More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Efek media bermusuhan - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Efek media bermusuhan - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Efek media bermusuhan

  • العربية
  • English
  • עברית
  • 日本語
  • 한국어
  • Polski
  • Русский
  • Српски / srpski
  • Українська
  • 中文
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ada usul agar Efek media bermusuhan : misinformasi dan disinformasi dalam era digital digabungkan ke artikel ini. (Diskusikan) Diusulkan sejak Desember 2024.

Efek media bermusuhan (Hostile media effect) adalah suatu fenomena psikologis di mana individu yang memiliki afiliasi kuat terhadap suatu kelompok, seperti partai politik, cenderung mempersepsikan liputan media mengenai isu kontroversial sebagai bias terhadap kelompok lawan.[1] Meskipun menerima informasi yang sama, individu-individu ini akan menginterpretasikannya secara berbeda berdasarkan sudut pandang kelompok mereka.[1]

Dampak

[sunting | sunting sumber]

Fenomena ini membawa individu yang memiliki pandangan kuat terhadap suatu isu cenderung melihat liputan media yang seimbang sebagai bias terhadap pandangan yang berlawanan. Meskipun berita tersebut disajikan secara objektif, individu tersebut akan menafsirkannya sesuai dengan sudut pandang mereka.[2] Fenomena ini menunjukkan bahwa massa tidak selalu menerima informasi media secara pasif, melainkan aktif menginterpretasikannya berdasarkan apa yang dipercayai dan nilai-nilai yang mereka anut. Hal ini terjadi bahkan ketika wartawan berusaha menyajikan berita secara adil dan tidak memihak.[2]

Studi

[sunting | sunting sumber]

Sebuah studi pada tahun 1982 di Universitas Stanford oleh Vallone mengilustrasikan fenomena bias persepsi dalam konsumsi media. Mahasiswa yang memiliki afiliasi politik yang berbeda, yakni pro-Palestina dan pro-Israel, ditunjukkan potongan berita yang sama mengenai pembantaian Sabra dan Shatila.[3] Meskipun menyaksikan tayangan yang identik, kedua kelompok mahasiswa tersebut justru menafsirkan berita tersebut secara bertolak belakang. Mahasiswa pro-Israel merasa bahwa berita tersebut terlalu berpihak pada Palestina, sementara mahasiswa pro-Palestina merasa sebaliknya. Fenomena ini menunjukkan bahwa individu cenderung menginterpretasikan informasi media sesuai dengan sudut pandang dan keyakinan politik mereka, bahkan ketika informasi yang disajikan bersifat objektif. Studi ini memperkuat pemahaman bahwa audiens media tidak pasif, melainkan aktif membangun makna dari pesan media berdasarkan kerangka referensi mereka masing-masing.[3]

Studi dari Vallone mengajukan dua mekanisme terkait. Pertama, individu yang memiliki pandangan kuat tentang suatu isu partisan cenderung meyakini bahwa fakta-fakta lebih mendukung posisi mereka. Akibatnya, setiap laporan netral dianggap memberikan keuntungan yang tidak semestinya kepada pihak yang berseberangan. Kedua, terdapat persepsi yang keliru terhadap artikel netral, yang dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi dua bentuk: kategorisasi selektif dan ingatan selektif.[3][4] Dalam hal ini, partisan dapat menafsirkan informasi yang sama dengan cara yang berbeda, baik sebagai mendukung atau menentang posisi mereka, atau mereka lebih mengingat bagian-bagian yang dirasa bertentangan. Penjelasan mengenai ingatan selektif berkaitan dengan perhatian dan keterlibatan yang lebih besar terhadap aspek negatif.[3][4]

Studi di Stanford ini memberikan bukti empiris yang kuat mengenai efek polarisasi dalam persepsi media. Meskipun kedua kelompok mahasiswa menyaksikan tayangan yang sama, mereka "membaca" pesan yang berbeda dalam berita tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya bias konfirmasi, yaitu kecenderungan individu untuk mencari dan menafsirkan informasi yang mendukung keyakinan yang sudah ada sebelumnya. Dalam konteks ini, baik mahasiswa pro-Israel maupun pro-Palestina cenderung mencari bukti yang memperkuat cara pandang masing-masing dan kemudian mengabaikan bukti- bukti lain yang bertentangan.[3]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Feldman, Lauren (2017-08-24). Kenski, Kate; Jamieson, Kathleen Hall (ed.). The Hostile Media Effect. Oxford University Press. hlm. 0. ISBN 978-0-19-979347-1.
  2. ^ a b "Hostile Media Effect". obo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-12.
  3. ^ a b c d e Vallone, Robert P.; Ross, Lee; Lepper, Mark R. (1985). "The hostile media phenomenon: Biased perception and perceptions of media bias in coverage of the Beirut massacre". Journal of Personality and Social Psychology (dalam bahasa Inggris). 49 (3): 577–585. doi:10.1037/0022-3514.49.3.577. ISSN 1939-1315.
  4. ^ a b Gunther, Albert C.; Chia, Stella Chih-Yun (2001-12). "Predicting Pluralistic Ignorance: The Hostile Media Perception and its Consequences". Journalism & Mass Communication Quarterly (dalam bahasa Inggris). 78 (4): 688–701. doi:10.1177/107769900107800405. ISSN 1077-6990.
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Efek_media_bermusuhan&oldid=26683614"
Kategori:
  • Artikel yang layak digabungkan sejak Desember 2024
  • Manipulasi media berita
  • Bias media
Kategori tersembunyi:
  • CS1 sumber berbahasa Inggris (en)
  • Galat CS1: tanggal
  • Artikel dengan parameter tanggal yang tidak valid pada templat
  • Artikel yang layak digabungkan

Best Rank
More Recommended Articles