Wahana peluncur antariksa




Kendaraan peluncur biasanya adalah kendaraan bertenaga roket yang dirancang untuk membawa muatan (pesawat antariksa berawak maupun kargo tidak berawak atau satelit) dari permukaan Bumi atau atmosfer bawah ke luar angkasa. Bentuk yang paling umum adalah roket multitahap berbentuk rudal balistik, tetapi istilahnya lebih umum dan juga mencakup kendaraan seperti Pesawat Ulang Alik. Sebagian besar kendaraan peluncur beroperasi dari landasan peluncuran, didukung oleh pusat kendali peluncuran dan sistem seperti perakitan dan pengisian bahan bakar kendaraan. Kendaraan peluncur direkayasa dengan aerodinamika dan teknologi canggih, yang berkontribusi pada biaya operasi yang tinggi.
Kendaraan peluncur orbital harus mengangkat muatannya setidaknya ke batas ruang angkasa, sekitar 150 km (93 mil) dan mempercepatnya ke kecepatan horizontal setidaknya 7.814 m/s (17.480 mph). Kendaraan suborbital meluncurkan muatannya ke kecepatan yang lebih rendah atau diluncurkan pada sudut elevasi yang lebih besar dari horizontal.
Kendaraan peluncur orbital praktis menggunakan propelan kimia seperti bahan bakar padat, kriogenik temperatur rendah hidrogen cair, minyak tanah, metana cair, oksigen cair, atau propelan hipergolik yang mudah terbakar karena reaksi.
Sejarah
Kendaraan peluncur, dalam penerbangan antariksa, adalah kendaraan bertenaga roket yang digunakan untuk mengangkut pesawat ruang angkasa melampaui atmosfer Bumi, baik ke orbit di sekitar Bumi maupun ke tujuan lain di luar angkasa. Kendaraan peluncur praktis telah digunakan untuk mengirim pesawat ruang angkasa berawak, wahana antariksa tak berawak, dan satelit ke luar angkasa sejak tahun 1950-an. Kendaraan-kendaraan tersebut meliputi peluncur Soyuz dan Proton milik Rusia serta beberapa rudal militer yang dimodifikasi; Rusia sedang mengembangkan keluarga peluncur baru yang disebut Angara. Eropa mengoperasikan peluncur Ariane V dan Vega. Amerika Serikat mengoperasikan pesawat ulang-alik hingga pensiun pada tahun 2011. Kendaraan peluncur AS saat ini meliputi roket pendorong sekali pakai Atlas, Delta, Falcon, dan Antares.
Untuk mencapai orbit Bumi, sebuah kendaraan peluncur harus mempercepat muatan pesawat ruang angkasanya hingga kecepatan minimum 28.000 km (17.500 mil) per jam, yang kira-kira 25 kali kecepatan suara. Untuk mengatasi gravitasi Bumi dalam perjalanan ke tujuan seperti Bulan atau Mars, wahana antariksa harus dipercepat hingga kecepatan sekitar 40.000 km (25.000 mil) per jam. Percepatan awal juga harus diberikan dengan sangat cepat untuk meminimalkan waktu yang dibutuhkan wahana peluncur untuk melintasi lingkungan atmosfer yang penuh tekanan dan waktu di mana mesin roket dan sistem lainnya harus beroperasi mendekati batas kinerjanya; peluncuran dari permukaan Bumi atau atmosfer biasanya mencapai kecepatan orbit dalam 8–12 menit. Percepatan cepat tersebut membutuhkan satu atau lebih mesin roket yang membakar propelan dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi, sementara pada saat yang sama wahana dikendalikan agar mengikuti lintasan yang direncanakan. Untuk memaksimalkan massa wahana antariksa yang dapat diangkut oleh wahana peluncur tertentu, bobot struktural wahana dijaga serendah mungkin. Sebagian besar bobot wahana peluncur sebenarnya adalah propelannya—yaitu, bahan bakar dan oksidator yang dibutuhkan untuk membakar bahan bakar tersebut. Merancang wahana peluncur yang andal merupakan tantangan tersendiri. Peluncur dengan catatan terbaik terkini memiliki tingkat keandalan antara 95 dan 99 persen.
Kecuali pesawat ulang-alik AS yang sebagian dapat digunakan kembali dan wahana Buran Soviet (yang hanya diterbangkan sekali), semua wahana peluncur hingga saat ini dirancang hanya untuk sekali pakai; oleh karena itu, mereka disebut wahana peluncur sekali pakai. Dengan biaya yang berkisar dari lebih dari 10 juta dolar untuk setiap wahana peluncur yang lebih kecil yang digunakan untuk menempatkan muatan yang lebih ringan ke orbit hingga ratusan juta dolar untuk peluncur yang dibutuhkan untuk muatan terberat, akses ke luar angkasa sangatlah mahal, sekitar ribuan dolar per kilogram yang dibawa ke orbit. Kompleksitas pesawat ulang-alik membuatnya sangat mahal untuk dioperasikan, meskipun sebagian dari sistem pesawat ulang-alik tersebut dapat digunakan kembali. Upaya untuk mengembangkan wahana peluncur yang sepenuhnya dapat digunakan kembali guna mengurangi biaya akses ke luar angkasa sejauh ini belum berhasil, terutama karena sistem propulsi dan material yang dibutuhkan untuk pengembangan wahana semacam itu belum tersedia.
Memiliki wahana peluncur sendiri dan tempat untuk meluncurkannya merupakan prasyarat jika suatu negara atau sekelompok negara ingin menjalankan program antariksa independen. Hingga saat ini, beberapa entitas—Rusia, Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok, negara-negara Eropa melalui Badan Antariksa Eropa, Israel, India, Iran, serta Korea Utara dan Selatan—telah berhasil mengembangkan dan saat ini mempertahankan kemampuan peluncuran antariksa mereka sendiri. Negara-negara lain yang bercita-cita memiliki kemampuan tersebut termasuk Brasil dan Pakistan. Secara historis, banyak wahana peluncur berasal dari rudal balistik, dan hubungan antara negara-negara baru yang mengembangkan kemampuan peluncuran antariksa dan memperoleh rudal militer jarak jauh merupakan masalah keamanan yang berkelanjutan.
Sebagian besar wahana peluncur dikembangkan melalui pendanaan pemerintah, meskipun beberapa wahana peluncur tersebut telah diserahkan kepada sektor swasta sebagai sarana penyediaan layanan transportasi antariksa komersial. Khususnya di Amerika Serikat, terdapat pula sejumlah upaya kewirausahaan untuk mengembangkan wahana peluncur yang didanai swasta; salah satu perusahaan, Space Exploration Technologies (SpaceX), telah berhasil mengembangkan keluarga wahana peluncur Falcon.
Asal Usul
Sebagian besar wahana peluncur antariksa menelusuri jejak sejarahnya ke rudal balistik yang dikembangkan untuk keperluan militer selama tahun 1950-an dan awal 1960-an. Rudal-rudal tersebut pada gilirannya didasarkan pada gagasan yang pertama kali dikembangkan oleh Konstantin Tsiolkovsky di Rusia, Robert Goddard di Amerika Serikat, dan Hermann Oberth di Jerman. Masing-masing pelopor eksplorasi antariksa ini menyadari pentingnya mengembangkan wahana peluncur yang sukses jika umat manusia ingin mencapai luar angkasa.
Pada akhir abad ke-19, Tsiolkovsky adalah orang pertama yang menyadari perlunya roket dibangun dengan tahapan terpisah jika ingin mencapai kecepatan orbit. Buku klasik Oberth tahun 1923, Die Rakete zu den Planetenräumen (“Roket ke Luar Angkasa Antarplanet”), menjelaskan teori matematika peroketan dan menerapkan teori tersebut pada desain roket. Karya-karya Oberth juga mendorong pembentukan sejumlah klub roket di Jerman, karena para penggemar mencoba mengubah gagasan Oberth menjadi perangkat praktis. Goddard adalah orang pertama yang membangun roket eksperimental berbahan bakar cair; Roket pertamanya, yang diluncurkan di Auburn, Massachusetts, pada 16 Maret 1926, melesat setinggi 12,5 meter (41 kaki) dan menempuh jarak 56 meter (184 kaki) dari titik peluncurannya.
V-2
Sementara Goddard menghabiskan tahun 1930–1941 di New Mexico bekerja secara terpisah dalam eksperimen roket yang semakin canggih, generasi kedua perintis roket Jerman, Soviet, dan Amerika muncul pada tahun 1930-an. Khususnya, sebuah tim yang dipimpin oleh Wernher von Braun, yang bekerja untuk tentara Jerman selama era Nazi, memulai pengembangan roket yang akhirnya dikenal sebagai roket V-2. Meskipun dirancang sebagai senjata perang, V-2 kemudian menjadi pendahulu beberapa wahana peluncur yang digunakan dalam program luar angkasa awal Amerika Serikat dan, dalam skala yang lebih kecil, Uni Soviet.
Jenis kendaraan peluncuran
Wahana peluncur adalah sistem bertenaga roket untuk membawa muatan ke luar angkasa, diklasifikasikan berdasarkan kapasitas muatannya (angkatan kecil, sedang, berat, superberat) dan daya guna ulangnya (habis pakai, dapat digunakan kembali, sebagian dapat digunakan kembali). Jenis-jenis utamanya meliputi PSLV dan GSLV milik ISRO, Soyuz milik Rusia, Ariane milik Eropa, dan Falcon milik AS, dengan klasifikasi NASA dan Rusia yang mendefinisikan kapasitas dalam kilogram ke orbit Bumi rendah (LEO).
Wahan peluncur dikategorikan berdasarkan jumlah muatan yang dapat diangkatnya ke orbit Bumi rendah (LEO):
- Angkatan kecil: Mengangkat hingga 2.000 kg ke LEO (misalnya, SSLV milik ISRO).
- Angkatan sedang: Mengangkat 2.000 hingga 20.000 kg ke LEO (misalnya, Falcon 9, PSLV).
- Angkut berat: Mengangkat 20.000 hingga 50.000 kg ke LEO (misalnya, Ariane 5, Delta IV).
- Angkut super berat: Mengangkat lebih dari 50.000 kg ke LEO (misalnya, Falcon Heavy, Saturn V).
Kendaraan peluncur juga ditentukan berdasarkan kegunaannya:
- Habis pakai: Tidak ada bagian yang dipulihkan atau digunakan kembali.
- Sebagian Dapat Digunakan Kembali: Beberapa komponen dipulihkan dan digunakan kembali, seperti Pesawat Ulang-alik.
- Sepenuhnya Dapat Digunakan Kembali: Seluruh wahana dipulihkan dan digunakan kembali untuk beberapa misi, meskipun saat ini belum ada wahana peluncur orbital yang sepenuhnya dapat digunakan kembali yang beroperasi, dengan Starship SpaceX yang sedang dalam pengembangan.
Jenis-jenis wahana peluncur diklasifikasikan berdasarkan kapasitas angkatnya menjadi wahana peluncur kecil, sedang, berat, dan superberat, serta berdasarkan jumlah tahapannya menjadi satu, dua, atau multi-tahap menuju orbit. Klasifikasi ini menentukan jenis orbit yang dapat dicapai wahana peluncur, dengan berbagai wahana yang dirancang untuk menempatkan muatan ke orbit tertentu, seperti Orbit Bumi Rendah (LEO), Orbit Transfer Geosinkron (GTO), atau lintasan antarplanet.
Klasifikasi Berdasarkan Jumlah Tahap, ini menjelaskan jumlah tahap berbeda yang digunakan kendaraan peluncur untuk mencapai orbit. Satu Tahap ke Orbit (SSTO), kendaraan yang hanya menggunakan satu tahap untuk mencapai orbit. Dua Tahap ke Orbit (TSTO), kendaraan dengan dua tahap, di mana tahap pertama dibuang setelah bahan bakarnya habis. Kendaraan Peluncur Multi-Tahap, Jenis yang paling umum, di mana beberapa tahap digunakan secara berurutan untuk menyediakan propulsi dan mendapatkan ketinggian serta kecepatan. Contoh Kendaraan Peluncur Orbital, kendaraan Peluncur Satelit Polar (PSLV), endaraan peluncur andalan dari ISRO India, digunakan untuk meluncurkan satelit ke orbit geosinkron dan geostasioner. Kendaraan Peluncur Satelit Geosinkron (GSLV), kendaraan peluncur India lainnya yang mampu menempatkan muatan ke orbit yang lebih energik. Falcon 9, roket yang sebagian dapat digunakan kembali yang dikembangkan oleh SpaceX, mampu mencapai orbit LEO dan orbit berenergi lebih tinggi lainnya. Ariane 5, ahana peluncur angkat berat Eropa.
Tahap utama wahana peluncur, juga disebut tahap pertama, adalah bagian terbesar dan terkuat dari roket multitahap, yang bertanggung jawab untuk menyediakan daya dorong awal guna mengatasi gravitasi dan mengangkat seluruh wahana beserta muatannya dari tanah. Tahap ini berisi mesin roket terbesar, tangki bahan bakar terbesar, dan jumlah propelan tertinggi untuk menggerakkan roket awal. Setelah bahan bakarnya habis, tahap ini terpisah dan jatuh, memungkinkan tahap berikutnya yang lebih ringan untuk mengambil alih dan terus mempercepat wahana menuju tujuannya.
Tahap utama adalah komponen paling substansial dari wahana peluncur. Tahap ini menghasilkan daya dorong paling signifikan untuk memulai peluncuran. Tahap ini terdapat Tangki Bahan Bakar Besar yang menampung sebagian besar bahan bakar dan oksidator wahana peluncur. Setelah bahan bakarnya habis, tahap utama dibuang untuk mengurangi berat keseluruhan. Cara Kerjanya, sSemua mesin di tahap utama menyala, menghasilkan daya dorong yang sangat besar untuk mengangkat roket. Tahap utama mempercepat wahana ke atas, melawan gravitasi Bumi. Saat tangki bahan bakar kosong, tugas tahap utama selesai. Tahap utama yang telah habis dilepaskan dari roket. Tahap berikutnya, Pengapian Tahap Kedua yang lebih ringan dan dirancang untuk beroperasi lebih efisien di udara yang lebih tipis, kemudian menyala untuk melanjutkan proses percepatan.
Tahap kedua wahana peluncur adalah unit propulsi atas yang menyala setelah tahap pertama habis dan dibuang, mengambil alih tugas mempercepat muatan ke kecepatan orbit yang dibutuhkan. Unit ini dirancang untuk beroperasi di udara yang lebih tipis, terkadang dengan mesin yang kurang bertenaga, dan seringkali memiliki kemampuan untuk menghidupkan kembali mesinnya guna menempatkan beberapa muatan ke orbit yang berbeda. Tahap ini membawa mesin dan propelannya sendiri, dan pemisahannya yang sukses dari tahap pertama sangat penting bagi keberhasilan misi secara keseluruhan.
Setelah tahap pertama menghabiskan semua bahan bakarnya, ia terpisah dari roket. Tahap kedua kemudian menyalakan mesinnya sendiri untuk melanjutkan pendakian. Tahap kedua mempercepat roket dan muatannya ke kecepatan dan ketinggian yang diinginkan, seringkali hingga kecepatan orbit. Setelah bahan bakarnya habis, tahap kedua juga dibuang atau tetap terpasang jika merupakan bagian dari muatan akhir. Tahap kedua beroperasi di atmosfer yang lebih tipis, membutuhkan daya mesin yang lebih sedikit dibandingkan dengan tahap pertama. Banyak tahap kedua dirancang untuk menghidupkan kembali Restart mesinnya, yang memungkinkan mereka menempatkan muatan ke orbit yang berbeda atau untuk manuver spesifik lainnya. Tahap kedua menggabungkan sistem kendali dan panduannya sendiri untuk mengarahkan roket selama bagian penerbangannya. Tergantung pada persyaratan misi, tahap kedua adalah unit propulsi utama terakhir sebelum muatan atau tahap atas berikutnya.
Tahap kedua SpaceX Falcon 9 ditenagai oleh Mesin Vakum Merlin dan dapat dihidupkan kembali beberapa kali. Tahap kedua wahana H-II Jepan menggunakan mesin LE-5A dan dikendalikan oleh nosel mesinnya dan sistem kendali reaksi. Sistem peluncuran Starship adalah wahana dua tahap, di mana tahap atasnya juga berfungsi sebagai wahana antariksa itu sendiri.
Tahap atas wahana peluncur menyediakan propulsi akhir bagi wahana antariksa, mempercepatnya dari orbit atau kecepatan tinggi ke lintasan atau tujuan yang tepat di luar atmosfer Bumi. Tahap-tahap ini dioptimalkan untuk misi ketinggian tinggi dan seringkali dilengkapi mesin canggih, beberapa di antaranya mampu melakukan beberapa kali restart untuk melakukan manuver kompleks untuk penyisipan orbital atau perjalanan luar angkasa. Setelah menjalankan fungsinya, tahap atas dapat menjadi sumber puing-puing antariksa, sehingga praktik modern mencakup pasivasi—penghilangan energi yang tersimpan—untuk meminimalkan risiko.
Peran utama tahap atas adalah memberikan dorongan akhir bagi wahana antariksa, memberinya kecepatan yang cukup untuk mencapai orbit yang dituju atau melepaskan diri dari gravitasi Bumi untuk melakukan perjalanan ke benda langit lainnya. Tahap atas sangat penting untuk menempatkan wahana antariksa pada Lintasan jalur yang tepat, terutama untuk misi kompleks ke Bulan atau planet lain. Tidak seperti tahap wahana peluncur utama yang mengatasi hambatan atmosfer, tahap atas dirancang untuk beroperasi di luar angkasa, seringkali dengan sistem propulsi dan kontrol khusus. Banyak tahap atas dirancang untuk menyalakan ulang mesinnya berkali-kali di luar angkasa, memungkinkan serangkaian pembakaran untuk manuver seperti penyisipan orbital atau koreksi jalur.
Agena-B, yang digunakan pada tahun 1960-an, merupakan tahap atas canggih untuk penyisipan satelit dan wahana antariksa antarplanet, yang menunjukkan pentingnya kemampuan tahap ini. Tahap Atas Inersia (IUS) adalah tahap atas berbahan bakar padat berukuran besar yang dikembangkan oleh Boeing untuk misi dari roket Pesawat Ulang-alik atau Titan. Tahap Atas Eksplorasi SLS (EUS) adalah tahap atas modern bertenaga yang dirancang untuk misi Artemis NASA, memberikan peningkatan kemampuan angkat untuk eksplorasi luar angkasa.
Tahap atas yang telah habis merupakan kontributor signifikan terhadap meningkatnya jumlah puing-puing luar angkasa yang mengorbit Bumi. Untuk mengurangi risiko ini, tahap atas modern menjalani pasivasi setelah misinya selesai. Proses ini melibatkan pengurasan bahan bakar atau pelepasan baterai untuk menghilangkan energi tersimpan yang dapat menyebabkan panggung meledak di orbit.
Pemilihan wahana peluncur bergantung pada orbit dan massa satelit yang dituju, contohnya seperti SSLV India untuk satelit kecil ke LEO, PSLV untuk berbagai satelit kecil ke LEO atau Orbit Sinkron Matahari, dan GSLV untuk satelit yang lebih besar ke Orbit Transfer Geostasioner (GTO). Pilihan orbit—seperti LEO, Orbit Bumi Menengah (MEO), atau Orbit Geostasioner (GEO)—menentukan kapasitas muatan, kebutuhan daya dorong, dan lintasan wahana peluncur.
Wahana Peluncur Satelit Kecil (SSLV) dirancang untuk satelit nano, mikro, dan mini (10-500 kg). Wahana Peluncur Satelit Polar (PSLV) mampu meluncurkan beberapa satelit kecil, termasuk ke Orbit Sinkron Matahari dan Orbit Transfer Geostasioner (GTO). Wahana Peluncur Satelit Geosinkron (GSLV) dirancang untuk meluncurkan muatan yang lebih berat ke Orbit Geosinkron (GEO). Kendaraan Peluncur Angkat Berat (HLV) mengangkat muatan signifikan (20.000-100.000 kg) ke LEO, dan juga dapat membawa muatan ke orbit berenergi lebih tinggi seperti GTO.
Orbit Bumi Rendah (LEO) merupakan wilayah orbit dekat yang ideal untuk observasi Bumi, komunikasi, dan misi ilmiah. Satelit dalam Orbit Sinkron Matahari (SSO) melewati titik mana pun di permukaan Bumi pada waktu matahari lokal yang sama, cocok untuk observasi Bumi. Orbit Bumi Menengah (MEO) adalah orbit yang lebih tinggi dari LEO, dengan satelit GPS sebagai contoh utama, menawarkan keseimbangan antara persistensi cakupan dan kekuatan sinyal. Orbit Geostasioner (GEO) pada ketinggian ~36.000 km di atas khatulistiwa tempat satelit tampak diam, digunakan untuk komunikasi dan pemantauan cuaca.
Muatan yang lebih kecil cocok untuk kendaraan pengangkut kecil, sementara muatan yang lebih berat membutuhkan kendaraan peluncur yang lebih besar. Orbit tujuan—baik LEO, GTO, maupun GEO—menentukan energi dan kemampuan spesifik yang dibutuhkan dari kendaraan peluncur. Orbit yang berbeda memiliki fungsi yang berbeda, mulai dari observasi Bumi hingga telekomunikasi, yang memengaruhi pilihan kendaraan peluncur dan orbit target.
Orbit transfer wahana peluncur (seperti Geostationary Transfer Orbit, atau GTO) adalah jalur elips perantara yang dilalui wahana peluncur untuk mengantarkan wahana antariksa ke orbit yang lebih tinggi atau berbeda. Alih-alih langsung memasukkan satelit ke orbit akhirnya, wahana peluncur menempatkannya ke orbit transfer sementara ini. Dari orbit transfer, wahana antariksa menggunakan sistem propulsi onboard-nya sendiri untuk mencapai tujuan akhirnya, sebuah proses yang membutuhkan lebih sedikit energi dari propelan wahana antariksa itu sendiri dibandingkan dengan penyisipan langsung.
Wahana peluncur mendorong wahana antariksa ke atas dan horizontal untuk mencapai kecepatan dan ketinggian awal. Alih-alih mencapai orbit akhir yang tepat dengan segera, tahap atas wahana mengirimkan muatan ke orbit elips, seperti GTO. Setelah berada di orbit transfer, wahana antariksa menggunakan mesin dan propelan onboard-nya sendiri untuk melakukan pembakaran. Pembakaran di dalam pesawat antariksa ini meningkatkan kecepatan pesawat antariksa, membuat orbitnya sirkular, dan memindahkannya ke ketinggian dan jalur operasional akhirnya. Orbit transfer embagi tugas kompleks untuk mencapai orbit tinggi antara wahana peluncur dan pesawat antariksa. Penyisipan langsung ke orbit berenergi tinggi (seperti Orbit Geostasioner) lebih menuntut wahana peluncur. Dengan melakukan manuver akhir di orbit transfer, pesawat antariksa membutuhkan lebih sedikit propelan di dalam pesawat dan sebagai gantinya dapat membawa lebih banyak peralatan ilmiah atau bertahan lebih lama. Orbit transfer umum untuk satelit yang ditujukan untuk Orbit Geostasioner (GEO), tempat satelit komunikasi dan meteorologi sering berada. Transfer Hohmann adalah jenis manuver transfer khusus, yang dianggap hemat energi untuk bergerak di antara dua orbit melingkar dengan menggunakan orbit transfer elips yang bersinggungan dengan keduanya.
Sistem kendali penerbangan wahana peluncur memandu wahana di sepanjang lintasannya dengan menstabilkan posisinya, merespons perintah pemandu, dan meminimalkan beban struktural akibat angin dan gangguan lainnya. Sistem ini menggunakan unit pengukuran inersia (IMU) untuk menentukan orientasinya dan mengendalikan vektor dorong mesin untuk menyesuaikan pitch dan yaw-nya. Sistem kendali harus menyeimbangkan persyaratan yang saling bersaing seperti stabilitas, pelacakan yang akurat, dan pengurangan beban, seringkali menggunakan teknik seperti Kontrol Vektor Dorong (TVC), sistem pelepas beban, dan kendali adaptif untuk menangani perubahan kondisi seperti angin dan parameter wahana yang bervariasi.
Fungsi Utama Sistem Kendali Wahana Peluncur adalah menjaga kestabilan wahana dalam menghadapi gaya seperti hambatan atmosfer dan angin. Kontrol Sikap dengan cara mempertahankan orientasi (sikap) wahana dan mengikuti jalur yang diinginkan yang ditetapkan oleh sistem pemandu. Pelepasan Beban dengan mengelola gaya aerodinamis untuk mencegah tekanan berlebih pada struktur wahana, terutama selama periode tekanan dinamis tinggi. Penolakan Gangguan dengan cara mengompensasi faktor-faktor tak terduga seperti hembusan angin dan fluktuasi massa kendaraan saat propelan dikonsumsi.
Unit Pengukuran Inersia (IMU) menyediakan informasi waktu nyata tentang posisi, orientasi, dan laju sudut kendaraan. Perintah panduan menyediakan lintasan dan sikap target untuk sistem kendali penerbangan. Sistem kendali penerbangan mengeluarkan perintah ke aktuator untuk menyesuaikan jalur penerbangan kendaraan. Sebagian besar wahana peluncur menggunakan Kontrol Vektor Dorong (TVC) dan mesin roket gimbal untuk mengarahkan daya dorongnya ke berbagai arah, memungkinkan kontrol pitch dan yaw yang presisi. Untuk kontrol guling, beberapa wahana menggunakan pendorong reaksi kecil atau daya dorong diferensial dari beberapa mesin gimbal. Sistem Kontrol Adaptif yang lebih canggih beradaptasi terhadap ketidakpastian dan perubahan parameter, seperti penipisan bahan bakar atau variasi atmosfer, dengan terus memperbarui model kontrolnya.
Kendaraan peluncur adalah struktur yang kompleks dan fleksibel, dan sistem kontrol harus memperhitungkan dinamika struktural ini untuk mencegah ketidakstabilan. Minimisasi beban (menjaga sudut serang tetap kecil) dapat meningkatkan kesalahan sikap, sehingga memerlukan penyeimbangan yang cermat dari persyaratan desain yang saling bersaing ini. Angin saat terbang merupakan tantangan yang signifikan, menyebabkan peningkatan beban aerodinamis dan sudut serang, sehingga memerlukan sistem pelepas beban yang kuat.
Mesin kendaraan peluncur adalah mesin roket yang dirancang untuk menghasilkan daya dorong tinggi, menggunakan cairan (seperti minyak tanah/LOX atau LH2/LOX), propelan padat, atau kombinasi keduanya, seringkali dengan beberapa tahap dan pendorong roket padat tambahan untuk meningkatkan daya lepas landas. Jenis yang umum termasuk mesin berbahan bakar cair dengan siklus kompleks seperti siklus pembuangan ekspander untuk keandalan, dan pendorong roket padat untuk daya dorong tinggi langsung saat lepas landas. Mesin kriogenik yang menggunakan hidrogen dan oksigen cair terdapat pada tahap atas untuk presisi, sementara teknologi lain seperti mesin semi-kriogenik dan komposit juga digunakan.
Mesin Berbahan Bakar Cair adalah yang paling umum untuk kendaraan peluncur dan dapat berupa Bipropelan yang menggunakan kombinasi bahan bakar dan oksidator, seperti minyak tanah/oksigen cair (LOX) atau hidrogen cair/LOX. Mesin-mesin ini menggunakan siklus yang berbeda untuk pengoperasian mesin, dengan contoh-contoh seperti Siklus Pembuangan Ekspander yang digunakan pada mesin seperti LE-9 Jepang, metode ini membantu mengurangi komponen dan meningkatkan keandalan. Mesin Berpendingin Regeneratif seperti mesin Vikas milik India, mesin ini menggunakan propelan untuk mendinginkan mesin sebelum disuntikkan ke ruang bakar, sehingga meningkatkan efisiensi. Pendorong Roket Padat (SRB) digunakan pada tahap awal peluncuran untuk memberikan daya dorong yang besar saat lepas landas. Mesin ini menggunakan propelan padat, yang dinyalakan untuk menghasilkan semburan gas berkecepatan tinggi. Mesin Kriogenik adalah jenis mesin berbahan bakar cair yang menggunakan propelan yang sangat dingin, seperti hidrogen cair (LH2) dan oksigen cair (LOX). Mesin ini sering digunakan pada tahap atas karena energi dan presisinya yang tinggi. Mesin Semi-Kriogenik menggunakan kombinasi oksigen cair dan minyak tanah (bahan bakar non-kriogenik), yang menawarkan keseimbangan antara daya dan efektivitas biaya. Mesin Berpendingin Ablatif memiliki desain berbeda yang menggunakan material ablatif (tahan panas) untuk pendinginan. Mesin roket seringkali lebih murah untuk diproduksi dan bisa lebih ringan daripada mesin berpendingin regeneratif, menurut Sistem Interorbital.
Persyaratan utama untuk mesin kendaraan peluncur adalah daya dorong yang tinggi untuk mengatasi gravitasi Bumi dan mempercepat kendaraan ke kecepatan orbit. Mesin roket membawa bahan bakar dan oksidatornya sendiri, yang merupakan perbedaan utama dari jenis mesin lainnya. Sistem Pemandu, Navigasi, dan Kontrol (GNC) yang krusial untuk mengendalikan kendaraan dan menempatkan muatan secara akurat ke orbit. Mesin dapat digerakkan (gimbaled) untuk mengarahkan daya dorongnya, yang digunakan untuk mengendalikan pitch, yaw, dan roll kendaraan.
Propelan kendaraan peluncur secara umum dikategorikan menjadi jenis padat, cair, hibrida, dan kriogenik, masing-masing dengan bahan bakar dan oksidator yang berbeda. Propelan padat menawarkan keandalan dan daya dorong yang tinggi, sementara propelan cair memberikan efisiensi dan kontrol yang lebih besar. Bahan bakar kriogenik, seperti hidrogen dan oksigen cair, disimpan pada suhu yang sangat rendah dan menawarkan efisiensi tinggi. Sistem hibrida menggabungkan bahan bakar padat dengan oksidator cair atau gas, dan propelan hipergolik menyala secara spontan saat kontak untuk memudahkan penyalaan ulang. Propelan cair yang umum meliputi minyak tanah (RP-1) dan oksigen cair, sementara metana juga digunakan dalam desain yang lebih baru.
Propelan Padat merupakan campuran bahan bakar dan oksidator dalam bentuk padat, seringkali dengan pengikat. Sederhana, andal, dan memberikan daya dorong tinggi saat lepas landas. Contohnya propelan komposit amonium perklorat (APCP), sering digunakan dalam pendorong roket. Propelan Cair adalah kombinasi bahan bakar cair dan oksidator cair disimpan dalam tangki terpisah dan dicampur di ruang bakar. Kerosene yang berbasis minyak bumi bermutu tinggi (RP-1) adalah bahan bakar umum, sering kali dipasangkan dengan oksigen cair. Bahan bakar Kriogenik seperti hidrogen cair dan oksidator seperti oksigen cair, disimpan pada suhu sangat rendah untuk efisiensi tinggi. Hipergolik, bahan bakar dan oksidator yang menyala saat kontak, memungkinkan penyalaan ulang yang mudah, meskipun sangat beracun. Propelan ini dapat diatur secara throttle untuk kontrol dan menawarkan efisiensi yang lebih tinggi saat terbang. Propelan Hibrida, menggabungkan bahan bakar padat dengan oksidator cair atau gas, menawarkan keunggulan propelan padat (energi tinggi) dan cair (pengatur dan penyalaan ulang).
Contoh Propelan Spesifik
- Bahan Bakar: Hidrogen cair (LH2), kerosene (RP-1), metana.
- Oksidator: Oksigen cair (LOX), nitrogen tetroksida (NTO).
- Bahan Bakar Hipergolik: Hidrazin, monometilhidrazin (MMH), dan dimetilhidrazin tidak simetris (UDMH).
Jenis propelan roket cair terbagi menjadi Kerolox, Hydrolox, dan Methalox, tergantung pada kombinasi bahan bakar dan oksidan yang digunakan, seperti pada roket Kerosene-Oksigen Cair (Kerolox) untuk roket peluncur Korea Utara.
- Kerolox menggunakan bahan bakar Kerosene (minyak tanah) dan Oksigen Cair sebagai oksidan, seperti pada roket peluncur Korea Utara.
- Hydrolox menggunakan Hidrogen Cair sebagai bahan bakar dan Oksigen Cair sebagai oksidan.
- Methalox menggunakan Metana Cair sebagai bahan bakar dan Oksigen Cair sebagai oksidan.
Jenis propelan ini menentukan karakteristik roket, termasuk efisiensi dan dampak lingkungannya.
Peluncuran kendaraan, kendaraan peluncur khususnya orbital, memiliki minimal dua tahap, tetapi kadang-kadang sampai 4.
Dengan platform peluncuran
- Darat: Spaceport dan silo rudal tetap (Strela) untuk dikonversi ICBM
- Laut: Platform tetap (San Marco), platform mobile (Sea Launch), kapal selam (Shtil', Volna) untuk dikonversi SLBM
- Udara: Pesawat (Pegasus, Virgin Galactic LauncherOne, Stratolaunch Sistem), balon (ARCASPACE), JP Aerospace Orbital Ascender, proposal permanen pelabuhan ruang angkasa Buoyant
Dengan ukuran
Ada banyak cara untuk mengklasifikasikan ukuran kendaraan peluncuran. The Komisi Agustinus yang diciptakan untuk meninjau rencana untuk mengganti Space Shuttle, menggunakan skema klasifikasi berikut:
- Roket sonda tidak dapat mencapai orbit dan hanya mampu spaceflight sub-orbital.
- Kendaraan peluncur angkut ringan mampu mengangkut hingga 2.000 kg (£ 4400) dari muatan ke orbit bumi rendah (LEO).
- Kendaraan peluncur angkut medium mampu mengangkut antara 2.000 sampai 20.000 kg (4.400 sampai £ 44.000) dari muatan ke LEO.
- Kendaraan peluncur angkut berat mampu mengangkut antara 20.000 sampai 50.000 kg (44.000 sampai £ 110.200) dari muatan ke LEO.
- Kendaraan peluncur angkut superberat mampu mengangkut lebih dari 50.000 kg (110.200 £ +) dari muatan ke LEO.
Desain dan manufaktur
Desain wahana peluncur adalah proses rekayasa multidisiplin yang berfokus pada pembuatan roket untuk mengangkut muatan, seperti satelit atau pesawat ruang angkasa, ke luar angkasa. Aspek-aspek kuncinya meliputi keseimbangan efisiensi massa, propulsi, dan integritas struktural, sekaligus memenuhi tujuan program seperti biaya, keandalan, keselamatan, dan penggunaan kembali. Desain melibatkan analisis aerodinamika, dinamika penerbangan, material, dan sistem internal seperti propulsi, navigasi, dan kontrol. Proses ini merupakan masalah optimasi kompleks yang membutuhkan keseimbangan antara tujuan dan kendala yang saling bersaing, seringkali menggunakan perangkat komputasi untuk menganalisis dan memilih opsi desain yang paling efektif.
Desain dan manufaktur wahana peluncur melibatkan pembuatan roket untuk mengangkut muatan ke luar angkasa, sebuah proses yang membutuhkan rekayasa komponen yang kompleks seperti sistem propulsi, sistem pemandu dan kendali, tangki bahan bakar, dan struktur. Tujuan utama desain meliputi meminimalkan massa untuk meningkatkan kinerja dan biaya, sementara manufaktur melibatkan pemanfaatan material dan teknologi canggih untuk memastikan keandalan dan ketahanan terhadap kondisi penerbangan ekstrem. Produsen dan pengembang utama meliputi SpaceX, Rocket Lab, dan Northrop Grumman, masing-masing dengan fokus spesifik seperti peluncuran satelit kecil atau teknologi roket yang dapat digunakan kembali.
Sistem Propulsi, mesin inti, yang dapat berupa cairan, padat, atau hibrida, menentukan efisiensi dan daya wahana. Tangki Bahan Bakar untuk menyimpan propelan untuk mesin, yang penting untuk menghasilkan daya dorong agar lepas dari gravitasi Bumi. Sistem Pemandu, Navigasi, dan Kendali (GNC) berguna untuk mengarahkan wahana ke orbit targetnya dengan mengendalikan posisi dan lintasannya. Struktur yang kokoh untuk semua komponen lainnya, dirancang untuk menahan gaya peluncuran dan penerbangan yang luar biasa. Kargo atau muatan pesawat ruang angkasa yang dibawa ke luar angkasa, dilindungi oleh fairing selama pendakian. Sistem Pembatalan Peluncuran (LAS) adalah sistem keselamatan untuk memisahkan kapsul awak dari roket dengan cepat dalam keadaan darurat selama peluncuran.
Optimalisasi massa keseluruhan kendaraan peluncur sangat penting untuk meningkatkan kinerja dan mengurangi biaya. Sistem propulsi dirancang untuk efisiensi maksimum guna mengirimkan muatan ke orbit dengan penggunaan bahan bakar minimal. Pengujian ketat dan material canggih digunakan untuk memastikan kendaraan peluncur dapat bertahan dalam kondisi penerbangan luar angkasa yang keras dan mencapai tujuannya dengan selamat. Banyak kendaraan peluncur modern, seperti yang dimiliki SpaceX, dirancang untuk digunakan kembali guna menurunkan biaya peluncuran dan meningkatkan frekuensi peluncuran.
Manufaktur bergantung pada serangkaian teknologi canggih dan inovasi di berbagai bidang seperti pengembangan mesin dan ilmu material. Penggunaan material kompleks, seringkali komposit karbon untuk komponen seperti fairing, sangat penting untuk integritas struktural. Berbagai komponen harus diintegrasikan dan diuji agar berfungsi secara harmonis di bawah tekanan dan kondisi ekstrem.
Propelan kriogenik
Propelan kriogenik adalah bahan bakar roket yang disimpan dalam fase cair pada suhu yang sangat rendah (di bawah -150 °C) untuk meningkatkan kepadatan dan efisiensi. Contohnya adalah kombinasi oksigen cair (LOX) dan hidrogen cair (LH2), yang menghasilkan daya dorong tinggi dengan pembakaran bersih. Kelebihan propelan kriogenik meliputi kinerja tinggi, efisiensi, dan potensi produksi di tempat untuk misi antariksa jangka panjang.
Oksigen Cair (LOX) dan Hidrogen Cair (LH2) adalah kombinasi yang paling umum digunakan karena menghasilkan pembakaran yang bersih (hanya menghasilkan uap air) dan efisiensi yang tinggi. Propelan Semi-kriogenik melibatkan satu komponen kriogenik dan satu komponen non-kriogenik, seperti oksigen cair (LOX) dan RP-1 (minyak tanah).
Propelan Kriogenik memberikan impuls spesifik yang tinggi dan daya dorong yang besar per kilogram propelan, menghasilkan efisiensi mesin yang lebih tinggi. Dalam kasus LH2 dan LOX, produk pembakarannya adalah uap air, yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Menyimpan propelan dalam bentuk cair pada suhu kriogenik membutuhkan volume tangki yang lebih kecil dibandingkan dengan penyimpanannya dalam bentuk gas. Menjaga propelan pada suhu kriogenik untuk jangka waktu yang lama di luar angkasa merupakan tantangan teknis yang memerlukan manajemen manajemen propelan yang canggih.
Propelan kriogenik digunakan dalam mesin roket tahap atas dan pendorong berkinerja tinggi. Banyak roket canggih, termasuk yang digunakan untuk misi eksplorasi manusia, memanfaatkan kombinasi LH2 dan LOX.
Propelan hipergolik
Propelan hipergolik adalah kombinasi bahan bakar dan oksidator yang dapat menyala secara spontan saat keduanya bersentuhan, tidak memerlukan sumber penyalaan eksternal. Contoh umumnya adalah hidrazin sebagai bahan bakar dengan oksidator seperti nitrogen tetroksida (N₂O₄) atau asam nitrat (NTO). Keunggulannya adalah kemudahan penyalaan ulang berkali-kali, daya tahan lama, dan penyimpanan yang stabil, menjadikannya ideal untuk manuver ruang angkasa, meskipun sangat beracun dan membutuhkan penanganan khusus.
Ketika bahan bakar dan oksidator hipergolik bertemu di dalam mesin roket, reaksi kimia instan terjadi, menghasilkan pembakaran yang menyala sendiri. Proses ini memungkinkan mesin untuk dinyalakan kembali berulang kali, yang sangat berguna untuk manuver kecil seperti pada Sistem Kontrol Reaksi (RCS) atau Sistem Manuver Orbital (OMS).
Contoh Propelan Hipergolik
- Hidrazin (bahan bakar) dengan nitrogen tetroksida (N₂O₄) sebagai oksidator.
- Monometilhidrazina (MMH) (turunan hidrazin) dengan nitrogen tetroksida (N₂O₄).
Propelan Hipergolik menyala secara spontan tanpa memerlukan busi atau sumber penyalaan lain. Propelan Hipergolik dapat disimpan dalam jangka waktu lama dalam bentuk cair pada suhu kamar, sehingga ideal untuk penggunaan berulang. Telah terbukti andal dalam penerbangan antariksa, baik berawak maupun tak berawak. Digunakan dalam Sistem Kontrol Reaksi (RCS) dan Sistem Manuver Orbital (OMS) pada pesawat ruang angkasa seperti Space Shuttle. Juga digunakan pada mesin roket yang lebih besar yang perlu dinyalakan berulang kali selama misi antarplanet.
Bahan-bahan ini sangat beracun dan bahkan bersifat karsinogenik, sehingga memerlukan prosedur penanganan yang sangat ketat dan pakaian pelindung khusus. Perawatan dan penanganannya di darat sangat sulit dan mahal karena sifatnya yang berbahaya.
Propelan hipergolik kombinasi umum
- Aerozine 50 + nitrogen tetroksida (nto) - banyak digunakan dalam sejarah roket Amerika, termasuk Titan 2, semua mesin dalam Apollo Lunar Module; dan Service Propulsion System di the Apollo Service Module . Aerozine 50 adalah campuran dari 50% UDMH dan 50% hidrazin (N 2 H 4).[1]
- Dimethylhydrazine simetris (UDMH) + nitrogen tetroksida (nto) - sering digunakan oleh Rusia, seperti dalam roket Proton dan dipasok oleh mereka ke Prancis untuk 1 tahap Ariane pertama dan kedua (diganti dengan UH 25); ISRO PSLV tahap kedua.
- UH 25 adalah campuran dari 25% hidrazin hidrat dan 75% UDMH .
- Monomethylhydrazine (MMH) + nitrogen tetroksida (nto) - mesin yang lebih kecil dan pendorong reaksi control: reaksi sistem kontrol Apollo Command Modul, Space Shuttle OMS dan RCS,[2] Ariane 5 EPS,[3] Draco pendorong yang digunakan oleh pesawat ruang angkasa Dragon SpaceX .[4]
Proses produksi propelan Dimethylhydrazine Simetris (UDMH)
Proses produksi propelan Dimethylhydrazine Simetris (UDMH) secara industri umumnya melibatkan dua jalur utama: proses Olin Raschig yang mereaksikan monokloramin dengan dimetilamina, dan jalur alternatif yang melibatkan N-dimetilasi asetilhidrazin menggunakan formaldehida dan hidrogen, diikuti dengan hidrolisis.
Proses Olin Raschig adalah salah satu metode utama untuk produksi UDMH secara industri. Reaksi antara monokloramin (NH₂Cl) dan dimetilamina ((CH₃)₂NH) menghasilkan 1,1-dimetilhidrazinium klorida ((CH₃)₂NH₂·HCl).
Rumus Kimia:
- (CH₃)₂NH + NH₂Cl → (CH₃)₂NH₂·HCl
Jalur Alternatif (N-Dimetilasi Asetilhidrazin) direaksikan dengan formaldehida (CH₂O) dan hidrogen (H₂) dengan bantuan katalis yang sesuai untuk menghasilkan N,N-dimetil-N'-asetilhidrazin (CH₃C(O)NHN(CH₃)₂). Produk N,N-dimetil-N'-asetilhidrazin kemudian dihidrolisis dengan air untuk menghasilkan UDMH dan asam asetat.
Rumus Kimia:
- CH₃C(O)NHNH₂ + 2CH₂O + 2H₂ → CH₃C(O)NHN(CH₃)₂ + 2H₂O
- CH₃C(O)NHN(CH₃)₂ + H₂O → CH₃COOH + H₂NN(CH₃)₂
UDMH pertama kali disiapkan pada tahun 1875 oleh Emil Fischer melalui reduksi N-Nitrosodimetilamina dengan seng dalam asam asetat mendidih. Murid Fischer, Edward Renouf, mempelajari UDMH secara lebih mendalam dalam disertasi doktoralnya. Metode lain yang digunakan di laboratorium meliputi metilasi hidrazin dan reduksi nitrodimetilamina.
Proses produksi propelan nitrogen tetroksida (NTO)
Proses produksi propelan nitrogen tetroksida (NTO) melibatkan oksidasi katalitik amonia (proses Ostwald), di mana amonia diubah menjadi oksida nitrat (NO) dan kemudian menjadi nitrogen dioksida (NO2). NO2 kemudian mengalami dimerasasi menjadi dinitrogen tetroksida (N2O4). Metode lain termasuk reaksi asam nitrat pekat dengan tembaga metalik atau memanaskan nitrat logam. NTO yang dihasilkan dapat dimurnikan dan dikondensasikan. Tahapan Produksi NTO (Proses Ostwald)
NTO digunakan dalam roket sebagai oksidator dalam sistem propelan cair bipropelan. Untuk meningkatkan stabilitas dan kinerja, NTO sering dicampur dengan persentase kecil nitrogen oksida (NO) dan disebut sebagai Oksida Nitrogen Campuran (MON).
Proses produksi propelan hidrazin hidrat
Proses produksi propelan hidrazin hidrat melibatkan reaksi oksidasi amonia menggunakan agen pengoksidasi seperti kloramin (dalam proses Raschig) atau hidrogen peroksida (dalam proses yang lebih modern), seringkali dengan bantuan keton untuk membentuk zat antara azin. Setelah itu, zat antara tersebut dihidrolisis untuk menghasilkan hidrazin hidrat dan keton yang dapat diregenerasi.
Hidrazin hidrat adalah bahan bakar yang digunakan dalam roket. Dalam propelan roket, hidrazin dicampur dengan agen pengoksidasi seperti dinitrogen tetroksida (N2O4), menciptakan campuran hipergolik yang dapat menyala secara spontan. Ketika terbakar, hidrazin akan terurai menjadi gas amonia, nitrogen, dan hidrogen, menghasilkan energi dalam jumlah besar.
Mesin roket propelan Hydrolox
Hydrolox mengacu pada kombinasi hidrogen cair (LH2) dan oksigen cair (LOX) yang digunakan sebagai propelan dalam mesin roket. Hydrolox merupakan bipropelan roket berenergi tinggi dan sangat efisien, yang dikenal karena impuls spesifiknya yang tinggi, sehingga ideal untuk tahap atas roket dan misi luar angkasa. Keunggulan utama hydrolox adalah sifatnya yang berkelanjutan, karena kedua komponen dapat diproduksi dengan memisahkan air, dan gas buangnya berupa uap air.
Hydrolox menawarkan salah satu impuls spesifik tertinggi di antara propelan roket kimia, yang menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi untuk mencapai orbit berenergi tinggi. Knalpot dari mesin hydrolox berupa uap air, menjadikannya pilihan yang relatif ramah lingkungan dibandingkan propelan lainnya. Kombinasi hidrogen cair dan oksigen cair menghasilkan keluaran energi yang tinggi, cocok untuk aplikasi yang menuntut. Karena hidrogen cair dan oksigen cair dapat diproduksi dari air, hydrolox dianggap sebagai pilihan propelan berkelanjutan untuk misi luar angkasa.
Hidrogen Cair (LH2) adalah propelan bahan bakar yang merupakan komponen kombinasi propelan hidroloks. Oksigen Cair (LOX) merupakan oksidator yang dicampur dengan hidrogen cair untuk memungkinkan pembakaran di mesin roket. Ketika dicampur dan dinyalakan di ruang bakar roket, hidrogen cair dan oksigen cair bereaksi, menghasilkan uap air panas sebagai gas buang untuk menghasilkan daya dorong.
Hydroloks sering digunakan di tahap atas roket, di mana impuls spesifiknya yang tinggi memungkinkan penyisipan orbital yang presisi dan penyesuaian lintasan muatan. Efisiensi dan kemampuannya untuk mencapai lintasan berenergi tinggi menjadikannya pilihan umum untuk misi luar angkasa dan wahana luar angkasa planet, seperti tahap atas Centaur. Mesin hidroloks menggerakkan banyak tahap berenergi tinggi pada wahana peluncur, termasuk Centaur, dan sedang diintegrasikan ke dalam berbagai desain baru untuk sistem peluncuran canggih.
Proses produksi hidrogen sebagai propelan umumnya melibatkan reaksi kimia termal seperti reformasi uap metana, yang memecah gas alam dan uap untuk menghasilkan hidrogen dan karbon dioksida, atau elektrolisis air, yang menggunakan listrik untuk memecah molekul air menjadi hidrogen dan oksigen. Selain itu, proses termokimia memecah air dengan panas, dan metode biologis seperti fermentasi juga dapat menghasilkan hidrogen.
Hidrogen dapat diproduksi melalui berbagai cara:
- Proses Termal (Reaksi Kimia), Reformasi Uap Metana (SMR), Metode yang paling umum, di mana gas alam (metana) dipanaskan dengan uap air. Reaksi kimia ini menghasilkan hidrogen dan karbon monoksida, yang kemudian diubah lagi menjadi hidrogen. Proses Termokimia, menggunakan panas (500°–2.000°C) dalam serangkaian reaksi kimia untuk memecah air menjadi hidrogen dan oksigen. Gasifikasi, bahan organik seperti biomassa diubah menjadi gas sintetik yang kaya akan hidrogen dan karbon monoksida.
- Proses Elektrokimia, Elektrolisis Air, menggunakan listrik untuk memisahkan air (H₂O) menjadi hidrogen (H₂) dan oksigen (O₂). Jika listrik yang digunakan berasal dari sumber terbarukan seperti energi surya, maka hidrogen yang dihasilkan disebut hidrogen hijau.
- Proses Biologis. Bakteri atau alga tertentu dapat menghasilkan hidrogen melalui proses seperti fermentasi gelap atau fotofermentasi, menggunakan biomassa atau limbah organik sebagai bahan bakunya.
Setelah diproduksi, hidrogen dapat digunakan sebagai propelan dalam roket dan pesawat ruang angkasa karena sangat ringan dan memiliki energi tinggi saat dibakar dengan oksigen.
Mesin roket propelan KeroLOX
Roket KeroLOX adalah kendaraan peluncur (roket) yang menggunakan campuran bahan bakar dan oksidator yang disebut KeroLOX, yang terdiri dari Kerosene (minyak tanah) sebagai bahan bakar dan Liquid Oxygen (LOX) sebagai oksidatornya. Kombinasi ini umum digunakan karena efisien, relatif aman, dan biayanya terjangkau, seperti pada roket Soyuz, Angara, dan Falcon milik SpaceX.
Bahan Bakar propekan adalah RP-1, turunan minyak bumi yang mirip minyak tanah. Oksidator adalah Oksigen cair (LOX). Contoh Roket yang Menggunakan KeroLOX antara lain Atlas, Delta II, Saturn I/V, Soyuz, Falcon. Keunggulan KeroLOX adalah memberikan Efisiensi kinerja yang baik dalam mendorong roket. Relatif lebih aman dibandingkan beberapa kombinasi propelan lainnya. Biayanya lebih rendah dibandingkan pilihan lain, menjadikannya pilihan populer.
Kerosene, seperti kebanyakan bahan bakar hidrokarbon, dapat menghasilkan jelaga (carbon soot) jika pembakarannya tidak sempurna. Ini berarti tidak semua karbon dalam bahan bakar bereaksi dan berubah menjadi gas yang dapat dikeluarkan melalui nosel. Jelaga ini adalah partikel padat yang dapat menumpuk di dalam mesin roket, terutama di bagian injektor dan nosel. Akumulasi ini dapat menyumbat jalur aliran propelan, mengurangi efisiensi, dan berpotensi menyebabkan kegagalan mesin. Desain injektor yang tidak efisien atau kurangnya udara/oksigen dalam proses pembakaran dapat memperparah masalah jelaga.
Meskipun memiliki kelemahan terkait jelaga, mesin kerolox tetap umum digunakan karena beberapa alasan: Kepadatan Energi: Kerosine memiliki kepadatan energi yang tinggi, memungkinkan roket membawa lebih banyak bahan bakar dalam volume yang lebih kecil. Kerosine umumnya lebih murah dan lebih mudah didapatkan dibandingkan propelan lain seperti hidrogen cair. Meskipun tidak seefisien hidrogen, kerosine tetap merupakan bahan bakar yang efisien dalam konteks biaya dan kemudahan. Oleh karena itu, desain mesin kerolox terus dikembangkan untuk mengatasi masalah jelaga dan meningkatkan performa, misalnya dengan teknologi injektor yang lebih baik dan sistem siklus tertutup yang lebih efisien.
Proses produksi propelan kerosene, seperti RP-1, melibatkan pemurnian intensif minyak mentah untuk meningkatkan kepadatan dan menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan seperti sulfur dan senyawa hidrokarbon tertentu. Proses ini menghilangkan senyawa korosif dan senyawa yang menyebabkan polimerisasi, menghasilkan bahan bakar yang lebih bertenaga dan stabil untuk roket saat digunakan bersama oksigen cair. Tahapan Proses Produksi Propelan Kerosene (RP-1)
Proses dimulai dengan minyak mentah sebagai bahan baku utama. Minyak mentah kemudian menjalani proses penyulingan dan pemurnian yang ketat untuk mengisolasi fraksi yang diinginkan. Senyawa seperti sulfur dihilangkan karena dapat merusak komponen mesin roket. Hidrokarbon seperti aromatik, alkena, dan alkuna juga dikurangi kadar mereka karena dapat menyebabkan polimerisasi pada suhu tinggi dan selama penyimpanan jangka panjang. Pemurnian dilakukan untuk meningkatkan kepadatan bahan bakar, yang pada gilirannya meningkatkan daya dorong yang dihasilkan. Hasil dari proses pemurnian ini adalah propelan minyak tanah bermutu tinggi, yang dikenal sebagai RP-1, dengan rentang kepadatan dan tekanan uap yang sempit. RP-1 kemudian dapat digunakan sebagai bahan bakar cair dalam mesin roket, biasanya dicampur dengan oksigen cair sebagai oksidator. Dengan proses ini, propelan kerosene menjadi bahan bakar yang sangat efisien dan andal untuk aplikasi ruang angkasa.
Mesin roket propelan methalox




InSight · Bumi · Mars
EchoStar XVII · Earth.
Penggunaan metana cair dan oksigen cair sebagai propelan terkadang disebut propulsi methalox. Metana cair memiliki impuls spesifik yang lebih rendah daripada hidrogen cair, tetapi lebih mudah disimpan karena titik didih dan kepadatannya yang lebih tinggi, serta tidak mudah rapuh. Metana cair juga meninggalkan lebih sedikit residu di mesin dibandingkan dengan minyak tanah, yang bermanfaat untuk penggunaan ulang.
Metana cair yang dimurnikan dan juga LNG digunakan sebagai bahan bakar propelan kriogenik temperatur rendah roket, bila dikombinasikan dengan oksigen cair, seperti pada mesin TQ-12, BE-4, Raptor, dan YF-215. Karena kesamaan antara metana dan LNG, mesin-mesin tersebut umumnya dikelompokkan bersama di bawah istilah methalox.
Proses produksi propelan metana umumnya dimulai dengan ekstraksi gas alam, yaitu sumber utama metana, yang kemudian dimurnikan untuk menghilangkan senyawa lain dan menghasilkan metana murni. Selanjutnya, metana murni ini diubah menjadi propelan cair (metana cair) melalui proses pendinginan kriogenik sebelum digunakan dalam propulsi roket, karena metana cair lebih efisien dan mudah diproduksi dibandingkan propelan lain seperti hidrogen cair.
Langkah awal adalah mengekstraksi gas alam dari reservoir bawah tanah menggunakan teknik pengeboran. Gas alam mentah yang dihasilkan adalah campuran berbagai gas dan pengotor. Metana kemudian diisolasi melalui serangkaian proses pemurnian untuk menghilangkan gas-gas lain seperti etana, propana, butana, senyawa sulfur, dan uap air, menghasilkan metana yang hampir murni. Pendinginan Kriogenik: Metana murni kemudian didinginkan secara kriogenik untuk mengubahnya menjadi bentuk cair. Metana cair ini kemudian siap digunakan sebagai propelan roket. Metana cair merupakan pilihan propelan yang populer dalam industri roket karena beberapa keunggulan. Metana memiliki pembakaran yang lebih bersih dibandingkan propelan lainnya, menghasilkan lebih sedikit jelaga. Metana cair menawarkan kinerja yang baik dan relatif lebih mudah dan murah diproduksi dibandingkan beberapa propelan lainnya.
Sebagai bahan bakar roket cair, kombinasi metana/oksigen cair menawarkan keuntungan dibandingkan kombinasi minyak tanah/oksigen cair, atau kerolox, dalam menghasilkan molekul-molekul gas buang kecil, mengurangi kokas atau pengendapan jelaga pada komponen-komponen mesin. Metana lebih mudah disimpan daripada hidrogen karena titik didih dan kepadatannya yang lebih tinggi, serta tidak adanya kerapuhan hidrogen. Berat molekul gas buang yang lebih rendah juga meningkatkan fraksi energi panas yang berupa energi kinetik yang tersedia untuk propulsi, sehingga meningkatkan impuls spesifik roket. Dibandingkan dengan hidrogen cair, energi spesifik metana lebih rendah tetapi kekurangan ini diimbangi oleh kepadatan dan kisaran suhu metana yang lebih besar, yang memungkinkan tangki yang lebih kecil dan lebih ringan untuk massa bahan bakar tertentu. Metana cair memiliki kisaran suhu (91–112 K) yang hampir sesuai dengan oksigen cair (54–90 K). Bahan bakar ini saat ini digunakan dalam kendaraan peluncur operasional seperti Zhuque-2 dan Vulcan serta peluncur yang sedang dikembangkan seperti Starship, Neutron, dan Terran R.
Karena keuntungan yang ditawarkan bahan bakar metana, beberapa penyedia peluncuran ruang angkasa swasta bertujuan untuk mengembangkan sistem peluncuran berbasis metana selama tahun 2010-an dan 2020-an. Persaingan antarnegara ini dijuluki sebagai Perlombaan Methalox menuju Orbit, dengan roket methalox Zhuque-2 milik LandSpace menjadi yang pertama mencapai orbit.
Pada Januari 2024, dua roket berbahan bakar metana telah mencapai orbit. Beberapa roket lainnya sedang dalam tahap pengembangan dan dua upaya peluncuran orbital gagal:
- Zhuque-2 berhasil mencapai orbit pada penerbangan keduanya pada 12 Juli 2023, menjadi roket berbahan bakar metana pertama yang berhasil melakukannya. Roket ini gagal mencapai orbit pada penerbangan perdananya pada 14 Desember 2022. Roket yang dikembangkan oleh LandSpace ini menggunakan mesin TQ-12.
- Vulcan Centaur berhasil mencapai orbit pada percobaan pertamanya, yang disebut Cert-1, pada 8 Januari 2024. Roket yang dikembangkan oleh United Launch Alliance ini menggunakan mesin BE-4 milik Blue Origin, meskipun tahap kedua menggunakan hydrolox RL10.
- Terran 1 mengalami kegagalan dalam upaya peluncuran orbital pada penerbangan perdananya pada 22 Maret 2023. Roket yang dikembangkan oleh Relativity Space ini menggunakan mesin Aeon 1.
- Starship mencapai orbit transatmosfer pada penerbangan ketiganya pada 14 Maret 2024, setelah dua kali gagal. Roket yang dikembangkan oleh SpaceX ini menggunakan mesin Raptor.
SpaceX mengembangkan mesin Raptor untuk wahana peluncur superberat Starship. Mesin ini telah digunakan dalam uji terbang sejak 2019. SpaceX sebelumnya hanya menggunakan RP-1/LOX pada mesin mereka. Blue Origin mengembangkan mesin BE-4 LOX/LNG untuk New Glenn dan United Launch Alliance Vulcan Centaur. BE-4 akan menghasilkan daya dorong sebesar 2.400 kN (550.000 lbf). Dua mesin penerbangan telah dikirim ke ULA pada pertengahan tahun 2023.
Pada bulan Juli 2014, Firefly Space Systems mengumumkan rencana untuk menggunakan bahan bakar metana untuk kendaraan peluncur satelit kecil mereka, Firefly Alpha dengan desain mesin aerospike.
ESA sedang mengembangkan mesin roket methalox Prometheus 980kN yang diuji coba pada tahun 2023.
Roket multitahap
Roket multitahap yang terdiri dari dua atau lebih bagian atau tahap yang bekerja secara berurutan, melepaskan tahap yang sudah habis bahan bakarnya untuk mengurangi massa dan meningkatkan efisiensi, sehingga memungkinkannya mencapai kecepatan dan orbit yang tinggi. Setiap tahap memiliki tangki bahan bakar dan mesinnya sendiri, dan tahap-tahap ini dirancang untuk melengkapi satu sama lain dengan memberikan dorongan pada waktu yang berbeda untuk membawa muatan ke tujuan yang ditentukan, seperti orbit Bumi atau lintasan antarplanet.
Tahap pertama, yang biasanya paling besar, menyala saat peluncuran dan memberikan daya dorong awal yang besar untuk mengatasi gravitasi dan mencapai atmosfer. Setelah bahan bakar tahap pertama habis, tahap itu dilepaskan dan jatuh kembali ke Bumi. Tahap kedua kemudian menyala dan memicu tahap berikutnya, melanjutkan dorongan dan percepatan. Tahap akhir atau tahap atas biasanya menempatkan muatan, seperti satelit, ke orbit yang tepat atau bahkan meluncurkannya ke lintasan antarplanet.
Dengan membuang bagian-bagian roket yang sudah kosong (seperti tangki bahan bakar) mengurangi massa total wahana. Mengurangi massa, tahap selanjutnya dapat berakselerasi lebih cepat dan efisien untuk mencapai kecepatan yang diperlukan untuk mencapai orbit (sekitar 8 km per detik). Tahapan yang berbeda memungkinkan roket untuk melakukan berbagai tugas, seperti memberikan dorongan awal ke luar angkasa dan kemudian melakukan manuver presisi untuk menempatkan muatan di orbit yang diinginkan.
Roket tahap pertama
Roket tahap pertama inti dapat diartikan sebagai tahap pertama sebuah roket multi-tahap yang memiliki peran sentral atau pusat, sering kali berisi mesin utama dan tangki bahan bakar yang berfungsi paling lama, seperti Tahap Inti Sistem Peluncuran Luar Angkasa (SLS) milik NASA yang menjadi tulang punggung roket tersebut. Istilah "inti" menunjuk pada struktur sentral yang menjadi pusat gravitasi dan tempat komponen utama roket bergantung, meskipun sering kali dibedakan dari "booster" yang merupakan pendorong tambahan yang terpisah.
Tahap pertama, termasuk bagian intinya, bertugas menghasilkan daya dorong yang cukup besar untuk mengangkat roket dari landasan peluncuran hingga mencapai kecepatan tinggi untuk meninggalkan atmosfer Bumi. Tahap inti seringkali membawa sebagian besar bahan bakar yang diperlukan untuk fase awal penerbangan. Setelah bahan bakarnya habis, tahap pertama ini akan terpisah dari roket untuk mengurangi bobot, memungkinkan tahap selanjutnya untuk melanjutkan perjalanan ke luar angkasa.
Roket tahap kedua
Roket tahap kedua, atau bisa jadi tahap atas, adalah bagian roket yang aktif setelah tahap pertama selesai membakar bahan bakarnya dan terpisah. Fungsinya adalah memberikan dorongan tambahan untuk mencapai kecepatan orbit yang diinginkan atau menuju lintasan antarplanet, memungkinkan roket yang lebih ringan untuk mencapai tujuan akhir dengan lebih efisien. Tahap kedua sering kali dapat dinyalakan kembali dan mengontrol daya dorongnya untuk penempatan muatan yang presisi di luar angkasa.
Setelah tahap pertama roket menghabiskan bahan bakarnya dan mencapai ketinggian tertentu, tahap tersebut akan terlepas dan jatuh kembali ke Bumi. Tahap kedua, yang lebih ringan dan tidak membawa beban tahap pertama, kemudian menyala dan melanjutkan dorongan. Tahap kedua terus bekerja untuk mendorong muatan ke orbit yang lebih tinggi atau ke lintasan yang ditentukan di luar angkasa, yang tidak dapat dicapai oleh roket tahap pertama saja. Tahap atas (tahap kedua) sering kali memiliki kemampuan untuk menghidupkan kembali mesinnya beberapa kali, memungkinkan penyesuaian daya dorong dan penempatan akhir yang akurat ke orbitnya.
Penggunaan Tahap Kedua memungkinkan roket mencapai orbit dengan lebih sedikit bahan bakar secara keseluruhan karena tahap kedua tidak perlu membawa massa tahap pertama yang sudah tidak digunakan. Memberikan dorongan yang diperlukan untuk mencapai kecepatan orbital yang sangat tinggi dan ketinggian yang dibutuhkan untuk misi ruang angkasa. Kemampuan untuk menyalakan kembali mesin tahap kedua membantu dalam penempatan muatan ke orbit yang tepat dengan akurasi tinggi.
Tahap atas





Roket tahap atas atau Tahap atas saja adalah roket tahap sekunder dalam roket multi tahap yang mendorong muatan ke orbit atau pada lintasan antarplanet. Tahap ini diaktifkan setelah tahap primer terpisah. Tahap atas mendorong muatan ke orbit yang lebih tinggi atau pada lintasan antarplanet daripada yang dapat dilakukan oleh pendorong roket sendiri. Tahap atas sering kali dapat retart menghidupkan kembali mesinnya beberapa kali dan dapat diatur thortle daya dorongnya saat berada di luar angkasa untuk penempatan pesawat ruang angkasa yang presisi ke orbit. Beberapa tahap atas tetap melekat pada muatannya dan menyediakan layanan seperti daya, komunikasi, dan kendali arah.
Muatan
Untuk roket, muatan dapat berupa satelit, probe antariksa, atau wahana antariksa yang membawa manusia, hewan, atau kargo. Salah satu manfaat utama muatan adalah memungkinkan kita untuk mengumpulkan data dan melakukan eksperimen di lingkungan yang tidak dapat diakses oleh manusia. Dengan mengirimkan muatan ke luar angkasa, kita dapat mempelajari tentang benda-benda langit lainnya dan kondisi yang ada di ruang hampa.
Centaur (tahapan roket)
Centaur adalah keluarga roket tahap atas yang telah digunakan sejak 1962. Saat ini diproduksi oleh penyedia layanan peluncuran AS United Launch Alliance, dengan satu versi utama aktif dan satu versi dalam pengembangan. Common Centaur/Centaur III berdiameter 3,05 m (10,0 kaki) terbang sebagai tingkat atas kendaraan peluncur Atlas V, dan Centaur V berdiameter 5,4 m (18 kaki) telah dikembangkan sebagai tingkat atas roket Vulcan baru ULA. Centaur adalah tingkat roket pertama yang menggunakan propelan hidrogen cair (LH 2) dan oksigen cair (LOX), kombinasi propelan berenergi tinggi yang ideal untuk tingkat atas tetapi memiliki kesulitan penanganan yang signifikan. Centaur adalah tahap atas energi tinggi pertama di dunia, pembakaran hidrogen cair (LH2) dan oksigen cair (LOX), dan telah memungkinkan peluncuran beberapa misi ilmiah paling penting NASA.
Common Centaur dibangun di sekitar tangki propelan balon bertekanan baja tahan karat yang distabilkan dengan dinding setebal 0,51 mm (0,020 in). Ia dapat mengangkat muatan hingga 19.000 kg (42.000 lb). Dinding tipis meminimalkan massa tangki, memaksimalkan kinerja keseluruhan panggung tahapan.
Sekat umum memisahkan tangki LOX dan LH 2, yang selanjutnya mengurangi massa tangki. Sekat ini terbuat dari dua kulit baja tahan karat yang dipisahkan oleh sarang lebah fiberglass. Sarang lebah fiberglass meminimalkan perpindahan panas antara LH 2 yang sangat dingin dan LOX yang kurang dingin.
Sistem propulsi utamanya terdiri dari satu atau dua mesin Aerojet Rocketdyne RL10. Tahap ini mampu melakukan hingga dua belas kali restart, dibatasi oleh propelan, masa pakai orbital, dan persyaratan misi. Dikombinasikan dengan isolasi tangki propelan, hal ini memungkinkan Centaur untuk melakukan peluncuran selama beberapa jam dan beberapa pembakaran mesin yang diperlukan pada penyisipan orbital yang kompleks.
Sistem kendali reaksi (RCS) juga menyediakan ullage dan terdiri dari dua puluh pendorong monopropelan hidrazin yang terletak di sekitar panggung dalam dua pod pendorong 2 dan empat pod pendorong 4. Untuk propelan, 150 kg (340 lb) Hidrazin disimpan dalam sepasang tangki kandung kemih dan diumpankan ke pendorong RCS dengan gas helium bertekanan, yang juga digunakan untuk menyelesaikan beberapa fungsi mesin utama.
Pada tahun 2024, dua varian Centaur digunakan: Centaur III pada Atlas V, dan Centaur V pada Vulcan Centaur. Semua varian Centaur lainnya telah dihentikan.
Mesin Centaur telah berevolusi dari waktu ke waktu, dan tiga versi (RL10A-4-2, RL10C-1 dan RL10C-1-1) digunakan pada tahun 2024 (lihat tabel di bawah). Semua versi menggunakan hidrogen cair dan oksigen cair.
Proses penempatan satelit ke orbit
Menempatkan satelit ke orbit merupakan operasi teknologi yang memerlukan perencanaan yang cermat, sumber daya keuangan yang signifikan, dan kolaborasi tim yang sangat terspesialisasi. Proses ini, yang mungkin tampak sederhana dari sudut pandang pengamat di Bumi, melibatkan beberapa langkah dan teknologi canggih.
Satelit dapat memiliki berbagai tujuan, seperti observasi Bumi, telekomunikasi, navigasi, atau penelitian ilmiah. Sebelum meluncurkan satelit, satelit harus dirancang dan dibangun sesuai dengan tujuan khusus yang diminta oleh klien misi yang berbeda. Desain harus mempertimbangkan:
- Berat dan ukuran: Satelit harus cukup ringan untuk dibawa oleh roket, tetapi juga cukup kuat untuk menahan kondisi luar angkasa yang ekstrem. Massa peluncuran merupakan faktor yang sangat memengaruhi biaya penempatan satelit ke orbit, sehingga parameter ini harus dioptimalkan semaksimal mungkin agar proyek satelit menguntungkan.
- Sistem energi: Sebagian besar satelit mengandalkan panel surya untuk menghasilkan listrik. Selain itu, satelit memiliki sistem propulsi untuk melakukan berbagai manuver koreksi orbit.
- Teknologi komunikasi: Untuk mengirimkan data ke Bumi, satelit memerlukan sistem komunikasi yang efisien dan andal. Selain itu, satelit memiliki sistem kendali jarak jauh dan telemetri yang dipantau dari pusat kendali satelit untuk memastikan pengoperasiannya yang benar.
- Perlindungan Termal: Karena suhu dapat berkisar dari 120ºC di sisi satelit yang menghadap Matahari hingga -150ºC di sisi bayangan, sangat penting untuk merancang satelit dengan sistem kontrol termal yang menjaga komponennya pada suhu yang sesuai.
Proses ini diakhiri dengan serangkaian pengujian yang sangat melelahkan, yang menyimulasikan kondisi ekstrem yang akan dialami satelit di luar angkasa selama lebih dari 15 tahun masa pakainya.
Memilih kendaraan peluncur
Setelah satelit dirancang dan dibangun, satelit tersebut diangkut ke lokasi peluncuran. Kendaraan peluncur adalah roket yang dirancang khusus untuk mengangkut satu atau lebih muatan satelit ke orbit tertentu dan melepaskannya di lokasi yang sesuai.
Pemilihan orbit
Pemilihan orbit merupakan faktor krusial yang bergantung pada tujuan satelit:
- Orbit Bumi Rendah (LEO): Terletak antara 200 dan 2.000 km di atas permukaan Bumi, orbit Bumi rendah digunakan, di antara aplikasi lain, untuk observasi Bumi dan telekomunikasi.
- Orbit Bumi Menengah (MEO): Antara 2.000 dan 35.785 km, juga digunakan untuk satelit komunikasi dan navigasi.
- Orbit Geostasioner (GEO): Digunakan oleh satelit telekomunikasi seperti milik Hispasat, mereka mempertahankan jejak cakupan tetap di atas Bumi, pada 35.786 km di atas permukaan laut.
- Orbit Kutub: Memungkinkan cakupan global dengan melewati kutub, berguna untuk pengamatan dan pemantauan iklim.
Persiiapan pra-peluncuran
Sebelum peluncuran, beberapa pengujian dilakukan untuk memastikan semuanya beres:
- Integrasi satelit dengan roket: Satelit ditempatkan di atas roket dan uji kompatibilitas dilakukan.
- Simulasi dan pengujian: Simulasi penerbangan dan uji darat dijalankan untuk mengidentifikasi dan memperbaiki kemungkinan kesalahan.
- Keselamatan lokasi: Lokasi peluncuran harus dipersiapkan, memastikan semua orang dan peralatan aman.
Peluncuran
Peluncuran merupakan salah satu momen paling krusial dari keseluruhan misi. Peluncuran melibatkan penyalaan mesin roket dan pendakiannya melalui atmosfer sehingga satelit memulai perjalanannya ke posisi orbitnya. Selama proses ini, lintasan dan status roket harus dipantau dengan saksama.
Penempatan dan masuk ke layanan
Setelah roket dan satelit terpisah, satelit akan memasang panel surya, mengirim sinyal telemetri pertama, dan menyalakan mesin apogee, yang akan digunakan untuk mencapai - dalam perjalanan yang dapat berlangsung beberapa bulan - orbit sementara, tempat satelit akan menjalani pengujian baru. Setelah melewati pengujian ini, satelit akan bergerak ke posisi akhirnya dan mulai menyediakan layanan. Statusnya dikontrol dan dipantau dari Bumi, melakukan penyesuaian berkala pada orbit dan sistemnya jika perlu.
Proses peluncuran satelit
Proses peluncuran satelit menuju orbit geostasioner karena jaraknya yang terlalu jauh dari Bumi, memerlukan beberapa langkah.
- Pada langkah pertama, satelit diinjekikan ke orbit melingkar Bumi rendah (LEO).
- Pada langkah kedua, orbit satelit diubah dari orbit Bumi rendah menjadi orbit transfer elips dengan manuver di perigee, untuk mencapai apogee yang sama dengan radius orbit geostasioner (GEO).
- Akhirnya, satelit ditempatkan dari orbit transfer elips ke tujuan akhir, sebagai orbit geostasioner.
Orbit geostasioner bersifat unik karena terlalu dekat dengan banyak satelit di orbit ini. Untuk menghindari interferensi dan tabrakan timbal balik, metode pemisahan multi-satelit harus diterapkan. Melalui analisis dan simulasi dihitung berapa kecepatan injeksi yang harus diterapkan pada orbit Bumi rendah untuk mencapai apogee yang sesuai dengan radius orbit akhir yang direncanakan.
Pertama-tama, parameter orbit elips diberikan, kemudian hubungan antara kecepatan injeksi pada perigee dan langkah tambahan apogee disimpulkan. Hubungan matematis ini selanjutnya diterapkan untuk model simulasi, dan akhirnya hasil simulasi diberikan.
Proses peluncuran satelit menuju orbit geostasioner membutuhkan beberapa langkah. Yang pertama memposisikan satelit pada orbit Bumi rendah. Pada langkah kedua dari proses ini, satelit diposisikan pada orbit transfer yang sangat elips. Untuk perigee tetap dari orbit transfer elips, apogee yang dicapai bergantung pada kecepatan injeksi pada titik perigee. Semakin besar kecepatan injeksi dari kecepatan kosmik pertama, semakin besar jarak apogee yang dicapai. Kurva yang disediakan dapat digunakan untuk mencari titik puncak yang dicapai untuk nilai kecepatan injeksi tertentu pada titik perigee, atau sebaliknya untuk titik puncak yang diperlukan, kecepatan injeksi apa yang harus diterapkan. Telah dipastikan, bahwa untuk mencapai titik puncak (7000 - 42.400) km, kecepatan injeksi yang akan diterapkan pada titik perigee berkisar pada (7,24 - 9,90) km/s. Proses transformasi dari orbit elips transfer ke orbit akhir,
Perubahan Bidang Orbit
Perubahan inklinasi orbit atau Orbital inclination change adalah manuver orbital yang bertujuan untuk mengubah kemiringan orbit suatu badan yang mengorbit. Manuver ini juga dikenal sebagai perubahan bidang orbit karena bidang orbitnya miring. Manuver ini memerlukan perubahan dalam vektor kecepatan orbital (delta v) pada simpul orbital (yaitu titik di mana orbit awal dan yang diinginkan berpotongan, garis simpul orbital ditentukan oleh perpotongan dua bidang orbital).[5][6]

Secara umum, perubahan kemiringan dapat membutuhkan delta v yang sangat besar untuk dilakukan, dan sebagian besar perencana misi mencoba menghindarinya bila memungkinkan untuk menghemat bahan bakar. Ini biasanya dicapai dengan meluncurkan pesawat ruang angkasa langsung ke kemiringan yang diinginkan, atau sedekat mungkin dengannya untuk meminimalkan perubahan kemiringan yang diperlukan selama masa pakai pesawat ruang angkasa. Flybys planet adalah cara paling efisien untuk mencapai perubahan kemiringan yang besar, tetapi mereka hanya efektif untuk misi antarplanet.
Cara paling sederhana untuk melakukan perubahan bidang adalah dengan melakukan pembakaran di sekitar salah satu dari dua titik persimpangan bidang awal dan akhir. Delta-v yang diperlukan adalah vektor perubahan kecepatan antara dua bidang pada titik tersebut.
Umur satelit
Satelit yang berada di orbit rendah pada ketinggian beberapa ratus kilometer dari permukaan tanah akan memasuki atmosfer dan terbakar dalam beberapa tahun hingga beberapa dekade. Di sisi lain, satelit yang berada di orbit tinggi di atas 1.000 km akan terus berputar selama lebih dari 100 tahun. Satelit yang berada di luar angkasa tanpa jatuh dalam waktu yang lama menimbulkan masalah sampah antariksa (space debris) dan berbagai diskusi tentang masalah ini diadakan di seluruh dunia.
Daftar berikut memberikan panduan kasar mengenai masa hidup suatu objek dalam orbit melingkar atau hampir melingkar pada berbagai ketinggian dan Masa Hidup.
- 200 km 1 hari
- 300 km 1 bulan
- 400 km 1 tahun
- 500 km 10 tahun
- 700 km 100 tahun
- 900 km 1000 tahun
Berikut adalah beberapa faktor lain yang memengaruhi umur satelit:
- Desain: Umur desain satelit GPS adalah 7,5 hingga 15 tahun.
- Bahan bakar: Mengirim satelit ke orbit dengan banyak bahan bakar dapat memperpanjang umurnya.
- Radiasi: Mendesain komponen untuk menahan radiasi keras dapat memperpanjang umur satelit.
- Aktivitas matahari: Prediksi cuaca luar angkasa dapat memengaruhi umur satelit.
Ketika satelit mencapai akhir masa pakainya, satelit tersebut dibuang dengan berbagai cara, tergantung pada ukuran dan orbitnya:
- Satelit yang lebih kecil di orbit rendah terbakar oleh gesekan dengan udara saat jatuh kembali ke Bumi.
- Satelit yang lebih besar di orbit rendah diturunkan di dekat Point Nemo, bagian terpencil Samudra Pasifik, agar tidak mencapai permukaan Bumi.
Mesin roket





Mesin roket menggunakan propelan roket yang tersimpan sebagai massa reaksi untuk membentuk semburan fluida pendorong berkecepatan tinggi, biasanya gas bersuhu tinggi. Mesin roket adalah mesin reaksi, yang menghasilkan daya dorong dengan melontarkan massa ke belakang, sesuai dengan hukum ketiga Newton. Sebagian besar mesin roket menggunakan pembakaran bahan kimia reaktif untuk memasok energi yang diperlukan, tetapi bentuk yang tidak terbakar seperti pendorong gas dingin dan roket termal nuklir juga ada. Kendaraan yang digerakkan oleh mesin roket umumnya digunakan oleh rudal balistik (biasanya menggunakan bahan bakar padat) dan roket. Kendaraan roket membawa oksidatornya sendiri, tidak seperti kebanyakan mesin pembakaran, sehingga mesin roket dapat digunakan dalam ruang hampa untuk mendorong pesawat ruang angkasa dan rudal balistik.
Dibandingkan dengan jenis mesin jet lainnya, mesin roket adalah yang paling ringan dan memiliki daya dorong tertinggi, tetapi paling tidak efisien dalam propelan (memiliki impuls spesifik terendah). Buangan ideal adalah hidrogen, yang paling ringan dari semua elemen, tetapi roket kimia menghasilkan campuran spesies yang lebih berat, yang mengurangi kecepatan buangan. Mesin roket digunakan pada roket multi tahap : untuk pendorong booster, tahap awal, tahap kedua, tahap inti, tahap ketiga, tahap atas, vernier thruster, roket apooge dan lainnya.
Mesin roket menghasilkan daya dorong dengan mengeluarkan cairan buangan yang telah dipercepat hingga kecepatan tinggi melalui nosel pendorong. Cairan tersebut biasanya berupa gas yang dihasilkan oleh pembakaran propelan padat atau cair bertekanan tinggi (150 hingga 4.350 pon per inci persegi (10 hingga 300 bar)), yang terdiri dari komponen bahan bakar dan oksidator, di dalam ruang pembakaran. Saat gas mengembang melalui nosel, gas tersebut dipercepat hingga kecepatan yang sangat tinggi (supersonik), dan reaksi terhadap hal ini mendorong mesin ke arah yang berlawanan. Pembakaran paling sering digunakan untuk roket praktis, karena hukum termodinamika (khususnya teorema Carnot) menyatakan bahwa suhu dan tekanan tinggi diinginkan untuk efisiensi termal terbaik. Roket termal nuklir mampu mencapai efisiensi yang lebih tinggi, tetapi saat ini memiliki masalah lingkungan yang menghalangi penggunaan rutinnya di atmosfer Bumi dan ruang cislunar.
Untuk peroketan model, alternatif yang tersedia untuk pembakaran adalah roket air yang diberi tekanan oleh udara terkompresi, karbon dioksida, nitrogen, atau gas inert lain yang tersedia.
Perkembangan teknologi ini terus berlanjut hingga akhir abad ke-19, ketika Konstantin Tsiolkovsky dari Rusia pertama kali menulis tentang mesin roket berbahan bakar cair. Ia adalah orang pertama yang mengembangkan persamaan roket Tsiolkovsky, meskipun tidak dipublikasikan secara luas selama beberapa tahun.
Mesin berbahan bakar padat dan cair modern menjadi kenyataan pada awal abad ke-20, berkat fisikawan Amerika Robert Goddard. Goddard adalah orang pertama yang menggunakan nosel De Laval pada mesin roket berbahan bakar padat (bubuk mesiu), yang menggandakan daya dorong dan meningkatkan efisiensi hingga sekitar dua puluh lima kali lipat. Ini adalah awal mula mesin roket modern. Ia menghitung dari persamaan roket yang diperolehnya secara independen bahwa roket berukuran cukup besar, yang menggunakan bahan bakar padat, dapat menempatkan muatan seberat satu pon di Bulan.
Era mesin roket berbahan bakar cair
Goddard mulai menggunakan propelan cair pada tahun 1921, dan pada tahun 1926 menjadi orang pertama yang meluncurkan roket berbahan bakar cair. Goddard memelopori penggunaan nosel De Laval, tangki propelan ringan, turbopump ringan kecil, vektor dorong, mesin bahan bakar cair yang dikendalikan dengan lancar, pendinginan regeneratif, dan pendinginan tirai.
Pada akhir tahun 1930-an, ilmuwan Jerman, seperti Wernher von Braun dan Hellmuth Walter, menyelidiki pemasangan roket berbahan bakar cair di pesawat militer (Heinkel He 112, He 111, He 176, dan Messerschmitt Me 163).
Turbopump digunakan oleh ilmuwan Jerman dalam Perang Dunia II. Hingga saat itu, pendinginan nosel bermasalah, dan rudal balistik A4 menggunakan alkohol encer sebagai bahan bakar, yang cukup mengurangi suhu pembakaran.
Pembakaran bertahap (Замкнутая схема) pertama kali diusulkan oleh Alexey Isaev pada tahun 1949. Mesin pembakaran bertahap pertama adalah S1.5400 yang digunakan dalam roket planet Soviet, yang dirancang oleh Melnikov, mantan asisten Isaev. Sekitar waktu yang sama (1959), Nikolai Kuznetsov mulai mengerjakan mesin siklus tertutup NK-9 untuk ICBM orbital Korolev, GR-1. Kuznetsov kemudian mengembangkan desain tersebut menjadi mesin NK-15 dan NK-33 untuk roket Lunar N1 yang gagal.
Di Barat, mesin uji pembakaran bertahap laboratorium pertama dibuat di Jerman pada tahun 1963, oleh Ludwig Boelkow.
Mesin hidrogen cair pertama kali berhasil dikembangkan di Amerika: mesin RL-10 pertama kali terbang pada tahun 1962. Penggantinya, Rocketdyne J-2, digunakan dalam roket Saturn V program Apollo untuk mengirim manusia ke Bulan. Impuls spesifik yang tinggi dan kepadatan hidrogen cair yang rendah menurunkan massa tahap atas dan ukuran serta biaya keseluruhan kendaraan.
Mesin Rocketdyne H-1, yang digunakan dalam kelompok delapan mesin pada tahap pertama wahana peluncur Saturn I dan Saturn IB, tidak mengalami kegagalan katastrofik dalam 152 penerbangan mesin. Mesin Pratt dan Whitney RL10, yang digunakan dalam kelompok enam mesin pada tahap kedua Saturn I, tidak mengalami kegagalan katastrofik dalam 36 penerbangan mesin. Mesin Rocketdyne F-1, yang digunakan dalam kelompok lima mesin pada tahap pertama Saturn V, tidak mengalami kegagalan dalam 65 penerbangan mesin. Mesin Rocketdyne J-2, yang digunakan dalam kelompok lima mesin pada tahap kedua Saturn V, dan satu mesin pada tahap kedua Saturn IB dan tahap ketiga Saturn V, tidak mengalami kegagalan katastrofik dalam 86 penerbangan mesin.
Rekor untuk mesin terbanyak pada satu penerbangan roket adalah 44, yang ditetapkan oleh NASA pada tahun 2016 pada Black Brant.
Propelan cair tahap pertama
Propelan cair yang digunakan dalam roket tahap pertama terdiri dari bahan bakar dan oksidator dapat berupa hidrogen, metana, oksigen, dan kerosene (RP-1):
- Hidrogen dan oksigen, Digunakan dalam roket yang membutuhkan kinerja tinggi. Namun, hidrogen sulit disimpan.
- Metana dan oksigen, Pilihan yang baik karena mudah diproduksi di Mars, lebih mudah disimpan daripada hidrogen, dan memiliki kinerja yang lebih baik daripada minyak tanah.
- RP-1, Bahan bakar cair yang digunakan dalam roket kerolox. RP-1 memiliki risiko ledakan yang lebih rendah daripada hidrogen cair, dan dapat disimpan pada suhu sekitar.
- Minyak tanah dan oksigen, Digunakan dalam sebagian besar kendaraan peluncur karena dapat diandalkan dan memiliki kinerja yang layak.
Selain itu, bahan bakar roket juga bisa berupa amonium perklorat, bubuk aluminium, dan polibutadiena berujung hidroksil (HTPB). Propelan roket yang terdiri dari bahan bakar dan oksidator terpisah disebut bipropelan.
Segmen darat
Segmen darat terdiri dari semua elemen berbasis darat dari sistem antariksa yang digunakan oleh operator dan personel pendukung, berbeda dengan segmen antariksa dan segmen pengguna. Segmen darat memungkinkan pengelolaan wahana antariksa, dan distribusi data muatan dan telemetri di antara pihak-pihak yang berkepentingan di darat. Elemen-elemen utama segmen darat adalah:[7][8]
- Stasiun darat (atau Bumi), yang menyediakan antarmuka radio dengan pesawat ruang angkasa
- Pusat kendali misi (atau operasi) , tempat pesawat antariksa dikelola
- Terminal jarak jauh, digunakan oleh personel pendukung
- Fasilitas integrasi dan pengujian pesawat ruang angkasa
- Fasilitas peluncuran
- Jaringan darat, yang memungkinkan komunikasi antara elemen darat lainnya


Elemen-elemen ini hadir di hampir semua misi luar angkasa, baik komersial, militer, maupun ilmiah. Elemen-elemen ini mungkin terletak bersama atau terpisah secara geografis, dan mungkin dioperasikan oleh pihak-pihak yang berbeda. Beberapa elemen dapat mendukung beberapa wahana antariksa secara bersamaan.
Daftar penyedia layanan peluncuran
Penyedia layanan peluncuran adalah jenis perusahaan yang menggunakan kendaraan peluncur dan layanan terkait yang disediakan oleh Badan Peluncuran, termasuk menyediakan kendaraan peluncur, dukungan peluncuran, peralatan dan fasilitas, untuk tujuan meluncurkan satelit ke orbit atau ruang angkasa dalam. Ada lebih dari 100 perusahaan peluncuran dari seluruh dunia. Perusahaan-perusahaan ini dan kendaraan peluncurnya berada dalam berbagai tahap pengembangan, dengan beberapa (seperti SpaceX, RocketLab, dan ULA) sudah beroperasi secara reguler, sementara yang lain belum.[9][10][11][12][13][14]
Pada tahun 2018, sektor layanan peluncuran menyumbang $5,5 miliar dari total "ekonomi luar angkasa global" sebesar $344,5 miliar. Sektor ini bertanggung jawab atas pemesanan, konversi atau konstruksi roket pembawa , perakitan dan penumpukan, integrasi muatan, dan akhirnya melakukan peluncuran itu sendiri. Beberapa tugas ini dapat didelegasikan atau disubkontrakkan ke perusahaan lain. Misalnya, United Launch Alliance secara resmi mensubkontrakkan produksi motor roket padat GEM untuk roket Delta II dan Delta IV (versi Medium) mereka ke Alliant Techsystems. (Kedua kendaraan tersebut sekarang sudah tidak digunakan lagi) Sebuah LSP tidak serta merta membangun semua roket yang diluncurkannya.
Dokumen yang penting untuk penyediaan layanan peluncuran yang sukses adalah Dokumen Kontrol Antarmuka (ICD), sebuah kontrak yang menentukan tanggung jawab persyaratan integrasi dan misi di seluruh penyedia layanan dan pengacara layanan.
Dalam beberapa kasus, LSP tidak diperlukan untuk meluncurkan roket. Organisasi pemerintah seperti militer dan pasukan pertahanan dapat melakukan peluncuran sendiri.
Penyedia layanan peluncuran saat ini
Perusahaan
- AgniKul Cosmos (India)
- Antrix Corporation (India)[9]
- Arianespace (France)[9][15]
- Astra (United States)
- Blue Origin (United States)[9]
- CAS Space (China)
- Deep Blue Aerospace (China)
- Eurockot Launch Services (Germany)
- Evolution Space (United States)
- Firefly Aerospace (United States)[9]
- Galactic Energy (China)
- GK Launch Services (Russia, Kazakhstan)[9]
- INNOSPACE (Korea)[9]
- International Launch Services aka ILS (United States)[15]
- Interstellar Technologies (Japan)
- ISC Kosmotras (Russia)
- i-Space (China)
- Landspace (China)
- LinkSpace (China)[9]
- Mitsubishi Heavy Industries via MHI Launch Services (Japan)[9]
- Northrop Grumman Space Systems Group (United States)
- HyImpulse (Germany)
- OneSpace (China)[9]
- Orienspace (China)
- PLD Space (Spain)[9]
- Relativity Space (United States)
- Rocket Factory Augsburg (Germany)
- Rocket Lab (United States/New Zealand)[9]
- Sea Launch (Switzerland)[15]
- Skyroot Aerospace (India)
- Space One (Japan)
- Space Pioneer (China)
- SpaceX (United States)[9][15]
- Starsem (France)
- Stoke Space (United States) [16]
- United Launch Alliance aka ULA (United States)[9]
- Up Aerospace (United States) [17]
- Vector Launch (United States)[9]
- Virgin Galactic (United States)[18]
- Zero 2 Infinity (Spain)
Perusahaan Former
- Orbital ATK (United States)[9]
- Orbital Sciences Corporation (United States)[15]
- Stratolaunch Systems (United States)[9]
- Virgin Orbit (United States)[9]
Pemerintah dan milik negara
- CALT (China)
- DARPA (United States)[9]
- ExPace (China)[9]
- Glavkosmos (Russia)[19]
- ISA (Iran)[9]
- JAXA (Japan)[9]
- NADA (North Korea)[9]
- NASA (United States)[20]
- NSIL (India)[21]
Pusat Pengendali Misi
Pusat kendali misi atau mission control center (MCC, terkadang disebut pusat kendali penerbangan atau pusat operasi) adalah fasilitas yang mengelola penerbangan antariksa, biasanya dari titik peluncuran hingga pendaratan atau akhir misi, mirp dengan pemandu lalu lintas udara ATC pada bandara penerbangan sipil. Pusat kendali misi merupakan bagian dari segmen darat operasi wahana antariksa. Staf pengendali penerbangan dan personel pendukung lainnya memantau semua aspek misi menggunakan telemetri, dan mengirim perintah ke wahana menggunakan stasiun darat. Personel yang mendukung misi dari MCC dapat mencakup perwakilan dari sistem kendali sikap, tenaga, propulsi, termal, dinamika sikap, operasi orbital, dan disiplin subsistem lainnya. Pelatihan untuk misi ini biasanya berada di bawah tanggung jawab pengendali penerbangan, yang biasanya mencakup latihan ekstensif di MCC.
![]() |
![]() | |
Ruangan pengendali International Space Station di Rusia dan di Amerika Serikat.
|
Pusat kendali misi adalah struktur yang menyatukan sarana yang diperlukan untuk pengelolaan operasional satelit buatab, wahana antariksa yang menjelajahi tata surya, atau pencapaian misi penerbangan berawak. Badan antariksa utama (NASA, Badan Antariksa Eropa, Roscosmos), yang mengembangkan sejumlah besar misi, memiliki pusat kendali misi yang paling penting. Yang paling terkenal adalah Pusat Luar Angkasa Lyndon B. Johnson untuk misi berawak NASA , ESOC untuk Badan Antariksa Eropa, TsUP untuk misi Soviet dan kemudian Rusia. Di samping pusat kendali umum yang mengontrol peluncuran, penyebaran, navigasi dan perubahan orbit serta manuver koreksi lintasan, sering kali terdapat pusat kendali yang lebih khusus yang bertanggung jawab atas manajemen muatan (instrumen ilmiah atau pengumpulan data) dengan mengaktifkan instrumen, mengirimkan perintah, dan mengambil data.
Tugas utama pusat kendali misi adalah mengelola kemajuan misi luar angkasa mulai dari lepas landas hingga pendaratan atau penyelesaian misi. Sebuah tim pengontrol penerbangan, bersama dengan personel pendukung lainnya, bertanggung jawab untuk memantau seluruh aspek misi menggunakan telemetri . Pertukaran dengan pesawat ruang angkasa dilakukan melalui radio melalui stasiun bumi.
Tugas pokok yang dilaksanakan oleh ruang kendali adalah :
- pemantauan parameter operasi (telemetri);
- koreksi anomali;
- kontrol dan koreksi lintasan;
- mengirimkan instruksi ke payload ;
- pengumpulan dan pemrosesan data yang dikumpulkan oleh payload.
Bedakan antara pusat kendali peluncuran yang memantau kemajuan peluncuran dan yang sering kali secara fisik terletak di pangkalan peluncuran dan pusat kendali misi yang mengambil alih pesawat ruang angkasa setelah berada di orbit operasionalnya. Pusat kendali misi dapat spesifik untuk misi tertentu (misi ilmiah tertentu) atau digunakan bersama (misalnya ESOC untuk misi Badan Antariksa Eropa).
Bandar antariksa
Bandar antariksa, [22] pelabuhan angkasa atau kosmodrom adalah tempat diluncurkannya wantariksa. Umumnya sebuah bandariksa harus mempunyai luas yang cukup besar agar jika sebuah roket meledak ia tak akan membahayakan nyawa manusia di sekitar lokasi peluncuran.
Lokasi yang lebih disukai biasanya terletak di dekat khatulistiwa ke arah timur agar dapat memanfaatkan kecepatan rotasi Bumi secara maksimum, dan merupakan orientasi yang baik untuk menuju sebuah orbit geostasioner. Selain itu, hal ini meningkatkan rasio massa terhadap orbit. Untuk orbit-orbit kutub atau Molniya, aspek-aspek ini tidak berlaku. Untuk keselamatan, sebuah jalur peluncuran di atas air atau tanah kosong sangatlah penting.
Landasan peluncuran
Landasan peluncuran (bahasa Inggris: launch pad) adalah fasilitas di atas tanah tempat rudal bertenaga roket atau wahana antariksa diluncurkan secara vertikal. Istilah landasan peluncuran dapat digunakan untuk menggambarkan hanya platform peluncuran pusat (platform peluncur bergerak), atau seluruh kompleks (kompleks peluncuran). Seluruh kompleks akan mencakup dudukan peluncur atau platform peluncuran untuk secara fisik mendukung wahana, struktur layanan dengan tali pusar, dan infrastruktur yang diperlukan untuk menyediakan propelan, cairan kriogenik, tenaga listrik, komunikasi, telemetri, perakitan roket, pemrosesan muatan, fasilitas penyimpanan untuk propelan dan gas, peralatan, jalan akses, dan drainase.
Sebagian besar landasan peluncuran mencakup struktur layanan tetap untuk menyediakan satu atau lebih platform akses guna merakit, memeriksa, dan merawat kendaraan dan untuk memungkinkan akses ke wahana antariksa, termasuk pemuatan awak. Landasan peluncuran dapat berisi struktur pembelokan api untuk mencegah panas yang hebat dari gas buang roket merusak wahana atau struktur landasan peluncuran, dan sistem peredam suara yang menyemprotkan air dalam jumlah besar dapat digunakan. Landasan peluncuran juga dapat dilindungi oleh penangkal petir. Sebuah pelabuhan antariksa biasanya mencakup beberapa kompleks peluncuran dan infrastruktur pendukung lainnya.
Satelit relai selama peluncuran
Satelit relai adalah satelit yang meneruskan pesan perintah dari stasiun darat ke satelit pengguna, dan menerima telemetri dari satelit pengguna untuk diteruskan ke stasiun darat. Satelit relai biasanya dioperasikan oleh perusahaan komunikasi nasional atau internasional untuk menyediakan layanan ke wilayah terpencil dan seluruh dunia.
Satelit relai dapat digunakan untuk mengirimkan informasi seperti pesan telepon dan program televisi. NASA memiliki sistem komunikasi satelit yang disebut Tracking and Data Relay Satellite System (TDRSS). TDRSS terdiri dari satelit Tracking and Data Relay Satellite (TDRS) dan stasiun bumi. TDRSS dirancang untuk meningkatkan waktu pesawat ruang angkasa berkomunikasi dengan tanah dan meningkatkan jumlah data yang dapat ditransfer. Satelit TDRSS berada di orbit geosinkron, yaitu 35.786 km di atas permukaan bumi. Satelit-satelit TDRSS tersebar di Samudra Atlantik, Pasifik, dan Hindia.
Satelit relai data menerima pesan perintah dari stasiun darat lalu meneruskannya ke satelit pengguna melalui tautan silang RF (tautan antar-satelit). Satelit pengguna mengembalikan telemetri melalui tautan silang lain ke satelit relai, yang mentransmisikan data telemetri ke stasiun darat. Tautan naik dan tautan silang ke satelit pengguna disebut tautan maju; tautan silang dan tautan turun dari satelit pengguna disebut tautan balik.
Sistem Satelit Relai Data dan Pelacakan NASA (TDRSS) adalah konstelasi satelit relai data geostasioner yang menyediakan cakupan satelit pengguna yang luas (hampir 100%) pada ketinggian orbit 200 hingga 1200 km. Semua data diteruskan melalui satu kompleks stasiun darat di White Sands, NM. Sistem TDRSS mendukung komunikasi "pita-S" (2,1–2,3 GHz) hingga 10 kbps maju, hingga 50 kbps kembali, untuk sebanyak 20 satelit pengguna. Hingga dua pengguna dapat memiliki dukungan "S-band" pada kecepatan maju hingga 300 kbps, kecepatan balik hingga 12 Mbps. Hingga 2 pengguna dapat memiliki dukungan "Ku-band" (13,8–15,0 GHz) pada kecepatan maju hingga 25 Mbps, kecepatan balik hingga 300 Mbps.
Berikut ini beberapa informasi tentang satelit relai selama peluncuran:[23][24]
- Sistem Satelit Pelacakan dan Relai Data (TDRS) NASA
Sistem satelit dalam orbit geosinkron ini merelai sinyal antara wahana antariksa dan stasiun kontrol darat. Sistem TDRS dirancang untuk meningkatkan jumlah data yang dapat ditransfer dan jumlah waktu wahana antariksa dapat berkomunikasi dengan darat.
- Satelit relai Queqiao-2 Tiongkok
Satelit ini diluncurkan pada 20 Maret 2024 dari Pusat Peluncuran Luar Angkasa Wenchang di Provinsi Hainan, Tiongkok. Satelit tersebut terpisah dari roket setelah 24 menit terbang dan memasuki orbit transfer Bumi-Bulan. Panel surya dan antena komunikasi satelit dibuka. Satelit ini dirancang untuk mendukung misi bulan mendatang oleh Tiongkok dan negara-negara lain.
- Satelit relai data Jepang
Satelit yang dilengkapi laser ini dirancang untuk mengirimkan data dengan kecepatan hingga 1,8 gigabit per detik. Satelit ini akan melayani satelit observasi Bumi yang dioperasikan warga sipil Jepang dan pesawat ruang angkasa pengintaian pengumpulan intelijen milik armada Jepang.
Perakitan
Setiap tahap roket individu umumnya dikumpulkan di lokasi pabrik dan dikirim ke lokasi peluncuran; jangka waktu perakitan kendaraan mengacu pada penggabungan tahap roket dengan muatan pesawat ruang angkasa dalam satu kendaraan perakitan yang dikenal sebagai kendaraan ruang angkasa.
Kendaraan tahap tunggal (seperti sounding roket), dan kendaraan multi tahap mulai yang lebih kecil dari berbagai ukuran, biasanya dapat dirakit secara vertikal, langsung di landasan peluncuran dengan mengangkat setiap tahap pesawat ruang angkasa dan secara berurutan di tempat dengan cara diderek.
Persaingan pasar peluncuran antariksa
Persaingan pasar peluncuran antariksa merupakan manifestasi kekuatan pasar dalam bisnis penyedia layanan peluncuran. Secara khusus, tren dinamika persaingan di antara kemampuan transportasi muatan dengan harga yang beragam memiliki pengaruh yang lebih besar pada pembelian peluncuran daripada pertimbangan politik tradisional negara pembuat atau entitas nasional yang menggunakan, mengatur, atau memberi lisensi layanan peluncuran.
Setelah munculnya teknologi penerbangan antariksa pada akhir tahun 1950-an, layanan peluncuran antariksa muncul, secara eksklusif oleh program nasional. Kemudian pada abad ke-20, operator komersial menjadi pelanggan penting penyedia peluncuran. Persaingan internasional untuk subset muatan satelit komunikasi dari pasar peluncuran semakin dipengaruhi oleh pertimbangan komersial. Namun, bahkan selama periode ini, untuk satelit komunikasi yang diluncurkan oleh komersial dan entitas pemerintah, penyedia layanan peluncuran untuk muatan ini menggunakan kendaraan peluncur yang dibuat sesuai spesifikasi pemerintah, dan dengan pendanaan pengembangan yang disediakan negara secara eksklusif.
Pada awal tahun 2010-an, lima dekade setelah manusia pertama kali mengembangkan teknologi penerbangan antariksa, sistem kendaraan peluncur yang dikembangkan secara pribadi dan penawaran layanan peluncuran antariksa muncul. Perusahaan kini menghadapi insentif ekonomi, bukan insentif politik seperti pada dekade-dekade sebelumnya. Bisnis peluncuran antariksa mengalami penurunan harga per unit yang drastis, bersamaan dengan penambahan kemampuan yang sama sekali baru, yang membawa babak baru persaingan di pasar peluncuran antariksa.[25]
Pada tahun 2024 dilaporkan bahwa, dengan menghitung semua aktivitas peluncuran dan penerbangan antariksa global, SpaceX, yang memanfaatkan keluarga roket Falcon miliknya, telah meluncurkan hampir 87% dari semua upmass di Bumi pada tahun 2023.
Kendaraan peluncur | Biaya muatan per kg |
---|---|
Vanguard | $1,000,000 [25] |
Space Shuttle | $54,500 [25] |
Electron | $19,039 [26][27] |
Ariane 5G | $9,167 [25] |
Long March 3B | $4,412 [25] |
Proton | $4,320 [25] |
Falcon 9 | $2,720 [28] |
Falcon Heavy | $1,500 [29] |
Lihat pula
- Roket
- Mesin roket
- Pelabuhan angkasa
- Segmen sistem antariksa
- Segmen antariksa
- Segmen darat
- Peralatan telekomunikasi
- Tracking and Data Relay Satellite
- Satelit mata-mata
- Satelit militer
- Sistem navigasi satelit
- Layanan antar-satelit
- Satelit pengamat Bumi
- Satelit pengumpul data
- Satelit high throughput
- Sistem Komunikasi Satelit
- Unit data satelit
- Satelit radio amatir
- Radio satelit
- Televisi satelit
- Telepon satelit
- Satelit cuaca
- International Telecommunication Union
- Institute of Electrical and Electronics Engineers
- Sel surya
- Pemeliharaan posisi orbital
- Antena (radio)
- Antena parabola
- Akses internet satelit
- Transponder (komunikasi satelit)
- Orbit polar
- Orbit Molniya
- Konstelasi satelit
- Orbit Bumi menengah
- Frekuensi
- Orbit geostasioner
- Orbit rendah Bumi
- Pita frekuensi S
- Pita frekuensi L
- Pita frekuensi K (IEEE)
- Pita frekuensi Ku
- Pita frekuensi Ka
- Pita frekuensi X
- Pita frekuensi C
- Pusat Pengendali Misi Christopher C. Kraft Jr.
- Pusat Pengendali Misi RKA
- European Space Operations Centre
- Beijing Aerospace Command and Control Center
- Centre national d'études spatiales (CNES)
- Kosmodrom Baikonur
- Stasiun Angkatan Antariksa Cape Canaveral
- Pusat Antariksa Kennedy
- Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan
- Pangkalan Angkatan Luar angkasa Vandenberg
- Kosmodrom Plesetsk
- Pusat Antariksa Uchinoura
- Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan
- Pusat Antariksa Tanegashima
- Pusat Antariksa Satish Dhawan
- RD-107
- RD-170 (mesin roket)
- RD-0124
- YF-100
- YF-77
- YF-20
- LE-7
- LE-9
- Merlin (mesin roket)
- Vulcain
- Vinci (mesin roket)
- SpaceX Raptor
Referensi
- ^ Clark (1972), p.45
- ^ T.A. Heppenheimer, Development of the Shuttle, 1972-1981. Smithsonian Institution Press, 2002. ISBN 1-58834-009-0.
- ^ "Space Launch Report: Ariane 5 Data Sheet".
- ^ "SpaceX Updates — December 10, 2007". SpaceX. 2007-12-10. Diarsipkan dari asli tanggal 2013-04-05. Diakses tanggal 2010-02-03.
- ^ Braeunig, Robert A. "Basics of Space Flight: Orbital Mechanics". Diarsipkan dari asli tanggal 2012-02-04. Diakses tanggal 2008-07-16.
- ^ Owens, Steve; Macdonald, Malcolm (2013). "Hohmann Spiral Transfer With Inclination Change Performed By Low-Thrust System" (PDF). Advances in the Astronautical Sciences. 148: 719. Diakses tanggal 3 April 2020.
- ^ "Operations Staffing". Satellite Operations Best Practice Documents. Space Operations and Support Technical Committee, American Institute of Aeronautics and Astronautics. Diarsipkan dari asli tanggal 6 October 2016. Diakses tanggal 28 December 2015.
- ^ Elbert, Bruce (2014). The Satellite Communication Ground Segment and Earth Station Handbook (Edisi 2nd). Artech House. hlm. 141. ISBN 978-1-60807-673-4.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w The Annual Compendium of Commercial Space Transportation: 2018 (Report). United States Government (Federal Aviation Administration). January 2018. Diakses tanggal 2022-04-21.
- ^ "Launch Services Definition: 101 Samples". Law Insider (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-05-20.
- ^ "Launch Service Providers". RocketLaunch.org.
- ^ "Propulsion Products Catalog" (PDF). Orbital ATK. 5 April 2016. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 7 November 2017. Diakses tanggal 3 November 2017.
- ^ Clark, Stephen (14 September 2018). "Engineers say goodbye to society-changing Delta 2 rocket – Spaceflight Now". Spaceflight Now (dalam bahasa American English). Pole Star Publications. Diakses tanggal 2022-04-21.
- ^ Federal Aviation Administration (2012). "Commercial Space Transportation: 2011 Year in Review". Dalam Freeman SO, Butler KI (ed.). Commercial Space Industry: Manufacturing, Suborbitals and Transportation (This is an edited, reformatted and augmented version of the Federal Aviation Administration, HQ-121525.INDD, dated January 2012.). Space Science, Exploration and Policies. New York: Nova Science Publishers. ISBN 978-1-62257-303-5. Diakses tanggal 2022-04-22.
- ^ a b c d e Moore, Maurice H. (February 2011). Department of Defense Spacelift In A Fiscally Constrained Environment (MS (Master of Military Art and Science) thesis). U.S. Army Command and General Staff College.
- ^ https://www.stokespace.com [URL kosong]
- ^ "Rocket carrying cremains crashes after launching from Spaceport America". 2 May 2023.
- ^ https://www.virgingalactic.com [URL kosong]
- ^ Brooks, Timothy A. (1991). "Regulating International Trade in Launch Services". High Technology Law Journal. 6 (1): 66. eISSN 2380-4734. ISSN 0885-2715. JSTOR 24122277. Diakses tanggal 2 July 2022.
- ^ Heiney, Anna (2018-04-10). "LSP Overview". NASA. Diakses tanggal 2023-05-20.
- ^ "Mandate | NSIL". www.nsilindia.co.in. Diakses tanggal 2023-08-02.
- ^ Glosarium Badan Bahasa[pranala nonaktif permanen]. Diambil pada tanggal 5 Maret 2016.
- ^ https://spaceflightnow.com/2020/11/29/japanese-data-relay-satellite-set-for-launch-on-h-2a-rocket/
- ^ https://english.news.cn/20240320/16f77c7163c44a7b8197fdeff2d2916d/c.html
- ^ a b c d e f "Space Transportation Costs: Trends in Price Per Pound to Orbit ..." yumpu.com (dalam bahasa Inggris). Futron Corporation. 6 Sep 2002. Diakses tanggal 3 January 2021.
- ^ Etherington, Darrell (30 January 2020). "Rocket Lab points out that not all rideshare rocket launches are created equal". TechCrunch.
- ^ "Payload User Guide" (PDF). rocklabusa.com. Rocket Lab. Diakses tanggal November 22, 2022.
- ^ "NASA Technical Reports Server (NTRS)". ntrs.nasa.gov. NASA. 8 July 2018. Diarsipkan dari asli tanggal 2021-08-01. Diakses tanggal 4 January 2021.
- ^ "Space Launch to Low Earth Orbit: How Much Does It Cost?". aerospace.csis.org. CSIS. 1 September 2022. Diakses tanggal 8 September 2023.
Pranala luar
- https://web.archive.org/web/20100805045010/http://cryptome.org/eyeball/satspy/satspy-eyeball.htm
- S. A. Kamal, A. Mirza: The Multi-Stage-Q System and the Inverse-Q System for Possible application in SLV Diarsipkan 2010-04-14 di Wayback Machine., Proc. IBCAST 2005, Volume 3, Control and Simulation, Edited by Hussain SI, Munir A, Kiyani J, Samar R, Khan MA, National Center for Physics, Bhurban, KP, Pakistan, 2006, pp 27–33 Free Full Text
- S. A. Kamal: Incorporating Cross-Range Error in the Lambert Scheme Diarsipkan 2010-04-14 di Wayback Machine., Proc. 10th National Aeronautical Conf., Edited by Sheikh SR, Khan AM, Pakistan Air Force Academy, Risalpur, KP, Pakistan, 2006, pp 255–263 Free Full Text
- S. A. Kamal: The Multi-Stage-Lambert Scheme for Steering a Satellite-Launch Vehicle Diarsipkan 2010-04-14 di Wayback Machine., Proc. 12th IEEE INMIC, Edited by Anis MK, Khan MK, Zaidi SJH, Bahria Univ., Karachi, Pakistan, 2008, pp 294–300 (invited paper) Free Full Text
- S. A. Kamal: Incompleteness of Cross-Product Steering and a Mathematical Formulation of Extended-Cross-Product Steering Diarsipkan 2010-04-14 di Wayback Machine., Proc. IBCAST 2002, Volume 1, Advanced Materials, Computational Fluid Dynamics and Control Engineering, Edited by Hoorani HR, Munir A, Samar R, Zahir S, National Center for Physics, Bhurban, KP, Pakistan, 2003, pp 167–177 Free Full Text
- S. A. Kamal: Dot-Product Steering: A New Control Law for Satellites and Spacecrafts Diarsipkan 2010-04-14 di Wayback Machine., Proc. IBCAST 2002, Volume 1, Advanced Materials, Computational Fluid Dynamics and Control Engineering, Edited by Hoorani HR, Munir A, Samar R, Zahir S, National Center for Physics, Bhurban, KP, Pakistan, 2003, pp 178–184 Free Full Text
- S. A. Kamal: Ellipse-Orientation Steering: A Control Law for Spacecrafts and Satellite-Launch Vehicles Diarsipkan 2010-04-14 di Wayback Machine., Space Science and the Challenges of the twenty-First Century, ISPA-SUPARCO Collaborative Seminar, Univ. of Karachi, 2005 (invited paper)
- Christmas turns bad for ISRO, GSLV mission fails.
- http://themittani.com/features/satellite-extravaganza-us-vs-russia?page=0%2C1 Diarsipkan 2013-12-07 di Wayback Machine.
- http://www.spacelaunchreport.com/dnepr.html
- http://www.astronautix.com/articles/costhing.htm Encyclopedia Astronautica: Cost, Price, and the Whole Darn Thing