Kakawin Kuñjarakarna
Kakawin Kuñjarakarna Dharmakathana adalah gubahan dalam bentuk syair (kakawin) dari karya sastra prosa; Kuñjarakarna.
Judul dan penulis
Judul dari kakawin ini, Kuñjarakarna Dharmakathana, adalah sebuah frasa bahasa Sanskerta yang memiliki banyak makna. Jika judul ini dibaca sebagai kata majemuk dalam bahasa Sanskerta Kuñjarakarnadharmakathana, maka bisa diartikan sebagai "Cerita mengenai Dharma (hukum) dan hubungannya dengan Kuñjarakarna". Namun bisa pula frasa Dharmakathana ini dibaca secara lepas sebagai konstruksi bahuvrîhi sehingga artinya adalah: "(Sang Buddha) di mana katanya adalah Dharma". Biar bagaimanapun artinya adalah jelas bahwa kakawin ini mengenai dharma.[1]
Menurut Prof. Slamet Muljana, judul kakawin di atas diambil dari kalimat pada kolofon: "iti Kunjarakarna dharma katha na samapta kirtti siddha mpu Dusun", yang berarti "Ini Kunjarakarna, cerita suci, telah selesai, hasil karya Mpu Dusun". Kalimat itu dilanjutkan dengan keterangan tentang tempat penyalinan, nama penyalin, dan tahun disalin: "..telas sinurat ing Kancana tekap ni Artha Pamasah" pada tahun 1660. Sebagaimana halnya nama Nagarakretagama yang tertulis pada kolofon ternyata bukan nama asli Kakawin Desawarnana, Slamet Muljana meyakini bahwa Kunjarakarna juga bukan nama ciptaan si penulis untuk karya sastra ini, melainkan Sugataparwawarnnana (=uraian tentang kisah sang Buddha).[2]
Penulis kakawin ini menyebut dirinya sebagai "Mpu Dusun". Hal ini mengartikan bahwa kakawin ini berasal dari kalangan pedesaan. Selain itu diperkirakan bahwa kakawin ini ditulis pada abad ke-15 Masehi.
Isi cerita
Kakawin Kuñjarakarna menceritakan seorang yaksa, semacam raksasa yang bernama Kuñjarakarna. Cerita ini berdasarkan agama Buddha Mahayana.
Kakawin dimulai dengan manggala yang diikuti dengan sebuah deskripsi tentang gunung Mahameru di mana Kuñjarakarna sedang bertapa supaya pada kelahiran berikutnya ia bisa berreinkarnasi sebagai manusia berparas baik. Maka datanglah ia menghadap Wairocana.
Maka ia diperbolehkan menjenguk neraka, tempat batara Yama. Di sana ia mendapat kabar bahwa temannya Purnawijaya akan meninggal dalam waktu beberapa hari lagi dan disiksa di neraka.
Kunjarakarna menghadap Wairocana untuk meminta keringanan. Akhirnya ia diperbolehkan memberi tahu Purnawijaya. Purnawijaya terkejut ketika diajak melihat neraka. Lalu ia kembali ke bumi dan berpamitan dengan istrinya, sang Kusumagandawati.
Akhirnya ia mati tetapi hanya disiksa selama 10 hari dan bukannya seratus tahun. Lalu ia diperbolehkan kembali hidup. Cerita berakhir dengan bertapanya Kunjarakarna dan Purnawijaya di lereng gunung Mahameru.
Catatan kaki
- ^ Lihat Teeuw e.a. (1981:47)
- ^ Muljana, S. (2006). Tafsir Sejarah Nagara Kretagama. Yogyakarta: LKiS.
Bacaan selanjutnya
- (Inggris) (Jawa) A. Teeuw, S.O. Robson, A.J.B. Kempers, 1981, Kunjarakarna Dharmakathana, Leiden:KITLV. Bibliotheca Indonesia 21