More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Khotbah Ghadir Khum - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Khotbah Ghadir Khum - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Khotbah Ghadir Khum

  • العربية
  • Azərbaycanca
  • تۆرکجه
  • Башҡортса
  • বাংলা
  • Bosanski
  • Deutsch
  • English
  • فارسی
  • Français
  • עברית
  • हिन्दी
  • 日本語
  • Polski
  • پنجابی
  • Русский
  • ᱥᱟᱱᱛᱟᱲᱤ
  • Srpskohrvatski / српскохрватски
  • Svenska
  • Türkçe
  • اردو
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Wikimedia Commons
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Koordinat: 22°49′30″N 39°04′30″E / 22.82500°N 39.07500°E / 22.82500; 39.07500
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Ghadir Khum)

Khotbah Ghadir Khum
Tanggal10/16 Maret 632 (18 Zulhijah)
LokasiAl-Juhfah, Hijaz, Jazirah Arab
JenisKhotbah
TemaPentingnya memahami al-Qur'an dan menghormati ahlulbait, penghormatan Muhammad kepada Ali bin Abi Thalib – menurut Syiah sebagai bukti penunjukan Ali sebagai penerus Muhammad serta sempurnanya ajaran agama Islam
HasilIdulghadir
Bagian dari seri tentang
Muhammad
Muhammad
Kehidupan dan karier
Kehidupan di Mekkah • Hijrah • Muhammad di Madinah • Haji Wada' • Pernikahan • Kematian
Karier
  • Wahyu pertama
  • Karier militer
  • Karier diplomatik
  • Pembebasan Mekkah
  • Hadis
Mukjizat
  • Al-Quran
  • Isra Mikraj
  • Pembelahan bulan
  • Mukjizat Muhammad
Pewaris
Perpisahan Khotbah • hadits terakhir • Hadits • Ghadir Khum • Saqifah • Ahlulbait • Sahabat • Khulafaur Rasyidin • Imam • Sejarah Islam
Pujian
  • Selawat
  • Maulid
Terkait
  • Masjid Nabawi
  • Harta milik
  • Peninggalan
    • Portal Islam
    • Portal Muhammad
  • l
  • b
  • s
Artikel ini merupakan bagian dari seri
Ali bin Abi Thalib
Ali
Jabatan
Islam Sunni
Khulafaur Rasyidin
656–661

Islam Syiah
Imam
632–661
Pandangan
  • Pandangan Sunni
  • Pandangan Syiah
Kehidupan
  • Tempat lahir
  • Fitnah Pertama
  • Pembunuhan
  • Banu Ali
  • Khotbah Ghadir Khum
Warisan
  • Nahjul Balaghah
  • Idulghadir
  • Zulfikar
  • Masjid Imam Ali
  • Ghurar al-Hikam wa Durar al-Kalim
Perspektif
  • Karier militer Ali
  • Masa pemerintahan
  • Empat Belas Masum
  • Imam (Dua Belas Imam)
  • Ali dalam Al-Qur'an
Tempat pemakaman
  • Makam Imam Ali
  • Hazrat Ali Mazar
Artikel terkait
  • Khulafaur Rasyidin
  • Suksesi Muhammad
  • Masjid Agung Kufah
  • Kategori
  •  Portal Islam
  • l
  • b
  • s

Khotbah Ghadīr Khum (bahasa Arab: غَدِير خُم) adalah peristiwa berkumpulnya umat Muslim untuk menghadiri khotbah yang disampaikan oleh Nabi Islam, Muhammad pada 16 Maret 632 M (18 Zulhijah 10 H). Kegiatan ini diyakini berlokasi di Ghadir Khum, berlokasi di daerah yang sekarang ini disebut al-Juhfah (Rabigh) di antara Makkah dan Madinah, saat nabi Islam Muhammad singgah sementara setelah selesainya Haji Wadak.

Dalam khotbahnya ini, tepatnya sebelum kematiannya pada Juni 632 M (11 H), Muhammad mengeluarkan pernyataan tentang Ali bin Abi Thalib, yang merupakan saudara sepupu sekaligus menantunya, "Barang siapa yang menjadikanku sebagai maula, maka Ali adalah maula." Penganut Syiah yakin bahwa itu adalah sebuah tanda bahwa Ali layak menjadi khalifah bagi umat Muslim setelah Muhammad serta merayakan peringatan tersebut setiap tahun sebagai Idulghadir. Penganut Sunni menganggap pernyataan itu sebagai penegasan sederhana atas penghargaan Muhammad terhadap Ali.

Etimologi

[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Haji wadak

Ghadir Khum merujuk pada pertemuan umat Islam untuk menghadiri khotbah Muhammad serta lokasinya, yang merupakan sebuah kolam (ghadir) yang dialiri oleh mata air terdekat di sebuah wadi bernama Khumm, yang terletak di antara Makkah dan Madinah.[1] Lembah ini diyakini terletak di wilayah Juhfah,[2] sebuah persimpangan antara Madinah, Mesir, dan Irak.[3]

Beberapa sumber menjelaskan etimologi bahwa Khum berarti 'pendusta', dan lembah itu dinamai demikian karena air kolam itu asin dan tidak layak untuk dikonsumsi.[4] Pada saat peristiwa tersebut terjadi, penduduk asli daerah tersebut yaitu Bani Khuza'ah dan Bani Kinanah, telah meninggalkan daerah itu karena merupakan wilayah padang rumput dengan iklim yang sangat panas.[1] Sebelum Muhammad berkhotbah di situ, lokasi itu kemungkinan besar tidak pernah digunakan sebagai perhentian kafilah.[5] Dalam sumber-sumber Syiah, lingkungan Khum yang keras mungkin menandakan bahwa Muhammad ditugaskan untuk menyampaikan pengumuman penting di sana, atau bahwa dia ingin menandai momen itu dalam ingatan, atau bahwa dia menginginkan banyak saksi sebelum para jamaah haji berpisah.[6]

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Sepuluh tahun setelah Muhammad hijrah ke Madinah dan pada hari terakhir Zulkaidah, Muhammad melaksanakan haji beberapa waktu sebelum ia meninggal.[7] Haji ini kemudian dikenal sebagai haji wadak.[7] Dalam khotbahnya di Padang Arafah[8] dan kemudian lagi di Ghadir Khum menurut banyak riwayat,[1][9][10] Muhammad memberi tahu umatnya tentang kematiannya. Setelah menunaikan ibadah haji, ia berangkat dalam perjalanan pulang haji dari Makkah ke Madinah, bersama rombongan umat Islam. Khotbah di Ghadir Khum berlangsung selama perjalanan pulang di antara jemaah Muslim ini,[2] mungkin berjumlah puluhan ribu.[11]

Khotbah

[sunting | sunting sumber]

Di Ghadir Khum, Muhammad memanggil kafilah Muslim untuk singgah sebelum salat berjemaah, tepat sebelum para jamaah haji berpisah,[2] meminta mimbar untuk dinaikkan, dinaungi oleh cabang-cabang pohon palem.[1] Setelah salat,[12] Muhammad berkhotbah di tengah-tengah Muslim, sebagaimana diriwayatkan dalam Hadis ats-Tsaqalain, ia menjelaskan pentingnya dua hal, yakni Al-Qur'an dan ahlulbait (terj. har. 'orang rumah', maksudnya keluarganya).[9][13][14][1][10] Hadis ini muncul baik dalam kitab-kitab Sunni dan Syiah. Versi yang muncul dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, berbunyi:

Aku akan meninggalkan di antara kamu dua hal yang, jika kamu berpegang teguh padanya, kamu tidak akan tersesat sepeninggalku. Salah satunya adalah yang paling utama: Kitab Allah, ibarat tali yang direntangkan dari langit ke Bumi, dan keturunanku, ahlulbaitku.[13]

Muhammad mungkin mengulangi pernyataan ini beberapa kali,[13][15] dan ada beberapa versi yang sedikit berbeda dari hadits ini dalam sumber Sunni.[13] Sebagai contoh, versi yang muncul dalam as-Sunan al-Kubra, sebuah kitab Sunni yang lain, juga memuat riwayat berikut, "Perlakukanlah dua [peninggalan] setelahku dengan hati-hati."[16] Kemudian, Muhammad menggandeng tangan Ali, dan bertanya apakah dia tidak lebih dekat (aula) dengan orang-orang beriman daripada mereka dengan diri mereka sendiri,[1] kemungkinan merujuk pada ayat 33:6 Al-Qur'an.[17][18] Ketika mereka menegaskan,[1] Nabi kemudian bersabda,

"Barang siapa yang menjadikanku sebagai maula, maka Ali juga menjadi maula," (bahasa Arab: من كنت مولاه فعلي مولاه)[2][19][12][1]

yang menurut Syiah disebut sebagai "Hadis Wilayah".[9] Muhammad kemungkinan mengulanginya sebanyak 3 atau beberapa kali, sebagaimana riwayat dalam Musnad Ahmad bin Hanbal.[14][16] Ia melanjutkan lagi, "Ya Allah, tolonglah orang yang menolong Ali dan musuhilah orang yang memusuhi Ali," menurut beberapa sumber,[9] termasuk sumber Sunni Syawahid at-Tanzil dan sumber Syiah Nahj-al-Haqq.[20] Sejarawan Sunni Ibnu Katsir (w. 774/1373) dan juga Ahmad ibn Hanbal (w. 241/855) dalam musnad-nya menceritakan bahwa sahabat Muhammad, Umar, memberi selamat kepada Ali setelah khotbah dan mengatakan kepadanya, "Kamu sekarang telah menjadi maula dari setiap laki-laki dan perempuan yang beriman."[1][21]

Kesejarahan

[sunting | sunting sumber]

Kesejarahan Ghadir Khum dipertentangkan di antara komunitas Muslim,[1][22][23][24] karena riwayat tradisinya adalah "di antara yang paling luas diakui dan dibuktikan" dalam sumber-sumber Islam klasik, bahkan ketika pernyataan yang dibuat pada kegiatan tersebut banyak ditafsirkan.[2] Beberapa variasi ada dalam sumber-sumber klasik,[2] dan ada bobot yang signifikan dari riwayat berbeda.[1] Kisah Ghadir Khum, misalnya, muncul dalam Berbagai Pertanda yang Masih Ada dari Abad-Abad Lampau karya sejarawan Sunni al-Biruni, yang masih bertahan dalam salinan Ilkhanat awal abad ke-14 oleh Ibnul-Kutbi.[25] Kecenderungan bahwa salinan ini berasal dari Syiah terlihat jelas dari gambar-gambar Ali, termasuk yang berjudul Penunjukan Ali di Ghadir Khum.[26]

Riwayat tentang Ghadir Khum muncul di banyak tempat yang berbeda baik dalam karya hadis Sunni maupun Syiah, dan kisah ini kadang-kadang dapat disilangkan tanpa menyinggung persoalan sektarian. Ulama Syiah Amini, misalnya, menggunakan sumber-sumber Sunni untuk membuat daftar lebih dari seratus sahabat dan delapan puluh empat tabiin yang menceritakan peristiwa itu,[27] dan kebanyakan di antara mereka adalah Sunni.[28] Upaya serupa dilakukan oleh para penulis Syiah, Musavi dan Mahfouz.[29] Beberapa riwayat terbaik dari peristiwa tersebut, misalnya yang ditulis oleh sejarawan Ya'qubi, sosok pencinta ahlulbait,[1] dan juga sejarawan Sunni Ibnu Asakir (w. 571/1176),[9][1] dan juga kisah-kisah yang muncul dalam kitab hadis kanonik, seperti Musnad Ibnu Hanbal.[1] Sejumlah besar hadits terkait tentang Ghadir Khum juga dikumpulkan bersama dengan sanadnya oleh Ibnu Katsir.[1] Pada sumber Sunni, Jafri menyertakan kutipan dari Sunan at-Tirmidzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah, Abu Dawud, dan karya-karya Ibnul Atsir al-Jazari, Ibnu Abdil Barr, Ibnu Abd Rabbih, dan al-Jahiz.[30]

Penulis lain seperti ath-Thabari (w. 310/923), Ibnu Hisyam (w. 218/833), dan Ibnu Sa'ad (w. 168/784-5) jarang atau tidak mengisahkan Ghadir Khum,[1] mungkin karena riwayat tersebut tampaknya membenarkan klaim Syiah.[9][31] Alternatifnya, ada kemungkinan bahwa para penulis ini tidak ikut menafsirkan peristiwa tersebut untuk menghindari murkanya penguasa Sunni hanya karena mendukung klaim Syiah tentang penerus Nabi.[1][9][32] Para penulis Barat, yang karya-karyanya didasarkan pada penulis-penulis ini, jarang menggunakan riwayat Ghadir Khum.[1] Meskipun Ghadir Khum tidak muncul dalam Tarikh ath-Thabari, penulisnya meriwayatkan bahwa Muhammad secara terbuka menolak beberapa keluhan tentang perilaku Ali di Yaman dalam "kronologi" yang sama dengan Ghadir Khum dan dari otoritas tentang peristiwa tersebut. Maria M. Dakake menduga bahwa penulis sengaja mengganti hadis Ghadir Khum dengan yang lain untuk tetap menghormati Ali tanpa harus mendukung klaim-klaim Syiah.[33] Demikian pula, sebagai pegawai senior dari Dinasti Buwaihi, asy-Syarif ar-Radi (w. 406/1016) tidak menyebutkan Ghadir Khum dalam Nahj al-Balaghah-nya, mungkin untuk menghindari kemarahan dari Abbasiyah yang Sunni.[9] Shah-Kazemi menulis sebuah riwayat dari penganut Ahli Hadis pada abad ke-3 H (abad ke-9 M) di Baghdad yang mengingkari peristiwa tersebut,[17] yang coba disangkal oleh ath-Thabari dalam al-Walayah yang sudah tidak ada lagi,[17][33] atau Kitab al-Fada'il yang belum selesai.[1][28][9]

Hubungan dengan ayat Al-Qur'an

[sunting | sunting sumber]

Dalam sumber-sumber Syiah dan sedikit dari Sunni,[17] dua ayat Al-Qur'an dikaitkan dengan Ghadir Khum: Surah 5 (Al-Ma'idah) ayat 3, yang menjelaskan kesempurnaan Islam, dan ayat 67, yang memerintahkan Muhammad untuk memenuhi perintah untuk tablig (menyampaikan).[34][9] Ayat yang terakhir ini disebut Ayat Tabligh, dikaitkan dengan Ghadir Khum oleh ulama Sunni Jalaluddin as-Suyuthi dan Fakhruddin Ar-Razi[35] serta ulama Syiah Ali bin Ibrahim Qumi (w. 328/939).[36][34][9][1] Ayat ini berbunyi:

Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.[37]

Ayat 5:3 Al-Qur'an, juga disebut sebagai Ayat Kesempurnaan Islam, juga dikaitkan dengan Ghadir Khum oleh tokoh Sunni ath-Thabari (w. 310/923) dan al-Baghdadi (w. 463/1071)[38] serta tokoh Syiah al-Tusi (w. 460/1067).[39][34][9] Sementara itu, Ya'qubi[40] dan para mufassir yang lain memandang bahwa ayat itu turun setelah Haji Wadak.[41] Ayat tersebut berbunyi:

Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.[41]

Literatur lainnya

[sunting | sunting sumber]

Riwayat Ghadir Khum juga muncul dalam sastra klasik Arab.[1][42][9] Yang paling awal, menurut Veccia Vaglieri (w. 1989) dan Jafri, adalah sebuah puisi yang diyakini dinisbatkan kepada Hasan bin Tsabit (w. 674),[1][28] yang menemani Muhammad saat haji.[28] Menurut Jafri, puisi ini ada dalam sumber Syiah dan sedikit Sunni.[42] Puisi tersebut memuat baris berbunyi, "Berdirilah, wahai Ali, karena aku menemukanmu sebagai imam dan pembimbing setelah aku [Muhammad] tiada."[17][21][43] Terkait keaslian puisi ini, Amir-Moezzi tidak menemukan nisbat tersebut bermasalah,[9] sedangkan Jafri menganggap sangat tidak mungkin peristiwa-peristiwa ini akan berlalu tanpa dicatat oleh bin Tsabit, yang merupakan "penyair-perawi Muhammad".[42] Tokoh Syiah al-Kumayt bin Zayid al-Asadi (w. 126/743) adalah penyair awal lainnya yang menyusun syair dengan tema yang sama.[9]

Penafsiran

[sunting | sunting sumber]

Ketika kesahihan Ghadir Khum tidak dipertentangkan, penafsirannya menjadi kontroversial di antara kalangan Sunni dan Syiah.[44] Maula adalah kata Arab yang bersifat polisemi, pemaknaannya dapat bervariasi dalam berbagai periode dan konteks.[45] Sebelum Islam muncul, kata tersebut awalnya memiliki makna yang berbeda-beda menurut suku.[46] Kemudian, kata ini dipakai juga dalam al-Qur'an dan Hadis dengan pemaknaan yang berbeda-beda, seperti 'Tuan', 'wali', dan 'penolong'.[45] Untuk konteks Ghadir Khum, penafsiran makna kata maula cenderung terpecah menurut sektenya. Sumber-sumber Syiah menafsirkan kata ini sebagai 'pemimpin', 'penguasa', dan 'pelindung', [28] sedangkan pandangan Sunni tentang khotbah ini cenderung memberikan sedikit penjelasan,[1] atau memaknai walaya dalam hadis tersebut sebagai 'kecintaan',[47] atau mengganti kata maula dengan kata 'wali Allah'.[1][9][48] Dengan demikian, Syiah memandang Ghadir Khum sebagai penunjukan Ali terkait suksesi agama dan politik Muhammad,[49][50][17] sedangkan Sunni menganggapnya sebagai pernyataan tentang hubungan antara dua orang tersebut,[51][9][52] atau bahwa Ali harus melaksanakan apa yang diminta Muhammad.[51]

Dalam satu kesempatan selama masa kekhalifahannya, Ali diketahui meminta umat Islam untuk tampil dengan kesaksian mereka tentang Ghadir Khum.[53][54][55] Dengan melakukan itu, menurut McHugo, Ali secara terbuka mengeklaim telah dipercayakan oleh Muhammad dengan otoritas spiritual dan politik yang lebih besar daripada yang lain, terutama para pendahulunya.[53] Pandangan Madelung dan Shah-Kazemi mirip.[55][56] Menurut Lesley Hazleton, seorang penulis agama dan politik, salah satu kata-kata Muhammad di Ghadir Khum, "Ya Allah, tolonglah orang yang menolong Ali dan musuhilah orang yang memusuhi Ali," adalah janji prasetia di Timur Tengah pada waktu itu..[57] Ali dan putranya Hasan keduanya menuntut janji prasetia serupa dari pendukung mereka selama kekhalifahan mereka.[58] Hadis Ghadir Khum juga dikutip oleh Ammar bin Yasir, sahabat Ali, untuk mendukung hak-haknya kepada kekhalifahan menurut sejarawan Syiah Ibnu A'tsam al-Kufi (abad ke-9) tentang kesepakatan sebelum meletusnya Pertempuran Shiffin (657). Hal ini tampaknya merupakan contoh paling awal dalam sumber-sumber sejarah.[59]

Pandangan Syiah

[sunting | sunting sumber]
Lukisan Syiah yang menggambarkan Ghadir Khum dan penunjukan Ali, bersumber dari situs web Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei.

Untuk kelompok Muslim Syiah, Ghadir Khum menandakan penunjukan Ali sebagai pemimpin umat Muslim setelah Muhammad.[60] khususnya, bagi mereka ini adalah pengumumannya yang paling umum tentang suksesi Ali.[61][62] Riwayat Syiah menjelaskan bagaimana Umar dan sahabat lainnya mendatangi Ali setelah khotbah untuk memberi selamat dan berjanji prasetia kepadanya, bahkan memanggilnya sebagai amirulmukminin (terj. har. 'pemimpin orang-orang beriman').[1][63]

Bagi Syiah, pernyataan yang terjadi di Ghadir Khum kepada ribuan Muslim di siang hari yang panas hampir tidak mendukung interpretasi Sunni tentang kecintaan (muhabbah) dan dukungan (nusra) kepada Ali.[47] Kedua hal ini merupakan kewajiban setiap muslim terhadap muslim lainnya, bukan hanya Ali, sehingga melemahkan tafsir Sunni lagi.[47] Alternatifnya, tokoh Sunni Ibnu Katsir (w. 1373) menganggap Ghadir Khum sebagai jawaban atas keluhan tentang Ali selama ekspedisinya ke Yaman,[1] sedangkan tokoh Syiah Ibnu Syahrasyub (w. 1192) menganggap bahwa Muhammad menyangkal keberatan tersebut, "Jangan mengeluh tentang Ali, karena beliau sangat waspada hanya demi Allah."[17] Praktik standar dalam akidah Syiah adalah menghilangkan kemungkinan makna maula dalam hadis satu per satu hingga hanya tersisa makna yang lebih kuat.[40]

Terkait ayat-ayat Al-Qur'an yang dihubungkan, Tabatabai (w. 1981), penulis al-Mizan, mencoba membuktikan bahwa "pada hari ini" dalam Ayat Kesempurnaan Islam (5:3) adalah hari Ghadir Khum. Mencatat keputusasaan orang-orang kafir dan musuh-musuh Islam dalam ayat ini,[64] ia berargumen bahwa keputusasaan ini mengikuti penunjukan Ali untuk memimpin umat Muslim yang baru terlahir setelah Nabi wafat. Ia menambahkan bahwa kesempurnaan agama dalam ayat tersebut adalah perwalian (wilayah) Ali dan pemenuhan janji ilahiah sebagaimana dalam ayat 24:55 Al-Qur'an.[65] Pandangan serupa juga dilontarkan oleh teolog Syiah yang lain.[66][67]

Terkait ayat Tabligh (5:67), para penafsir Syiah menyatakan bahwa Muhammad mengkhawatirkan penerapan petunjuk ilahinya untuk mengumumkan Ali sebagai penggantinya, karena takut akan reaksi beberapa sahabatnya. Setelah turunnya ayat ini, Muhammad menyampaikan khotbahnya di Ghadir Khum, menurut sumber-sumber ini.[36] Hossein Nasr dan rekan penulisnya memandangnya sebagai hubungan yang "paling masuk akal" antara Ayat Tabligh dan peristiwa-peristiwa setelah Haji Wadak, termasuk Ghadir Khum. Pembenaran mereka adalah surah ke-5 al-Qur'an sering dikaitkan dengan tahun-tahun terakhir Muhammad di Madinah.[68]

Pandangan Sunni

[sunting | sunting sumber]

Untuk kelompok Muslim Sunni, Ghadir Khum tidak ada hubungannya dengan suksesi Muhammad.[69] Alih-alih, peristiwa ini sering dikaitkan dengan ekspedisi Ali ke Yaman, tempat ia baru saja kembali sebelum Haji Wadak. Ali diyakini telah memberlakukan pedoman Islam secara ketat untuk pembagian harta rampasan secara adil yang kabarnya membuat marah beberapa tentara. Sejarawan Sunni Ibnu Katsir, misalnya, mendukung Ali dalam riwayatnya tentang peristiwa tersebut tetapi juga menunjukkan bahwa khotbah Ghadir Khum hanya dimaksudkan sebagai pernyataan publik tentang cinta dan penghargaan Muhammad kepada Ali mengingat peristiwa-peristiwa sebelumnya..[1] Menerima penjelasan ini seperti itu, bahwa Muhammad menyetarakan Ali dengan dirinya sendiri dalam khotbah besar di Ghadir Khum masih memberikan dasar yang kuat untuk klaim Syiah, saran Jafri.[52]

Untuk Sunni, juga tidak terbayangkan bahwa sebagian besar sahabat akan bertindak salah dan mengabaikan penunjukan Ali di Ghadir Khum.[49] Shaban dan Poonawala menunjukkan bahwa umat Muslim tidak bertindak seolah-olah mereka telah mendengar tentang hal itu,[70][71] sedangkan Shaban dan Lewis (w. 2018) menganggap penunjukan ini tidak mungkin terjadi.[70][72] Sebaliknya, Amir-Moezzi menulis bahwa tokoh Syiah Amini telah menyusun sejumlah besar bukti sejarah Sunni dan Syiah,[9] untuk mendukung penafsiran Syiah atas Ghadir Khum.[34] Mengutip penunjukan Umar (m. 634–644) oleh Abu Bakar (m. 632–634) untuk melanjutkan kepemimpinan, Lalani pernah menyatakan bahwa Muhammad memang menunjuk penerusnya tetapi diabaikan oleh umat.[73] Pandangan Hassan Abbas juga mirip,[74] dan pandangan Syiah juga bahwa masyarakat mengabaikan penunjukan Ali.[75] Mereka menambahkan bahwa jumlah suara tidak dapat menjadi faktor dalam kesukuan mengingat keputusan dibuat oleh pemimpin suku,[49] dan bahwa mayoritas tidak menyiratkan legitimasi dalam Al-Qur'an.[76] Beberapa juga berpendapat bahwa Muhammad akan membuat khotbah penting semacam itu sebelumnya saat haji, sementara Abbas menganggap ini sebagai kritik terhadap penilaian Muhammad.[21]

Para mufassir Sunni juga berpendapat bahwa Ayat Ikmal (5:3) mengacu pada penetapan manasik haji selama Haji Wadak atau penetapan hukum makanan di sisa ayat ini. Kritik terhadap pandangan ini, yang disuarakan oleh Tabatabai, adalah mengabaikan perintah tambahan tentang riba yang diturunkan setelah Ayat Ikmal oleh beberapa riwayat.[77][39] Sebagian besar ulama Sunni menghubungkan Ayat Tabligh (5:67) dengan posisi genting Muhammad di Makkah selama tahun-tahun awal Islam,[36] atau hubungan Muhammad dengan Ahli Kitab (pengikut ajaran monoteistik sebelumnya),[37] sedangkan Nasr et al. menganggap ayat ini mungkin dikaitkan dengan Haji Wadak atau Ghadir Khum.[68]

Idulghadir

[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Idulghadir

Tanggal 18 Zulhijah, menurut Sunni, bukanlah hari raya atau hari penting. Sementara itu, umat Syiah merayakan tanggal tersebut sebaga Idulghadir, yakni hari ketika Islam menjadi agama yang sempurna dengan ditunjuknya Ali sebagai penerusnya.[1][9] Syiah menghormati hari tersebut dengan melaksanakan haji ke Karbala.[1][69]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  • Penerus Nabi Muhammad
  • Ayat Ikmaluddin
  • Ayat Tabligh
  • Ayat Wilayah
  • Hadis dua belas penerus
  • Hadis Mubahalah
  • Hadis Lauh Fatimah
  • Hadis Peringatan
  • Ahl al-Kisa
  • Portal Islam

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Kutipan

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac Veccia Vaglieri 2022.
  2. ^ a b c d e f Lalani 2011.
  3. ^ Eliash 1966, hlm. 144.
  4. ^ Williams 1994, hlm. 171.
  5. ^ Donaldson 1933, hlm. 5.
  6. ^ Haider 2014, hlm. 60.
  7. ^ a b Stewart 2002.
  8. ^ Abbas 2021, hlm. 79.
  9. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Amir-Moezzi 2022.
  10. ^ a b Campo 2009, hlm. 257.
  11. ^ Shah-Kazemi 2014.
  12. ^ a b Mavani 2013, hlm. 79.
  13. ^ a b c d Momen 1985, hlm. 16.
  14. ^ a b Mavani 2013, hlm. 80.
  15. ^ Abbas 2021, hlm. 81, 209.
  16. ^ a b Abbas 2021, hlm. 81.
  17. ^ a b c d e f g Shah-Kazemi 2015.
  18. ^ Dakake 2008, hlm. 34.
  19. ^ Jafri 1979, hlm. 18.
  20. ^ Mavani 2013, hlm. 70, 98n11.
  21. ^ a b c Abbas 2021, hlm. 82.
  22. ^ Jafri 1979, hlm. 18–20.
  23. ^ Mavani 2013, hlm. 20.
  24. ^ Dakake 2008, hlm. 35.
  25. ^ Soucek 1975, hlm. 156.
  26. ^ Robinson 2000, hlm. 129–146.
  27. ^ Najafabadi 2010.
  28. ^ a b c d e Jafri 1979, hlm. 20.
  29. ^ Jafri 1979, hlm. 20, 231.
  30. ^ Jafri 1979, hlm. 19-20.
  31. ^ Dakake 2008, hlm. 36.
  32. ^ Dakake 2008, hlm. 38.
  33. ^ a b Dakake 2008, hlm. 39.
  34. ^ a b c d Mavani 2013, hlm. 70.
  35. ^ Abbas 2021, hlm. 80, 209n27.
  36. ^ a b c Nasr et al. 2015, hlm. 718.
  37. ^ a b Nasr et al. 2015, hlm. 717.
  38. ^ Abbas 2021, hlm. 83, 210n38.
  39. ^ a b Nasr et al. 2015, hlm. 650.
  40. ^ a b Dakake 2008, hlm. 46.
  41. ^ a b Nasr et al. 2015, hlm. 648.
  42. ^ a b c Jafri 1979, hlm. 19.
  43. ^ Haider 2014, hlm. 61.
  44. ^ Al-Shahrastani, Gimaret & Monnot 1986, hlm. 479.
  45. ^ a b Wensinck & Crone 2022.
  46. ^ Goldziher 1889, hlm. 105.
  47. ^ a b c Dakake 2008, hlm. 45.
  48. ^ Afsaruddin 2006.
  49. ^ a b c Mavani 2013, hlm. 2.
  50. ^ Dakake 2008, hlm. 47.
  51. ^ a b Afsaruddin & Nasr 2022.
  52. ^ a b Jafri 1979, hlm. 21.
  53. ^ a b McHugo 2018, §2.IV.
  54. ^ Lalani 2006, hlm. 590.
  55. ^ a b Madelung 1997, hlm. 253.
  56. ^ Shah-Kazemi 2022, hlm. 79.
  57. ^ Hazleton 2009, hlm. 77.
  58. ^ Madelung 1997, hlm. 312.
  59. ^ Ayoub 2014, hlm. 114.
  60. ^ Tabatabai 1977, hlm. 35.
  61. ^ Donaldson 1933, hlm. XXV.
  62. ^ Sanders 1994, hlm. 122.
  63. ^ Pierce 2016, hlm. 75.
  64. ^ Tabatabai 1977, hlm. 155.
  65. ^ Mavani 2013, hlm. 70-1.
  66. ^ Shah-Kazemi 2022, hlm. 65.
  67. ^ Amir-Moezzi 2020, hlm. 237-9.
  68. ^ a b Nasr et al. 2015, hlm. 719.
  69. ^ a b Campo 2009, hlm. 257-8.
  70. ^ a b Shaban 1976, hlm. 16.
  71. ^ Poonawala 1982.
  72. ^ Lewis 1968, hlm. 50.
  73. ^ Lalani 2000, hlm. 6.
  74. ^ Abbas 2021, hlm. 95.
  75. ^ Daftary 2014, hlm. 28.
  76. ^ Mavani 2013, hlm. 2, 25.
  77. ^ Mavani 2013, hlm. 71.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Abbas, Hassan (2021). The Prophet's Heir: The Life of Ali ibn Abi Talib. Yale University Press. doi:10.2307/j.ctv1dm8d5j. ISBN 9780300252057. S2CID 242173704.
  • Al-Shahrastani, Muhammad; Gimaret, Daniel; Monnot, Guy (1986). Livre des religions et des sects. Vol. 1. Peeters Publishers. ISBN 9789068310658.
  • Amir-Moezzi, Mohammad Ali (2022). "Ghadir Khumm". Encyclopaedia of Islam (Edisi Third). Brill Reference Online.
  • Campo, Juan Eduardo (2009). "Ghadir Khumm". Encyclopedia of Islam. Infobase Publishing. hlm. 257–8. ISBN 9781438126968.
  • Eliash, Joseph (1966). Ali b. Abi Talib in Ithna - Ashari Shi I belief (Thesis). London: School of Oriental and African Studies.
  • Donaldson, Dwight M. (1933). Luzac's Oriental Series, Vol. VI: The Shi'ite Religion. Luzac & Company.
  • Goldziher, Ignác (1889). Muhammedanische Studien. Halle.
  • Hazleton, Lesley (2009). After the Prophet: The Epic Story of the Shia-Sunni Split in Islam. Knopf Doubleday Publishing Group. ISBN 9780385532099.
  • Robinson, Basil (2000). "Images of Muhammad in al-Biruni's Chronology of Ancient Nations". Dalam Hillenbrand, Robert (ed.). Persian Painting from the Mongols to the Qajars: Studies in Honour of Basil W. Robinson. Pembroke Persian Papers, 3. London and New York: I. B. Tauris in association with the Centre of Middle Eastern Studies, University of Cambridge. ISBN 9781850436591.
  • Ibn Thabit, Hassan (1971). ʿArafat, Walid N. (ed.). Diwan of Hassan Ibn Thabit. Gibb Memorial Trust. ISBN 9780906094303.
  • Lalani, Arzina (2011). "Ghadir Khumm". Oxford Bibliographies. Diakses tanggal 9 Januari 2022. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  • Majd, Vahid (2005). The Sermon of Prophet Muhammad at Ghadir Khum (PDF). Naba Cultural Organization. hlm. 152–154. ISBN 9789648323382.
  • Mavani, Hamid (2013). Religious Authority and Political Thought in Twelver Shi'ism: From Ali to Post-Khomeini. Routledge. ISBN 9780415624404.
  • Momen, Moojan (1985). An introduction to Shi'i Islam. Yale University Press. ISBN 9780300035315.
  • Najafabadi, S. Adel Hashemi (2010). "The Invention of Islamic History". The International Journal of the Humanities. 8 (1): 259. doi:10.18848/1447-9508/CGP/v08i01/42810.
  • Nasr, Seyyed Hossein; Dagli, Caner K.; Dakake, Maria Massi; Lumbard, Joseph E.B.; Rustom, Mohammed (2015). The Study Quran: A New Translation and Commentary. Harper Collins. ISBN 9780062227621.
  • Sanders, Paula (1994). Ritual, Politics, and the City in Fatimid Cairo. State University of New York Press. ISBN 9781438418629.
  • Stewart, Devin J. (2002). McAuliffe, Jane Dammen (ed.). Encyclopaedia of the Quran. Vol. 2. Brill. ISBN 90-04-14743-8.
  • Soucek, Priscilla P. (1975). "An Illustrated Manuscript of al-Biruni's Chronology of Ancient Nations". Dalam Chelkowski, Peter J. (ed.). The Scholar and the Saint: Studies in Commemoration of Abul-Rayhan al-Biruni and Jalal al-Din al-Rumi. New York: Hagop Kevorkian Center for Near Eastern Studies, New York University Press. ISBN 9780814713600. OCLC 434241035.
  • Veccia Vaglieri, L. (2022). "Ghadir Khumm". Encyclopaedia of Islam (Edisi Second). Brill Reference Online.
  • Wensinck, A.J.; Crone, P. (2022). "Mawlā". Encyclopaedia of Islam (Edisi Second). Brill Reference Online.
  • Williams, John Alden (1994). The Word of Islam. University of Texas Press. ISBN 9780292790759.
  • Madelung, Wilferd (1997). The Succession to Muhammad: A Study of the Early Caliphate. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-64696-3.
  • Jafri, S.H.M (1979). Origins and Early Development of Shia Islam. London: Longman.
  • Pierce, Matthew (2016). Twelve Infallible Men: The Imams and the Making of Shi'ism. Harvard University Press. ISBN 9780674737075.
  • Tabatabai, Sayyid Mohammad Hosayn (1977). Shi'ite Islam. Translated by Sayyid Hossein Nasr. State University of New York Press. ISBN 0-87395-390-8.
  • Shaban, M.A. (1976). Islamic History: A New Interpretation. Vol. 1. Cambridge University Press. ISBN 9780521291316.
  • McHugo, John (2018). A Concise History of Sunnis and Shi'is. Georgetown University Press. ISBN 9781626165885.
  • Lalani, Arzina R. (2006). "SHI'A". Dalam Leaman, Oliver (ed.). The Qurʼan: an Encyclopedia. Routledge. hlm. 586–93. ISBN 9-78-0-415-32639-1.
  • Afsaruddin, Asma (2006). "GHADIR KHUMM". Dalam Leaman, Oliver (ed.). The Qurʼan: an Encyclopedia. Routledge. hlm. 218. ISBN 9-78-0-415-32639-1.
  • Afsaruddin, Asma; Nasr, Seyyed Hossein (2022). "ʿAlī". Encyclopedia Britannica.
  • Poonawala, I.K. (1982). "ʿALĪ B. ABĪ ṬĀLEB I. Life". Encyclopaedia Iranica, Online Edition.
  • Dakake, Maria Massi (2008). The Charismatic Community: Shi'ite Identity in Early Islam. SUNY Press. ISBN 978-0-7914-7033-6.
  • Shah-Kazemi, Reza (2014). "Ali ibn Abi Talib (599-661)". Dalam Fitzpatrick, Coeli; Walker, Adam Hani (ed.). Muhammad in History, Thought, and Culture: An Encyclopedia of the Prophet of God. ABC-CLIO. hlm. 20–24. ISBN 9781610691789.
  • Shah-Kazemi, Reza (2015). "ʿAlī b. Abī Ṭālib". Dalam Daftary, Farhad (ed.). Encyclopaedia Islamica. Diterjemahkan oleh Melvin-Koushki, Matthew. doi:10.1163/1875-9831_isla_COM_0252.
  • Lewis, Bernard (1968). The Arabs in History. Hutchinson & Co.
  • Lalani, Arzina R. (2000). Early Shi'i Thought: The Teachings of Imam Muhammad al-Baqir. Bloomsbury Academic. ISBN 9781860644344.
  • Shah-Kazemi, Reza (2022). Imam 'Ali: Concise History, Timeless Mystery. I.B. Tauris. ISBN 9781784539368.
  • Amir-Moezzi, Mohammad Ali (2020). The Spirituality of Shi'i Islam: Beliefs and Practices. I.B. Tauris. ISBN 9780755610273.
  • Haider, Najam (2014). Shi'i Islam: An Introduction. Cambridge University Press. ISBN 9781107031432.
  • Daftary, Farhad (2014). A History of Shi'i Islam. Bloomsbury Academic. ISBN 9781780768410.
  • Ayoub, Mahmoud M. (2014). The Crisis of Muslim History: Religion and Politics in Early Islam. Oneworld Publications. ISBN 9781780746746.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Ghadir Khumm.
  • Ghadir Khumm academic summary and reading list - from Oxford Bibliographies
  • l
  • b
  • s
Nama orang dan tempat yang disebutkan dalam Al-Qur'an
Tokoh
Bukan manusia
  • Allah (Tuhan)
    • Asmaulhusna
Hewan
Terkait
  • Baqarah (sapi betina)
  • Żiʾb (serigala) yang dikhawatirkan Nabi Yaqub karena akan menyerang Nabi Yusuf
  • Fīl (gajah)
  • Ḥimār (keledai)
  • Hudhud Nabi Sulaiman
  • Kalb (anjing) Ashabulkahfi
  • Namlah (semut betina) Nabi Sulaiman
  • Nūn (ikan) Nabi Yunus
  • Nāqat Nabi Ṣāliḥ
Tidak terkait
  • ʿAnkabūt (Laba-laba betina)
  • Dābbat al-Arḍ
  • Ḥimār
  • Naḥl (lebah madu)
  • Qaswarah ('singa asia', 'pemangsa', atau 'pemburu')
Malaikat
  • Malaikat neraka
    • Malik
    • Zabaniyah
  • Malaikat pemikul Arsy
  • Harut dan Marut
  • Kirāman Kātibīn
    • Raqib
    • Atid
  • Munkar dan Nakir
  • Ridwan
Penghulu para Malaikat
  • Jibril (Gabriel)
    • Rūḥ
      • Ar-Rūḥ al-Amīn
      • Ar-Rūḥ al-Qudus
  • Israfil (Rafael)
  • Izrail (Malaikat Maut, Azrael)
  • Mikail (Mikhael)
Jin
  • Jann
  • ʿIfrīt
  • Qarīn
  • Sila
Setan
  • Iblis
  • Mārid
Lain-lain
  • Ghilmān atau Wildān
  • Ḥūr
Nabi
Disebut
  • Adam
  • Ilyasaʿ (Elisa)
  • Ayyub (Ayub)
  • Dawud (Daud)
  • Zulkifli
  • Harun
  • Hud
  • Idris
  • Ilyas (Elia)
  • ʿImrān (Yoakim ayah Maryam)
  • Isḥāq (Ishak)
  • Ismāʿīl (Ismael)
    • Kisah penyembelihan
  • Lūṭ (Lot)
  • Salih
  • Sulaimān bin Dāwūd (Salomo putra Daud)
  • Syu'aib
  • ʿUzair (Ezra?)
  • Yaḥyā bin Zakariyyā (Yohanes Pembaptis putra Zakharia)
  • Yaʿqūb (Yakub)
    • Isrāʾīl (Israel)
  • Yūnus
    • Żūn-Nūn ('Pemilik Ikan Nun')
    • Ṣāḥib al-Ḥūt ('Kawan Ikan Hut')
  • Yūsuf bin Ya‘qūb (Yusuf putra Yakub)
  • Zakariyyā (Zakharia)
Ululazmi
  • Muḥammad
    • Aḥmad
    • Nama dan gelar Muhammad
  • ʿĪsā (Yesus)
    • Al-Masīḥ (Mesias)
    • Ibn Maryam (Putra Maryam)
  • Mūsā Kalīmullāh (Musa yang berbicara kepada Allah)
  • Ibrāhīm Khalīlullāh (Abraham kekasih Allah)
  • Nūḥ (Nuh)
Dipertentangkan
  • Zulqarnain
  • Luqmān
  • Maryam (Maria)
  • Ṭālūt (Saul atau Gideon?)
Tidak disebut
  • Irmiyā (Yeremia)
  • Ṣamūʾīl (Samuel)
  • Yūsyaʿ bin Nūn (Yosua)
Kaum Nabi
Baik akhlaknya
  • Keluarga Adam
    • Qabil dan Habil
    • Istri
  • Habib Al-Najjar
  • Keluarga Nuh
    • Lamekh, ayah Nuh
    • Betenos, ibu Nuh
  • Anak Luqman
  • Keluarga Ibrahim
    • Ibu Abiona atau Amtelai anak Karnebo
    • Ibu Ismail
    • Ibu Ishak
  • Kaum Isa
    • Hawariyun (termasuk Petrus)
    • Ibu Maryam
    • Istri Zakariyya
  • Kaum Sulaiman
    • Ibu
    • Ratu Saba'
    • Wazir
  • Zaid (anak angkat Muhammad)
Orang-orang
di sekitar Yusuf
  • Saudara-saudaranya (termasuk Benyamin dan Simeon)
  • Penduduk Mesir
    • ʿAzīz (Potifar, Qatafir atau Qittin)
    • Malik (Raja Ar-Rayyān bin Al-Walīd))
    • Istri ʿAzīz (Zulaikha)
  • Ibu
Orang-orang
di sekitar Harun
dan Musa
  • Penduduk Mesir
    • Beriman (Hizbil atau Hizqil bin Sabura)
    • Imraʾat Firʿaun (Āsiyá binti Muzāḥim istri Firaun yang mengangkat Musa sebagai anak)
    • Penyihir Firaun
  • Khidr
  • Istri Musa
  • Ibu
  • Saudara perempuan
Buruk akhlaknya
  • Azar (kemungkinan Terah)
  • Firʿaun (Firaun Musa)
  • Hāmān
  • Jālūt (Goliat)
  • Qārūn (Korah, saudara sepupu Musa)
  • Samiri
  • Abu Lahab
  • Pembunuh unta betina Saleh (Qaddar bin Salif dan Musda' bin Dahr)
Tidak ditentukan
  • Abrahah
  • Abu Bakar
  • Bal'am
  • Barṣīṣā
  • Kaleb sahabat Yosua
  • Anak Luqman
  • Nebukadnezar II
  • Nimrod
  • Rahmah istri Ayyub
  • Syaddad
Penduduk
Disebutkan
  • Aṣḥābul-Jannah (penduduk Surga)
  • Aṣḥābus-Sabt (pelanggar Sabat)
  • Hawariyyun (murid-murid Isa)
  • Penumpang bahtera Nuh
  • Aṣḥābul-Kahf war-Raqīm (Ashabulkahfi dan Ar-Raqaim?
  • Pasukan bergajah
  • Penduduk al-Ukhdud
  • Ashabulqaryah
  • Penduduk Yatsrib atau Madinah
  • Kaum Lut (Penduduk Sodom dan Gomorrah)
  • Kaum Nuh
Suku
dan keluarga
  • ‘Ajam
  • Ar-Rūm (bangsa Romawi)
  • Bani Israil
  • Muʾtafikāt
  • Kaum Ibrahim
  • Kaum Ilyas
  • Kaum Nuh
  • Kaum Syaib
    • Ahl Madyan Penduduk Madyan)
    • Aṣḥābul-Aykah (Penyembah Pohon)
  • Kaum Yūnus
  • Kaum Firaun
  • Umat Islam
    • Aṣḥāb Muḥammad (Sahabat Muhammad)
      • Anṣār
      • Muhajirin
  • Kaum Makkah
    • Istri Abu Lahab
  • Anak Ayyub
  • Anak Adam
  • Istri Nuh
  • Istri Lut
  • Yakjuj dan Makjuj
  • Anak Nuh
Orang Arab dan Arab Badui
  • Kaum 'Ad (kaum Hud)
  • Penduduk Rass
  • Qawm Tubbaʿ (Kaum Tuba')
    • Kaum Saba'
  • Quraisy
  • Kaum Ṡamud (kaum Saleh)
    • Aṣḥābul-Ḥijr ('kaum penyembah batu')
Keluarga
  • Keluarga Ibrahim
    • Saudara Yūsuf
    • Anak Lut
    • Keluarga Imran
  • Keluarga Musa
  • Keluarga Muhammad
    • bin Abdullah bin Abdul-Muthalib bin Hasyim
    • Anak Muhammad
    • Istri Muhammad
  • Keluarga Saleh
Disebutkan
tersirat
  • Amalek
  • Ahlus-Suffa
  • Bani Nadir
  • Bani Qainuqa
  • Bani Quraizah
  • Orang Iran
  • Kekhalifahan Umayyah
  • Aus dan Khazraj
  • Orang Masjid Quba
Kelompok
agama
  • Żimmi
  • Kafir
  • Majusi
  • Munafik
  • Muslim
    • Orang beriman
  • Ahli Kitab
    • Naṣārā (Nasrani/Kristen)
      • Ruhban (biarawan Kristen)
      • Qissis (pendeta Kristen)
    • Yahūd (Yahudi)
      • Ahbār
      • Rabbi
    • Shabi'in
  • Syirik
    • Musyrikin Makkah
    • Musyrikin Mesopotamia pada masa Ibrahim dan Lut
Tempat
Disebut
  • Al-Arḍ Al-Muqaddasah ('Tanah Suci')
    • Tanah yang Diberkati
  • Arasy
  • Al-Jannah (Surga)
  • Jahannam (Neraka)
  • Pintu Hittah
  • Madyan
  • Majmaʿ al-Baḥrain
  • Miṣr (Mesir)
  • Salsabīl (sungai di Surga)
Di jazirah Arab
(tidak termasuk Madyan)
  • Al-Aḥqāf ('Tanah berpasir')
    • Iram dhāt al-ʿImād (Pilar-pilar Iram)
  • Madinah (sebelumnya Yatsrib)
  • Arafah dan Muzdalifah
  • Al-Ḥijr (Hegra)
  • Badar
  • Ḥunain
  • Makkah
    • Bakkah
    • Ḥaraman Āminan ('tempat yang aman lagi suci')
    • Ka'bah
    • Maqām Ibrāhīm
    • Safa dan Marwah
  • Saba' (Sheba)
    • ʿArim Sabaʾ (Bendungan Saba')
  • Rass
Jazirah Sinai
  • Al-Wād Al-Muqaddas Ṭuwan (Lembah Thuwa)
    • Al-Wādil-Aiman (lembah di "kanan" Lembah Thuwa dan Gunung Sinai)
      • Al-Buqʿah Al-Mubārakah ('Tempat yang diberkahi')
  • Gunung Sinai atau Gunung Tabor
Di Mesopotamia
  • Gunung Judi
    • Al-Munzal Al-Mubārak ('Tempat berlabuh')
  • Bābil (Babilonia)
  • Qaryah Yūnus (Nineveh)
Lokasi
keagamaan
  • Baiʿa (Gereja)
  • Miḥrāb
  • Biara
  • Masjid
    • Masy'aril Haram
    • Masjidilaqsa
    • Masjidilharam
    • Masjid ad-Dhirar
    • Masjid di Madinah
      • Masjid Quba
      • Masjid Nabawi
  • Salat (Sinagoge)
Tersirat
  • Antiokia
    • Antakya
  • Arabia
    • Al-Ḥijāz
      • Al-Ḥajar al-Aswad dan Al-Hijr of Isma'il
      • Gua Hira
      • Gunung Tsur
      • Hudaibiyyah
      • Ta'if
  • Ayla
  • Tembok Zulqarnain
  • Baitul Maqdis & 'Ariha
  • Bilād ar-Rāfidayn (Mesopotamia)
  • Kanaan
  • Gua Ashabulkahfi
  • Dār an-Nadwa
  • Sungai Yordan
  • Sungai Nil
  • Sungai Palestina
  • Surga Syaddad
Peristiwa
  • Lailatulqadar
  • Peristiwa Ifk
  • Peristiwa Mubahalah
  • Sail al-'Arim (banjir bendungan Ma'rib di Saba')
  • Haji wadak
  • Perjanjian Hudaibiyah
Pertempuran
  • Ekspedisi Tabuk
  • Penaklukan Makkah
  • Perang Badar
  • Perang Hunain
  • Perang Khaibar
  • Perang Khandaq
  • Perang Uhud
Hari
  • Jumat
  • Sabat
  • Hari perang
  • Hari haji
  • Pengadilan Terakhir
Bulan kalender Islam
  • 12 bulan: 4 bulan haram
    • Syahrul-Ḥarām (bulan suci lagi terlarang)
    • Ramaḍān
Ziarah
  • Haji
  • Umrah
Waktu ibada
Waktu doa, salat, dan zikir:
  • Al-ʿAsyiyy (setelah siang atau malam)
  • Al-Ghuduww (pagi)
    • Al-Bukrah (pagi)
    • Aṣ-Ṣabāḥ (pagi)
  • Al-Lail (malamm)
    • Al-ʿIsyāʾ (malam terakhir)
  • Aẓ-Ẓuhr (siang)
  • Dulūk asy-Syams ('tergelincir matahari')
    • Al-Masāʾ ('awal malam')
    • Qabl al-Ghurūb ('sebelum Matahari terbenam')
      • Al-Aṣīl ('setelah siang')
      • Al-ʿAṣr ('siang menjelang sore')
  • Qabl ṭulūʿ asy-Syams ('sebelum Matahari terbit')
    • Al-Fajr ('fajar')
Tersirat
  • Ghadir Khum
  • Lailatul Mabit
  • Umrah Zulkaidah
  • Lain-lain
    Kitab
    • Al-Injīl
    • Al-Qurʾān
    • Ṣuḥufi Ibrāhīm
    • At-Tawrāt
      • Ṣuḥufi-Mūsā
      • Loh Batu
    • Az-Zabūr
    • Ummul-Kitāb
    Benda
    • Hidangan dari langit
    • Bahtera Nuh
    • Tongkat Musa
    • Tābūt as-Sakīnah
    • Singgasana Bilqis
    • Sangkakala Israfil
    Berhala yang disebut
    • 'Ansāb
    • Jibt dan Tagut
    Bani Israil
    • Baʿal
    • ʿIjl (patung anak sapi emas)
    Kaum Nuh
    • Nasr
    • Suwāʿ
    • Wadd
    • Yagūṡ
    • Yaʿūq
    Kaum Quraisy
    • Al-Lāt
    • Al-ʿUzzā
    • Manāt
    Benda angkasa
    Maṣābīḥ:
    • Al-Qamar (Bulan)
    • Kawākib (Planet)
      • Al-Arḍ (Bumi)
    • Nujūm (Bintang)
      • Asy-Syams (Matahari)
    Bagian tumbuhan
  • Baṣal (Bawang merah)
  • Fūm (Bawang putih)
  • Syaṭʾ (Tunas)
  • Sūq (Batang)
  • Zarʿ (Biji-bijian)
  • Buah
    • ʿAdas (Kacang adas)
    • Baql (Herba)
    • Qith-thāʾ (Mentimun)
    • Rummān (Delima)
    • Tīn (Tin)
    • Zaitūn (Zaitun)
    • Di Surga
      • Khuldi
    Tumbuhan
    • Tumbuhan kaum Saba'
      • Aṡl (Tamarisk)
      • Sidr (Celtis australis)
    • Līnah (Palem)
    • Nakhl (Kurma)
    • Sidratulmuntaha
    • Zaqqūm
    Cairan
    • Māʾ (Air)
      • Nahr (Sungai)
      • Yamm (Sungai atau laut)
    • Syarāb (Minuman)

    22°49′30″N 39°04′30″E / 22.82500°N 39.07500°E / 22.82500; 39.07500

    Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Khotbah_Ghadir_Khum&oldid=27528452"
    Kategori:
    • 632
    • Islam abad ke-7
    • Hari peringatan Syiah
    • Ali bin Abi Thalib
    • Sejarah Islam
    • Syiah
    • Sejarah Syiah
    Kategori tersembunyi:
    • Pages using gadget WikiMiniAtlas
    • Halaman Wikipedia dengan templat pelindungan yang salah
    • Use dmy dates from April 2021
    • Artikel mengandung aksara Arab
    • Templat portal dengan seluruh portal berpranala merah
    • Pemeliharaan CS1: Status URL
    • Pranala kategori Commons ditentukan secara lokal
    • Koordinat di Wikidata

    Best Rank
    More Recommended Articles