Jauharul Alam dari Aceh
![]() | Artikel ini memiliki beberapa masalah. Tolong bantu memperbaikinya atau diskusikan masalah-masalah ini di halaman pembicaraannya. (Pelajari bagaimana dan kapan saat yang tepat untuk menghapus templat pesan ini)
|
![]() | Artikel ini perlu dikembangkan agar dapat memenuhi kriteria sebagai entri Wikipedia. Bantulah untuk mengembangkan artikel ini. Jika tidak dikembangkan, artikel ini akan dihapus. |
![]() |
![]() |
Jauharul Alam Syarif Aminuddin Jamalullail جوهر العلم شريف أمين الدين جمال الليل | |
---|---|
Sultan | |
Sultan Aceh | |
Berkuasa | 1726 |
Pendahulu | Jamalul Alam Badrul Munir Jamalullail |
Penerus | Syamsul Alam Jamalullail |
Kelahiran | Bandar Aceh Darussalam, Kesultanan Aceh |
Kematian | 1726 Bandar Aceh Darussalam, Kesultanan Aceh |
Wangsa | Syarif Jamalullail |
Agama | Islam Sunni |
Sultan Jauharul Alam Aminuddin atau lebih lengkap bergelar Sultan Jauharul Alam Aminuddin Syah. (meninggal tahun1726) adalah seorang sultan di Kesultanan Aceh yang memerintah pada tahun 1726. Beberapa sumber menyebutkan tahun pemerintahan dia adalah 1723.[1]
Sebelumnya dia bergelar sebagai Panglima Maharaja, pemimpin di Gampong Pahang sebuah wilayah penting dekat ibu kota. Dia sekaligus menjadi penasehat bagi sultan Sultan Jamalul Alam Badrul Munir. Sultan digulingkan dan diusir dari istana ketika pemberontakan tiga sagi pada tahun 1726. Oleh Panglima Maharaja sultan yang bersembunyi di salah satu benteng disarankan untuk mengasingkan diri ke Pidie. Dalam kekacauan politik ini Panglima Maharaja berjanji tidak akan mengkhianati sultan terguling. Namun janji tersebut akhirnya tidak terbukti, karena pada tahun yang sama ditengah kekosongan kepemimpinan dia menahbiskan diri sebagai sultan dengan gelar Sultan Jauharul Alam Amaddin Syah.[2] Tidak lama setelah memangku gelar sultan, sekira tujuh atau dua puluh hari kemudian dia meninggal. Menjelang kematian dia telah menunjuk Wandi Tebing untuk menggantikan kedudukan dia sebagai sultan. Kelak Wandi Tebing memerintah dengan gelar tahta sebagai Sultan Syamsul Alam.[3]
Kedatangan Utusan Syarif Mekkah:
Dalam tahun 1683 Ratu Zakiatuddin Inayat Syah menerima kedatangan Utusan Mekkah, yang dikirim oleh Syarif Barakat IV bin Muhammad Al-Barakat sebagai Penguasa Hijaz (Mekkah dan Madinah). Salah satu sejarah yang tercatat adalah masa pemerintahan Sultanah Inayat Syah Zakiatuddin Syah Johan Berdaulat Zilullahi Fil Alam (1678-1688 M), yang menjalin hubungan erat dengan Negeri Haramain yang dipimpin oleh Syarif Mekkah, Syarif Barakat IV (1672-1682 M).
Perutusan Syarif Mekkah itu berada di bawah pimpinan Syarif Yusuf bin Shalih Al-Qudsi, Mereka datang ke Aceh dengan membawa bingkisan dari Syarif Barakat IV, yang Setelah empat tahun rombongan utusan Syarif Mekkah ini bermukim di Delhi India. Atas nasehat pembesar di sana kepada Syarif Yusuf Al-Qudsi pimpinan rombongan berangkat ke aceh diterima oleh Ratu dengan gembira, Ratu menitahkan supaya utusan tinggal dulu di Aceh, sebab Ratu ingin mengirim bingkisan balasan, dan untuk menyiapkan perlu waktu, mereka melanjutkan pelayaran ke Tanah Aceh, yang juga telah dikenal oleh Syarif Barakat IV sebagai satu Negara yang taat kepada peraturan-peraturan Agama Islam, demikianlah ulasan para sejarawan melukiskan tentang perutusan Amir Syarif Mekkah saat itu, Syarif Barakat IV bin Muhammad Al-Barakat telah meninggal dunia dan digantikan oleh putra beliau sendiri yang bernama Syarif Sa'id bin Barakat Ar-Rabi Al-Barakat (1682-1683 M), demikianlah, pada awal tahun 1094 H. Ketua rombonan Syarif Yusuf Al-Qudsi dan para anggota perutusan bertolak kembali ke tanah Hijaz (Mekkah Madinah) dengan seperangkatan hadiah, kecuali yang tinggal Syarif Hasyim Jamalullail beserta saudaranya Syarif Ibrahim Jamalullail yang menetap di Kesultanan Aceh dan putranya Syarif Ali Al-Qudsi yang menjadi menantu Kesultanan Sambas digelar Pangeran Suradilaga dari Aceh.
Referensi
Pranala luar
- Djajadiningrat, Raden Hoesein (1911) 'Critische overzicht van de in Maleische werken vervatte gegevens over de geschiedenis van het soeltanaat van Atjeh', Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 65, pp. 135–265.
- Taniputera, Ivan (2013) Kerajaan-kerajaan Nusantara pascakeruntuhan Majapahit. Jakarta: Gloria Group.
Didahului oleh: Sultan Jamalul Alam Badrul Munir |
Sultan Aceh 1726 |
Diteruskan oleh: Sultan Syamsul Alam |