Memanah dalam Islam

Memanah dalam Islam merujuk pada praktik dan ajaran memanah yang dianjurkan dalam agama Islam sebagai bagian dari olahraga, pertahanan, dan ibadah yang memiliki nilai keutamaan. Aktivitas ini telah dikenal sejak masa (Nabi Islam) Muhammad dan mendapat perhatian khusus dalam berbagai hadis.[1]
Dalil
Keutamaan
Al-Baihaqi menyebutkan dalam kitab Syu'abul Iman, "Abu Bakar Ahmad bin Al-Hasan Al-Qadhi meriwayatkan kepada kami, Abu Ja'far Muhammad bin Ali bin Ibrahim Asy-Syami bercerita kepada kami, Ahmad bin Ubaid bin Ishaq bin Mutar Al-Ithar bercerita kepada kami, ayahku bercerita kepada kami, Qais bin Al-Laits bercerita kepadaku, dari Mujahid, dari Ibnu Umar, ia berkata, "Rasulullah bersabda:[1]
عَلِّمُوا أَبْنَاءَكُمُ السِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ، وَالْمَرْأَةَ الْمَغْزَلَ
"Ajarilah anak-anak lelaki kalian berenang dan memanah, dan (ajarilah) anak perempuan kalian menenun."[a]
Al-Baihaqi berkata, "Ubaid Al-Ithar meriwayatkan hadits munkar."[1]
Salah satu dari empat hak atas orang tua
Baihaqi meriwayatkan bahwa Abul Qasim Abdurrahman bin Muhammad As-Siraj menceritakan kepada kami, Abul Ha-san Ahmad bin Muhammad bin Abdu Ath-Thara'ifi mengabar-kan kepada kami, Utsman bin Sa'id menceritakan kepada kami, Yazid bin Abdu Rabbih menceritakan kepada kami, Baqiyah menceritakan kepada kami, dari Isa bin Ibrahim, dari Az-Zuhri, dari Abu Sulaiman Maula Abu Rafi, dari Abu Rafi', ia berkata, "Saya berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah anak kita punya hak atas kita sebagaimana kita punya hak atas mereka?' Nabi Islam bersabda,[1]
`Ya, hak anak atas orang tua adalah mengajarinya berenang, melempar (memanah), menulis, dan memberikan warisan yang baik kepadanya`.[b][1]
Salah satu hiburan yang dibolehkan
Al-Bazzar meriwayatkan dalam Musnadnya, Ibrahim bin Abdullah bercerita kepada kami, Muhammad bin Wahhab bercerita kepada kami, Abu Abdurrahman Khalid bin Abu Zaid bercerita kepada kami, dari Abdul Wahhab Al-Makki, dari Atha', ia berkata, "Saya melihat Jabir bin Abdullah dan Jabir bin Umair. Salah satunya berkata kepada yang lain, 'Apakah engkau mendengar Rasulullah bersabda:[1]
كُلُّ شَيْءٍ لَيْسَ فِيْهِ ذِكْرٌ، فَهُوَ سَهْوٌ وَلَغْوٌ، إِلَّا مِنْ أَرْبَعِ: مَشْيِ الرَّجُلِ بَيْنَ الْغَرَضَيْنِ، وَتَأْدِيبِهِ فَرَسَهُ، وَتَعْلِيمِهِ السِّبَاحَةَ، ومُلَاعَبَتِهِ لِأَهْلِهِ
`Segala sesuatu yang di dalamnya tidak ada dzikir (kepada Allah) merupakan kelalaian dan (perbuatan) sia-sia`[c], kecuali (satu dari) empat hal, yaitu jalannya seseorang di antara tempat memanah[d], melatih kudanya, mengajari renang, dan candanya untuk keluarganya[e].`[f][1]
Pesan Umar bin Khattab
Abdurrazzaq meriwayatkan dalam Al-Mushannaf, dari Ibnu Jarir, Abdul Karim menceritakan kepada kami bahwa Umar bin Khattab menulis surat kepada gubernur Syam yang isinya memerintahkan agar para lelaki belajar memanah, berjalan di antara dua tempat memanah tanpa alas kaki, dan mengajari anak-anak mereka menulis dan berenang.[g][1]
Manfaat
Melatih ketangkasan militer
Nabi Islam Muhammad sangat menganjurkan agar seorang muslim melakukan persiapan untuk berjihad di jalan Allah. Memanah dan berkuda merupakan dua kegiatan yang terkait dengan hal itu. Dan seorang muslim perlu memiliki semangat untuk berjihad di jalan Allah. Karena Nabi Islam memperingatkan bahwa hilangnya semangat berjihad sebagai tanda hadirnya kemunafikan dalam diri.[1]
Melatih karakter
Panahan ini memiliki banyak manfaat, yaitu melatih kecerdasan emosional dan kemampuan berpikir seseorang.[2] Salah satu manfaat memanah adalah melatih emosi untuk menempatkan 'target' pada satu sasaran. Jika emosi kita terganggu, sudah pasti target akan mudah melenceng. Secara tidak langsung olahraga ini melatih kita untuk belajar tenang dan mengendalikan emosi. Seseorang yang tidak tenang, gugup, pemarah, kurang sabar bukanlah seorang pemanah yang baik.[1] Panahan juga melatih untuk berkarakter religius yaitu dengan cara membiasakan para atlit untuk disiplin, memimiliki rasa tanggung jawab di arena maupun lingkungan sekitar.[3]
Memanah juga sangat menitikberatkan keseimbangan tubuh. Pada saat melenturkan anak panah di busurnya, kemdian melepaskannya perlu ada kekuatan fisik. Olahraga ini juga dapat membangun fokus dan konsentrasi dalam menyemai rasa tanggung jawab dan disiplin diri, meningkatkan jati diri dan keyakinan pribadi. Orang yang memiliki banyak karakter pribadi seperti ini akan mudah melewati segala rintangan dalam hidupnya.[1]
Lihat juga
Catatan kaki
- ^ Sanadnya lemah sekali. Di dalam sanadnya terdapat banyak cacat:
Di dalam sanadnya terdapat Ubaid bin Ishaq. Bukhari berkata, "la banyak di-ingkari. Yahya dan Daruquthni melemahkannya." Al-Uzdi berkata, "Haditsnya ditinggalkan (matruk)." Abu Hatim meridhainya. Ibnu Adi berkata, "Mayoritas hadits yang diriwayatkannya munkar." Lihat Al-Mizan, III: 18.
Di dalam sanadnya terdapat Qais bin Ar-Rabi. la sendiri sebenarnya jujur, tetapi hafalannya buruk. Setelah tua, hafalannya berubah. la memasukkan anaknya dalam periwayatannya. Lihat Al-Mizan, III: 393; dan At-Taqrib, II: 128.
Di dalam sanadnya terdapat Laits bin Abu Salim. la jujur, namun hafalannya bercampur baur. la tidak memisah-misahkan haditsnya, lalu ia ditinggalkan. Lihat Al-Mizan, III: 420; dan At-Taqrib, II: 128.
Hadits ini dinyatakan lemah oleh As-Suyuthi dalam Al-Jami' Ash-Shaghir, 5477. Al-Albani di dalam Dha'if Al-Jami' (3729) mengatakan, "Hadits ini lemah sekali."
Hadits ini memiliki penguat dari periwayatan Bakar bin Abdullah Al-Anshari, yang diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dalam Al-Ma'rifah, Abu Musa dalam Adz-Dzail, dan Ad-Dailami sebagaimana disebutkan dalam Kanzul 'Ummal, 45343, lafalnya adalah, "Ajarilah anak-anak (lelaki) kalian berenang dan me-manah. Dan, sebaik-baik hiburan anak perempuan beriman di rumahnya adalah menenun. Bila kedua orang tuamu memanggilmu, maka jawablah panggilan) ibumu."
Ibnul Atsir meriwayatkan hadits tersebut dalam Usudul Ghabah, 1: 24, dan ini dikuatkan oleh Ibnu Mandah; Abu Musa dan Dzahabi juga menyebutkan-nya di dalam Al-Mizan, II: 231. Hadits ini ia hukumi sebagai hadits batil dan ini dinyatakan oleh Al-Munawi di dalam Al-Faidh, IV: 328. Al-Albani mele-mahkannya dalam Dha'if Al-Jami', 3728. As-Sakhawi melemahkannya di dalam Al-Maqashid Al-Hasanah, 708. Ibnu Ar-Rabi' juga melemahkannya di dalam Tamziyu Ath-Thayyib, 866. Lihat juga perkataan Al-Ajluni dalam Kasyful Khafa, II: 68.
Hadits ini memiliki penguat ringkas dari riwayat Jabir dengan lafal, "Ajarilah anak-anak kalian berenang." Diriwayatkan oleh Ad-Dailami sebagaimana di-sebutkan dalam Kanzul 'Ummal, 45341. Hadits ini dikuatkan oleh riwayat Al-Munawi dalam Al-Faidh, IV: 328, milik Al-Bazzar. la berkata, "Di dalamnya ter-dapat Abdullah bin Ubaidah. Dzahabi menyebutkannya dalam Adh-Dhu'afa, dan ia mengatakan hadits ini lemah. Pernyataan ini diperkuat oleh banyak ulama, termasuk Mundzir bin Ziyad. Daruquthni berkata, "Hadits ini matruk." As-Suyuthi menyebutkannya dalam Dha'if Al-Jami, 5479, dan ia melemahkan-nya. Al-Albani mengatakan dalam Dha'if Al-Jami' (3730), "Hadits maudhu (palsu). Demikianlah yang kita temukan, bahwa semua penguat tersebut tidak layak sebagai penguat." - ^ Sandnya lemah sekali. Dalam sanadnya terdapat lebih dari satu cacat:
- Di dalam sanadnya terdapat Baqiyah. Ia mudallis dan meriwayatkan secara an'anah.
- Di dalamnya terdapat Isa bin Ibrahim Al-Qurasyi. Bukhari dan Nasa'i berkata, "Ia munkarul hadits!" Abu Hatim dan Nasa'i berkata, "Haditsnya ditinggalkan." Yahya berkata, "Ia tidak dianggap." Lihat Al-Mizan, III: 308.
- Maula Abu Rafi' tidak saya ketahui, tetapi ia disebut Salim.
- Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah, 1: 184, dari jalur Yazid bin Harun, dari Al-Jarah bin Minhal, dari Az-Zuhri, dari Salim maula Abu Rafi, dari Abu Rafi Sanadnya lemah sekall. Di dalamnya ada Jarah bin Minhal. Ahmad berkata, "la pelupa." Al-Madini berkata, "Haditsnya tidak ditulis." Bukhari dan Muslim berkata, "la munkarul hadits." Nasa'i dan Daruquthni berkata, "la matruk." Ibnu Hibban berkata, "la berdusta."
- Dzahabi meriwayatkannya dalam Al-Mizan, 1453; Al-Hakim At-Tirmidzi meriwayatkannya dalam Nawadirul Ushul, 239; Abu Asy-Syaikh meriwayatkannya dalam kitab Ats-Tsawab; Baihaqi meriwayatkannya dalam Syu'abul Iman, sebagaimana disebutkan dalam Al-Jami' Ash-Shaghir, 3732. As-Suyuthi melemahkannya. Al-Albani mengatakan, "Hadits ini lemah sekali."
- Hadits serupa juga diriwayatkan dari Abu Hurairah. Hadits ini diriwayatkan oleh Ad-Dailami seperti disebutkan dalam Al-Jami Ash-Shaghir, 3743. As-Suyuthi mengatakan, "Hadits ini lemah." Hadits ini dinyatakan lemah sekali oleh Al-Albani dalam Dha'if Al-Jami', 2733.
- ^ Maksudnya tercela. Kelezatan yang tidak mengakibatkan siksa di akhirat maupun menyebabkan mendapat kelezatan di sana merupakan kebatilan. Karena, hal itu tidak ada manfaatnya, meskipun tidak ada bahayanya dan waktunya hanya sebentar.
- ^ Al-Gharadh adalah sasaran tempat memanah. Juga dapat diartikan berjalan-nya dirinya antara tempat memanah dan sasarannya dalam peperangan untuk mengumpulkan anak panah atau perang tanding.
- ^ Karena jiwa-jiwa yang lemah, seperti wanita dan anak-anak, tidak mudah menggapai sarana-sarana kesenangan yang berarti, kecuali bila diberikan suatu canda atau permainan, di mana seandainya ini diputus secara total, mereka akan mencari yang lebih buruk lagi. Kedua hal tersebut dibolehkan kepada wanita dan anak-anak, namun tidak dibolehkan bagi yang lain. Karena itu, canda seorang suami untuk istrinya dianggap sebagai kebenaran, untuk membantunya menuju rumah tangga yang dicintai Allah. Pernyataan ini disampaikan Al-Munawi dalam Faidhul Qadir, V: 23.
- ^ Sahih. Hadis ini diriwayatkan oleh Nasa`i, dalam `Isyratun Nisa`, 52, 53, 54; Thabrani dalam Al-Kabir, 1785, dan Al-Ausath; dan diriwayatkan juga oleh Al-Bazzar. Al-Haitsami berkata dalam Majma'uz Zawa'id, VI: 269, "Para perawi Thabrani adalah periwayat yang shahih kecuali Abdul Wahhab bin Bukht, ia tsiqah." Al-Albani menshahihkannya dengan beberapa penguatnya sebagaimana disebutkan dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, 315.
Hadits ini memiliki penguat dari hadits Uqbah bin Amir, yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, 2496; Tirmidzi, 1688; Nasa'i, VI: 222-223; Ibnu Majah, 2811; Ahmad, IV: 144, 146, dan 148; dan Ad-Darimi, II: 205. - ^ Sanadnya munqathi`.
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j k As-Suyuthi (2023). Albani, Muhammad; Hudzaifah, Abu (ed.). Berenang, Memanah & Berkuda. Diterjemahkan oleh Suwandi, Agus (Edisi V). Solo: Zamzam. ISBN 9786028975797. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ Nisa, Nispi Ridatun; Fiqri, Muhammad; Rahmani (2023-05-04). "Olahraga Panahan Dalam Pandangan Islam". Religion : Jurnal Agama, Sosial, dan Budaya. 2 (3): 180–189. doi:10.55606/religion.v1i3.141. ISSN 2963-7139.
- ^ Aziz, Devia (2023-01-31). "Implementasi Olahraga Memanah Dalam Pembentukan Karakter Religius Anak Berbasis Pendidikan Islam (Studi Kasus Anak Usia 6-12 Tahun di Master Archery Club Pangkalpinang)". LENTERNAL: Learning and Teaching Journal. 4 (1): 49–57. doi:10.32923/lenternal.v4i1.2881. ISSN 2721-9054.