More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Wikramawardhana - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Wikramawardhana - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Wikramawardhana

  • Bikol Central
  • English
  • हिन्दी
  • Jawa
  • Polski
  • Русский
  • संस्कृतम्
  • සිංහල
  • தமிழ்
  • Татарча / tatarça
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Wikimedia Commons
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Bhre Mataram)
Wikramawardhana
Maharaja Majapahit
Bhre Mataram
Maharaja Majapahit ke 5
Berkuasa Majapahit (1389-1400, 1406-1429)
PendahuluHayam Wuruk
PenerusSuhita
Bhre Mataram
Berkuasa? – 1389
KelahiranRaden Gagak Sali
Kematian1429
PasanganKusumawardhani
Keturunan
  • Bhra Hyang Wekas ing Sukha
  • Bhre Tumapel
  • Suhita
  • Wijayaparakramawardhana
Nama takhta
Bhra Hyang Wisesa
ꦨꦿꦲꦾꦁꦮꦶꦯꦺꦱ
WangsaRajasa
AyahSinghawardhana
IbuRajasaduhiteswari
Keluarga kerajaan Majapahit

Kertarajasa Jayawardhana (Raden Wijaya)

  • Permaisuri: Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari
  • Istri: Indreswari, Prajnaparamita, Narendraduhita
  • Selir: Gayatri (Sri Rajapatni)
  • Pewaris takhta: Jayanagara (putra Raden Wijaya dengan istri Indreswari)

Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa Adhiswara (Jayanagara)

  • Penerus takhta: Tribhuwana Wijayatunggadewi (adik tiri dari Jayanagara)

Sri Tribhuwana Wijayatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani (Tribhuwana Wijayatunggadewi)

  • Suami: Sri Kertawardhana (Bhre Tumapel)
  • Pewaris takhta: Hayam Wuruk (putra Tribhuwana Wijayatunggadewi dengan suami Sri Kertawardhana)

Sri Maharaja Rajasanagara (Hayam Wuruk)

  • Permaisuri: Sri Sudewi (Paduka Sori)
  • Pewaris takhta: Wikramawardhana (suami dari putri Hayam Wuruk dengan permaisuri Sri Sudewi yang bernama Kusumawardhani)

Bhra Hyang Wisesa Aji Wikramawardhana (Wikramawardhana)

  • Penerus takhta: Suhita (kakak dari Wikramawardhana)

Bhra Hyang Parameswara Ratnapangkaja (Suhita)

  • Suami: Ratnapangkaja (Penguasa Kahuripan)
  • Pewaris takhta: Kertawijaya (keponakan Suhita dan merupakan putra Wikramawardhana)

Brawijaya I (Kertawijaya)

  • Pewaris takhta: Rajasawardhana (putra sulung Kertawijaya)

Brawijaya II (Rajasawardhana)

  • Penerus takhta: Girishawardhana (terjadi perebutan tahta kekuasaan kerajaan antara adik dari Rajasawardhana yang bernama Girishawardhana yang juga adalah putra Kertawijaya melawan Samarawijaya yang adalah putra sulung Rajasawardhana, jadi antara paman melawan keponakannya saling berebut tahta kekuasaan kerajaan, dan setelah itu pada akhirnya tahta kekuasaan kerajaan jatuh ke tangan sang paman, Girishawardhana)

Brawijaya III (Girishawardhana)

  • Penerus takhta: Suraprabhawa (putra bungsu Kertawijaya)

Brawijaya IV (Suraprabhawa)

  • Pewaris takhta: Angkawijaya (putra mahkota Rajasawardhana)

Brawijaya V (Bhre Kertabhumi / Angkawijaya)

  • Istri: Dewi Amarawati, Dewi Wandan Kuning
  • Selir: Wandan Sari (Siu Ban Ci)
  • Penerus takhta: Raden Patah (putra Angkawijaya dengan selir Siu Ban Ci)
  • l
  • b
  • s

Wikramawardhana adalah Maharaja ke-5 Majapahit putra Rajasaduhiteswari Dyah Nertaja yang merupakan adik kandung Prabu Hayam Wuruk.

Asal-usul Wikramawardhana dan Kusumawardhani

[sunting | sunting sumber]
Diagram silsilah Wangsa Rajasa, keluarga kerajaan Singhasari dan Majapahit

Wikramawardhana dalam Pararaton bergelar Bhra Hyang Wisesa Aji Wikramawardhana. Nama aslinya adalah Gagak Sali. Ibunya bernama Dyah Nertaja, adik Hayam Wuruk, yang menjabat sebagai Bhre Pajang. Sedangkan ayahnya bernama Raden Sumana yang menjabat sebagai Bhre Paguhan, bergelar Singhawardhana.

Permaisurinya, yaitu Kusumawardhani adalah putri Hayam Wuruk yang lahir dari Sri Sudewi disebut juga Paduka sori. Dalam Nagarakretagama (ditulis 1365), Kusumawardhani dan Wikramawardhana diberitakan sudah menikah. Padahal waktu itu Hayam Wuruk baru berusia 31 tahun. Maka, dapat dipastikan kalau kedua sepupu tersebut telah dijodohkan sejak kecil.

Dari perkawinan itu, lahir putra mahkota bernama Rajasakusuma bergelar Hyang Wekasing Sukha, yang meninggal sebelum sempat menjadi raja.

Pararaton juga menyebutkan, Wikramawardhana memiliki tiga orang anak dari selir, yaitu Bhre Tumapel, Suhita, dan Kertawijaya.

Bhre Tumapel lahir dari Bhre Mataram putri Bhre Pandansalas. Ia menggantikan Rajasakusuma sebagai putra mahkota, tetapi juga meninggal sebelum sempat menjadi raja.

Kedudukan sebagai pewaris takhta Majapahit kemudian dijabat oleh Suhita yang lahir dari Bhre Daha putri Bhre Wirabhumi.

Masa Pemerintahan Wikramawardhana dan Kusumawardhani

[sunting | sunting sumber]

Saat Nagarakretagama ditulis tahun 1365, Kusumawardhani masih menjadi putri mahkota yang menjabat sebagai Bhre Kabalan. Sedangkan Wikramawardhana menjabat sebagai Bhre Mataram dan mengurusi masalah perdata.

Menurut Pararaton, sepeninggal Hayam Wuruk tahun 1389, Kusumawardhani dan Wikramawardhana naik takhta dan memerintah berdampingan. Jabatan Bhre Mataram lalu diserahkan pada selir Wikramawardhana, yaitu putri dari Ranamanggala Bhre Pandansalas, yang menikah dengan adik Wikramawardhana yang bernama Surawardhani Bhre Kahuripan. Jadi, Wikramawardhana menikahi keponakannya sendiri sebagai selir.

Rajasakusuma sang putra mahkota diperkirakan mewarisi jabatan Bhre Kabalan menggantikan Kusumawardhani, meskipun tidak disebut secara tegas dalam Pararaton.

Pada tahun 1389, terjadi ketegangan antara Bhre Wirabumi dan Wikramawardhana, karena Wikramawardhana memberikan gelar Bhre Lasem kepada permaisurinya, Kusumawardhani, padahal gelar Bhre Lasem sedang disandang adiknya, Nagarawardhani, istri Bhre Wirabumi. Sengketa jabatan Bhre Lasem ini menciptakan perang dingin antara istana barat dan timur.

Pada tahun 1398, Majapahit mengirimkan armadanya untuk menyerang Iskandar Shah (raja Kerajaan Singapura). Hal ini disebabkan atas tuduhan Iskandar Shah kepada salah satu selirnya yang melakukan perzinaan. Sebagai hukuman, raja menelanjangi selir itu di depan umum. Untuk membalaskan dendamnya, ayah selir itu, Sang Rajuna Tapa yang juga seorang pejabat di pengadilan Iskandar Shah, diam-diam mengirim pesan kepada Wikramawardhana dari Majapahit, untuk menyerang Singapura.

Pada tahun 1398 Rajasakusuma mengangkat Gajah Menguri sebagai patih menggantikan Gajah Enggon yang meninggal dunia. Berita dalam Pararaton ini harus ditafsirkan sebagai “mengusulkan”, bukan “melantik”.

Pada tahun 1399, Rajasakusuma meninggal sebelum menjadi raja. Candi makamnya bernama Paramasuka Pura di Tanjung. Kedudukan putra mahkota lalu dijabat Bhre Tumapel putra Wikramawardhana dari Bhre Mataram.

Pada tahun 1400, setelah Nagarawardhani dan Kusumawardhani sama-sama meninggal. Wikramawardhana segera mengangkat menantunya sebagai Bhre Lasem yang baru, yaitu istri Bhre Tumapel. Ketegangan Majapahit Barat dan Timur tersebut semakin besar hingga pada tahun 1404 terjadilah peperangan besar antara kerajaan Majapahit Barat dengan Majapahit Timur (Blambangan) yang dikenal dengan sebutan perang dua tahun atau Perang Paregreg yang berakhir tahun 1406, yang dimenangkan oleh Wikramawardhana.

Menurut Pararaton, Wikramawardhana kembali menjadi raja, karena Kusumawardhani meninggal dunia. Kusumawardhani dicandikan di Pabangan, bernama Laksmipura.

Menyerang Kerajaan Singhapura

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1398, Majapahit mengirimkan armadanya untuk menyerang Iskandar Shah (raja Kerajaan Singapura), yang terdiri dari tiga ratus kapal perang utama dan ratusan kapal kecil, membawa tidak kurang dari 200.000 orang. Awalnya, tentara Jawa bertempur di luar benteng dengan penduduk Singapura. Sebelum akhirnya memaksa mereka untuk mundur ke belakang tembok. Kekuatan invasi Jawa terus melakukan pengepungan kota dan berulang kali mencoba untuk menyerang benteng.[1][2][3]

Setelah sekitar satu bulan, makanan di dalam benteng mulai kehabisan dan pihak yang bertahan berada di ambang kelaparan. Sang Rajuna Tapa kemudian diminta untuk mendistribusikan biji-bijian milik kerajaan kepada masyarakat yang bertahan. Sebagai bentuk balas dendam, menteri berbohong kepada raja, dan mengatakan bahwa gudang kerajaan sedang kosong. Akhirnya orang-orang yang bertahan mengalami kelaparan. Serangan terakhir Majapahit terjadi setelah gerbang akhir dibuka atas perintah seorang menteri. Para prajurit Majapahit bergegas masuk ke benteng dan pembantaian yang mengerikan terjadi.[3] Menurut Malay Annals, "darah mengalir seperti sungai" dan noda merah di tanah Singapura disebut-sebut berasal dari darah pembantaian itu.[4] Mengetahui kekalahan sudah dekat, Iskandar Shah dan para pengikutnya melarikan diri dari Singapura.

Perang Paregreg

[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Perang Regreg

Pada tahun 1389, Wikramawardhana berselisih dengan Bhre Wirabhumi, karena Wikramawardhana, memberikan gelar Bhre Lasem kepada permaisurinya, Kusumawardhani, padahal gelar Bhre Lasem sedang disandang adiknya, Nagarawardhani, istri Bhre Wirabumi.

Pada tahun 1400, Perselisihan antara penguasa Majapahit Barat dan Majapahit Timur ini memuncak, setelah Nagarawardhani dan Kusumawardhani sama-sama meninggal. Wikramawardhana berselisih kembali dengan Bhre Wirabhumi karena mengangkat menantunya sebagai Bhre Lasem yang baru, yaitu istri Bhre Tumapel. Perselisihan ini menjadi perang saudara pada tahun 1404, yang disebut Paregreg atau Perang Regreg.

Pada tahun 1406 pasukan Majapahit barat yang dipimpin oleh Bhre Tumapel (anak Wikramawardhana) mengalahkan pasukan Majapahit timur. Dalam pertempuran, Bhre Wirabhumi tewas di tangan Bhra Narapati (Raden Gajah). Wikramawardhana kemudian menikahi Bhre Daha putri Bhre Wirabhumi sebagai selir. Jadi Wikramawardhana menikahi keponakan tiri Kusumawardhani, dan mempunyai putri bernama Suhita.

Perang Regreg membawa kerugian besar bagi Majapahit. Banyak daerah-daerah bawahan di luar Jawa melepaskan diri ketika Majapahit barat dan timur sibuk berperang, sehingga menyebabkan awal dari kemunduran Majapahit.

Wikramawardhana juga berhutang ganti rugi pada kaisar Dinasti Ming penguasa Tiongkok. Ketika terjadi penyerbuan ke timur, sebanyak 170 orang anak buah Laksamana Ceng Ho ikut terbunuh. Padahal waktu itu Ceng Ho sedang menjadi duta besar mengunjungi Jawa.

Menurut kronik Tiongkok tulisan Ma Huan (sekretaris Ceng Ho), Wikramawardhana diwajibkan membayar denda pada kaisar sebesar 60.000 tahil. Sampai tahun 1408 baru bisa diangsur 10.000 tahil saja. Akhirnya, kaisar membebaskan hutang tersebut karena kasihan.

Menjalin Hubungan Dengan Kerajaan Budha

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1412 Wikramawardhana menjalin dengan berbagai kerajaan penganut agama Budha di Kalimantan, Indochina, Korea hingga Jepang dengan cara memberikan cinderamata berupa hewan Gajah dari Wengker. Wikramawardhana mengutus Bre Wengker menjadi duta Majapahit untuk berbagai kerajaan yang dituju, program ini membuat hewan gajah di Wengker menjadi sedikit hingga punah tak tersisa. maka dari itu dibuatlah arca peringatan berupa Gajah di kawasan Wengker.

Akhir Hayat Wikramawardhana

[sunting | sunting sumber]

Wikramawardhana akhirnya meninggal pada akhir tahun 1429. Ia dicandikan di Wisesapura yang terletak di Bayalangu. Wikramawardhana digantikan oleh putrinya dari Bhre Daha yaitu Suhita yang naik takhta tahun 1429. Usia Suhita saat itu diperkirakan sekitar 20-tahun.

Peninggalan sejarah Wikramawardhana berupa Prasasti Katiden I (1392) dan Prasasti Katiden II (1395), yang berisi penetapan Gunung Lejar sebagai tempat pendirian sebuah bangunan suci.

Silsilah

[sunting | sunting sumber]
Singhawardhana
Bhre Paguhan
Wikramawardhana
Bhra Hyang Wisesa
Kertawardhana
Bhre Tumapel
Rajasaduhiteswari Dyah Nertaja
Bhre Pajang
Kertarajasa Jayawardhana
Tribhuwanotunggadewi
Rajapatni Dyah Gayatri

Bibliografi

[sunting | sunting sumber]
  • M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
  • Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). Sejarah Nasional Indonesia. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
  • Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Jindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Tsang & Perera 2011, hlm. 120
  2. ^ Sabrizain, hlm. Palembang Prince or Singapore Renegade?
  3. ^ a b A. Samad 1979, hlm. 69–70
  4. ^ Windstedt 1938, hlm. 32


Didahului oleh:
Hayam Wuruk
Raja Majapahit
1389—1429
Diteruskan oleh:
Suhita
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Wikramawardhana&oldid=27853109"
Kategori:
  • Raja Majapahit
  • Kerajaan Majapahit
  • Tokoh Jawa Timur
  • Tokoh Jawa
  • Dinasti Rajasa

Best Rank
More Recommended Articles