العربية
  • English
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Undang-Undang Pemilihan Umum 2017)
UU Pemilihan Umum (UU Pemilu)
Dewan Perwakilan Rakyat
Judul lengkap
  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
    (Law No. 7/2017 about Election)
KutipanUU No. 7/2017
Wilayah berlakuIndonesia
Disahkan olehDewan Perwakilan Rakyat
Tanggal disahkan15 Agustus 2017
Tanggal berlaku16 Agustus 2017
Amandemen
1 UU (UU No. 11/2006 tentang Pemerintah Aceh)
Pencabutan
3 UU (UU No. 42/2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, UU No. 15/2011 tentang Komisi Pemilihan Umum, UU No. 8/2012 tentang Pemilihan Anggota DPD, DPR, dan DPRD)
Diamandemen oleh
Perppu No. 1/2022
UU No. 7/2023
Status: Berlaku

Undang-undang Pemilihan Umum 2017 merupakan undang-undang yang mengatur pemilihan umum di Indonesia. Secara resmi, UU ini dikenal sebagai Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 (atau UU 7/2017). Undang-undang ini disahkan pada tanggal 20 Juli 2017 setelah sembilan bulan perdebatan di Dewan Perwakilan Rakyat.

Sejarah

[sunting | sunting sumber]

Untuk mengantisipasi pemilu legislatif dan presiden serentak pada 2019, pemerintah mulai mengerjakan RUU pemilu yang baru. Pada bulan Agustus tahun 2016, presiden Joko Widodo menerima draf RUU tersebut,[1] sedangkan DPR-RI menerimanya pada 21 Oktober.[2] Pada saat pembahasan undang-undang, perselisihan terjadi mengenai ambang batas pencalonan presiden/presidential threshold. Sejumlah partai politik terbagi menjadi tiga kubu, yaitu kubu yang mendukung ambang batas yang lebih tinggi: 25% suara dalam Pileg 2014/20% kursi DPR (PDI-P, Golkar, dan Nasdem), kemudian ada kubu yang mendukung penghapusan ambang batas (Gerindra, PAN, dan Demokrat), serta kubu yang mengusulkan ambang batas yang lebih rendah: 15% suara/10% kursi DPR (PKB dan PPP).[3]

RUU tersebut diresmikan menjadi UU seusai pemungutan suara pada malam hari tanggal 20 Juli 2017. Selama prosedur pemungutan suara, partai-partai penentang—Gerindra, PAN, PKS, dan Demokrat—melakukan aksi walk out yang melibatkan semua anggota mereka, termasuk tiga wakil ketua DPR, kecuali wakil ketua DPR lainnya, Fahri Hamzah, yang memutuskan untuk tetap tinggal. Semua anggota yang tersisa, yang merupakan anggota koalisi pemerintah, menyetujui ambang batas 20 persen (Opsi A), sedangkan Fahri menjadi satu-satunya anggota yang menyatakan tidak setuju.[4]

Isi

[sunting | sunting sumber]

Distribusi kursi

[sunting | sunting sumber]

Undang-undang mengamanatkan penambahan 15 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, meningkatkan jumlah kursi menjadi 575 yang dibagi di 80 daerah pemilihan dengan masing-masing 3-10 kursi, penambahan diberikan kepada provinsi-provinsi di luar Jawa.[5] Selain itu, undang-undang menetapkan jumlah kursi untuk DPRD-DPRD sebagai berikut:

Provinsi[a][6]:Psl. 188.

Populasi Kursi DPRD:
<1 juta 35
1-3 juta 45
3-5 juta 55
5-7 juta 65
7-9 juta 75
9-11 juta 85
11-20 juta 100
>20 juta 120

Kabupaten/Kota[6]:Psl. 191

Populasi Kursi DPRD:
<100 ribu 20
100-200 ribu 25
200-300 ribu 30
300-400 ribu 35
400-500 ribu 40
500 ribu-1 juta 45
1-3 juta 50
>3 juta 55

Kursi-kursi DPRD juga didistribusikan ke daerah-daerah pemilihan dengan masing-masing 3-12 anggota. Undang-undang ini mengatur bahwa daerah pemilihan harus mengikuti batas administrasi kabupaten/kota (provinsi dan nasional) atau kecamatan (kabupaten/kota) jika mungkin, namun pembagian wilayah-wilayah tersebut ke beberapa dapil diperbolehkan jika tidak memungkinkan untuk dijadikan satu dapil.[6]:Psl. 187,189,192

Secara keseluruhan, UU ini mengamanatkan 20.392 kursi legislatif non-independen - 575 di Dewan Perwakilan Rakyat, 2.207 di DPRD Provinsi dan 17.610 di DPRD Kabupaten/Kota.[7]

Sistem pemilu

[sunting | sunting sumber]

UU ini mempertahankan sistem pemilu yang digunakan pada tahun 2014, dengan menggunakan sistem proporsional terbuka. Pemilih dapat memilih langsung calon yang mereka inginkan dari daftar nama calon yang diajukan partai-partai. Para calon kemudian diurutkan sesuai jumlah suara, dan kuota per partai ditentukan melalui metode Webster/Sainte-Laguë setelah eliminasi dari partai-partai yang tidak memenuhi ambang batas.[8]

Untuk calon presiden, capres yang menang ditentukan oleh suara mayoritas, dengan pemilu tahap kedua untuk dua calon teratas jika tidak ada capres yang berhasil memperoleh 50%+1 dalam tahap pertama. Selain itu, capres yang menang harus memperoleh sekurang-kurangnya 20% suara di lebih dari setengah provinsi (yaitu lebih dari 17).:Art. 416

Ambang batas

[sunting | sunting sumber]

Dalam pemilu sebelumnya, partai-partai harus melewati ambang batas parlemen sebesar 3,5% untuk memperoleh kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-undang ini meningkatkan ambang batas menjadi 4%. Presidential threshold diputuskan pada 25%/20%, di mana pihak-pihak yang akan membutuhkan total 20% (112 kursi) kursi legislatif dari pemilu 2014, atau 25% suara dari tahun 2014.

Lain-lain

[sunting | sunting sumber]

UU Pemilu meningkatkan batas kontribusi kampanye dari Rp 1 miliar menjadi Rp 2,5 miliar untuk perorangan, dan Rp 7,5 miliar menjadi Rp 25 miliar untuk badan hukum atau korporasi. Selain itu, partai-partai politik yang berpartisipasi dalam pemilu 2014 diperbolehkan tidak mengikuti verifikasi parpol, meskipun penambahan Kalimantan Utara sebagai provinsi yang membutuhkan kantor partai.

Gugatan

[sunting | sunting sumber]

UU Pemilu telah digugat ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada batas masa jabatan yang ditetapkan oleh Pasal 169 dan 227 ditolak pada Juni 2018.[9] Suatu judicial review juga diajukan mengenai presidential threshold (Psl. 222).[10] Gugatan terhadap Pasal 182, yang tidak secara tegas melarang pengurus partai politik di pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah, dikabulkan pada Juli 2018.[11]

Catatan

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Kecuali Aceh and Jakarta, dimana DPRD memperoleh alokasi 81 (Aceh) dan 106 (Jakarta) kursi.[6]:p442, p451

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Kuwado, Fabian Januarius (9 August 2016). Galih, Bayu (ed.). "Mendagri: Draf Revisi UU Pemilu 2019 Sudah Diserahkan ke Presiden". Kompas.com. Diakses tanggal 2 November 2018.
  2. ^ "Tiga Isu Krusial dalam Revisi UU Pemilu". Sindonews.com. 24 October 2016. Diakses tanggal 2 November 2018.
  3. ^ Kami, Indah Mutiara (16 June 2017). "Ini yang Bikin Pemerintah dan DPR Adu Ngotot di RUU Pemilu". detikcom. Diakses tanggal 2 November 2018.
  4. ^ Prasetia, Andhika (21 July 2017). "Novanto Sahkan UU Pemilu dengan Presidential Threshold 20%". detikcom. Diakses tanggal 23 September 2018.
  5. ^ Amindoni, Ayomi (21 July 2017). "Apa yang perlu Anda ketahui tentang UU Pemilu". BBC. Diakses tanggal 23 September 2018.
  6. ^ a b c d "Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum" (PDF). rumahpemilu.org. Government of Indonesia. 2017. Diakses tanggal 23 September 2018.
  7. ^ Rachman, Dylan Aprialdo (18 April 2018). Meiliana, Diamanty (ed.). "Pemilu 2019, Jumlah Kursi Anggota DPRD Berjumlah 19.817". Kompas.com. Diakses tanggal 23 September 2018.
  8. ^ Haryanto, Alexander (16 August 2018). "Mengenal Metode Sainte Lague untuk Penghitungan Suara di Pileg 2019". tirto.id. Diakses tanggal 2 November 2018.
  9. ^ Firdaus, Randy Ferdi, ed. (28 June 2018). "MK tolak gugatan pasal 169 dan 227 UU Pemilu, soal tafsir JK boleh jadi Wapres lagi". Merdeka.com. Diakses tanggal 23 September 2018.
  10. ^ Prihatin, Intan Umbari (16 June 2018). Harahap, Lia (ed.). "Akademisi sampai sutradara film kembali gugat Pasal 222 UU Pemilu ke MK". Merdeka.com. Diakses tanggal 23 September 2018.
  11. ^ Setiawan, Sakina Rakhma Diah (23 July 2018). Asril, Sabrina (ed.). "Ini Alasan MK Larang Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD". Kompas.com. Diakses tanggal 2 November 2018.
  • l
  • b
  • s
Peraturan perundang-undangan Indonesia
Hukum di Indonesia
Undang-Undang Dasar
  • UUD 1945
    • Perubahan Pertama
    • Kedua
    • Ketiga
    • Keempat
  • Konstitusi RIS 1949
  • UUDS 1950
Undang-Undang
  • Hukum Pidana (KUHP)
    • KUHP 2023
  • Hukum Perdata (KUHPer/BW)
  • Acara Pidana (KUHAP)
  • Advokat
  • Aparatur Sipil Negara
  • Cipta Kerja (Omnibus Law)
    • Perppu Cipta Kerja
  • Desa
  • Hak Asasi Manusia
  • Informasi dan Transaksi Elektronik
  • Kementerian Negara
  • Keterbukaan Informasi Publik
  • Pelayanan Publik
  • Pemerintahan Aceh
  • Pemilihan Umum
  • Penanggulangan Keadaan Bahaya
  • Penyiaran
  • Pers
  • Pokok Agraria
  • Pornografi
  • Sistem Pendidikan Nasional
  • Telekomunikasi
  • Tindak Pidana Kekerasan Seksual
  • Penyandang Disabilitas
  • UU IKN
Rancangan
  • Haluan Ideologi Pancasila
  • Permusikan
  • Perubahan Harga Rupiah
Peraturan Pemerintah
  • Pengganti Undang-Undang
Peraturan Presiden
  • Keputusan Presiden
Peraturan Daerah
  • Peraturan Daerah Provinsi
    • Qanun Aceh
    • Perdais
  • Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan lain
  • GBHN
  • Ketetapan MPR
    • I/MPR/2003
  • Peraturan Menteri
  • Peraturan LPNK
  • Peraturan BI
  • Peraturan BPK
  • Peraturan Desa
Penerbitan
  • Lembaran Negara Republik Indonesia
  • Berita Negara Republik Indonesia
  • Lembaran Daerah Indonesia
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Undang-Undang_Pemilihan_Umum&oldid=27636988"
Kategori:
  • Undang-Undang Indonesia
  • Pemilihan umum di Indonesia
Kategori tersembunyi:
  • Pages using the JsonConfig extension

Best Rank
More Recommended Articles