Mangkubumi Arya Ranamanggala
Arya Ranamanggala | |
---|---|
Mangkubumi Arya Ranamanggala | |
Mangkubumi | |
Berkuasa | 1609 - 1624 |
Pendahulu | Mangkubumi Camara |
Kematian | 1626 Serambi Barat Masjid Agung |
Ayah | Maulana Yusuf |
Agama | Islam |
Arya Ranamanggala merupakan anak dari Maulana Yusuf. Arya Ranamanggala juga merupakan seorang Mangkubumi Banten ke-4 pada masa kepemimpinan Sultan Abdul Kadir, Arya Ranamanggala bertugas sebagai Mangkubumi pada umumnya yaitu mengatur roda pemerintahan Banten saat usia Sultan Abdul Kadir yang masih kecil. Arya Ranamanggala menjadi Mangkubumi Banten dimulai pada tahun 1609 hingga 1624.[1][2]
Sebelum menjadi Mangkubumi
Konflik Pailir
Tidak banyak kisah tentang Arya Ranamanggala, ia mulai melakukan peran politiknya di mulai dari saat ayah tiri Sultan Abdul Kadir yang memimpin Banten kurang baik, bahkan ia menerima suapam dari pedagang asing. Melihat perilakunya yang sangat menyengsarakan Banten, Arya Ranamanggala dengan pembesar lainnya memutuskan membunuh ayah tiri Sultan Abdul Kadir itu, tugas itu diserahkan kepada Adipati Yudanagara. Melihat kekosongan tahta di Banten antara Arya Ranamanggala dengan Pangeran Kulon. Adipati Yudanagara mendukung Pangerbn Kulon sebagai Mangkubumi Banten karena lebih berhak. Setelah beberapa bulan perebutan tahta itu, akhirnya Arya Ranamanggala-lah yang menjadi Mangkubumi sekaligus Wali Sultan Abdul Kadir, dan Disini lah awal mula kepemimpinan Arya Ranamanggala sebagai Mangkubumi Banten yang ke-4.[1][2][3][4]
Memimpin Banten
Mengatur kestabilan Banten
Saat ia menjadi Mangkubumi adalah mengatur dan menjaga kestabilan Banten yaitu dengan cara menghukum Ponggawa dan Pangeran yang melakukan penyelewengan, bahkan untuk kelancaran pemerintahan Sultan Muda pun tidak diizinkan mempengaruhi urusan pemerintahan.[2]
Mengatur perdagangan di Banten

Dalam mengatur perdangan di Banten Arya Ranamanggala bertindak dengan adil kepada seluruh pedagang. Dengan hal ini dimana untuk membeli 8440 karung lada sistem perpajakan di Banten ini sangat menguntungkan Banten. Namun perpajakan itu sangat tidak menguntungkan kepada Belanda, oleh karena itu Belanda memindahkan pusat perdagangannya di Jayakarta dibanding di Banten.[2]
Perang Jayakarta
Selang beberapa saat hubungan Banten dengan Jayakarta pun memburuk, keadaan ini dimanfaat oleh Jan Pieterszoon Coen untuk dapat menguasai perdagangan di Jayakarta. Pada saat itu Belanda ingin membuat benteng di Jayakarta, pembuatan benteng itu ditolak oleh Pangeran Wijayakrama, namun tolakan itu dihiraukan oleh Belanda, merasa harga diri-nya diinjak-injak oleh Belanda, Wijayakrama bersama pasukan Inggris yang saat itu bermusuhan di Jayakarta memutuskan untuk bekerja sama menghancurkan benteng Belanda itu. Selang beberapa pertempuran yang dilakukan, akhirnya pasukan Jayakarta–Inggris berhasil memenangkan pertempuran itu. Disaat berhasil memenangkan pertempuran itu, ada perbedaan pendapat antara Pangeran Wijayakrama dengan Arya Ranamanggala tentang benteng Belanda tersebut. Pangeran Wijayakrama ingin Belanda diusir dari Jayakarta sedangkan Arya Ranamanggala ingin Pangeran Wijayakrama melakukan keputusan apapun untuk meminta izin kepada Arya Ranamanggala karena Jayakarta merupakan bawahan Banten. Selang bebarapa perundingan dan perdebatan yang membingungkan Arya Ranamanggala mengatakan bahwa Pangeran Wijayakrama tidak ada hak melakukan perjanjian dengan bangsa asing.[2][5][6]
Penyergapan Jayawikarta

Setelah memanangkan Perang melawan Belanda di Jayakarta, Arya Ranamanggala merasa bahwa tindakan itu adalah keputusan yang sangat salah yang dilakukan oleh Pangeran Jayakarta Wijayakrama, dan Pangeran Wijayakrama pun melakukan perjanjian dengan Inggris tentang benteng Belanda itu. Arya Ranamanggala mengatakan bahwa Inggris harus pergi dari Jayakarta, jika tidak maka kantor dagang Inggris yang berada di Banten dihancurkan oleh Banten. Saat perundingan itu datanglah urusan Arya Ranamanggala yang bernama Pangeran Upatih dengan 4,000 pasukan,[2] Pangeran Upatih atas perintah Arya Ranamanggala menyerang pasukan Inggris, pasukan Inggris pun lari ke kantornya di Jayakarta dan pergi dari Jayakarta. Sedangkan Pangeran Wijayakrama ditangkap bersama 50 pengawalnya lalu diasingkan ke Tanara, dah jabatannya pun dipecat. Lalu pemerintahan Jayakarta dipimpin oleh anaknya yaitu Pangeran Jayakarta, dan Arya Ranamanggala sebagai atasannya, oleh karena itu Jayakarta berada dibawahan Arya Ranamanggala sepenuhnya.[2][7][8][9]
Kejatuhan Jayakarta
Setelah pengasingan Pangeran Wijayakrama, Pasukan Belanda yang ditawan diperintahkan untuk menyerahkan saja, namun melihat pasukan Banten yang lemah, mereka memutuskan untuk bertahan sampai bantuan tiba, akhirnya beberapa bulan Pieter de Carpentier bersama JP Coen dengan 16 kapalnya menyerang Jayakarta dan membumihanguskan tempat itu hingga rata dengan tanah,[2] Arya Ranamanggala lari kearah Barat sedangkan Pangeran Jayakarta lari kearah Timur. Kejadian inilah yang mengakibatkan Jayakarta jatuh ke tangan Belanda sepenuhnya dan berubah nama menjadi Batavia.[7]
Akhir jabatan & kematian
Sekitar awal Januari tahun 1624 Arya Ranamanggala menderita sakit yang cukup parah sehingga pemerintahannya ditunda terlebih dahulu, hingga pada Mei 1624 Arya Ranamanggala sepenuhnya melepaskan pemerintahan Banten kepada Sultan Abdul Kadir yang saat itu ia pun sudah cukup dewasa untuk memimpin Banten. Setelah 2 tahun melepaskan jabatannya sebagai Mangkubumi, Arya Ranamanggala meninggal pada tahun 1626 dan ia dimakamkan di serambi barat Masjid Agung.[1][2][10]
Referensi
- ^ a b c Anicolha (2022). Kisah Sultan Abdul Mufakir, Diangkat Jadi Raja Kesultanan Banten saat Bayi Berusia 5 Bulan. daerah.sindonews. Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "almf" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ a b c d e f g h i Catatan Pribadi Mangkubumi Arya Ranamanggala. humaspdg.wordpress.com. 2010.
- ^ Michrob, Halwany (1989). Catatan masa lalu Banten. Banten. Serang: Pengurus Daerah Tingkat II Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kapubaten Serang. hlm. 69-70.
- ^ Farhan, Al-Fuadi (2019). Pangeran Upatih. academi.edu. hlm. 4-5.
- ^ Sainsbury, W Noel (1870). Calendar of State Papers, Colonial Series, East Indies, China and Japan 1617-1621 [Kalender Dokumen Negara, Seri Kolonial, Hindia Timur, Tiongkok, dan Jepang 1617-1621] (dalam bahasa Inggris). Longman & Co., and Trubner & Co., London. hlm. 252-254.
- ^ Verelladevanka, Adryamarthanino (2022). Pangeran Jayakarta, Penguasa Jayakarta paling diburu VOC (dalam bahasa id=). kompas.id. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
- ^ a b "Jan Pieterszoon Coen (1587–1629) – Stichter van Batavia". Historiek. 2025.
- ^ Khoirul, Afif (2023). Sosok Pangeran Jayakarta Wijayakrama, Dari Bawahan Banten Hingga Tahanan Tanara. intisari.grid.id.
- ^ Farhan, Al-Fuadi (2019). Pangeran Upatih. academi.edu. hlm. 5.
- ^ Raditya, Iswara N (2017). Raja Banten, Sultan "Resmi" pertama di Nusantara. tirto.id.