Syair Tajul Muluk
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Mei 2025. |
Syair Tajul Muluk (atau Syair Tâj al-Mulk) merupakan karya sastra lisan di Nusantara, yang berbentuk syair berbahasa Melayu, namun dituliskan dengan menggunakan huruf Arab. Tulisan dalam bahasa Melayu yang menggunakan huruf Arab dikenal sebagai aksara Arab-Melayu. Aksara ini tersebar luas di wilayah Nusantara, terutama pada masa berkembangnya pengaruh Islam, dan mencerminkan proses akulturasi antara budaya Arab dan budaya setempat.[1]
Syair ini populer di masyarakat beradat Melayu, seperti di Sumatra, Malaysia, dan Singapura. Haji Muhammad Said dari Kampung Masjid Sultan di Singapura mencetak Syair Tajul Muluk pada 1316H/1898M.[2] Kemudian diterbitkan di Indonesia pertama kali tahun 2004 oleh Pusat Bahasa melalui Bagian Proyek Pembinaan Buku Sastra Indonesia dan Daerah Jakarta, dengan alih aksara dilakukan oleh Siti Zahra Yundiafi.[3]
Asal-Usul
Syair Tajul Muluk berbeda dengan Kitab Tajul Muluk. Kemiripan judul, membuat banyak orang beranggapan bahwa keduanya adalah karya sastra yang sama. Padahal sebenarnya dua karya ini sangat jauh berbeda, dari aspek isi, gaya penulisan, gaya bahasa, alur naskah, struktur kata, dan sebagainya.[4]
Kitab Tajul Muluk berisi tentang ilmu ramalan, tafsir mimpi, pengetahuan spiritual (ilmu gaib), dan panduan perobatan tradisional.[5] Di Indonesia, Kitab Tajul Muluk populer tidak hanya di kalangan masyarakat beradat Melayu seperti Sumatra, namun juga di Banjar, Kalimantan Selatan.[6] [7] Kitab ini memuat uraian yang bercorak mistis, yang turut membentuk karakter khas naskah. Isi kitab mencakup berbagai pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat Melayu. Ramalan serta prinsip-prinsip hidup yang termuat di dalamnya diasosiasikan dengan sifat sakral dan dijadikan pedoman dalam sejumlah tradisi lokal.[7]
Sedangkan syair Tajul Muluk narasi fiksi yang bercerita tentang petualangan seorang tokoh fiktif bernama Tajul Muluk yang mencari cintanya hingga ke negeri Persia.[8] Perjalanan hidup para tokoh dan petualangan Tajul Muluk menghadirkan pelajaran dan hikmah-hikmah keteladanan yang layak dijadikan sebagai ajaran hidup.
Dalam penulisan sejarah dan budaya Melayu, sumber lisan (oral) menjadi salah satu bagian penting. Seringkali penulisan sumber tersebut memuat unsur-unsur keagamaan dan magis.[9] Hikmah atau pelajaran yang diselipkan dalam alur syair, dapat dijadikan teladan dalam kehidupan.
Sinopsis
Malik Sulaiman Syah adalah seorang raja yang adil. Ia disegani oleh raja-raja di negeri lain. Dalam menjalankan pemerintahan, ia didampingi oleh seorang wazir yang juga sangat bijaksana.[10]
Pernikahan Malik Sulaiman Syah dengan Putri Muluk Zaharsyah, melahirkan seorang putra berparas rupawan, bernama Tajul Muluk. Semakin mendewasa, Tajul Muluk bertambah tampan. Namun, kehidupan istana membuatnya jenuh dan ingin merasakan suasana baru di luar istana.[10]
Sampai di suatu hari, Tajul Muluk berburu ke hutan bersama para pengawal (khadam). Di hutan itu, ia bertemu dengan beberapa pedagang (saudagar), yang menjual aneka dagangan. Disuruhnya para khadam memanggil semua pedagang, agar barang dagangan mereka dibeli habis olehnya.[10]
Di antara pedagang itu ada seorang pedagang berusia muda, bernama Aziz. Tajul Muluk menyuruh memerintahkan khadam untuk memanggilnya, agar barang jualan Aziz bisa dilihat juga olehnya untuk dibeli. Aziz pun dipanggil, dan tepat di hadapan Tajul Muluk, ketika khadam membuka buntalan dagangan, nampak sehelai saputangan bermotif sulam yang sangat indah. Sulaman itu memukau Tajul Muluk.[10]
Khadam sigap mengambil saputangan itu. Namun Aziz refleks menepis sambil menangis. Melihat itu, Tajul Muluk terheran. Lalu, Tajul Muluk meminta Aziz agar menceritakan asal-usul saputangan itu. Berat hati, Aziz terpaksa menceritakan.[10]
Aziz, sebenarnya adalah putra dari seorang pedagang yang sangat kaya raya. Sebelumnya ia telah dijodohkan orang tuanya dengan Azizah, yang merupakan saudara sepupunya. Azizah adalah anak yatim piatu dan sejak kecil dirawat oleh orang tua Aziz. Seiring watu, Aziz dan Azizah tumbuh dewasa dan saling mengasihi. Azizah mulai mencintai Aziz dan setiap hari semakin mencintainya. Namun sebailknya, Aziz tidak memiliki perasaan balasan untuk Azizah. Cinta Azizah seakan bertepuk sebelah tangan.[10]
Orang tua Aziz bukan tidak tahu kondisi itu. Melihat Azizah yang sangat mencintai Aziz, mereka menjadi khawatir. Mereka bermaksud menikahkan keduanya, sampai telah bersepakat semuanya untuk menentukan hari pernikahan. Aziz dan Azizah pun siap menghadap Pak Kadi (penghulu).[10]
Telah masyhur bahwa Aziz adalah pemuda tampan. Banyak anak gadis yang menyukainya. Salah satu di antaranya adalah Dalilah. Ketika di perjalanan hendak menghadap Kadi, Aziz terlewat di depan rumah Dalilah. Gadis itu sudah siap menghadangnya, melemparkan saputangan dan surat. Aziz pun sekilas terpandang wajah Dalilah, seketika itu cintanya berpaling kepadanya. Aziz singgah ke rumah Dalilah, hingga terlupa akan niat melaksanakan akad nikah.[10]
Para undangan kesal, karena sudah terlalu lama menunggu kedatangan Aziz. Hingga mereka membubarkan diri. Akad nikah pun batal. Orang tua Aziz sangat malu dengan kejadian itu. Mereka langsung memarahi Aziz ketika menemuinya pulang pagi di keesokan harinya.[10]
Azizah dengan tenang membujuk dan menanyai Aziz. Sebagai lelaki yang jujur, Aziz berterus terang dan mengaku telah melewati rumah Dalilah ketika menuju Kadi. Tidak disengaja, ia terpandang gadis itu dan hatinya telah terpikat parasnya. Saat itu juga ia singgah ke rumah Dalilah dan menunggu di depan pintu rumahnya hingga semalaman agar dapat berjumpa dengan Dalilah.[10]
Setelah lima hari, sesuai dengan isyarat yang diberikan Dalilah, Azizah menyarankan agar Aziz menemui gadis itu lagi. Aziz pun menemuinya. Dengan melambaikan sehelai saputangan berwarna merah, Dalilah hanya menampakkan diri sekilas lewat jendela, sambil memberi isyarat dengan dua jarinya. Setelah itu, ia berlari dan tidak muncul lagi. Aziz pun pulang. Sesampainya di rumah, Azizah segera menyapanya.[10]
Aziz lesu menceritakan bahwa ia tidak berjumpa langsung dengan Dalilah. Gadis itu hanya memberi isyarat dengan lambaian saputangan berwarna merah dan menunjukkan dua jari. Azizah pun menerangkan bahwa Aziz perlu menunggu dua hari lagi di sebuah rumah tempat mencelup kain.[10]
Setelah dua hari berlalu, Aziz kembali datang ke rumah Dalilah untuk menemuinya. Sayangnya, jendela rumah itu tertutup rapat. Aziz sabar menunggu hingga malam. Sampai waktu Subuh, ia pulang. Sesampainya di rumah, ia disambut Azizah. Namun, karena kecewa dan kalut, ia marah hingga tak sadar menendangnya. Azizah jatuh tersungkur, dahinya terluka. Namun, Azizah masih bersabar dan menghidangkan makan. Semua itu tidak bermakna bagi Aziz, semua sajian makan dari Azizah ditendang dan dilemparkannya. Amarah kecewa Aziz belum usai. Azizah merasa sakit hati. Jiwanya serasa hancur, ia pun sakit.[10]
Aziz kembali mencoba mendatangi rumah Dalilah untuk menemuinya. Namun, ketika terpandang, gadis itu mengeluarkan pundi-pundi, lampu, dan mangkok benih. Azizah menjelaskan maksud isyarat itu bahwa Aziz hendaknya menunggu di sebuah kebun, yang di dalamnya ada di istana. Keberadaan lampu tanglong di sana menjadi tanda bahwa Dalilah ada di tempat itu.[10]
Malam harinya Aziz kembali mencoba pergi menemui Dalilah. Ia mendatangi tempat yang persis seperti telah dijelaskan Azizah, yaitu di sebuah istana yang indah. Aziz naik ke dalam istana itu, tetapi tidak seorang pun ada di sana. Hingga tengah malam, ia merasakan lapar. Hidangan yang telah tersedia di situ terpaksa dimakannya. Setelah makan, ia tertidur pulas. Ia terbangun ketika hari telah siang. Ia dapati di dalam sarungnya terselip sebilah pisau. Aziz tercengang melihat hal itu, lalu ia pulang. Tiba di rumah, ia mendapati Azizah sayu dan sedih, namun tetap menanyakan kabar Aziz. Lancar Aziz bercerita bahwa ia tidak bertemu dengan Dalilah, tetapi ketika bangun tidur, ia menemukan sebilah pisau terselip di dalam sarungnya.[10]
Mendengar penjelasan Aziz, Azizah sangat sedih dan menyatakan bahwa nanti malam Aziz harus kembali ke sana dan semua hidangan tidak boleh dimakan dan ia juga tidak boleh tidur di sana. Aziz kembali menemui Dalilah di tempat itu. Lama menanti, hingga ia terpaksa menahan lapar dan kantuk. Ketika tengah malam, Dalilah muncul dengan diiringi sepuluh anak perempuan membawa pisau.[10]
Melihat Aziz duduk berjaga, Dalilah tidak jadi membunuhnya. Gadis itu memberinya sehelai sapu tangan. Ketika Aziz bangkit hendak mengambil sapu tangan itu, Dalilah malah lari mengarah ke suatu tempat. Aziz mengejarnya, hingga mereka berada dalam sebuah peraduan. Keduanya bercumbu di sana sejak malam hingga siang benderang. Ketika hendak pulang, Dalilah memberinya saputangan yang indah dan meminta Aziz untuk kembali datang dan mengulangi kenangan.[10]
Ketika Aziz sampai di rumahnya, Azizah tampak sakit berat. Dalam kondisi itu, ia masih sempat menanyai Aziz, apakah sudah bertemu dengan Dalilah. Lancar Aziz menceritakan semua yang terjadi padanya di malam itu. Merespons cerita Aziz, Azizah berpesan agar jika Aziz menemui Dalilah lagi, tanyakan siapa yang menyulam saputangan itu.[10]
Seiring waktu, sakit hati Azizah semakin menjadi. Kondisi mentalnya menggerogoti fisik, hingga akhirnya ia meninggal dunia. Sepeninggalan Azizah, Aziz diliputi rasa bersalah dan menyesal. Kerinduannya pada Azizah sangat kuat dan tidak dapat hilang dari ingatannya.[10]
Demi menghapus kerinduan itu, Aziz mencoba mengembara sebagai seorang pedagang (saudagar). Ia berpindah dari satu negeri ke negeri lainnya. Satu peninggalan Azizah yang sangat bermakna bagi Aziz adalah sehelai saputangan bersulam yang selalu dibawanya itu. Motif lukisan di saputangan itulah yang memikat Tajul Muluk.[10]
Aziz mengisahkan bahwa saputangan itu dibuat oleh seorang puteri yang cantik jelita, bernama Sayyidatuddunia. Ia adalah putri Raja Farsi (Persia) yang bernama Syaherman. Kekaguman terhadap cerita itu, Tajul Muluk lantas jatuh cinta kepada Puteri Sayyidatuddunia.[10]
Mengetahui perasaan cinta putranya, Malik Sulaiman Syah, bertekad menemukan puteri Sayyidatuddunia. Raja mengutus wazirnya untuk melamar Puteri Sayyidatuddunia. Lamaran tersebut ditolak sang puteri dengan alasan bahwa ia tidak mau bersuami. Tidak menyerah hanya dengan jawaban itu, Tajul Muluk terus penasaran. la ingin menggali alasan penolakan yang sebenarnya.[10]
Tajul Muluk berangkat ke Farsi. Ia membawa Aziz, wazir, dan para khadamnya. Mereka sepakat menyamar sebagai saudagar. Setelah mengalami berbagai rintangan, melalui seorang ajuz, akhirnya Tajul Muluk dapat bertemu dengan Puteri Sayyidatuddunia. Kepandaiannya Tajul Muluk berhasil memikat hati Puteri Sayyidatuddunia. Akhirnya, Tajul Muluk menikah dengan Sayyidatuddunia.[10]
Aziz yang mengantarkan Tajul Muluk ke Farsi diizinkan pulang lebih dahulu untuk menemui orang tuanya. Tajul Muluk beserta istri, orang tua, wazir, dan semua khadamnya pulang ke negerinya. Mereka hidup berbahagia.[10]
Struktur
Tema di dalam Syair Tajul Muluk meliputi romantisme percintaan dan kegigihan perjuangan seorang lelaki untuk mendapatkan wanita pujaan hatinya. Nada atau suasana yang dihadirkan dalam syair berupa nada romantik, nada melankolik, nada membujuk, nada protes, nada sinis, dan nada patriotik. Unsur perasaan yang dihadirkan berupa perasaan cinta, benci, takut, marah, malu, terkejut, sedih, dan gembira. Amanat atau pesan yang disampaikan di dalam syair adalah sekiranya menjadi orang yang bijak dan baik budi pekerti agar dicintai orang.[4]
Syair ini menyiratkan pentingnya ketulusan dalam menjalin hubungan. Di samping itu, keberanian serta kesadaran akan tanggung jawab atas setiap tindakan turut menjadi hal yang patut dicermati.
Referensi
- ^ Wardani, Wardani (2020-06-16). "SISI KEARIFAN LOKAL DALAM TERJEMAH AL-QUR`âN BERBAHASA BANJAR". Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora. 18 (1): 49. doi:10.18592/khazanah.v18i1.3473. ISSN 2460-7606.
- ^ ILYAS (2020). "ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM GURINDAM DUA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI DAN AKTUALISASINYA DALAM KURIKULUM MUATAN LOKAL BUDAYA MELAYU RIAU" (dalam bahasa Inggris). Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
- ^ Syair Tajul Muluk (PDF). Jakarta: Pusat Bahasa. 2004. ISBN 9796854104. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ a b Ali, Rahman, (2018). "Struktur dan Aspek Romantis dalam Syair Tajul Muluk". Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Tanda baca tambahan (link)
- ^ Wardani, Wardani (2020-06-16). "SISI KEARIFAN LOKAL DALAM TERJEMAH AL-QUR`âN BERBAHASA BANJAR". Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora. 18 (1): 49. doi:10.18592/khazanah.v18i1.3473. ISSN 2460-7606.
- ^ Rahmadi, Rahmadi (2022). Agama dan Budaya Masyarakat Banjar: Ikhtisar Tematis Hasil Penelitian Agama dan Lokalitas (PDF). Yogyakarta: Zahir Publishing. ISBN 978-623-466-079-1. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ a b Wardani, Wardani (2010). "Astrologi dan Pengobatan Melayu: Telaah Atas Kitab Taj al-Mulk". Al-Banjari. 9 (1): 89–120.
- ^ Syair Tajul Muluk (PDF). Jakarta: Pusat Bahasa. 2004. ISBN 9796854104. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ Fathi, Syed Ahmad (2023). "Persejarahan Melayu Tradisional" (PDF).
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x Syair Tajul Muluk (PDF). Jakarta: Pusat Bahasa. 2004. ISBN 9796854104. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)