Abdullah bin Amr bin al-Ash
'Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash | |
---|---|
Berkas:Abdullah bin Amru bin Ash | |
Gubernur Mesir | |
Masa jabatan Januari 664 – Februari 664[1] | |
Penguasa monarki | Muawiyah bin Abu Sufyan (berkuasa 661–680) |
Informasi pribadi | |
Meninggal | 684 |
Suami/istri | Binti Mahmiyah bin Jaz'i az-Zubaidi |
Hubungan |
|
Anak | Muhammad Ummu Abdullah (putri) |
Orang tua |
|
![]() ![]() |
Abdullah bin Amr bin al-Ash (bahasa Arab: عبد الله بن عمرو بن العاص) atau Abdullah bin Amr, (meninggal 684 M / 65 H), putra Amr bin al-Ash dari Banu Sahm adalah sahabat nabi Islam Muhammad . Dia adalah penulis "As-Shahifah as-Shadiqah" (bahasa Arab: الصحيفة الصادقة ), Dokumen kompilasi hadits pertama yang diketahui yang mencatat sekitar seribu riwayat Nabi Muhammad.[2][3]
Biografi
Ia lahir saat Nabi tengah berdakwah di Makkah dan ia memeluk Islam pada tahun 7 H (ca 628 M) setahun sebelum ayahnya, Amru bin al-Ash, di usia 17 tahun. Nama aslinya Al-Ash kemudian diganti Abdullah oleh Nabi Muhammad saat ia masuk Islam.[4] Ibu Abdullah bernama Raithah binti Munabbih bin Al-Hajjaj bin Amir bin Hudzaifah bin Sa'ad bin Sahm.[5] Nabi biasa menunjukkan preferensi kepada Abdullah bin Amr karena ilmunya. Dia adalah salah satu sahabat pertama yang menulis hadis, sejumlah 700 hadits disandarkan padanya[6], setelah mendapat izin dari Muhammad untuk melakukannya.[4]
Terjadi dialog antara Muhammad dan Abdullah terkait kemampuannya membaca kitab al-Quran :
Dari Abu Burdah dari Abdullah ibn Amr bahwa ia bertanya kepada Muhammad,
“Wahai Rasulullah, berapa lama (sebaiknya) aku membaca Al-Quran?”
Rasul menjawab, “Khatamkan dalam waktu satu bulan.”
“Aku mampu lebih dari itu.”
Khatamkan dalam waktu 20 hari.”
Aku mampu lebih baik dari itu.
Khatamkan dalam waktu 15 hari.”
Aku mampu lebih baik dari itu.”
Khatamkan dalam waktu 10 hari.”
Aku mampu lebih baik dari itu.”
Khatamkan dalam waktu lima hari.
Sebenarnya aku mampu lebih baik dari itu,” tetapi Rasulullah saw. tidak memberi keringanan lagi kepadaku."[7]

Abdullah mengikuti beberapa pertempuran bersama Muhammad.[4] Ia dinikahkan bapaknya dengan wanita Quraisy namun belum menyentuhnya beberapa malam karena fokus ibadah malam, hingga ditegur Nabi Muhammad,"Barangsiapa membenci sunnahku (menikah), maka ia bukan golonganku."[6]
Pada awal masa Khalifah Utsman, Ibnu Amru mengikuti kampanye penaklukkan wilayah Persia hingga ke wilayah Tabaristan dipimpin Said bin al-Ash tahun 651 M.[8]
Saat konflik Ali dengan Muawiyah, ia berpartisipasi dalam Pertempuran Shiffin karena ia diwajibkan untuk mengikuti ayahnya yang berada di pihak Muawiyah.[4] Abdullah memimpin sayap kanan pasukan[6], meskipun dia tidak ambil bagian dalam pertempuran yang sebenarnya.[4] Ia diriwayatkan telah menyesali keikutsertaannya dalam pertempuran.[4] Hal itu dijelaskannya saat selesai pertempuran dimana datang beberapa orang yang mengaku membunuh Ammar bin Yasir, sahabat Nabi yang mendukung Ali, kemudian Ibnu Amru mengingatkan perkataan Nabi Muhammad bahwa pembunuh Ammar adalah kelompok yang sesat, lantas Muawiyah bertanya mengapa Ibnu Amru berada disisinya, ia menjawab karena diperintahkan Nabi untuk mentaati ayahnya, Amru bin Ash selagi masih hidup.[6]
"Aku berharap mati 10 tahun sebelum terjadi Pertempuran Shiffin, aku sama sekali tidak menebaskan pedangku dan melepaskan panah untuk kaum muslimin," Ucap Ibnu Amru.[6]
Abdullah menggantikan ayahnya, Amr sebagai gubernur Mesir selama beberapa pekan pada awal 664 sebelum Muawiyah, yang telah menjadi khalifah pada tahun 661, menunjuk saudaranya sendiri Utbah bin Abi Sufyan untuk jabatan tersebut.[9] Abdullah juga mewarisi sebagian kekayaan dari bapaknya Amru dan pernah membagikan seratus unta bagi penduduk Madinah.[6] Ibnu Amru memiliki kebun di Thoif yang ia buatkan anjang (merapikan tebing lereng) dengan biaya 1 juta dirham[6] (sekitar 4 milyar rupiah). Dialah sahabat yang dikenal dalam cerita saat menguntit sahabat lain tiga malam yang dikatakan ahli surga oleh Nabi Muhammad.
Pada masa Khalifah Muawiyah, Abdullan bin Amru menunaikan haji dengan 300 unta rombongannya terdiri dari kerabat dan budaknya. Ia berhaji dengan menggunakan 2 jubah dan sorban, terlihat rambut dan janggutnya telah memutih.[6] Ia turut menyaksikan dan menangis atas diserangnya Masjidil haram hingga terbakar oleh pasukan Hushain bin Numair[6] karena konflik politik antara Yazid bin Muawiyah dan Abdullah bin Zubair.
Kematian
Abdullah bin Amr mengalami kebutaan di usia tua dan meninggal pada tahun 63 H / 684 M di usia lebih 70 tahun dimasa Yazid bin Muawiyah.[10][7]
Penilaian
Abu Hurairah pernah berkata bahwa Abdullah bin Amr lebih berpengetahuan darinya.[11][12]
Karyanya As-Shahifah as-Shadiqah tetap ada di keluarganya dan digunakan oleh cucunya Amr bin Syuaib. Ahmad ibn Hanbal memasukkan seluruh karya Abdullah bin Amr dalam bukunya Musnad Ahmad ibn Hanbal yang sangat banyak sehingga menggantikan akan hilangnya As-Shahifah as-Shadiqah yang ditulis pada zaman Muhammad.[12]
Keturunan
Abdullah mempunyai anak yang bernama Muhammad dari ibunya yang tidak disebutkan namanya putri dari Mahmiyah bin Jaz'i az-Zubaidi. Muhammad mempunyai anak yang bernama Syuaib dan ibunya adalah ummu walad. Syuaib memiliki anak yang bernama Amr bin Syuaib seorang perawi hadis dari ibunya yang bernama Habibah binti Murrah bin Amr, dan nama lengkapnya adalah Amr bin Syuaib bin Muhammad bin Abdullah bin Amr bin al-Ash.[13] Abdullah bin Amr memiliki putri yang bernama Ummu Abdullah binti Abdullah menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan. Ia melahirkan dua putra Abdul Aziz yang bernama Sahl dan Suhail serta dua putri yang bernama Sahla dan Ummul Hakam.[14][15][16]
Referensi
- ^ Stewart, John (1989). African States and Rulers. London: McFarland. hlm. 206. ISBN 0-89950-390-X.
- ^ Schoeler, Gregor; James Edward Montgomery, Uwe Vagelpohl (2006). The oral and the written in early Islam. Taylor & Francis. hlm. 127. ISBN 0-415-39495-3.
- ^ Gülen, Fethullah (2005). The Messenger of God Muhammad: an analysis of the Prophet's life. Tughra Books. hlm. 314. ISBN 1-932099-83-2.
- ^ a b c d e f Muḥammad, al-D̲ahabī, Šams al-Dīn (1998). Siyar aʻlām al-nubalāʼ. Muʼassasat al-Risālah. OCLC 871458157. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
- ^ (Arab) Ath-Thabaqat al-Kubra - Muhammad bin Sa'ad - jilid 8 - hlm 269 Diarsipkan 2019-12-22 di Wayback Machine.
- ^ a b c d e f g h i Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala Vol 7. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-270-8
- ^ a b Muhammad Raji Hassan, Kinas (2012). Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi. Jakarta: Penerbit Zaman. ISBN 978-979-024-295-1
- ^ Tabari, Imam (1993). History of al-Tabari. New York: State University of New York Press. ISBN 0-7914-0851-5
- ^ Foss 2009, hlm. 3.
- ^ (Arab) Al-A'lam - Khairuddin Az-Zarkali - jilid 4 - hlm 111. Diarsipkan 2020-01-28 di Wayback Machine.
- ^ "The Sahabah Series: 'Abdullah ibn 'Amr ibn al-'Ās | Kitaba.org (Islamic Texts for the Blind)". The Sahabah Series: ‘Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ās | Kitaba.org (Islamic Texts for the Blind). Diakses tanggal 2021-02-11.[pranala nonaktif permanen]
- ^ a b Muhammad., Hamidullah, (repr. 2007, 2003). An introduction to the conservation of hadith : in the light of Sahifah of Hammam ibn Munabbih. Islamic Book Trust. ISBN 983-9154-50-8. OCLC 956942518. Diarsipkan dari asli tanggal 2023-04-18. Diakses tanggal 2021-02-11. ; Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Tanda baca tambahan (link)
- ^ (Arab) Nasab Quraisy, Mush'ab az-Zubairi Diarsipkan 2018-09-02 di Wayback Machine.
- ^ Muhammad bin Sa'ad 1904–1940, hlm. 9–11.
- ^ Bewley 2000, hlm. 153.
- ^ Sijpesteijn 2014, hlm. 183.
Sumber
- Bewley, Aisha (2000). The Men of Madina by Muhammad Ibn Sa'd, Volume 2. Ta-Ha Publishers. ISBN 9781897940907.
- Foss, Clive (2009). "Egypt under Muʿāwiya Part I: Flavius Papas and Upper Egypt". Bulletin of the School of Oriental and African Studies. 72 (1): 1–24. doi:10.1017/S0041977X09000019. JSTOR 40378842.
- Muhammad bin Sa'ad (1904–1940). Sachau, E. (ed.). Kitāb aṭ-Ṭabaqāt al-kabīr. Vol. 5. Leiden. Pemeliharaan CS1: Lokasi tanpa penerbit (link)
- Sijpesteijn, Petra M. (Oktober 2014). "An Early Umayyad Papyrus Invitation for the Ḥajj". Journal of Near Eastern Studies. 73 (2): 179–190. doi:10.1086/677240. hdl:1887/85169. JSTOR 10.1086/677240. S2CID 162233422.