Nur Ilah dari Samudera Pasai
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. (Mei 2025) |

Ratu Nur Ilah (juga dikenal sebagai Ratu Al-Aqla) adalah salah satu penguasa perempuan terawal dalam sejarah Islam di Nusantara. Ia memerintah Kesultanan Samudra Pasai pada abad ke-14, salah satu kerajaan Islam terawal di Asia Tenggara yang terletak di pesisir utara Sumatra (sekarang Aceh Utara). Ia merupakan salah satu dari sedikit perempuan yang berhasil menduduki posisi kepala negara di kawasan Asia Tenggara pada abad ke-14. Pemerintahannya diyakini berlangsung sekitar pertengahan abad ke-14 dan berkaitan erat dengan dinamika kekuasaan Majapahit terhadap wilayah-wilayah pesisir utara Sumatra.
Latar Belakang
Ratu Nur Ilah diyakini sebagai keturunan Sultan Malik al-Zahir dari dinasti Malikussaleh yang memimpin Samudra Pasai. Ia hidup dan berkuasa di tengah masa transisi, ketika pengaruh Majapahit mulai menancap di wilayah pesisir Sumatra, termasuk Pasai. Dalam naskah Negarakertagama disebutkan bahwa Pasai pernah ditaklukkan oleh ekspedisi Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada.[1]
Pemerintahan
Meskipun tidak banyak catatan tertulis mengenai masa pemerintahan Ratu Nur Ilah, ia dikenang sebagai tokoh penting dalam keberlanjutan kekuasaan Pasai setelah intervensi Majapahit. Beberapa sumber mencatat bahwa ia juga pernah memiliki kekuasaan atau pengaruh hingga ke Kedah di Semenanjung Malaya, menunjukkan jaringan kekuasaan dan hubungan diplomatik lintas Selat Malaka pada masanya.[1]
Menurut tradisi lisan dan bukti arkeologis, terdapat makam kuno yang diyakini sebagai makam Ratu Nur Ilah di Matangkuli, Aceh Utara. Pada nisan tersebut tertulis nama "Ratu Ilah Nur" dan tahun wafatnya yang diperkirakan sekitar 1365 M, nisan ini memuat aksara Arab dan aksara Jawa kuno.[2]
Konteks Sosial dan Budaya
Ratu Nur Ilah merupakan bagian dari sejarah panjang kepemimpinan perempuan dalam tradisi Islam di Aceh dan Nusantara. Di kemudian hari, Aceh dikenal sebagai wilayah yang memberikan tempat terhormat bagi kepemimpinan perempuan, sebagaimana terlihat pada pemerintahan empat sultanah Aceh Darussalam antara abad ke-17 hingga awal abad ke-18. Kehadiran pemimpin perempuan seperti Nur Ilah memperlihatkan bahwa kepemimpinan perempuan bukan hal yang asing dalam sejarah Islam di Nusantara.[3]
Warisan dan Pengakuan
Meski minim catatan sejarah tertulis, keberadaan Ratu Nur Ilah diakui oleh berbagai kalangan sebagai simbol kepemimpinan perempuan yang kuat dan visioner. Ia sering dijadikan contoh dalam diskursus tentang peran perempuan dalam politik dan sejarah Islam Nusantara. Ia juga disebut dalam buku Wanita Utama Nusantara dalam Lintasan Sejarah oleh Ismail Sofyan, Teuku Ibrahim Alfian, dan Hasan Basri, yang menempatkannya sejajar dengan tokoh-tokoh perempuan besar lainnya seperti Ratu Nahrasiyah dan Laksamana Malahayati.[2]
Lihat pula
Referensi
- ^ a b "Ratu Nurilah Perempuan Penguasa Pasai dan Kedah Malaysia". Portalsatu.com. 2018-05-26. Diakses tanggal 2025-05-19.
- ^ a b Vandestra, Muhammad (2018-1-8). Pahlawan Wanita Muslimah Dari Kerajaan Aceh Yang Melegenda. Dragon Promedia. ISBN 9781370830879. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ M. Suud, Fitriah (2015). "Perempuan Islam dalam Sejarah Kerajaan Aceh (1641-1699 M)". Serambi Tarbawi, Jurnal Studi Pemikiran, Riset, dan Pengembangan Pendidikan Islam. 3 (1): 27.