Harjokuncaran, Sumbermanjing Wetan, Malang
Harjokuncaran | |||||
|---|---|---|---|---|---|
| Negara | |||||
| Provinsi | Jawa Timur | ||||
| Kabupaten | Malang | ||||
| Kecamatan | Sumbermanjing Wetan | ||||
| Kode pos | 65176 | ||||
| Kode Kemendagri | 35.07.04.2010 | ||||
| Luas | ... km² | ||||
| Jumlah penduduk | ... jiwa | ||||
| Kepadatan | ... jiwa/km² | ||||
| |||||
Harjokuncaran adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.[1]
Sejarah
Di desa Harjokuncaran dahulu berdiri sebuah kawasan perkebunan bernama Telogorejo yang dikelola oleh perusahaan kolonial Belanda dengan mempekerjakan warga lokal. Komoditas utama di perkebunan tersebut antara lain kopi dan karet. Bahkan wilayah ini menjadi titik awal penyebaran kopi robusta di Indonesia. Saat ini kebun kopi di Harjokuncaran bertransformasi menjadi Kebun Percobaan Sumber Asin yang dikelola oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) Jember.[2] Pada tahun 1947, Belanda melancarkan agresi militer untuk merebut aset-aset jajahannya kembali. Warga Harjokuncaran membantu perjuangan dengan melakukan penebangan besar-besaran pohon karet di perkebunan agar tidak direbut Belanda. Pada tahun itu pula, Desa Harjokuncaran berdiri secara resmi yang mengambil nama dari seorang tokoh bernama Harjo Kuncoro. Harjokuncaran mencakup Dukuh Wonosari, Margomulyo, Banaran, dan Sumberpalung. Warga dan pihak perkebunan menggarap tanah masing-masing dengan patok batas yang jelas. Situasi ini berubah dengan adanya musyawarah Batu yang tidak melibatkan pihak desa pada tahun 1970 yang menyatakan bahwa lahan yang digarap masyarakat harus dikembalikan ke perkebunan.[3]
Pada tahun 1973, wilayah perkebunan dikuasai oleh Komando Daerah Militer V/Brawijaya yang dengan sigap membagi kavling perkebunan kepada perwira TNI AD.[3] Warga desa yang tidak tahu tentang keputusan ini akhirnya terpaksa meninggalkan rumah dan lahan garapannya. Mereka yang melawan dicap sebagai anggota PKI, misalnya 6 warga (termasuk kepala dusun Margomulyo) yang hilang tanpa jejak pada tahun 1986. Tercatat tiga dusun yaitu Margomulyo, Banaran, dan Wonosari ditinggalkan oleh warga sehingga sekarang telah dihapus, dan di lahan ini berdiri pemukiman baru bernama Transad Majapurna sedangkan Dusun Mulyosari masih bertahan. Dasar kepemilikan warga sebenarnya sudah diakui oleh Direktorat Jenderal Agraria pada 1 Desember 1981 mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 190/DJA/1981 yang menyatakan tanah sengketa itu merupakan obyek landreform dengan verponding (hak milik zaman Belanda) nomor 1289 dan 1290 yang seharusnya sudah diberikan ke 2.525 keluarga di tiga dusun dalam Desa Harjokuncaran.[4]
Referensi
- ^ "Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan (Permendagri No.56-2015)". www.kemendagri.go.id (dalam bahasa Indonesia). Diarsipkan dari asli tanggal 2017-04-29. Diakses tanggal 2019-01-01. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
- ^ Aisyah Nawangsari (2022-05-21). "Desa Harjokuncaran, Cikal Bakal Kopi Robusta di Indonesia". TUGU MALANG.
- ^ a b Karnaji (2003). "Konflik Tanah Perkebunan di Malang Selatan" (PDF). Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik (4). Surabaya: Universitas Airlangga.
- ^ Abdi Purnomo (2012-07-19). "Warga Harjokuncaran Datangi Kantor BPN Malang". TEMPO.




