Sereh, Lirung, Kepulauan Talaud
Sereh | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | ![]() | ||||
Provinsi | Sulawesi Utara | ||||
Kabupaten | Kepulauan Talaud | ||||
Kecamatan | Lirung | ||||
Kode pos | 95871 | ||||
Kode Kemendagri | 71.04.01.2006 ![]() | ||||
|
Sereh merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Lirung, Kabupaten Kepulauan Talaud, provinsi Sulawesi Utara, Indonesia
Sejarah
Pada tahun 1300 sesudah masehi di suatu tempat bernama Abowan, pernah bermukim beberapa orang kepala keluarga yang berasal dari Gunung Talumiyag Besar yang di pimpin oleh seorang Datuk yaitu Datuk Lawang. Beliau mempunyai 3 orang anak, yaitu seorang putra yang bernama Datumbuti, dan dua orang putri yaitu Woi Engkangnga dan Woi Tana llasa. Seiring berjalannya waktu, Datuk Lawang digantikan oleh putranya Datumbuti, melanjutkan tugasnya mengayomi masyarakat kampung dan diangkat menjadi Ratum Banua (Ratum = raja, Banua = kampung) dan putrinya yang lain Woi Engkangnga diangkat menjadi Inangu Wanua (Inangu = seorang ibu, Wanua = kampung ). Datumbuti menjaga dan melindungi serta mengawasi situasi yang ada di sekitar masyarakat itu. Dari hasil pengamatannya, ia berpendapat bahwa tempat yang mereka diami saat itu sudah tak nyaman untuk ditinggali secara terus menerus karena beberapa sebab yaitu:
- Lokasi datarannya yang sangat sempit
- Angka kematian akibat penyakit cacar dan malaria
Sehigga Datumbuti memutuskan pindah pada 6 Januari 1302 Sesudah Masehi, dari Abowan menuju dataran Tanjung Watu Mappandu’a dan mendirikan 3 pondok yang besar dan masing-masing di diami 3 keluarga yang besar juga yaitu
- Keluarga Datumbuti
- Keluarga Bawulele, dan
- Keluarga Mangilo
Di tempat yang baru, mereka mendirikan gerbang yang di letakkan pada tepi jurang dan di buatlah jalan setapak sehigga mudah diawasi jika ada serangan dari musuh-musuh dari luar desa. Dan desa yang itu dinamakan Tawiliran. Semakin hari, semakin bertambah jumlah penduduk sehingga bertambah jumlah pondok di Tawiliran. Pada tahun 1452, Datumbuti berdialog dengan saudarinya Woi Engkangnga sekeluarga, kemudian pindah ke Ambirra karena waktu itu banyak musuh yang datang, maksud dari datumbuti supaya musuh-musuh yang datang dari arah barat dapat diketahui sebab Tawiliran tidak dapat melihat lautan dari bagian barat. Maka, pada tanggal 3 Juli 1452, Towuliu, putra dari Woi Engkangnga pindah dan membuat pondok di Ambirra. Supaya apabila ada musuh datang memerangi tawiliran mereka dapat mannolangnya dan akhinya desa itu di namakan Talolangnga sampai sekarang ini.
Pada tahun 1850, Belanda masuk di Talaud dan menjajah masyarakat Talaud, sehingga wewenang Datumtampa di ambil oleh Belanda, diganti distrik yang dikepalai oleh Jegugu. Maka, setiap desa-desa yang ada di Talaud diangkatlah secara aklamasi Kaptelaud (Apitalau) sekarang kepala desa. Dan Desa Tawiliran pada tahun 1960 diangkatlah oleh Belanda Elieser Laihan alias manarusu menjadi kapten laud pertama kalinya. Karena setiap desa sudah ada kapten laud nya, maka di tanyakanlah apa arti nama desa masing-masing yang ada di Talaud. Karena waktu masih sangat miskin perbendaharaan bahasa nya, maka dipilihlah nama Tawiliran yang artinya Susaserre (berjalan miring dengan samping badan) karena jalan pintu masuk sangat sempit dan terletak di pinggiran jurang. Oleh karena itu, sangat sulit bagi Belanda untuk mengucapkan kata Sussaserre sehingga dipersingkat penyebutannya menjadi Serreh. Akhirnya, makin lama sebutanya mejadi Sereh dan sebutan nama itu berlaku hingga saat ini.[1]
- ^ H. Sinundeng