Konklaf

Konklaf (dari bahasa Latin: cum clave, "dengan kunci") adalah suatu pertemuan Dewan Kardinal tertutup dan rahasia yang diadakan untuk memilih seorang Paus, yang merupakan Uskup Roma sekaligus kepala Gereja Katolik Roma sedunia.[1] Penganut agama Katolik menganggap bahwa Paus merupakan penerus dari Santo Petrus dan pemimpin umat Gereja Katolik di bumi.[2] Konklaf adalah metode historis tertua untuk memilih kepala negara tertentu yang masih digunakan hingga saat ini. Peraturan yang berlaku saat ini yang mengatur konklaf kepausan ditetapkan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam konstitusi apostoliknya tahun 1996, Universi Dominici Gregis. Dalam pengantarnya, Yohanes Paulus II mencatat: "Pemeriksaan sejarah yang cermat menegaskan baik kesesuaian lembaga ini, mengingat keadaan di mana lembaga ini berasal dan secara bertahap mengambil bentuk definitif, dan kegunaannya yang berkelanjutan untuk fungsi pemilihan itu sendiri yang tertib, cepat dan tepat, terutama di saat-saat ketegangan dan pergolakan."[3]
Setelah adanya campur tangan politik pada pemungutan suara Dewan Kardinal menyebabkan mandeknya pemilihan Paus pada tahun 1268–1271 dan terjadinya interregnum panjang, Gereja melakukan reformasi terhadap proses pemilihan Paus, yang berpuncak pada dikeluarkannya bulla Ubi periculum oleh Paus Gregorius X, yang diratifikasi dalam Konsili Lyon II pada tahun 1274. Keputusan tersebut menyebutkan bahwa para kardinal yang memiliki suara harus dalam keadaan terkunci dalam pengasingan atau cum clave (frasa dalam bahasa Latin yang berarti "dengan kunci") untuk melakukan pemilihan secara rahasia dan tidak diizinkan untuk keluar sampai seorang paus baru telah terpilih.[4] Saat ini, konklaf selalu diadakan di Kapel Sistina yang terletak di dalam Kompleks Istana Apostolik di Vatikan.[3]
Selama beberapa abad sejak zaman apostolik, uskup Roma beserta uskup-uskup lainnya dipilih melalui konsensus di antara para klerus dan umat awam di keuskupan setempat.[5] Lembaga yang berhak dalam memilih Paus mulai ditegaskan secara jelas ketika Dewan Kardinal ditetapkan sebagai satu-satunya badan pemilih pada tahun 1059.[6] Setelah itu, beberapa detail-detail tambahan, terutama aturan cum clave, ditambahkan kemudian seiring berjalannya waktu. Pada tahun 1970, Paus Paulus VI menetapkan syarat usia bagi para kardinal yang berhak memilih, yaitu di bawah usia 80 tahun, di dalam dokumen motu proprio berjudul Ingravescentem aetatem. Prosedur pemilihan Paus terbaru ditetapkan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam konstitusi apostolik berjudul Universisi Dominici gregis,[3] yang kemudian diubah oleh Paus Benediktus XVI pada tahun 2007 dan 2013.[7] Berdasarkan aturan terbaru, seseorang memerlukan dua pertiga suara mayoritas untuk terpilih menjadi Paus baru.[8][9] Konklaf terakhir terjadi pada tahun 2013, ketika Jorge Mario Bergoglio terpilih sebagai Paus Fransiskus menggantikan Paus Benediktus XVI.
Sejarah

Konklaf adalah sebuah ritual pemilihan Paus baru yang praktisnya tidak berubah sudah sejak delapan abad.[10] Paus Gregorius X yang pertama kali menggunakan kata ini pada tahun 1274 dan menetapkan landasan untuk konklaf-konklaf aktual. .
Sebuah konklaf dimulai antara 15 dan 20 hari setelah meninggalnya Paus. Batas waktu ini ditetapkan pada abad pertengahan, mengingat perjalanan ke Roma pada waktu itu memakan waktu berminggu-minggu. Meskipun sekarang perjalanan ke Roma bukan lagi menjadi masalah, batas waktu ini tetap berlaku untuk memberikan kesempatan kepada para Kardinal untuk bertukar pikiran antara mereka mengenai keadaan Gereja dan, meskipun tidak diharuskan, tentang para calon pengganti Paus. Waktu jeda ini dinamakan novemdiales.
Periode ini berakhir dengan misa Pro Eligendo Papa, dihadiri oleh semua Kardinal dari seluruh dunia di Basilik Santo Petrus pada pagi hari di mana dimulainya konklaf. Setelah itu, para anggota Kardinal elektor menuju Kapel Sistina tempat berlangsungnya proses pemilihan Paus baru.
Praktis modern

Pada tahun 1996, Yohanes Paulus II mengumumkan konstitusi apostolik baru, Universi Dominici gregis, yang dengan sedikit amandemen oleh Paus Benediktus XVI kini mengatur proses pemilihan paus, menghapuskan semua konstitusi sebelumnya, tetapi mempertahankan banyak prosedur yang berasal dari masa yang jauh lebih awal. Di bawah Universi Dominici gregis, para kardinal elektor akan ditempatkan di sebuah bangunan khusus yang dibangun di Kota Vatikan bernama Domus Sanctae Marthae, tetapi tetap memlakukan pemungutan suara di Kapel Sistina.[11]
Beberapa tugas dilakukan oleh dekan Dewan Kardinal, yang selalu merupakan seorang kardinal uskup. Jika dekan tidak berhak untuk berpartisipasi dalam konklaf karena batasan usia, tempatnya akan diambil alih oleh wakil dekan, yang juga selalu merupakan seorang kardinal uskup. Jika wakil dekan juga tidak dapat berpartisipasi, kardinal uskup senior yang berpartisipasi akan menjalankan fungsinya.[12]
Kematian paus
Disaat kematian Paus terjadi, kardinal camerlengo, atau chamberlain memverifikasi kematiannya, yang secara tradisional melakukan tugas tersebut dengan menyebutkan nama baptisnya (bukan nama paus) sebanyak tiga kali di hadapan pemimpin perayaan liturgi kepausan, dan para pendeta, sekretaris, dan kanselir dari kamar apostolik. Sang camerlengo kemudian akan mengambil alih Cincin Nelayan yang dikenakan oleh Paus; cincin tersebut, bersama dengan segel kepausan, kemudian dihancurkan di hadapan Dewan Kardinal. Tradisi ini berasal untuk menghindari pemalsuan dokumen, tetapi saat ini hanya menjadi simbol berakhirnya kekuasaan Paus.[13][14]
Selama sede vacante, kekuasaan terbatas tertentu diberikan kepada Dewan Kardinal, yang dipanggil oleh dekan Dewan Kardinal. Semua kardinal wajib menghadiri kongregasi umum kardinal, kecuali mereka yang kesehatannya tidak memungkinkan, atau yang berusia di atas delapan puluh tahun (tetapi para kardinal tersebut dapat memilih untuk hadir jika mereka berkenan sebagai anggota tidak memilih). Kongregasi khusus yang menangani masalah sehari-hari Gereja meliputi kardinal camerlengo dan tiga kardinal asisten — satu kardinal uskup, satu kardinal imam, dan satu kardinal diakon yang dipilih melalui undian. Setiap tiga hari, kardinal asisten baru dipilih melalui undian. Camerlengo dan asisten bertanggung jawab, antara lain, untuk menjaga kerahasiaan konklaf.[15]
Kongregasi harus membuat pengaturan tertentu sehubungan dengan pemakaman paus, yang menurut tradisi berlangsung dalam waktu empat hingga enam hari setelah kematian paus, sehingga memberi waktu bagi para peziarah untuk melihat paus yang telah meninggal, dan berlangsung dalam periode berkabung sembilan hari yang dikenal sebagai novemdiales (bahasa Latin untuk 'sembilan hari'). Kongregasi juga menentukan tanggal dan waktu dimulainya konklaf. Konklaf biasanya berlangsung lima belas hari setelah kematian Paus, tetapi kongregasi dapat memperpanjang periode tersebut hingga maksimum dua puluh hari untuk memungkinkan kardinal lain tiba di Kota Vatikan.[16]
Sebelum penyegelan Kapel Sistina
Sebelum para kardinal diasingkan dalam Kapel Sistina, mereka mendengarkan dua khotbah sebelum pemilihan: satu sebelum benar-benar memasuki konklaf, dan satu lagi setelah mereka berada di Kapel tersebut. Dalam kedua kasus, khotbah dimaksudkan untuk memaparkan keadaan Gereja saat ini, dan untuk menunjukkan kualitas yang diperlukan bagi seorang paus pada waktu tertentu.
Pada pagi hari yang ditentukan oleh kongregasi kardinal, para kardinal elektor berkumpul di Basilika Santo Petrus untuk merayakan Misa. Kemudian mereka berkumpul pada sore hari di Kapel Paulina di Istana Apostolik dan berprosesi ke Kapel Sistina sambil menyanyikan Litani Para Kudus. Para kardinal juga akan menyanyikan Veni Creator Spiritus, memohon kehadiran Roh Kudus,[17] kemudian mengambil sumpah untuk menaati prosedur yang ditetapkan oleh konstitusi apostolik; untuk, jika terpilih, membela kemerdekaan Takhta Suci; untuk menjaga kerahasiaan; dan untuk mengabaikan instruksi otoritas sekuler tentang pemungutan suara. Kardinal senior kemudian membacakan sumpah dengan suara keras secara lengkap; sesuai urutan prioritas (jika pangkat mereka sama, senioritas mereka dianggap sebagai prioritas), para kardinal elektor lainnya mengulangi sumpah, sambil menyentuh Injil. Sumpahnya adalah:[18]
Et ego [nama pemberian] Cardinalis [nama keluarga] spondeo, voveo ac iuro. Sic me Deus adiuvet et haec Sancta Dei Evangelia, quae manu mea tango.
Dan saya, [nama pemberian] Kardinal [nama keluarga], berjanji dan bersumpah. Semoga Tuhan menolong saya dan Injil Suci yang saya sentuh dengan tangan saya.
Pengasingan dalam Kapel Sistina dan kerahasiaan proses
Setelah semua kardinal yang hadir mengucapkan sumpah, pemimpin perayaan liturgi kepausan memerintahkan semua orang selain para kardinal elektor dan peserta konklaf untuk meninggalkan kapel. Mengikuti tradisi, ia berdiri di pintu Kapel Sistina dan berseru: Extra omnes! (bahasa Latin untuk 'Di luar, kalian semua!'). Ia kemudian menutup pintu.[19]
Pemimpin upacara itu sendiri dapat tetap tinggal, sebagaimana halnya seorang rohaniwan yang ditunjuk oleh jemaat sebelum dimulainya pemilihan. Rohaniwan tersebut menyampaikan pidato mengenai masalah-masalah yang dihadapi Gereja dan tentang kualitas-kualitas yang perlu dimiliki oleh paus baru. Setelah pidato berakhir, pendeta tersebut pergi. Setelah pembacaan doa, kardinal senior menanyakan apakah masih ada keraguan terkait prosedur. Setelah keraguan tersebut diklarifikasi, pemilihan dapat dimulai. Kardinal yang datang setelah konklaf dimulai tetap diperbolehkan masuk. Kardinal yang sakit atau perlu menggunakan toilet dapat meninggalkan konklaf dan kemudian diperbolehkan masuk kembali, tetapi kardinal yang pergi karena alasan lain tidak boleh kembali. [20]
Meskipun di masa lalu para kardinal elektor dapat didampingi oleh petugas ("konklavis"), kini hanya seorang perawat yang boleh mendampingi kardinal yang karena alasan kesehatan yang buruk, sebagaimana dikonfirmasi oleh Kongregasi Kardinal, membutuhkan bantuan tersebut.[3] Sekretaris Dewan Kardinal, pemimpin perayaan liturgi kepausan, dua pemimpin upacara, dua petugas Sakristi Kepausan, dan seorang pendeta yang membantu dekan Dewan Kardinal juga diperbolehkan masuk ke konklaf. Para imam tersedia untuk mendengarkan pengakuan dosa dalam berbagai bahasa; dua orang dokter juga diperbolehkan masuk. Terakhir, sejumlah staf pembantu yang sangat terbatas diizinkan untuk mengurus rumah tangga dan menyiapkan serta menyajikan makanan.
Kerahasiaan dijaga sangat ketat selama konklaf; para kardinal serta para konklavis dan staf dilarang untuk mengungkapkan informasi apa pun yang berkaitan dengan pemilihan. Para kardinal elektor tidak boleh berkorespondensi atau berbicara dengan siapa pun di luar konklaf, melalui pos, radio, telepon, internet, media sosial, atau lainnya, dan menguping merupakan pelanggaran yang dapat dihukum dengan ekskomunikasi otomatis (latae sententiae). Hanya tiga kardinal elektor yang diizinkan untuk berkomunikasi dengan dunia luar dalam keadaan yang serius, dengan persetujuan terlebih dahulu dari dewan kardinal, untuk memenuhi tugas mereka: Penitensiaria Utama, vikaris kardinal untuk Keuskupan Roma, dan vikaris jenderal untuk Negara Kota Vatikan.[3]
Sebelum konklaf yang memilih Paus Fransiskus, Kapel Sistina "disapu" untuk mendeteksi "alat penyadap" atau perangkat pengawasan tersembunyi (tidak ada laporan yang menyebutkan adanya alat tersebut, tetapi pada konklaf sebelumnya, wartawan pers yang menyamar sebagai pelayan konklaf ditemukan). Universi Dominici gregis secara khusus melarang media seperti surat kabar, radio, dan televisi.[21] Akses Wi-Fi juga akan diblokir sementara di Kota Vatikan selama konklaf berlangsung dan pengacau sinyal nirkabel dipasang di Kapel Sistina untuk mencegah segala bentuk komunikasi elektronik ke atau dari para kardinal elektor.[22]
Prosedur
Pada sore hari pertama, satu pemungutan suara (disebut sebagai scrutiny) dapat diadakan, tetapi tidak diwajibkan. Jika pemungutan suara dilakukan pada sore hari pertama dan tidak ada yang terpilih, atau tidak ada pemungutan suara yang dilakukan, maksimal empat pemungutan suara diadakan pada setiap hari berikutnya: dua pada setiap pagi dan dua pada setiap sore. Sebelum memberikan suara pada pagi hari dan sekali lagi sebelum memberikan suara pada sore hari, para pemilih bersumpah untuk mematuhi peraturan konklaf. Jika tidak ada hasil yang diperoleh setelah tiga hari pemungutan suara, proses tersebut ditangguhkan selama maksimal satu hari untuk doa dan pidato oleh kardinal diakon senior. Setelah tujuh pemungutan suara berikutnya, proses tersebut dapat ditangguhkan lagi dengan cara yang sama, dengan pidato yang sekarang disampaikan oleh kardinal senior. Jika, setelah tujuh pemungutan suara berikutnya, tidak ada hasil yang diperoleh, pemungutan suara ditangguhkan sekali lagi, dengan pidato yang disampaikan oleh kardinal uskup senior. Setelah tujuh pemungutan suara berikutnya, akan ada hari doa, refleksi, dan dialog. Dalam pemungutan suara berikut, hanya dua nama yang memperoleh suara terbanyak pada pemungutan suara terakhir yang akan memenuhi syarat dalam pemilihan putaran kedua, yang masih memerlukan mayoritas dua pertiga. Dua orang yang dipilih, bahkan jika mereka adalah kardinal elektor, tidak akan memiliki hak untuk memilih.[8]
Proses pemungutan suara terdiri dari tiga fase: "pra-pemungutan", "pemungutan", dan "pasca-pemungutan".
Untuk memilih seorang Paus harus memenuhi 2/3 suara dari para Kardinal elektor yang berumur kurang dari 80 tahun (ditambah satu bila jumlah para Kardinal bukan kelipatan tiga). Pemilihan, jika perlu, bisa berlangsung tujuh kali dalam periode 3 hari. Selama pemilihan, kepada para Kardinal diserahkan sebuah buletin dari kertas putih berukuran empat persegi panjang yang bagian atasnya tertulis Eligo in summum pontificem, dengan tempat untuk menuliskan nama kardinal yang ingin dipilih. Dituntut tulisan jelas dan dengan huruf besar. Setelah diisi, para Kardinal membawa buletin sedemikian sehingga terlihat jelas di tangan dan dimasukkan ke dalam kotak yang disediakan di depan altar.
Pemungutan
Tahap pemungutan pemilihan adalah sebagai berikut: Para kardinal elektor melanjutkan, sesuai urutan prioritas, untuk membawa surat suara mereka yang telah diisi (yang hanya memuat nama individu yang dipilih) ke altar, tempat para pemeriksa berdiri. Sebelum memberikan suara, setiap kardinal elektor mengucapkan sumpah berbahasa Latin sebagai berikut:
Testor Christum Dominum, qui me iudicaturus est, me eum eligere, quem secundum Deum iudico eligi debere.
Aku memanggil sebagai saksiku Kristus Tuhan, yang akan menghakimi aku, bahwa aku memilih dia yang menurut penilaian Allah harus dipilih.
Jika ada kardinal elektor di kapel, tetapi tidak dapat menuju altar karena sakit, pengawas terakhir dapat mendatanginya dan mengambil surat suaranya setelah sumpah diucapkan. Jika ada kardinal elektor yang karena sakit harus tinggal di kamarnya, para infirmarii akan pergi ke kamar mereka dengan membawa surat suara dan sebuah kotak. Kardinal yang sakit melengkapi surat suara dan kemudian mengambil sumpah serta memasukkan surat suara ke dalam kotak. Ketika para infirmarii kembali ke kapel, surat suara dihitung untuk memastikan jumlahnya sama dengan jumlah kardinal yang sakit; setelah itu, surat suara disimpan di tempat yang sesuai. Sumpah ini diambil oleh semua kardinal saat mereka memberikan suara. Jika tidak ada yang terpilih pada pemeriksaan pertama, maka pemeriksaan kedua segera menyusul. Maksimal empat pemungutan dapat dilakukan setiap hari, dua pada pagi hari dan dua pada sore hari.
Setelah semua suara diberikan, pengawas pertama yang dipilih mengocok wadah, dan pengawas terakhir mengambil dan menghitung surat suara. Jika jumlah surat suara tidak sesuai dengan jumlah kardinal elektor yang hadir (termasuk kardinal yang sakit di ruangan mereka), surat suara dibakar, tidak dibaca, dan pemungutan suara diulang. Jika tidak ada penyimpangan yang diamati, surat suara dapat dibuka dan suara dihitung. Setiap surat suara dibuka oleh pengawas pertama; ketiga pengawas secara terpisah menuliskan nama yang tertera pada surat suara. Pengawas terakhir membacakan nama tersebut dengan suara keras.
Setelah semua surat suara dibuka, fase pasca-pemeriksaan terakhir dimulai.


Pasca-pemungutan
Para pengawas menghitung semua suara, dan para penyeleksi memeriksa surat suara dan nama-nama pada daftar pengawas untuk memastikan tidak ada kesalahan. Surat suara kemudian dibakar oleh para pengawas dengan bantuan sekretaris Dewan Kardinal dan para pembawa acara. Jika pemeriksaan pertama yang diadakan pada pagi atau sore hari tidak menghasilkan pemilihan, para kardinal segera melanjutkan pemeriksaan berikutnya. Dokumen dari kedua pemeriksaan tersebut kemudian dibakar bersama-sama pada akhir pemungutan kedua.
Fumata
Dimulai pada awal tahun 1800-an, surat suara yang digunakan oleh para kardinal dibakar setelah setiap pemungutan suara untuk menandakan kegagalan pemilihan.[24][25] Sebaliknya, tidak adanya asap menandakan keberhasilan pemilihan.[26][24] Sejak tahun 1914, asap hitam (fumata nera) yang muncul dari cerobong sementara yang dipasang di atap Kapel Sistina menandakan bahwa pemungutan suara tidak menghasilkan pemilihan, sementara asap putih (fumata bianca) mengumumkan bahwa seorang paus baru telah dipilih.[23][27]
Paus baru
Setelah pemilihan selesai dan dua pertiga suara telah dimiliki oleh seorang kandidat, kardinal dekan memanggil sekretaris Dewan Kardinal dan pemimpin perayaan liturgi kepausan ke dalam aula. Kemudian, dekan bertanya kepada paus terpilih apakah ia menyetujui pemilihan tersebut, dengan berkata dalam bahasa Latin:
Acceptasne electionem de te canonice factam in Summum Pontificem?
Apakah Anda menerima pemilihan kanonik Anda sebagai Paus Tertinggi?
Tidak ada persyaratan bagi paus terpilih untuk mengatakan menerima, dan ia bebas untuk menjawab Non accepto ('Saya tidak menerima').
Dalam praktiknya, setiap kardinal yang tidak ingin menerima akan secara eksplisit menyatakan hal ini sebelum ia menerima jumlah suara yang cukup untuk menjadi paus, seperti yang dilakukan Giovanni Colombo pada bulan Oktober 1978.[28][29]
Jika ia menerima, dan sudah menjadi uskup, ia segera memangku jabatan. Jika ia bukanlah uskup, ia harus ditahbiskan terlebih dahulu sebagai uskup sebelum ia dapat memangku jabatan. Jika seorang imam terpilih menjadi paus, dekan Dewan Kardinal menahbiskannya terlebih dahulu sebagai uskup; jika seorang awam terpilih, maka dekan pertama-tama menahbiskannya sebagai diakon, kemudian imam, dan baru kemudian menahbiskannya sebagai uskup. Hanya setelah menjadi uskup, paus terpilih memangku jabatan. Fungsi-fungsi dekan ini diambil alih, jika perlu, oleh sub-dekan, dan jika sub-dekan juga terhalang, fungsi-fungsi tersebut diambil alih oleh uskup kardinal senior yang hadir.
Sejak tahun 533,[30] paus yang baru juga telah memutuskan nama regnalnya. Paus Yohanes II adalah orang pertama yang mengadopsi nama kepausan baru; ia merasa bahwa nama aslinya, Mercurius, tidak tepat, karena itu juga merupakan nama dewa Romawi. Dalam kebanyakan kasus, bahkan jika pertimbangan tersebut tidak ada, paus cenderung memilih nama kepausan yang berbeda dari nama baptis mereka; paus terakhir yang memerintah dengan nama baptisnya adalah Paus Marselus II (1555). Setelah paus yang baru terpilih menerima pemilihannya, dekan bertanya kepadanya tentang nama kepausannya, dengan berkata dalam bahasa Latin:
Quo nomine vis vocari?
Dengan nama apa Anda ingin dipanggil?
Setelah nama kepausan dipilih, para pejabat diterima kembali dalam konklaf, dan pemimpin perayaan liturgi kepausan menulis dokumen yang mencatat penerimaan dan nama baru paus.

Kemudian, paus terpilih pergi ke Ruang Air Mata, sebuah ruangan merah kecil di sebelah Kapel Sistina; dijuluki demikian karena emosi kuat sering dialami oleh paus baru terpilih. Paus terpilih kemudian berpakaian sendiri, memilih satu set jubah kepausan—terdiri dari jubah putih, rochettum, dan mozeta merah—dari tiga ukuran yang disediakan. Ia kemudian mengenakan salib dada berenda emas, stola bersulam merah dan emas, lalu zucchetto kepausan putih di kepalanya.
Selanjutnya, protodiakon dari Dewan Kardinal (diakon kardinal senior) muncul di loggia basilika untuk mengumumkan paus baru. Ia biasanya melanjutkan dengan rumus Latin tradisional berikut (dengan asumsi bahwa seorang kardinal telah dipilih):[31]
Annuntio vobis gaudium magnum; |
Saya umumkan kepada Anda suatu sukacita besar; |
Paus baru kemudian muncul di balkon dan disambut riuh oleh khalayak, sementara band kuningan di halaman depan memainkan Lagu Kepausan. Ia kemudian menyampaikan berkat Urbi et Orbi. Pada kesempatan ini, Paus dapat memilih untuk memberikan berkat episkopal yang lebih pendek sebagai berkat apostolik pertamanya, bukan berkat Urbi et Orbi tradisional; hal ini terjadi terakhir kali dengan Paus Paulus VI setelah pemilihannya pada konklaf 1963.[32]
Lihat pula
Referensi
- ^ (Indonesia) Arti kata Konklaf dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
- ^
Fanning, William H. W. (1913). "Vicar of Christ". Dalam Herbermann, Charles. Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company.
- ^ a b c d e John Paul II (22 February 1996). Universi Dominici gregis Diarsipkan 6 May 2007 di Wayback Machine.. Apostolic constitution. Vatican City: Vatican Publishing House.
- ^
Goyau, Georges (1913). "Second Council of Lyons (1274)". Dalam Herbermann, Charles. Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company.
- ^ Baumgartner 2003, p. 4.
- ^
Weber, N. A. (1913). "Pope Nicholas II". Dalam Herbermann, Charles. Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company.
- ^ "Pope Issues Conclave Motu Proprio" Diarsipkan 13 December 2017 di Wayback Machine. National Catholic Register. 25 February 2013.
- ^ a b Benedict XVI (11 June 2007). De aliquibus mutationibus in normis de electione Romani Pontificis Diarsipkan 22 December 2017 di Wayback Machine. (in Latin). Motu proprio. Vatican City: Vatican Publishing House.
- ^ "Pope alters voting for successor" Diarsipkan 14 September 2007 di Wayback Machine.. BBC News. 26 June 2007.
- ^ "Proses Pemilihan Paus Baru: Berapa Lama Setelah Paus Fransiskus Meninggal?". merdeka.com. 21 April 2025. Diakses tanggal 21 April 2025.
- ^ "Interesting Conclave Facts". ewtn.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 July 2018. Diakses tanggal 7 September 2006.
- ^ "Cardinal Sodano elected dean of College of Cardinals". Cwnews.com. 2 May 2005. Diakses tanggal 12 March 2013.
- ^ "Toward the conclave #1: the office of camerlengo". Cwnews.com. 5 April 2005. Diakses tanggal 12 March 2013.
- ^ Menachery George "Last Days of Pope John Paul II"http://www.indianchristianity.com/html/Books.html Diarsipkan 28 October 2015 di Wayback Machine.
- ^ Sede Vacante Diarsipkan 25 August 2006 di Wayback Machine., from Aquinas publishing
- ^ For a description of John Paul II's burial see A pope among popes Diarsipkan 19 June 2006 di Wayback Machine.
- ^ "Veni Creator Spiritus". Catholic Encyclopedia. New Advent. Diakses tanggal 11 August 2016.
- ^ Cardinals begin voting for new Pope Diarsipkan 13 July 2015 di Wayback Machine. (video, at 2:40 mins), Daily Telegraph, 12 March 2013. Retrieved 13 March 2013.
- ^ Cardinals Gather to Mourn Pope, Choose Successor Diarsipkan 28 September 2013 di Wayback Machine., 04.04.05, Newshour,
- ^ Jika seorang kardinal yang mempunyai hak pilih menolak memasuki Kota Vatikan untuk ikut serta dalam pemilihan, atau kemudian, setelah pemilihan dimulai, menolak untuk tetap tinggal dalam rangka melaksanakan tugasnya, tanpa alasan yang jelas berupa sakit yang dibuktikan di bawah sumpah oleh dokter dan dibenarkan oleh mayoritas pemilih, maka para kardinal lainnya boleh melanjutkan pemilihan dengan bebas, tanpa menunggunya atau menerimanya kembali.The Election of a New Pope Diarsipkan 17 October 2006 di Wayback Machine., Malta Media.
- ^ 2 – Secret conclave Diarsipkan 20 April 2005 di Wayback Machine., from the BBC
- ^ Poggioli, Sylvia (9 March 2013). "At The Vatican, A Social Media Blackout Keeps Cardinals Pure". NPR. Diakses tanggal 12 March 2013.
- ^ a b c Chumley, Cheryl K. (12 March 2013). "What Do American Catholics Want in the Next Pope?". Fox News. The Washington Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 July 2017. Diakses tanggal 15 March 2013.
- ^ a b Pio, Oscar (1876). Storia popolare d'Italia dall'origine fino all'acquisto di Roma nell'anno 1870 compilata da Oscar Pio sulle tracce di Guicciardini, Botta, Balbo, Sismondi, Coletta, Cantù, La Farina, Varchi ecc (dalam bahasa Italia). G. Bestetti. hlm. 232.
- ^ The Parterre of fiction, poetry, history [&c.] (dalam bahasa Inggris). 1835. hlm. 398.
- ^ The North British Review (dalam bahasa Inggris). W.P. Kennedy. 1850. hlm. 181.
- ^ Baumgartner, Frederic (2003). Behind Locked Doors: A History of the Papal Elections
(dalam bahasa Inggris). Palgrave Macmillan. hlm. 241-245. ISBN 978-0-312-29463-2. Diakses tanggal 18 February 2020.
smoke.
- ^ Thomas J. Reese SJ, Inside The Vatican: The Politics and Organization of the Catholic Church, Harvard University Press (1996), p. 99.
- ^ Menachery George, Vatican Adventure http://www.indianchristianity.com/html/menachery/html/GeorgeMenachery.htm Diarsipkan 14 December 2017 di Wayback Machine.
- ^
Satu atau lebih kalimat sebelum ini memuat teks dari suatu penerbitan yang sekarang berada dalam ranah publik: Mann, Horace K. (1910). "Pope John II". Dalam Herbermann, Charles. Catholic Encyclopedia. 8. New York: Robert Appleton.
- ^ "L'annuncio dell'elezione del Papa" [Announcement of the election of the Pope]. Sala Stampa della Santa Sede. 13 March 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 October 2014. Diakses tanggal 1 April 2020.
- ^ Elezione Papa Paolo VI (1963) Diarsipkan 23 January 2014 di Wayback Machine.. YouTube. Accessed on 22 December 2012.
Pustaka
- Baumgartner, Frederic J. (2003). Behind Locked Doors: A History of the Papal Elections. Palgrave Macmillan. ISBN 978-0-312-29463-2.