Primissima
![]() | |
Jenis perusahaan | Badan usaha milik negara |
---|---|
Industri | Tekstil |
Didirikan | 22 Juni 1971 |
Kantor pusat | Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia |
Wilayah operasi | Indonesia |
Tokoh kunci | Usmansyah[1] (Direktur Utama) |
Produk |
|
Merek |
|
Rp1,03 miliar (2018)[2] | |
Pemilik | Biro Klasifikasi Indonesia |
Karyawan | 594 (2020)[2] |
Situs web | primissima |
PT Primissima (Persero) adalah sebuah badan usaha milik negara Indonesia yang bergerak di bidang produksi kain berbahan baku kapas. Pemerintah Indonesia memegang mayoritas saham perusahaan ini melalui Danantara. Pabrik dan kantor pusat perusahaan ini terletak di Caturharjo, Sleman.
Sejarah
Perusahaan ini didirikan pada tahun 1971 sebagai sebuah perusahaan patungan antara Pemerintah Indonesia dengan Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI), di mana Pemerintah Indonesia memegang 52,79% saham perusahaan ini, sementara GKBI memegang sisanya. Pemerintah Indonesia menyerahkan modal berupa mesin-mesin produksi yang dihibahkan oleh pengusaha tekstil asal Belanda melalui Pemerintah Belanda. Sementara GKBI menyerahkan modal berupa tanah, bangunan, biaya pemasangan, dan modal kerja. Mesin-mesin produksi yang dihibahkan meliputi 18 set mesin pemintal bermerek Rieter dengan 9.072 mata pintal dan 180 set mesin tenun teropong bermerek Picanol.
Untuk meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas produk, perusahaan ini lalu mendirikan Pabrik II dan Pabrik III pada tahun 1975 dan 1981. Unit pemintalan perusahaan ini menghasilkan benang kapas, yang kemudian diproses lebih lanjut di unit penenunan untuk dijadikan kain grey. Untuk memenuhi permintaan dari industri batik, sebagian kain grey kemudian diproses lebih lanjut untuk dijadikan kain mori.[3]
Pada tahun 2011, perusahaan ini meneken kontrak impor kapas jangka panjang, tetapi harga kapas kemudian turun drastis, sehingga perusahaan ini merugi sebesar Rp50 miliar, karena tetap harus mengimpor kapas dengan harga sesuai kontrak. Pada tahun 2013, Pemerintah Indonesia bermaksud melepas saham perusahaan ini ke GKBI.[4] Namun hingga saat ini belum dapat terlaksana, karena harga beli yang ditawarkan oleh GKBI terlalu rendah.
Pada tahun 2018, perusahaan ini membeli empat set mesin tenun bermerek Tsudakoma asal Jepang dan empat set mesin tenun bermerek Itema asal Italia. Kapasitas produksi dari delapan mesin tenun baru tersebut diklaim setara dengan 102 mesin tenun lama milik perusahaan ini.[5] Pada bulan April 2020, akibat pandemi COVID-19, perusahaan ini berhenti memproduksi benang, dan hanya memproduksi kain jika ada pesanan.[2]
Pada bulan September 2024, perusahaan ini memberhentikan 402 orang pegawainya.[6] Pada bulan Maret 2025, pemerintah menyerahkan mayoritas saham perusahaan ini ke Biro Klasifikasi Indonesia, sebagai bagian dari upaya untuk membentuk holding operasional di internal Danantara.[7]
Referensi
- ^ "Direksi". Primissima. Diakses tanggal 24 September 2021.
- ^ a b c Azmi, Salsabila Annisa (22 Mei 2020). "PT PRIMISSIMA: BUMN Sandang yang Melegenda Hingga Manca Itu Mungkin Bakal Tinggal Nama". Harian Jogja. Diakses tanggal 24 September 2021.
- ^ "Primissima". GKBI Investment. Diakses tanggal 24 September 2021.
- ^ "Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 2013" (PDF). Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Diakses tanggal 2 Oktober 2021.
- ^ Cyntara, Rheisnayu (27 November 2018). "Dirut PT Primissima: Membangkitkan Kembali Kejayaan Primissima". Harian Jogja. Diakses tanggal 24 September 2021.
- ^ "Tenggelamnya BUMN Tekstil PT Primissima Usai Terpeleset Harga Kapas". Detikcom. 27 Oktober 2024. Diakses tanggal 9 Mei 2025.
- ^ "Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2025" (PDF). Badan Pemeriksa Keuangan RI. Diakses tanggal 14 April 2025.