Langowan
![]() | Artikel ini memiliki beberapa masalah. Tolong bantu memperbaikinya atau diskusikan masalah-masalah ini di halaman pembicaraannya. (Pelajari bagaimana dan kapan saat yang tepat untuk menghapus templat pesan ini)
|


Kota Langowan adalah sebuah Kota Kecil yang terletak di jantung Kabupaten Minahasa, provinsi Sulawesi Utara. Langowan terdiri dari 4 kecamatan dan 42 desa. Kota Langowan merupakan Kota kelahiran ibunda Prabowo Subianto yakni ibu Dora Marie Sigar.
Kota Langowan merupakan sebuah kota budaya yang lahir dari cerita dan warisan luhur nenek moyang suku Minahasa. Masyarakat Langowan merupakan masyarakat yang religius sejak dimulainya Penginjilan oleh zending pietis bernama Johann Gottlieb Schwarz dan istrinya Femmetje Constans yang dimulaikan pada tahun 1831.[1]
Berdirinya gereja GMIM Sentrum Schwarz dan monumen J.G. Schwarz di jantung kota Langowan menambah nuansa injili bagi Kota yang mayoritas penduduknya beragama Kristen ini. Kebudayaan Minahasa sangat kental di daerah ini. Masyarakat masih sangat menghargai budaya, sehingga pada tahun 2025 digelar event kebudayaan Festival Budaya Kota Langowan (FBKL).
Sebagian besar penduduk bermata pencarian petani atau pekebun. Kesejahteraan masyarakatnya ditopang dari berbagai latar belakang salah satunya banyaknya "tou Langowan" bekerja di luar daerah dan luar negeri seperti di Amerika, Australia dan Jepang.
Sejarah
Pandangan Historis-linguistik.
Dahulu wilayah Langowan hanyalah suatu dataran dikaki sebelah utara gunung Soputan. Pada suatu ketika terjadi letusan yang sangat dahsyat dari anak gunung Soputan yaitu Sampo, penghuni melarikan diri kearah utara sehingga mereka temukan suatu tanah datar baru dengan beberapa mata air. Pada saat itu terlihat beberapa ekor rusa sedang minum (bhs Tontemboan: Langkou) maka para pengungsi dari gunung Sampo itu mengambil keputusan untuk berdiam disitu dan tempat itu dinamakan "Langkoan" (tempat rusa besar) yang kemudian berubah menjadi Langoan (fonem /k/ tidak lagi di tuturkan karena mengalami proses asimilasi regresif dengan fonem /ng/ yang pada dasarnya memiliki kesamaan pada titik artikulasi, yaitu bunyi-bunyi Velar). Langowan memang merupakan tanah datar yang cukup luas yang dikelilingi oleh anak-anak gunung dari Soputan, seperti Sampo, Aisiput, pegunungan Manimporok, Kawatak dll, kemudian dibagian timur dipagari oleh gunung Kaweng. Terdapat banyak sumber mata air panas dan uap belerang ditempat ini. Diarah timur sampai ke Palamba terdapat perkebunan kopi yang cukup luas, hingga kini masih ditemukan area perkebunan kopi disana. Dahulu Kopi di daerah ini sampai kearah gunung Kelelondei (Tontemboan: seperti perahu; perahu terbalik) dibagian pegunungan Manimporok yang amat terkenal sebagai penghasil kopi terbaik (sebagaimana juga kesaksian N. Graafland). Dari Langowan arah utara ke Tompaso banyak terdapat sumber air panas alam dan belerang. Di daerah ini juga sejak dahulu telah ada sumber tanah kapur/kaolin (di Toraget dan Karumenga). Jadi sejak dahulu penduduk telah mempergunakan tanah putih (orang Langowan menyebutnya: Kalek /kalək/) untuk mengecat rumah-rumah mereka (kesaksian lisan dri tua-tua di desa Toraget, Taraitak, Tumaratas dan Walewangko). Ditahun 1860 telah terdapat desa-desa seperti Tounelet, Wolaang, Waleure, Walantakan dan Koyawas. Sedangkan kearah timur terdapat desa seperti Palamba, Talawatu dan Rumbia. Rumbia letaknya didaerah Pantai Timur, didaerah ini masih ditemukan gua-gua dan batu-batu bagaikan benteng-benteng yang diduga dibuat pada zaman pendudukan Portugis.
Masyarakat Langowan pada umumnya menganut kepercayaan Pribumi atau agama Suku (mungkin juga kepercayaan kuno Minahasa yaitu agama Malesung) yaitu kepercayaan kepada roh leluhur yang mendapat bentuk baru melalui proses kematian. Roh ini dianggap sebagai roh kelas dua dan sangat dibedakan dengan roh yang dikaruniakan ketika manusia sebagai individu baru memulai kehidupannya. Dimasa lampau orang Langowan mengenal istilah opo' yang diartikan sebagai "tetua". Terdapat banyak opo' perempuan maupun laki-laki, tetapi yang dominan adalah opo' perempuan (opo' wéwéné). Hal ini terwujud dalam Lumimu'ut maupun Karema. Keduanya dipandang sederajat, dan Lumimuut kemudian ditafsirkan sebagai si "Apo' niméma' in tana'" yang kemudian digambarkan sebagai leluhur tertinggi, sedangkan Karema adalah Walian Wangko.
Orang-orang pribumi zaman itu disebut 'orang-orang alifuru' (sebagaimana juga terminologi yang digunakan oleh kolonial di daerah Maluku dan Halmahera) yang menurut pandangan para ahli Antropologi adalah orang-orang primitif yang mendiami wilayah subetnik Tontemboan di Langowan dengan kepercayaan mereka sendiri. Orang-orang pribumi yang tingggal dan menetap di Langoan adalah orang-orang Minahasa asli atau disebut juga 'Pakewa' atau 'Tompakewa'. Pekerjaan utama mereka adalah petani dan sebagian lagi adalah berburu (hingga muncul istilah Mangawok, Mekita'an, Temémpang, dll). Makanan pokok masyarakat adalah jagung (tutu' tandé), Ubi-ubian (Wola'ang) dan sebagian lagi Sagu (towa'ng) serta berbagai jenis sayur mayur serta lauk antara lain hewan hasil hutan serta ikan yang ditemukan di telaga atau "Lo'd".
Cerita Rakyat
Konon kata Langowan diambil dari kata rangow. Dalam bahasa Tontemboan rangow berarti rongga. Namun dengan penambahan suku kata -an, maka otomatis menjadi rangowan (berongga atau berlobang).
Menurut cerita di Langowan saat itu banyak ditumbuhi pepohonan berukuran besar. Jenis pohon yang ada diantaranya we’tes (pohon beringin). Dikisahkan pada batang pohon inilah terdapat lubang berukuran cukup besar sehingga ukuran tubuh manusia bisa masuk di dalamnya. Di dalam lubang pohon inilah yang menjadi pusat penyembahan para leluhur kepada dewa – dewa, yang menurut orang minahasa dikenal dengan istilah opo – opo. Pohon wetes tersebut duluanya berada di lompleks gereja GMIM Sentrum Langowan.
Demografi
Suku Bangsa
Berdasarkan suku, pada umumnya penduduk kabupaten Minahasa termasuk di kota Langowan, berasal dari suku Minahasa sub etnik Tontemboan sebagai penduduk asli. Adapaun suku pendatang, pada umumnya berasal dari suku Sangir, Talaud, Gorontalo, Bolaang Mongondow, dan suku pendatang lainnya, seperti Jawa dan Bugis. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Manado serta di bagian barat penduduk menggunakan bahasa daerah yakni bahasa Tontemboan Makéla'i.
Agama
Dalam bidang keagamaan, masyarakat kota Langowan memiliki beragam kepercayaan. Data Kementerian Dalam Negeri tahun 2022 mencatat bahwa mayoritas penduduk kota Langowan memeluk agama Kristen yakni 96,5% dimana Protestan 89,86% dan Katolik 6,64%. Sebahagian lagi memeluk agama Islam yakni 3,63%, kemudian Kepercayaan 0,03%, Hindu 0,01% dan Budha 0,01%. Rumah ibadah yang ada di kota ini yakni terdapat 170 bangunan gereja Protestan, 4 bangunan masjid, 6 bangunan gereja Katolik, dan 1 bangunan Pura.
Langowan dapat mengacu pada hal ini: