Watuurip, Bawang, Banjarnegara
Watuurip | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | ![]() | ||||
Provinsi | Jawa Tengah | ||||
Kabupaten | Banjarnegara | ||||
Kecamatan | Bawang | ||||
Kode pos | 53471 | ||||
Kode Kemendagri | 33.04.05.2008 ![]() | ||||
Luas | 2,27 km² | ||||
Jumlah penduduk | 1196 jiwa | ||||
Kepadatan | 478 jiwa/km² | ||||
|
Watuurip adalah desa di kecamatan Bawang, Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia.
Desa yang terletak di selatan Kabupaten Banjarnegara ini memiliki luas 277,1 hektar, dengan posisi ketinggian berada pada 206 mdpl (meter di atas permukaan laut). Desa Watuurip berbatasan dengan Desa Serang di utara, Masaran di timur, Depok di barat, serta Majalengka di selatan.
Desa Watuurip memiliki sejarah dan mitos terkait dengan nama desa ini sendiri, yaitu "Watuurip". "Watuurip", berasal dari dua kata, Watu yang artinya Batu, dan Urip yang artinya hidup. Dimana pada zaman dahulu, konon ada sebuah batu yang dianggap sebagai patok/batas wilayah suatu area/daerah, memiliki kesadarannya sendiri, yang ditunjukkan dengan batu tersebut dari waktu ke waktu semakin menjauh dan bergerak sehingga melebarkan wilayah dari desa Watuurip itu sendiri.
Sejarah
Pertama kali dinamakan Watuurip pada masa sebelum kemerdekaan, keberadaan desa Watuurip telah tercatat sejak masa pemerintahan Kesultanan Mataram Islam, dan diperkirakan telah berdiri secara de facto sebelum abad ke-19, jauh sebelum sistem administrasi pemerintahan modern diberlakukan oleh kolonial Belanda.Watuurip menjadi salah satu desa di Banjarnegara yang didirikan dengan sistem desa zaman dahulu saat masih berstatus wilayah Kerajaan Mataram Islam, dimana kepala desa dahulu masih disebut sebagai Penatus, dan dibawahnya terdapat perangkat desa yang disebut Carik (sekarang Sekretaris Desa), hingga Jogoboyo (sekarang bisa disebut Linmas/Hansip).
Pada masa itu, wilayah Desa Watuurip termasuk dalam kawasan Perdikan (wilayah yang dibebaskan dari pajak) dan tanah lungguh yang berada di bawah pengaruh Kesultanan Yogyakarta, khususnya pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VI (1855–1877). Wilayah selatan Banjarnegara, tepatnya di area pegunungan Serayu Selatan, kala itu menjadi bagian dari batas barat kekuasaan Mataram Islam yang mengelola wilayah pedesaan melalui para Pepatih dan Penatus sebagai perpanjangan tangan keraton.
Seiring dengan melemahnya pengaruh langsung Mataram dan meningkatnya intervensi kolonial, wilayah ini kemudian dimasukkan ke dalam sistem pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pada akhir abad ke-19, Desa Watuurip menjadi bagian dari Onderafdeeling Bawang, yang merupakan subdivisi administratif di bawah Afdeling Banjoemas. Di bawah sistem ini, kepala desa (lurah) ditunjuk oleh pemerintah kolonial, meskipun tetap menjaga hubungan adat dan kultural dengan tatanan lama yang berbasis kekerabatan dan musyawarah desa.
Meskipun berada di bawah pengawasan kolonial, masyarakat Desa Watuurip tetap mempertahankan tradisi gotong royong dan sistem kemasyarakatan yang berakar kuat dalam nilai-nilai Jawa dan Islam. Di masa pendudukan Jepang, wilayah desa sempat mengalami kesulitan ekonomi dan kekurangan pangan akibat eksploitasi hasil pertanian. Namun semangat kebangsaan tetap tumbuh, terutama setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Pasca kemerdekaan, Desa Watuurip secara resmi menjadi bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seiring restrukturisasi administratif oleh pemerintah Republik, desa ini dimasukkan ke dalam Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara. Pemerintahan desa kemudian dipimpin secara demokratis oleh kepala desa pilihan rakyat.
Geografi
Desa Watuurip berada di tengah-tengah Kecamatan Bawang, dimana jarak dari pusat kota Banjarnegara menuju ke Desa Watuurip adalah kurang lebih 11KM. dengan topografi yang berbukit-bukit, Desa Watuurip memiliki sedikit dataran rata, dimana kebanyakan wilayahnya terdiri dari bukit-bukit dan sungai yang membentang membentuk lembah, sehingga jalanan di Desa Watuurip mayoritas tanjakan atau turunan. Desa Watuurip juga wilayahnya kebanyakan areal persawahan, perkebunan dan di daerah selatan terdapat hutan yang menyambung batas wilayah antara Desa Watuurip dan Desa Majalengka.
Terdapat juga beberapa mata air yang menjadi sumber air warga dalam melakukan aktivitas sehari-hari, kebun atau pertanian, yang lokasinya sedikit susah dijangkau karena masuk ke areal hutan.
Administrasi
Secara administratif, Desa Watuurip terdiri dari 2 dusun, yaitu Dusun Krajan, dan Dusun Binangun, yang masing-masing dipimpin oleh Kepala Dusun. Pemerintahan desa dipimpin oleh seorang kepala desa yang dipilih secara langsung oleh masyarakat setiap enam tahun sekali. Struktur pemerintahan dibantu oleh perangkat desa seperti sekdes, kaur, dan kepala dusun.
Sedangkan jumlah Rukun Warga (RW) berjumlah 4 dan Rukun Tetangga (RT) ada 11, diantaranya ada RT 03/03 atau disebut Binangun Gunung, RT01/01 disebut Kramat, dan RT03/04 disebut Kaliluwung.
Demografi
Mayoritas penduduk Desa Watuurip adalah suku Jawa yang menggunakan bahasa Jawa dialek Banyumasan dalam kehidupan sehari-hari, selain bahasa Indonesia. Agama yang dianut mayoritas warga adalah Islam, dan kegiatan keagamaan menjadi bagian penting dari kehidupan sosial masyarakat. Berdasarkan data terakhir dari pemerintah desa tahun 2023, jumlah penduduk Desa Watuurip mencapai sekitar 1.196 jiwa, yang terdiri dari 691 laki-laki dan 505 perempuan, dengan 389 kepala keluarga. Tingkat kepadatan penduduk berkisar 478 jiwa per kilometer persegi, menyesuaikan dengan luas wilayah desa yang mencakup areal pertanian, permukiman, dan lahan pekarangan.
Ekonomi
Ekonomi Desa Watuurip didominasi oleh sektor pertanian, perkebunan, perikanan serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang berkembang baik dalam beberapa tahun terakhir. Mata pencaharian utama penduduk adalah sebagai petani, peternak kecil, pedagang, serta pelaku usaha rumahan dan jasa.
Pertanian dan Perkebunan
Sebagian besar lahan di Desa Watuurip digunakan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. Tanaman pangan utama yang dibudidayakan warga adalah padi, jagung, dan singkong. Padi ditanam dua hingga tiga kali dalam setahun dengan sistem pengairan sederhana yang bersumber dari irigasi teknis dan tadah hujan.
Sejak tahun 2023, Desa Watuurip mengalami pertumbuhan signifikan dalam komoditas kopi, terutama kopi robusta, yang ditanam di lahan perbukitan ringan dan beberapa pekarangan warga. Komoditas ini menjadi unggulan baru desa karena nilai jualnya yang stabil dan permintaan pasar yang terus meningkat. Beberapa petani juga bekerja sama dengan koperasi di tingkat kecamatan serta distributor maupun konsumen langsung baik itu rumah tangga ataupun kafe dari wilayah Kebumen dan Wonosobo.
UMKM dan Ekonomi Kreatif
Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Desa Watuurip terus berkembang sebagai salah satu tulang punggung ekonomi masyarakat, terutama di luar musim tanam. Usaha yang berjalan mencakup toko swalayan kecil, warung sembako, serta kerajinan mebel dan kayu seperti lemari, meja, rak, dan bingkai foto. Produk mebel dari Watuurip banyak diminati karena ketahanannya dan desain tradisional yang khas, dengan pemasaran yang sudah menjangkau konsumen dari Bawang, Mandiraja, hingga Kebumen.
Di sisi lain, sektor ekonomi kreatif mulai tumbuh seiring meningkatnya minat masyarakat terhadap promosi digital. Salah satu contohnya adalah kehadiran usaha desain grafis lokal. Meskipun hanya satu unit usaha, layanan desain ini telah dikenal luas di wilayah sekitar dan memiliki rating tinggi di Google Maps, dengan ulasan positif dari klien lokal maupun luar desa.
Pasar dan Perdagangan
Produk hasil pertanian dan UMKM dari Desa Watuurip umumnya dipasarkan melalui tengkulak lokal maupun langsung ke pasar kota. Selain itu, terdapat sistem jual beli langsung antara petani dan pengepul dari luar daerah, khususnya untuk komoditas kopi dan hasil pertanian musiman lainnya.
Pendidikan
Desa Watuurip memiliki satu sekolah dasar negeri (SDN 1 Watuurip), satu Madrasah Ibtidaiyah (MIM Watuurip), dan dua taman kanak-kanak (TK Pertiwi dan TK Tahfidz Az-Zahra). Untuk jenjang pendidikan menengah, para siswa biasanya melanjutkan ke SMP dan SMA di tingkat Kecamatan Bawang yang berjarak sekitar 3-6 kilometer. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Kesehatan
Fasilitas kesehatan di Desa Watuurip terdiri dari dua posyandu aktif dan satu poliklinik kesehatan desa (PKD) yang dikelola oleh bidan desa. Untuk pelayanan medis lanjutan, warga biasa dirujuk ke Puskesmas Bawang II atau RSUD Hj. Anna Lasmanah di pusat kota Banjarnegara.
Transportasi
Desa Watuurip dapat diakses melalui jalan kabupaten yang menghubungkan antara Kecamatan Bawang dengan perbatasan Kebumen. Jalan utama desa sudah beraspal semua hingga tingkat RT,. Angkutan umum berupa ojek, angkot dan mobil pickup biasa digunakan untuk mengangkut hasil panen atau bepergian ke pasar.
Sosial Budaya
Desa Watuurip memiliki kehidupan sosial dan budaya yang cukup dinamis dan erat dengan nilai-nilai kebersamaan serta tradisi keagamaan yang kuat. Berbagai kegiatan adat dan kesenian masih dipertahankan, menjadi bagian penting dalam membangun harmoni antarwarga.
Budaya dan Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial warga Desa Watuurip masih sangat dipengaruhi oleh semangat gotong royong dan nilai-nilai tradisional Jawa yang bersinergi dengan ajaran Islam. Tahlilan setiap malam Jumat masih rutin dilaksanakan di hampir seluruh RT sebagai bentuk doa bersama bagi arwah leluhur. Kegiatan ini tidak hanya menjadi ruang spiritual, tetapi juga mempererat hubungan antarwarga.
Selain itu, kegiatan kenduren atau selamatan bersama masih dijalankan dalam momen-momen khusus seperti menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI, awal dan akhir bulan Ramadhan, serta dalam peringatan hari-hari besar Islam. Acara ini diisi dengan doa bersama dan pembagian berkat (nasi kenduri) yang disiapkan secara swadaya oleh masyarakat.
Semangat kolektivitas juga tercermin dalam kerja bakti yang rutin dilakukan, baik untuk membersihkan lingkungan, memperbaiki jalan desa, merawat fasilitas umum seperti masjid dan balai desa, maupun gotong royong pembangunan fisik desa seperti pengaspalan jalan, pembangunan pos ronda, dan renovasi tempat ibadah. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan setiap akhir pekan atau saat menjelang musim panen dan hari-hari besar nasional.
Kesenian dan Musik Tradisional
Di bidang seni dan budaya, Desa Watuurip memiliki beberapa kelompok kesenian yang masih aktif hingga kini. Salah satu yang paling dikenal adalah Grup Kesenian Kuda Lumping Purwakencana, yang telah tampil dalam berbagai acara desa maupun undangan dari luar wilayah. Pertunjukan kuda lumping ini sering digelar saat peringatan hari besar, hajatan pernikahan, atau syukuran panen, dan menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi muda dan wisatawan lokal.
Selain itu, terdapat pula Kelompok Musik Religi Al-Maarif, yang beranggotakan pemuda-pemudi desa dan sering tampil dalam acara pengajian, dan peringatan Maulid Nabi. Kelompok ini memainkan alat musik hadroh dan marawis, serta membawakan lagu-lagu islami dalam bahasa Arab dan Jawa.
Referensi
- Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara
- Pemerintah Desa Watuurip
- Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Banjarnegara
Pranala luar
- (Indonesia) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau tahun 2021
- (Indonesia) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan
- (Indonesia) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan