Yayuk Rahayuningsih Suhardjono
Biografi | |
---|---|
Data pribadi | |
Pendidikan | Universitas Gadjah Mada Universitas Indonesia ![]() |
Kegiatan | |
Pekerjaan | peneliti, entomolog, dosen (Eropa) ![]() |
Karya kreatif | |
Singkatan nama zoologi | Suhardjono ![]() |
Yayuk Rahayuningsih Suhardjono (lahir pada 25 September 1950) adalah seorang peneliti muda di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Perempuan kelahiran Magelang ini menjadi ilmuwan perempuan Indonesia yang fokus didunia penelitian Mordilidae yaitu hewan dari keluarga kumbang dan Collembola atau ekor pegas, yaitu serangga primitif dengan enam segmen abdominal.[1]
Prof. Dr. Yayuk Rahayuningsih Suhardjono menyukai dunia biologi sejak lama. Terbukti dengan program studi yang di ambilnya di Universitas Gadjah Mada pada tahun 1972 yang membuatnya menyandang titel Sarjana Muda Biologi. Selanjutnya, ia meneruskan studi dai Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Indonesia pada tahun 1978. Karena ketertarikannya di bidang biologi juga, ia langsung melanjutkan Pascasarjana di Universitas Indonesia.Tidak jauh berbeda dengan Yayuk, suaminya bernama Suhardjono juga seorang peneliti di LIPI yang dikaruniai seprang anak bernama Primadina Banusita.[2]
Karier dan Penelitian
Perempuan yang mendapat julukan Ibu Biospeleologi Indonesia ini mulai meneliti ekor pegas pada tahun 1977. Meskipun organisme ini memiliki peran penting dalam ekosistem sebagai indikator hayati dan pengurai racun serta bahan organik, penelitian terhadap Collembola kurang diminati karena ukurannya yang sangat kecil dan habitatnya yang berada di dalam tanah. Tantangan yang dihadapi tidak hanya berasal dari sifat organisme itu sendiri, tetapi juga dari keterbatasan sarana penelitian. Bahkan, pada awal penelitiannya, atasan Prof. Yayuk meminta agar penelitian ini dihentikan karena kurangnya fasilitas dan supervisi. Awal mula perkenalan Yayuk dengan spesies kumbang ini berawal dari sebuah tantangan dari Direktur Lembaga Biologi Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Ribuan plastik bekas menjadi tujuan dan rujukan Yayuk dalam penelitian karena barang itu merupakan sisa Pekan Olahraga Nasional LIPI. Melalui gelas plastik itu ia berusaha mencari Collembola dengan umpan sebotol plastik bekas. Dari mulai tahun 1977 sampai dengan 1978. Satu tahun berjalan ia sudah banyak mengumpulkan Collembola. Sedangkan untuk ia bingung untuk meneliti spesies tersebut membutuhkan mikroskop yang canggih. Utusan Cassagnau sempat mengunjungi Museum Zoologi mengatakan jika penelitian Collembola tidak akan bisa jika dilakukan dengan mikroskop biasa. Namun Yayuk tidak menyerah dengan kondisinya.[2]
Prof. Yayuk berinisiatif menghubungi peneliti Collembola di seluruh dunia. Ia mendapat respons dari beberapa peneliti di Prancis, Australia, dan Jepang. Sebagai bentuk dukungan, seorang peneliti dari Jepang mengirimkan mikroskop khusus. Sayangnya, mikroskop tersebut tidak dapat digunakan karena tidak sesuai dengan kondisi laboratorium LIPI. Akhirnya, Prof. Yayuk menggunakan mikroskop seadanya yang dimodifikasi sesuai kebutuhannya. Keuletannya dalam penelitian menarik perhatian kolega dari Prancis yang mengunjungi laboratoriumnya. Sang profesor dari Prancis terkejut melihat peralatan yang digunakan dan akhirnya menawarkan pelatihan selama empat minggu di Prancis. Pada tahun 1990, Prof. Yayuk kembali mendapat kesempatan dari Australia untuk melakukan penelitian selama empat bulan di Australian National Insect Collection (ANIC), Canberra. Selama periode tersebut, ia bekerja tanpa kenal lelah dari pukul 07.00 hingga 22.00 setiap hari, memanfaatkan fasilitas penelitian yang lebih modern dibandingkan dengan yang tersedia di Indonesia.[3]
Pengelolaan Koleksi Serangga
Setelah kembali ke Indonesia, Prof. Yayuk mendapat kesempatan dari Bank Dunia untuk mempelajari manajemen koleksi di 13 museum terkemuka di lima negara dalam program Green Environment Fund. Ilmu yang diperolehnya diterapkan untuk menata puluhan ribu koleksi serangga di museum LIPI. Hasilnya, museum LIPI kini menjadi pusat penelitian serangga yang terorganisir dengan baik, sehingga peneliti dan mahasiswa tidak perlu lagi pergi ke luar negeri untuk mengakses koleksi yang lengkap.[4]
Kontribusi dalam Pengajaran
Sebagai peneliti senior, Prof. Yayuk terus aktif di laboratorium serta berbagi ilmu melalui tulisan, seminar, simposium, dan kuliah umum di berbagai universitas di Indonesia. Salah satu kontribusi ilmiahnya adalah makalah berjudul Keanekaragaman Hayati Indonesia: Pengelolaan untuk Pembangunan Berkelanjutan yang dipresentasikan dalam Symposium on Biology Education. Dengan semangat yang tak pernah pudar, ia terus berkontribusi dalam dunia penelitian dan pendidikan.[5] Selain itu, Prof. Yayuk juga aktif mempublikasikan hasil penelitiannya baik melalui buku maupun artikel jurnal. Salah satu buku karyanya berjudul "Fauna karst dan gua, Maros, Sulawesi Selatan" yang diterbitkan oleh LIPI pada tahun 2012.[6] Kekinian keanekaragaman hayati Indonesia (2014),[7] dan lain sebagainya.[8]
Lihat pula
Referensi
- ^ Sinombor, Brigitta Isworo Laksmi dan Sonya Hellen (2018-04-20). "Yayuk Rahayuningsih Suhardjono, Setia Meneliti Collembola". kompas.id. Diakses tanggal 2025-03-20.
- ^ a b Laksmi, Brigitta Isworo (21 April 2018). "Yayuk Rahayuningsih Suhardjono Setia Meneliti Collembola". Kompas. Diarsipkan dari asli tanggal 2018-09-27. Diakses tanggal 27 September 2018.
- ^ Sinombor, Brigitta Isworo Laksmi dan Sonya Hellen (2018-04-20). "Yayuk Rahayuningsih Suhardjono, Setia Meneliti Collembola". kompas.id. Diakses tanggal 2025-03-20.
- ^ Sinombor, Brigitta Isworo Laksmi, Sonya Hellen (2018-04-21). "The Loyalty of A Collembola Researcher". kompas.id. Diakses tanggal 2025-03-24. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
- ^ Megatruh (Sabtu, 21 Juli 2018). "Serabi Indonesia: PROF. DR. YAYUK RAHAYUNINGSIH SUHARDJONO : SATU-SATUNYA DI ASIA TENGGARA". Serabi Indonesia. Diakses tanggal 2025-03-20.
- ^ Suhardjono, Yayuk Rahayuningsih (2012). Fauna karst dan gua, Maros, Sulawesi Selatan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong Science Center. ISBN 978-979-799-698-7.
- ^ Widjaja, Elizabeth A.; Rahayuningsih, Yayuk; Rahajoe, Joeni Setijo; Ubaidillah, Rosichon; Maryanto, Ibnu; Walujo, Eko Baroto; Semiadi, Gono (2015). Kekinian keanekaragaman hayati Indonesia, 2014. LIPI Press. ISBN 978-979-799-801-1.
- ^ Trubus, Redaksi. Majalah Trubus Edisi Agustus 2021: PELUANG BESAR PRODUK ORGANIK. Trubus.