More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Safiatuddin dari Aceh - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Safiatuddin dari Aceh - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Safiatuddin dari Aceh

  • العربية
  • Basa Bali
  • Deutsch
  • English
  • Minangkabau
  • Bahasa Melayu
  • Русский
  • Svenska
  • Українська
  • Tiếng Việt
  • 閩南語 / Bân-lâm-gí
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tajul Alam Safiatuddin
تاج العالم صافية الدين
Sultanah
Penggambaran modern Sultanah Safiatuddin.
Sultanah Aceh
Berkuasa18 Februari 1641 – 23 Oktober 1675
PendahuluIskandar Tsani
PenerusNaqiatuddin
Permaisuri Kesultanan Aceh
Tenure27 Desember 1636 – 15 Februari 1641
PendahuluKamaliah dari Pahang (Putroe Phang)
KelahiranSri Alam
1612
Bandar Aceh Darussalam, Kesultanan Aceh
Kematian23 Oktober 1675
Bandar Aceh Darussalam, Kesultanan Aceh
PasanganIskandar Tsani
Nama lengkap
Tajul Alam Safiatuddin
Nama takhta
Paduka Sri Sultanah Tajul-’Alam Safiatuddin Syah Johan Berdaulat Zillu’llahi fi’l-’Alam binti al-Marhum Sri Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Syah
WangsaMeukuta Alam–Darul Kamal
AyahIskandar Muda
AgamaIslam Sunni

Sultanah Safiatuddin bergelar Paduka Sri Sultanah Tajul-’Alam Safiatuddin Syah Johan Berdaulat Zillu’llahi fi’l-’Alam binti al-Marhum Sri Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Syah. Anak tertua dari Sultan Iskandar Muda dan dilahirkan pada tahun 1612[1] dengan nama Putri Sri Alam. Safiatuddin Tajul-’Alam memiliki arti “kemurnian iman, mahkota dunia.” Ia memerintah antara tahun 1641-1675. Diceritakan bahwa ia gemar mengarang sajak dan cerita serta membantu berdirinya perpustakaan di negerinya.[2] Menurut sejarawan Sher Banu A.L. Khan, kajian dan literatur Islam berkembang pesat pada masa Sultanah Safiatuddin sehingga dapat dianggap sebagai "zaman keemasan Islam dan Melayu di Aceh yang tak tertandingi hingga kini".[3] Selain itu, menurut Bustanus Salatin, ekonomi dan perdagangan Aceh menggeliat pada masa Safiatuddin.[4] Safiatuddin meninggal pada tanggal 23 Oktober 1675.[1] [5]

Riwayat

[sunting | sunting sumber]

Sebelum menjadi sultanah

[sunting | sunting sumber]

Sebelum ia menjadi sultanah, Aceh dipimpin oleh suaminya, yaitu Sultan Iskandar Tsani (m. 1637–1641). Setelah Iskandar Tsani wafat sangat sulit untuk mencari pengganti laki-laki yang masih berhubungan keluarga dekat. Terjadi kericuhan dalam mencari penggantinya. Kaum Ulama dan Wujudiah tidak menyetujui jika perempuan menjadi raja dengan alasan-alasan tertentu. Kemudian seorang Ulama Besar, Nuruddin ar-Raniri, menengahi kericuhan itu dengan menolak argumen-argumen kaum Ulama, sehingga Safiatuddin diangkat menjadi sultanah.[2]

Masa pemerintahan

[sunting | sunting sumber]

Sultanah Safiatuddin memerintah selama 35 tahun, dan membentuk barisan perempuan pengawal istana yang turut berperang dalam Perang Malaka tahun 1639. Ia juga meneruskan tradisi pemberian tanah kepada pahlawan-pahlawan perang sebagai hadiah dari kerajaan. [6]

Ekonomi

[sunting | sunting sumber]

Menurut Bustanus Salatin, ekonomi dan perdagangan Aceh pada masa Sultanah Safiatuddin mengalami perkembangan pesat. Sumber tersebut menjelaskan bahwa pelabuhan Aceh selalu sibuk dengan datangnya berbagai kapal pedagang asing. Selain itu, Bustanus Salatin menyebutkan bahwa pada masa Safiatuddin, harga makanan murah dan rakyat Aceh sejahtera. Bustanus Salatin juga menjelaskan bahwa emas dalam jumlah yang besar telah ditemukan pada masa Safiatuddin, sehingga meningkatkan pendapatan negara.[7]

Perdagangan gajah di Aceh juga menggeliat pada masa Sultanah Safiatuddin. Antara tahun 1628 hingga 1635, terdapat sekitar 62 gajah yang diekspor dari Aceh ke Benggala dan Machilipatnam. Pada tahun 1641, jumlah gajah yang diekspor dari Aceh ke Masulipatnam, Benggala, Orissa, dan Koromandel tercatat sebanyak 32 ekor. Pada tahun 1644, Shah Shuja (putra Maharaja Mughal Shah Jahan) mengirim utusan ke Aceh untuk membeli 125 ekor gajah. Walaupun jumlah gajah yang dijual ke India setiap tahunnya berubah-ubah antara 2 hingga 32 ekor pada periode 1641 hingga 1662, pada tahun 1663 jumlahnya mencapai 43 ekor. Safiatuddin sendiri sangat melindungi komoditas gajah Aceh dan berhasil melindungi perdagangan gajah Aceh dari permintaan konsesi VOC.[8]

Hubungan luar negeri

[sunting | sunting sumber]

Sejarah pemerintahan Sultanah Safiatuddin dapat dibaca dari catatan para musafir Portugis, Prancis, Inggris dan Belanda. Ia menjalankan pemerintahan dengan bijak, cakap dan cerdas. Pada pemerintahannya hukum, adat dan sastra berkembang baik.[2] Ia memerintah pada masa-masa yang paling sulit karena Malaka diperebutkan antara VOC dengan Portugis. Ia dihormati oleh rakyatnya dan disegani Belanda, Portugis, Inggris, India dan Arab.[1]

Penasihat negara

[sunting | sunting sumber]

Pada masa pemerintahannya yang terdapat dua orang ulama penasehat negara (mufti) yaitu, Nuruddin ar-Raniri dan Abdurrauf Singkil yang bergelar Teungku Syiah Kuala. Atas permintaan Ratu, Nuruddin menulis buku berjudul Hidayatul Imam yang ditujukan bagi kepentingan rakyat umum, dan atas permintaan Ratu pula, Abdurrauf Singkil menulis buku berjudul Mir'at al-Thullab fî Tasyil Mawa'iz al-Badî'rifat al-Ahkâm al-Syar'iyyah li Malik al-Wahhab, untuk menjadi pedoman bagi para qadhi dalam menjalankan tugasnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa ratu Safiatuddin bukan saja mengutamakan kesejahteraan negerinya tetapi juga berusaha menjalankan pemerintahannya sesuai dengan hukum Islam.[9]

Sastra dan budaya

[sunting | sunting sumber]

Kajian dan literatur Islam mengalami perkembangan pesat pada masa Sultanah Safiatuddin. Terdapat berbagai karya sastra penting yang ditulis pada masa kekuasaannya. Syekhul Islam Aceh Nuruddin ar-Raniri menulis setidaknya tujuh buku mengenai agama, sejarah, literatur, dan hukum, seperti Shiratul Mustaqim (Jalan Lurus), Syaiful-Qutub (Obat untuk Hati), dan Bustanus Salathin fi Dzikrilawwalin wal-Akhirin (Kebun Sultan mengenai Biografi Tokoh Masa Lalu dan Depan). Safiatuddin juga menugaskan Abdul Rauf al-Singkel untuk menulis sebuah buku mengenai fikih, yang kini dikenal dengan sebutan Mir’at al Tullab. Buku yang diselesaikan pada tahun 1663 ini merupakan buku pertama mengenai hukum agama yang ditulis dalam bahasa Melayu. Dengan perkembangan berbagai karya ini, sejarawan Sher Banu A.L. Khan berkomentar bahwa masa Sultanah Safiatuddin dapat dianggap sebagai "zaman keemasan Islam dan Melayu di Aceh yang tak tertandingi hingga kini".[3]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  • Kesultanan Aceh
  • Daftar penguasa Aceh
  • Perang Aceh

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c Perempuan-perempuan Aceh Tempo Dulu yang Perkasa. Kabari, 19 Maret 2008.
  2. ^ a b c "Kronik Perempuan-perempuan Pejuang Aceh di Kalyanamedia". Diarsipkan dari asli tanggal 17 Juli 2007. Diakses tanggal 31 Mei 2007.
  3. ^ a b Khan 2017, hlm. 191.
  4. ^ Khan 2017, hlm. 233.
  5. ^ "Sultanah Aceh, Potret Perempuan Pemimpin Politik Abad 17". NU Online. Diakses tanggal 13 Juli 2024.
  6. ^ "Safiatuddin, Perempuan Cantik dari Aceh yang Gemparkan Dunia Melayu". Serambinews.com. Diakses tanggal 13 Juli 2024.
  7. ^ Khan 2017, hlm. 233-234.
  8. ^ Khan 2017, hlm. 229.
  9. ^ Posisi Perempuan Dalam Politik Melayu Aceh. Diarsipkan 2008-12-17 di Wayback Machine. (A. Hasjmi. 59 Tahun Atjeh Merdeka, h. 110)

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Khan, Sher Banu A.L. (2017). Sovereign Women in a Muslim Kingdom: The Sultanahs of Aceh, 1641-1699. Singapore: NUS Press.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  • (Indonesia)M. Adli Abdullah. Ada Apa Ratu Safiatuddin.[pranala nonaktif permanen] Serambi Indonesia, 28 Agustus 2004.
  • (Indonesia)Sultanah Tajul Alam Safiatuddin Syah[pranala nonaktif permanen] Modus Aceh, 2 April 2009.
Didahului oleh:
Sultan Iskandar Tsani
Sultanah Aceh
1641—1675
Diteruskan oleh:
Sultanah Naqiatuddin
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Safiatuddin_dari_Aceh&oldid=27250262"
Kategori:
  • EngvarB from September 2015
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif Juli 2021
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif Mei 2021
  • Kelahiran 1612
  • Kematian 1675
  • Meninggal usia 63
  • Sultanah Aceh
  • Sultan Iskandar Muda
  • Wanita Indonesia abad ke-17
  • Wanita pemimpin
Kategori tersembunyi:
  • Pages using the JsonConfig extension
  • Galat CS1: parameter tidak didukung
  • Templat webarchive tautan wayback
  • Artikel dengan parameter tanggal yang tidak valid pada templat
  • Use dmy dates from September 2015
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif
  • Artikel dengan paramater tanggal tidak valid pada templat
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif permanen
  • Semua artikel biografi
  • Artikel biografi Mei 2025
  • Tokoh yang tahun kelahirannya tidak diketahui (orang hidup)

Best Rank
More Recommended Articles