Ka'ab bin Malik
Ka'ab bin Malik (bahasa Arab: كعب بن مالك) adalah seorang penyair Arab dan salah satu sahabat dari nabi Islam Muhammad yang berasal dari kalangan Anshar. Ia turut serta dalam Bai'at 'Aqabah Kedua dan Pertempuran Uhud. Kisah isolasi Ka'ab pasca Ekspedisi Tabuk masyhur dalam catatan Muslim awal, yang menjadi preseden pertobatan tulus dalam ajaran Islam.[1]
Kehidupan
Bai'at Aqabah
Salah satu periwayatan yang terkenal dari Ka'ab adalah riwayat darinya yang menceritakan Bai'at 'Aqabah Kedua. Ka'ab mengatakan,[2]
Kami berkumpul di suatu jalan setapak guna menunggu kedatangan Rasul Allah, hingga ia tiba di hadapan kami. Nabi bersama Abbas bin Abdul Muthallib yang ketika itu masih berpegang kepada agama kaumnya, akan tetapi ia suka sekali menghadiri urusan anak saudaranya dan sangat percaya kepadanya. Ketika kami duduk bersama, dialah yang membuka pembicaraan, yang disusul pembicaraan dari Rasul Allah. Setelah itu Nabi membacakan Al Qur'an, menyeru kepada Allah dan mengajak mereka mencintai Islam."
Ibnu Abi Hatim menyatakan bahwa Ka'ab adalah salah satu Ahlush Shuffah (sahabat-sahabat Muhammad yang tinggal di pelataran Masjid Nabawi), Dalam catatan tradisional, dikatakan bahwa suku Arab Daus masuk Islam setelah mendengar lantunan syair Ka'ab.
Saat pertempuran Uhud, pasukan Muslim mengira bahwa Muhammad telah terbunuh. Namun, Ka'ab yang berhasil menemukan Muhammad yang sedang terluka, segera berteriak memberitahukan mengenai hal itu. Ini mengakibatkan perubahan jalannya pertempuran dan para sahabat lain seperti Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan al-Harits bin ash-Shammah bergegas mendatangi dan membantu Muhammad yang terluka.[3]
Isolasi
Ka'ab dikenal dalam sumber-sumber awal karena kisah isolasinya, dikatakan bahwa pada Ekspedisi Tabuk, ia terlena dengan kebunnya sehingga ia tertinggal mengikuti ekspedisi. Sementara di Tabuk, Muhammad mencari keberadaannya, dan salah seorang temannya bercanda bahwa Ka'ab "sedang berselimut sampai hanya ketiaknya yang terlihat", ucapan yang segera ditegur oleh Mu'adz bin Jabal.[1] Ketika pasukan Muhammad pulang ke Madinah, Ka'ab menemui Muhammad dan bersikap jujur bahwa ia terlena dan tidak mengikuti ekspedisi, tidak seperti "orang-orang yang banyak membuat alasan." Muhammad mengonfirmasi kejujuran Ka'ab dan keputusan untuknya ditangguhkan sampai Muhammad menerima wahyu Tuhan untuk itu. Keputusan serupa juga didapatkan oleh Hilal bin Umayyah dan Murarah bin Rabi', yang sama seperti Ka'ab, tidak membuat alasan dan berkata jujur.[1]
Ka'ab dan ketiga temannya diisolasi selama 50 hari, mereka tidak berinteraksi dengan Muslim sampai akhirnya Al-Qur'an 9:118 turun dan pertobatan mereka diterima. Ka'ab yang senang ingin menyedekahkan seluruh hartanya, namun Muhammad menyarankan agar Ka'ab tetap menyimpan hartanya.[1]
Kematian
Ibnu Abi Hatim mencatat bahwa Ka'ab mengalami kebutaan pada masa pemerintahan Khalifah Umayyah pertama, Muawiyah bin Abu Sufyan. Ka'ab bin Malik meninggal dunia pada tahun 661 M (40 H) di awal masa pemerintahan Muawiyah.[1]
Referensi
- ^ a b c d e Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-270-8
- ^ Katsir, Ibnu (2012). Terjemah Al Bidayah wa an-Nihayah. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-044-5
- ^ Tabhari, Imam (2012). Terjemah Tarikh ath-Thabari Vol. 2. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-8439-68-8