Boikot, Divestasi, dan Sanksi
![]() | |
Singkatan | BDS |
---|---|
Tanggal pendirian | 09 Juli 2005[1] |
Pendiri | Omar Barghouti,[2] Ingrid Jaradat[3] |
Jenis | Organisasi nirlaba |
Tujuan | Boikot, aktivisme politik |
Koordinator Umum | Mahmoud Nawajaa[4] |
Badan utama | Komite Nasional BDS Palestina[5] |
Situs web | bdsmovement |

Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) adalah gerakan nirkekerasan[2][6] dipimpin orang Palestina[7] yang memperjuangkan boikot, divestasi, dan sanksi ekonomi terhadap Israel. Tujuannya adalah untuk menekan Israel agar memenuhi apa saja yang disebut oleh gerakan ini sebagai kewajiban Israel terhadap hukum internasional,[8] yakni penarikan diri dari wilayah pendudukan, penghapusan tembok pemisah di Tepi Barat, kesetaraan penuh bagi warga negara Arab-Palestina di Israel, serta "menghormati, melindungi, dan memajukan hak-hak pengungsi Palestina untuk kembali ke rumah mereka".[9] Gerakan ini diselenggarakan dan dikoordinasi oleh Komite Nasional BDS Palestina.[10]
BDS dimodelkan menurut Gerakan Anti-Apartheid.[11] Para pendukungnya menyatakan dirinya sebagai gerakan hak asasi manusia,[12] serta banyak membandingkan penderitaan rakyat Palestina dengan penderitaan masyarakat kulit hitam Afrika Selatan pada masa apartheid.[13] Protes dan konferensi untuk mendukung gerakan ini telah diselenggarakan di berbagai negara. Maskot sekaligus logo gerakan ini adalah Handala, simbol identitas Palestina dan hak kepulangan Palestina.[14]
Para kritikusnya menyebut BDS sebagai gerakan antisemit.[15][16][17] Namun, BDS membantah tudingan ini dan menyebut tudingan itu sebagai upaya untuk mencampuradukkan antisemitisme dengan antizionisme. Lobi Israel di Amerika Serikat banyak mengagendakan penentangan gerakan BDS sebagai salah satu prioritas utama.[18] Sejak 2015, Pemerintah Negara Israel telah menghabiskan jutaan dolar untuk mempromosikan pandangan bahwa BDS merupakan gerakan antisemit dan melarangnya secara hukum di luar negeri.[19] Beberapa negara dan mayoritas negara bagian AS telah mengesahkan undang-undang anti-BDS.
Latar belakang

Para penulis meyakini bahwa asal usul BDS bermula dari Forum LSM dalam Konferensi Dunia Melawan Rasisme di Afrika Selatan tahun 2001 (Durban I).[20] Di forum tersebut, aktivis Palestina bertemu dengan veteran anti-apartheid yang mengidentifikasi persamaan kebijakan Israel dan apartheid Afrika Selatan apartheid serta merekomendasikan kampanye seperti yang telah mereka gaungkan untuk melawan apartheid.[21] Forum tersebut mengadopsi sebuah dokumen yang berisi banyak ide yang kemudian muncul kembali dalam Seruan BDS tahun 2005; Israel diproklamasikan sebagai negara apartheid yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia melalui penolakan hak kembali pengungsi Palestina, pendudukan wilayah Palestina, dan diskriminasi terhadap warga Arab-Israel. Deklarasi tersebut merekomendasikan sanksi dan embargo komprehensif terhadap Israel sebagai solusinya.[22]
Pada bulan Maret 2002, ketika tentara Israel kembali menduduki semua kota Palestina, baik besar maupun kecil, dan memberlakukan jam malam, sekelompok cendekiawan Palestina terkemuka menerbitkan surat yang meminta bantuan dari "masyarakat sipil global". Surat tersebut meminta para aktivis untuk menuntut pemerintah negara mereka menangguhkan hubungan ekonomi dengan Israel guna menghentikan kampanye apartheid, pendudukan, dan pembersihan etnis.[23] Pada April 2002, Steven dan Hilary Rose, guru besar Universitas Terbuka dan Universitas Bradford, memprakarsai seruan moratorium kolaborasi akademis dengan lembaga-lembaga Israel.[24] Seruan ini langsung memperoleh 700 penanda tangan.[25][26] Secara terpisah, Colin Blakemore dan Richard Dawkins mengatakan bahwa mereka tidak dapat lagi "dengan hati nurani yang baik terus bekerja sama dengan lembaga-lembaga resmi Israel, termasuk perguruan tinggi."[27] Inisiatif serupa menyusul pada musim panas.[28]
Pada Agustus, sejumlah organisasi Palestina di wilayah-wilayah pendudukan mengeluarkan seruan untuk melakukan boikot menyeluruh terhadap Israel.[28] Sebagian besar pernyataan tersebut mengingatkan pada deklarasi yang dibuat di Forum LSM tahun sebelumnya.[29] Pada Oktober 2003, sekelompok intelektual Palestina menyerukan boikot terhadap lembaga-lembaga akademik Israel.[28] Upaya-upaya untuk mengoordinasikan boikot dengan cara yang lebih terstruktur menghasilkan pembentukan Kampanye Palestina untuk Pemboikotan Akademik dan Budaya Israel pada April 2004.[30]
Colin Shindler berpendapat bahwa gagalnya perjanjian perdamaian Oslo menciptakan kekosongan politik yang memungkinkan sikap penolakan marginal terhadap Israel untuk memasuki arus utama sayap kiri jauh Eropa dalam bentuk proposal boikot.[31] Rafeef Ziadah juga mengaitkan BDS dengan kegagalan proses perdamaian. Ia berpendapat bahwa BDS merupakan buah penolakan terhadap paradigma proses perdamaian yang menyetarakan kedua belah pihak demi melihat situasi tersebut sebagai konflik kolonial antara penduduk asli dan negara kolonial-pemukim yang didukung oleh kekuatan Barat.[32]
Lainnya berpendapat bahwa BDS harus dipahami dalam akar-akarnya yang diduga berasal dari pemboikotan Liga Arab terhadap barang-barang Zionis dari Mandat Palestina.[33][34][35] Menurut arkeolog dan sejarawan kuno Alex Joffe, BDS hanyalah ujung tombak dari raksasa anti-Barat yang lebih besar yang dialektika antara komunisme dan Islam masih belum terselesaikan, dan memiliki anteseden dalam Kampanye Solidaritas Palestina, Persatuan Mahasiswa Palestina, dan Ikhwanul-Muslimin.[36] Andrew Pessin dan Doron Ben-Atar percaya bahwa BDS harus dilihat dalam konteks historis boikot Israel lainnya.[33]
Filosofi dan tujuan gerakan
BDS menuntut Israel untuk mengakhiri “tiga bentuk ketidakadilan yang melanggar hukum internasional dan hak-hak Palestina” dengan:[37]
- Mengakhiri pendudukan dan kolonisasi di seluruh wilayah Arab yang diduduki pada tahun 1967 dan membongkar Tembok Tepi Barat;[catatan 1]
- Mengakui hak-hak dasar warga Arab-Palestina di Israel atas kesetaraan penuh; serta
- Menghormati, melindungi, dan memajukan hak-hak pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah dan rumah mereka berdasarkan Resolusi PBB No. 194.
Tiga tuntutan yang diabadikan dalam sebuah deklarasi bernama Seruan BDS ini, tidak dapat dinegosiasikan oleh BDS.[40] Salah satu pendiri gerakan ini, Omar Barghouti, mengutip Uskup Agung Afrika Selatan Desmond Tutu, menulis, "Saya tidak tertarik untuk mengambil remah-remah belas kasihan yang dilempar dari meja seseorang yang menganggap dirinya tuan saya. Saya menginginkan hak-hak yang lengkap."[41] Barghouti juga menulis:[42]
Mengakhiri aspek-aspek pendudukan Israel yang sebagian besar "terlihat" sambil mempertahankan kendali efektif atas sebagian besar wilayah Palestina yang diduduki pada tahun 1967 "sebagai imbalan" atas penerimaan Palestina atas aneksasi Israel atas blok-blok kolonial terbesar ... telah menjadi formula dasar bagi apa yang disebut penyelesaian damai yang didukung oleh kekuatan-kekuatan hegemonik dunia dan disetujui oleh 'kepemimpinan' Palestina yang tidak dipilih, tidak representatif, tidak berprinsip, dan tidak memiliki visi. Seluruh spektrum partai Zionis di Israel dan para pendukung mereka di Barat, dengan sedikit pengecualian, seolah-olah menerima formula yang tidak adil dan ilegal ini sebagai "satu-satunya tawaran" yang tersedia bagi Palestina—atau pentungan Israel yang mengancam.
BDS memandang bahwa dirinya adalah gerakan untuk semua rakyat Palestina, tanpa memandang diaspora atau tinggal di wilayah historis Palestina.[43] BDS yakin bahwa negosiasi dengan Israel harus berfokus pada "bagaimana hak-hak Palestina dapat dipulihkan" dan bahwa negosiasi tersebut hanya dapat dilakukan setelah Israel mengakui hak-hak tersebut. BDS membingkai konflik Israel-Palestina sebagai konflik antara penjajah dan terjajah, antara penindas dan tertindas, dan menolak anggapan bahwa kedua belah pihak sama-sama bertanggung jawab atas konflik tersebut.[44] Karena alasan-alasan tersebut, BDS menentang berbagai bentuk dialog antara Israel dan Palestina, yang menurutnya kontraproduktif.[45]
Menurut BDS, “seluruh bentuk campur tangan internasional dalam proses perdamaian telah gagal” sehingga komunitas internasional harus menerapkan tindakan hukuman, seperti pemboikotan dan divestasi besar-besaran, terhadap Israel, sebagaimana Afrika Selatan selama zaman apartheid.[46]
Kerangka kerja dan motto BDS adalah "kebebasan, keadilan, dan kesetaraan", dengan berargumen bahwa warga Palestina berhak atas hak-hak ini sebagaimana umat manusia seluruhnya. Oleh karena itu, BDS merupakan gerakan antirasis dan menolak segala bentuk rasisme, termasuk antisemitisme dan Islamofobia.[47] Secara umum, BDS membingkai dirinya sebagai bagian dari gerakan sosial global yang menantang hegemoni neoliberal Barat dan berjuang melawan rasisme, seksisme, kemiskinan, dan isu-isu serupa. Perjuangannya untuk hak-hak Palestina harus dilihat sebagai bagian kecil namun tetapi dari perjuangan tersebut, menurut BDS.[48]
Israel
Menurut BDS, Israel adalah negara apartheid sebagaimana didefinisikan oleh dua perjanjian internasional, Konvensi Internasional 1973 tentang Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid dan Statuta Roma 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional. BDS menyatakan bahwa meski terdapat perbedaan antara Israel dan Afrika Selatan pada zaman apartheid, seperti tidak adanya undang-undang segregasi rasial yang eksplisit di Israel, sistem keduanya pada dasarnya serupa.[49] BDS berpendapat bahwa salah satu perbedaan utama apartheid Afrika Selatan dan Israel adalah bahwa di Israel, minoritas kulit putih mendominasi mayoritas kulit hitam, tetapi di Israel, mayoritas Yahudi mendiskriminasi minoritas Palestina di Israel dan juga menjadikan warga Palestina berada di bawah pendudukan militer. BDS juga berpendapat bahwa apartheid Afrika Selatan bergantung pada tenaga kerja kulit hitam, sementara apartheid Israel didasarkan pada upaya untuk mengusir warga Palestina dari "Israel Raya".[50]
BDS juga melihat definisi hukum Israel tentang dirinya sebagai "negara Yahudi yang demokratis" sebagai sesuatu yang kontradiktif.[51] Menurut BDS, Israel menjunjung tinggi nilai demokrasi tetapi negara itu bukan dan tidak bisa menjadi demokratis karena, menurut Omar Barghouti, Israel adalah "negara kolonial pemukim".[52]
Penentang-penentangnya justru menganggap bahwa menyerupakan Israel dengan apartheid Afrika Selatan "menjelekkan" Israel dan bersifat antisemit.[53] Sementara pendukung-pendukungnya berpendapat bahwa tidak ada unsur antisemit untuk menyebut Israel sebagai negara apartheid.[49] Untuk mendukung pandangan itu, BDS mengutip aktivis anti-apartheid terkemuka seperti Desmond Tutu dan politisi Afrika Selatan Ronnie Kasrils, yang keduanya mengatakan bahwa situasi di Gaza dan Tepi Barat "lebih buruk" daripada apartheid.[54] Eric Goldstein, penjabat direktur eksekutif Divisi Timur Tengah dan Afrika Utara Human Rights Watch, yang tidak mendukung maupun mengutuk boikot, berpendapat bahwa pemerintahan Biden mungkin tidak akan melawan upaya pemerintahan Trump pertama untuk mengecap BDS sebagai antisemit. Ia menganggap gerakan itu difitnah. Dalam pandangannya, "Berkampanye atau memboikot hanya atas nama Palestina di bawah kekuasaan Israel tidak lebih merupakan antisemitisme daripada melakukannya atas nama orang Tibet di Tiongkok itu sendiri merupakan rasisme anti-Tiongkok."[15]
Hak kepulangan Palestina
BDS menuntut Israel mengizinkan pengungsi perang Pallestina 1948 untuk kembali ke wilayah yang kini disebut Israel.[55] Menurut para kritikus BDS, menuntut hak kepulangan warga Palestina merupakan upaya menghancurkan Israel. Jika para pengungsi kembali, Israel akan menjadi negara mayoritas Palestina dan dominasi Yahudi atas Israel akan terancam. Mereka berpendapat bahwa hal ini akan melemahkan hak orang Yahudi untuk menentukan nasib sendiri dan dengan demikian menuntut hal tersebut merupakan bentuk antisemitisme.[56] Mantan direktur Liga Antifitnah (ADL), Abraham Foxman, menyebutnya sebagai "penghancuran negara Yahudi melalui demografi."[57]
Nadia Abu el-Haj telah menulis bahwa, memang, pendukung BDS percaya bahwa "negara Israel tidak memiliki hak untuk terus eksis sebagai negara rasial yang menerapkan pemisahan Yahudi dan non-Yahudi dalam undang-undang kewarganegaraannya, rezim hukumnya, sistem pendidikannya, ekonominya, dan taktik militer dan kepolisiannya."[58] Pendukung BDS terus mencatat bahwa gerakan pembebasan Palestina selalu menolak gagasan bahwa Israel memiliki hak untuk eksis sebagai negara rasial.[58] Meski BDS sengaja menahan diri dari menganjurkan hasil politis tertentu, seperti solusi satu negara atau dua negara,[59] Barghouti berpendapat bahwa negara Yahudi di Palestina historis melanggar hak-hak Palestina:
Negara Yahudi di Palestina, dalam bentuk apa pun, jelas melanggar hak-hak dasar penduduk asli Palestina dan melanggengkan sistem diskriminasi rasial yang seharusnya ditentang keras.
Sebagaimana kami menentang "negara Muslim" atau "negara Kristen" atau bentuk negara eksklusi apa pun, kami pasti menentang negara Yahudi di wilayah mana pun di Palestina. Tak seorang pun warga Palestina, yang rasional, bukan yang berkhianat, akan pernah menerima negara Yahudi di Palestina.
Menerima warga Yahudi-Israel modern sebagai warga negara yang setara dan mitra penuh dalam membangun dan mengembangkan masyarakat bersama yang baru, bebas dari segala penjajahan dan diskriminasi kolonial, sebagaimana diserukan dalam model negara demokrasi, adalah tawaran paling murah hati dan rasional yang dapat diberikan oleh penduduk asli yang tertindas kepada para penindasnya. Jadi, jangan menuntut lebih.[60]

Norman Finkelstein, yang merupakan pendukung keras solusi dua negara, telah mengkritik BDS terkait persoalan ini. Seperti Foxman, Finkelstein meyakini BDS berusaha mengakhiri Israel melalui demografi,[61] sesuatu yang menurutnya tak akan pernah disetujui Israel.[62] Oleh karena itu, ia menganggap BDS sebagai "kultus konyol, kekanak-kanakan, dan tidak jujur".[63] karena menyatakan dengan tidak eksplisit tujuan utamanya, yaitu untuk mengakhiri Israel dan karena, menurutnya, tujuan tersebut tidaklah realistis dan tak ada dukungan publik yang luas untuk memulangkan para pengungsi.[64] Namun, ia yakin bahwa taktik BDS, boikot, divestasi, dan sanksi, adalah benar.[65]
Kritik terhadap Zionisme liberal
BDS mengkritik Zionis liberal yang menentang pendudukan, tetapi juga menentang hak kepulangan pengungsi Palestina. Menurut Zionis liberal, baik Zionis sayap kanan maupun BDS berisiko "menghancurkan Israel", yang didefinisikan sebagai mengubah Israel menjadi negara mayoritas Palestina:[66] BDS menuntut hak kewarganegaraan yang setara bagi orang Arab-Palestina dan hak untuk kembali bagi para pengungsi Palestina,[67] sedangkan Zionis sayap kanan bersikeras membangun lebih banyak permukiman, yang pada akhirnya membuat solusi dua negara mustahil diimplementasikan. Kalau solusi dua negara ini gagal, Israel harus memberikan kewarganegaraan kepada warga Palestina yang hidup di bawah pendudukan, sehingga menghancurkan Israel, atau malah menjadi negara apartheid.[66] Zionis liberal menganggap apartheid menjijikkan dan menentang apartheid di Israel, sehingga mereka menganjurkan pemboikotan terbatas pada permukiman Tepi Barat Israel untuk menekan pemerintah Israel agar menghentikan pembangunan permukiman.[66] Peter Beinart pada tahun 2012 mengusulkan "BDS Zionis" yang akan menganjurkan divestasi dari permukiman Israel di Tepi Barat tetapi menentang divestasi dari perusahaan-perusahaan Israel.[68] Hal ini, menurut Beinart, akan melegitimasi Israel dan mendelegitimasi pendudukan, sehingga menantang visi BDS dan visi pemerintah Israel.[69]
Pendukung BDS berpendapat bahwa Zionis liberal cenderung melestarikan sifat "negara Yahudi" Israel daripada bertanggung jawab untuk memenuhi hak asasi manusia.[70][71] Barghouti menyatakan bahwa dengan menolak hak kepulangan pengungsi Palestina hanya karena mereka adalah non-Yahudi, Zionis liberal menganut prinsip rasis Zionis, yang memperlakukan orang Palestina sebagai "ancaman demografis" yang harus segera ditangani untuk mempertahankan sifat-sifat Israel sebagai negara kolonial, etnosentris, dan apartheid.[72] Sriram Ananth menulis bahwa Seruan BDS meminta masyarakat untuk menentang penindasan tanpa kompromi. Menurutnya, Zionis liberal telah gagal karena tidak mendukung Seruan BDS.[73]
Normalisasi
BDS menggambarkan "normalisasi" sebagai proses yang memaksa orang Palestina untuk berhenti melawan dan menerima penindasan. BDS menganalogikannya dengan "kolonisasi pikiran", yakni ketika kaum tertindas menjadi percaya bahwa penindasan adalah sebuah takdir kehidupan.[45] BDS menentang normalisasi sebagai upaya melawan penindasan.[45]
Normalisasi, menurut BDS, terwujud jika warga Israel dan Palestina di wilayah pendudukan bertemu tanpa pihak Israel mengakui ketidakadilan yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina, sesuai dengan tiga tuntutan BDS. BDS menyebutnya "koeksistensi" dan berpendapat bahwa hal itu memicu rasa berpuas diri dan mengutamakan penindas dengan mengorbankan kaum tertindas. Sebaliknya, BDS mendorong "koresistensi", ketika "warga Yahudi Israel antikolonial" dan warga Palestina bersatu untuk melawan ketidakadilan yang menimpa warga Palestina.[45] BDS mengecam proyek-proyek dialog yang mempertemukan rakyat Palestina dan Israel tanpa membahas perjuangan hak-hak Palestina. Proyek-proyek semacam itu, tegasnya, "berfungsi untuk mengutamakan koeksistensi yang menindas dengan mengorbankan koresistensi" terlepas dari niat mereka.[45] BDS juga mengecam proyek-proyek yang menggambarkan hubungan simetris antara warga Israel dan Palestina.[74]
Contoh proyek yang dikecam BDS adalah OneVoice, sebuah organisasi gabungan yang ditujukan bagi pemuda Palestina dan Israel untuk mempersatukan orang Israel dan Palestina dengan slogan mengakhiri pendudukan dan mendirikan negara Palestina. Karena OneVoice tidak peduli dengan apartheid Israel maupun hak-hak pengungsi Palestina, BDS menyimpulkan OneVoice berfungsi untuk menormalkan penindasan dan ketidakadilan.[45]
Kritikus "antinormalisasi" bertanya-tanya dalam konteks retoris bagaimana BDS bisa memenangkan hati dan pikiran orang Yahudi Israel yang belum yakin jika prasyarat dialog adalah komitmen setia pada prinsip-prinsip BDS. Mereka yakin bahwa dialog antara Israel dan Palestina dapat meyakinkan orang Yahudi Israel bahwa tuntutan BDS itu adil.[75] Barghouti berpendapat bahwa "industri perdamaian", berbagai inisiatif dialog yang diluncurkan pada tahun 1990-an pasca-Perjanjian Oslo, tidak membantu Palestina sama sekali karena didasarkan pada gagasan bahwa konflik terjadi antara dua pihak setara, alih-alih tentang satu kelompok yang menindas kelompok lain. Ia percaya bahwa dialog harus didasarkan pada kebebasan, kesetaraan, demokrasi, dan mengakhiri ketidakadilan, atau yang paling banter, hanya akan menjadi bentuk negosiasi antara pihak kuat dan lemah.[76]
Pendirian dan organisasi

BDS resmi didirikan pada 9 Juli 2005,[77] untuk memperingati setahun putusan Mahkamah Internasional yang menyatakan bahwa pembangunan Tembok Tepi Barat merupakan pelanggaran hukum internasional. Sebanyak 171 lembaga swadaya masyarakat (LSM)[catatan 2] Palestina yang mewakili seluruh aspek masyarakat sipil Palestina mengadopsi Seruan BDS.[80]
Komite Nasional BDS Palestina dibentuk sebagai hasil dari konferensi yang digelar pertama kali di Ramallah pada bulan November 2007.[81] dan pada 2008 menjadi badan koordinasi BDS.[5] Seluruh anggota Komite Nasional adalah organisasi Palestina. Pada tahun 2020, komite ini memiliki 29 anggota.[43] Komite ini mencakup majelis umum dengan perwakilan dari setiap anggota Komite,[82] dan sekretariat beranggotakan 11 orang yang dipilih tiap dua tahun sekali dan bertugas mengatur Komite.[43] Pertemuan majelis umumnya dilaksanakan tiap tiga bulan sedangkan sekretariat menangani pengambilan keputusan sehari-hari.[83] Mahmoud Nawajaa menjabat sebagai Koordinator Umum BNC[4] dan Alys Samson Estapé sebagai Koordinator Eropa.[84]
Salah satu prekursor BDS adalah Kampanye Palestina untuk Pemboikotan Akademik dan Budaya Israel (PACBI), yang didirikan pada April 2004 di Ramallah dengan Barghouti sebagai salah satu anggota komite pendiri.[85][86][87] PACBI memimpin kampanye pemboikotan akademik dan kebudayaan Israel. Sejak itu, PACBI telah terintegrasi ke dalam gerakan BDS yang lebih besar. Cabang PACBI di AS, Asosiasi Amerika Serikat untuk Boikot Akademik dan Budaya Israel (USACBI), didirikan pada tahun 2009.[88]
Pergerakan BDS global bersifat terdesentralisasi dan independen.[89] Hal ini bertujuan agar ribuan organisasi dan kelompok turut serta menjadi bagian dari gerakan ini, beberapa di antaranya merupakan mitra utama Komisi Nasional BDS.[90]
Awalnya di Israel, sejumlah kelompok radikal yang lebih mapan, seperti Wanita dalam Hitam, ICAHD, AIC, dan New Profile, awalnya mengeluarkan pernyataan mendukung boikot tersebut.[91][92] Boycott from Within sering menggunakan pertunjukan kreatif untuk menunjukkan dukungannya terhadap boikot dan kelompok penelitian Who Profits memasok BDS dengan informasi tentang perusahaan yang terlibat dalam pendudukan Israel.[93] Di kampus-kampus di AS, Kanada, dan Selandia Baru, organisasi Mahasiswa Pembela Keadilan di Palestina (SJP) mendukung BDS. Menurut badan koordinasi nasionalnya di Amerika Serikat, organisasi tersebut memiliki sekitar 200 cabang di AS pada tahun 2018.[94] Organisasi aktivis sayap kiri Suara Perdamaian Yahudi (JVP) mengadvokasi BDS di kalangan Yahudi Amerika Serikat.[95]
Tambahannya lagi, sejumlah partai politik, serikat pekerja, dan LSM lainnya telah mendukung Seruan BDS.
Metode

BDS mengorganisasi kampanye boikot, divestasi, dan sanksi terhadap Israel. Boikot difasilitasi dengan mendesak masyarakat untuk menghindari pembelian barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan Israel, divestasi dengan mendesak bank, dana pensiun, perusahaan multinasional, dll. untuk berhenti berbisnis di Israel, dan sanksi dengan menekan pemerintah untuk mengakhiri perdagangan militer dan perjanjian perdagangan bebas dengan Israel serta menangguhkan keanggotaan Israel di forum internasional.[96]
Target global pemboikotan akan ditetapkan oleh Komisi Nasional BDS, tetapi para pendukung bebas memilih target yang sesuai dengan keadaan mereka.[97] Komisi Nasional BDS mendorong para pendukung untuk memilih target berdasarkan keterlibatan mereka dalam pelanggaran hak asasi manusia Israel, potensi solidaritas lintas gerakan, daya tarik media, dan kemungkinan keberhasilan.[98] BNC juga menekankan pentingnya menciptakan kampanye dan acara yang berhubungan dengan isu-isu yang menjadi perhatian di komunitas mereka sendiri.[89]
Kegiatan
Kampanye

Selain kampanye yang disebutkan di bagian ini, sejumlah kampanye lokal telah dibuat oleh kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan BDS dan didukung oleh gerakan tersebut, termasuk kampanye Code Pink Stolen Beauty yang diluncurkan pada tahun 2009 untuk melawan produsen kosmetik Israel Ahava,[99] kampanye Australia terhadap Max Brenner, yang perusahaan induknya, Strauss Group, mengirimkan paket perawatan badan kepada prajurit Israel,[100] dan kampanye oleh kelompok Vermonters for Justice in Palestine (VTJP) terhadap[101] produsen es krim Ben & Jerry's atas penjualan es krimnya di permukiman Israel.[102] Pada bulan Juni 2021, VTJP meminta Ben & Jerry's untuk "mengakhiri keterlibatan dalam pendudukan Israel dan pelanggaran hak asasi manusia Palestina."[103] VTJP menggambarkan dirinya sebagai "pendukung kuat dari...kampanye [BDS]".[104] Pada 19 Juli 2021, Direktur Utama Ben & Jerry's mengumumkan berakhirnya penjualan es krim di permukiman Israel Tepi Barat: "Meskipun Ben & Jerry's tidak akan lagi dijual di wilayah Palestina yang diduduki, kami akan tetap berada di Israel dengan pengaturan berbeda".[105] Dewan Direksi Independen Ben & Jerry's mengeluh bahwa keputusan tersebut telah dibuat oleh Direktur Utama dan Unilever tanpa persetujuan mereka.[106] Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid mengatakan, "Lebih dari 30 negara bagian di Amerika Serikat telah mengesahkan undang-undang anti-BDS dalam beberapa tahun terakhir. Saya berencana meminta masing-masing negara bagian untuk menegakkan undang-undang ini terhadap Ben & Jerry's",[107] dan menyebut keputusan tersebut sebagai "kapitulasi yang memalukan terhadap antisemitisme, BDS, dan segala hal buruk dalam wacana anti-Israel dan anti-Yahudi".[108]
Anjlokkan Veolia dan Alstom (2008–sekarang)
Sejak November 2008, BDS telah berkampanye melawan perusahaan konglomerasi perkeretaapian multinasional Prancis, Veolia dan Alstom, atas keterlibatan mereka dalam proyek Lintas Rel Terpadu Yerusalem karena trase jalur kereta api tersebut melintasi wilayah Yerusalem Timur yang diduduki Israel.[109] Menurut BDS, boikot tersebut telah merugikan Veolia sekitar $20 miliar pada tahun 2015.[110] Pada 2015, Veolia menjual investasi terakhirnya di Israel, yaitu 5% saham di CityPass yang dimiliki oleh anak usahanya, Transdev. BDS mengaitkan penjualan tersebut dengan kampanyenya, tetapi Richard Dujardin, anggota komite eksekutif Transdev, mengatakan: "Saya tidak akan mengatakan bahwa kami senang dikejar-kejar oleh orang-orang yang mengatakan kami tidak selalu baik, tetapi sebenarnya itu adalah keputusan bisnis."[111]
Hentikan G4S - yang Mengamankan Apartheid Israel (2012–sekarang)
Sejak 2012, BDS telah berkampanye melawan G4S, badan usaha jasa pengamanan terbesar di dunia, agar perusahaan tersebut menarik investasinya dari Israel.[112] Akibatnya, G4S telah menjadi sasaran banyak kelompok pro-BDS, termasuk Who Profits?, Addameer, Masyarakat Yahudi untuk Keadilan di Palestina, dan Tadamon!.[113] Kemenangan perdana kampanye tersebut terjadi pada Oktober 2011, ketika dewan mahasiswa Himpunan Mahasiswa Universitas Edinburgh mengadopsi mosi untuk melarang G4S dari kampus.[butuh rujukan]Pada April 2012, Parlemen Eropa menolak memperbarui kontraknya dengan G4S, karena dianggap terlibat dalam pelanggaran hukum internasional.[113] Pada tahun 2014, Yayasan Gates menjual sahamnya senilai $170 juta di G4S, sebuah tindakan yang dikaitkan oleh aktivis BDS dengan kampanye mereka.[114] Pada tahun yang sama, para aktivis berterima kasih kepada pejabat di Durham County, Carolina Utara, karena mengakhiri kontraknya dengan G4S, meskipun tidak jelas apakah kampanye BDS adalah penyebabnya.[115] Pada Februari 2016, jaringan restoran internasional Crepes & Waffles mengakhiri kontrak transportasi keamanannya dengan G4S.[116]
G4S menjual anak usahanya di Israel, G4S Israel, pada 2016, tetapi BDS terus melawan G4S karena perusahaan ini memiliki 50% saham di Policity, sebuah lembaga pelatihan polisi Israel yang ditempatkan di dalam penjara-penjara Israel yang menahan ribuan warga Palestina.[117][118]
Woolworths (2014–2016)
BDS Afrika Selatan melancarkan kampanye boikot terhadap perusahaan jaringan ritel Afrika Selatan Woolworths pada tahun 2014 atas hubungan dagangnya dengan Israel.[119] Ini adalah boikot konsumen komprehensif pertama terhadap ritel Afrika Selatan sejak tahun 1994.[119] Kampanye dengan tagar Twitter #BoycottWoolworths tersebut, segera menjadi salah satu topic trending di Twitter Afrika Selatan.[119] Bahkan kampanye ini menarik perhatian media internasional dan diliput oleh The New York Times, Rolling Stone, dan Al Jazeera.[119] Para aktivis mengorganisasi flash mob, pura-pura mati, dan menempelkan stiker "Boikot Apartheid Israel" pada barang dagangan Woolworths Israel, yang semuanya mereka publikasikan di media sosial.[119] Konsumen didorong untuk menyurati manajer toko Woolworths untuk mempertanyakan stok barang-barang Israel.[120]
Kampanye ini berakhir pada pertengahan 2016 ketika Woolworth menginformasikan pada rapat umum tahunannya bahwa mereka tidak akan lagi membeli produk Israel dari wilayah pendudukan.[121]
Pemboikotan HP (2016–sekarang)
BDS memboikot dua penerus perusahaan teknologi informasi multinasional Hewlett-Packard, yakni HP Inc. dan Hewlett Packard Enterprise, yang menurutnya terlibat dalam "pendudukan Israel, kolonialisme pemukim, dan rezim apartheid".[122] Menurut kampanye tersebut, HP memasok Israel dengan sistem kartu identitas biometrik yang digunakan untuk membatasi kebebasan bergerak warga Palestina dan menyediakan peladen untuk Jawatan Penjara Israel.[123]
Pada April 2019, Federatie Nederlandse Vakbeweging, serikat pekerja terbesar di Belanda, membatalkan tawaran HP kepada anggotanya. Menurut juru bicara kampanye boikot HP, serikat pekerja tersebut sebelumnya menawarkan diskon 15% untuk produk HP dan kini sudah tak lagi.[124] Pada Juni 2019, Unite, serikat pekerja terbesar kedua di Inggris, bergabung dalam boikot HP.[125]
Orange (2016–sekarang)
Pada Januari 2016, operator telekomunikasi Prancis, Orange, membatalkan kesepakatan lisensi dengan operator seluler Israel, Partner Communications.[126] Menurut BDS, kesepakatan tersebut merupakan hasil dari kampanye enam tahun yang dilakukan oleh serikat pekerja dan aktivis di Prancis, Mesir, Tunisia, dan Maroko.[127]
Divestasi AXA (2016–sekarang)
Perusahaan asuransi Prancis, AXA, sejak 2016 menjadi sasaran kampanye yang mendesaknya untuk berdivestasi dari produsen senjata Israel, Elbit Systems, dan lima bank besar Israel. AXA, menurut BDS, bertanggung jawab atas kebijakan pelarangan investasi, antara lain, pada produsen bom klaster, dan Elbit Systems memproduksi bom klaster.[128] Menurut laporan pengawas tanggung jawab perusahaan SumOfUs, keterlibatan AXA dalam pendudukan Israel dapat membuatnya menghadapi tuntutan pidana.[129]
Kartu Merah Israel (2016–sekarang)
Kartu Merah Israel adalah kampanye BDS untuk mengeluarkan Israel dari FIFA karena dugaan pelanggaran terhadap sepak bola di Palestina dan karena beberapa tim Israel dari Tepi Barat yang diduduki Israel diizinkan bermain di liga nasionalnya, Asosiasi Sepak Bola Israel.[130][131] Pada 2018, mereka "menang WO" karena tim nasional sepak bola Argentina membatalkan pertandingan persahabatan yang akan digelar di Yerusalem.[132]
Puma (2018–sekarang)
Pada Juli 2018, produsen pakaian olahraga Puma menandatangani kesepakatan sponsor selama empat tahun dengan Asosiasi Sepak Bola Israel (IFA).[133] IFA beranggotakan enam klub sepak bola yang berbasis di permukiman Israel. BDS menulis surat terbuka yang ditandatangani oleh lebih dari 200 klub olahraga Palestina yang mendesak merek tersebut untuk mengakhiri sponsornya terhadap tim-tim di permukiman tersebut.[134] Produsen pakaian olahraga itu tidak melakukannya, dan oleh karena itu BDS meluncurkan kampanye boikot dengan jargon "Beri Puma Sepatu Bot".[135][136][137]
Pada Oktober 2019, para aktivis memasang poster-poster ilegal di kereta bawah tanah London yang mendesak orang-orang untuk memboikot Puma. Transport for London (TFO) menyatakan bahwa kelompok tersebut melakukan tindakan flyposting dan akan segera mengambil tindakan tegas terhadap poster-poster tersebut.[138] Pada Februari 2020, universitas terbesar di Malaysia, Universiti Teknologi MARA, mengumumkan bahwa mereka akan mengakhiri kesepakatan sponsornya dengan Puma karena keterlibatannya di Israel.[139][140]
Boikot Eurovision 2019 (2018–2019)
BDS berupaya mendorong para artis untuk memboikot Kontes Lagu Eurovision 2019 karena diselenggarakan di Israel. BDS menuduh Israel menggunakan Eurovision untuk menutupi dan mengalihkan perhatian dari dugaan kejahatan perang terhadap Palestina. BDS juga menuduh Israel melakukan pinkwashing, karena popularitas Eurovision di kalangan penggemar LGBTQ.[141][142] Meski tidak ada satu pun penampil batal tampil, para aktivis menganggap upaya tersebut berhasil karena liputan media yang dihasilkan.[143][144]
Bintang pop Amerika Serikat, Madonna, adalah salah satu artis yang didesak oleh BDS untuk membatalkan penampilannya di Eurovision. Roger Waters, anggota grup musik Pink Floyd, juga mencoba membujuknya untuk membatalkan, dengan mengatakan bahwa hal itu "menormalkan pendudukan, apartheid, pembersihan etnis, pemenjaraan anak-anak, dan pembantaian demonstran tak bersenjata."[145] Madonna menolak, dengan mengaku bahwa dia tidak akan "berhenti memainkan musik untuk menyesuaikan agenda politik seseorang" atau "berhenti menyuarakan penolakan terhadap pelanggaran hak asasi manusia di mana pun di dunia."[146]
Pada September 2018, 140 seniman (termasuk enam orang Israel) menandatangani surat terbuka yang mendukung pemboikotan Eurovision.[147][148] Menanggapi seruan boikot, lebih dari 100 selebritas, termasuk aktor Inggris Stephen Fry, menandatangani pernyataan yang menentang pemboikotan Eurovision di Israel: "Kami percaya gerakan boikot budaya merupakan penghinaan bagi warga Palestina dan Israel yang berupaya memajukan perdamaian melalui kompromi, pertukaran, dan pengakuan bersama".[149]
Hatari, grup musik yang mewakili Islandia dalam kontes tersebut, mengibarkan spanduk Palestina di muka kamera pada babak final acara tersebut, menentang aturan EBU yang melarang gestur politik. BDS justru tidak tenang: "Para seniman yang bersikeras melanggar tapal batas boikot Palestina, tampil di Tel Aviv yang menentang seruan kami, tidak dapat mengimbangi kerugian yang mereka timbulkan terhadap perjuangan HAM kami dengan 'menyeimbangkan' tindakan keterlibatan mereka dengan suatu proyek bersama Palestina. Masyarakat sipil Palestina dengan tegas menolak upaya penghindaran ini," demikian pernyataan tersebut.[150]
Pemboikotan akademik
Banyak perguruan tinggi yang telah menjadi target utama gerakan BDS, menurut guru besar Inggris Cary Nelson, "karena dosen dan mahasiswa bisa menjadi bersemangat memperjuangkan keadilan, terkadang tanpa pengetahuan yang memadai tentang fakta dan konsekuensinya. ... Perguruan tinggi juga menawarkan potensi bagi sejumlah kecil aktivis BDS untuk memanfaatkan status dan reputasi institusional demi dampak budaya dan politik yang lebih signifikan."[151]
BDS berpendapat bahwa terdapat hubungan erat antara lembaga-lembaga akademik Israel dan negara, termasuk militernya, sehingga perlu diadakan pemboikotan akademik. Sistem persenjataan modern dan doktrin militer yang digunakan oleh militer Israel dikembangkan di perguruan-perguruan tinggi Israel yang juga menerapkan sistem balas jasa ekonomi dan beasiswa bagi mahasiswa yang bertugas di militer.[152][153] Seperti pemboikotan budaya yang dipimpin BDS, pemboikotan akademik menargetkan lembaga-lembaga pendidikan Israel, bukan akademikus individu.[154]
BDS mendorong setiap akademikus untuk menghindari kegiatan akademis yang diselenggarakan atau disponsori oleh Israel, kegiatan penelitian dan pengembangan yang melibatkan perjanjian kerja sama kelembagaan dengan perguruan-perguruan tinggi Israel, proyek riset yang menggunakan dana dari Israel atau kelompok lobinya, ceramah dan kuliah oleh pejabat dari lembaga-lembaga akademis Israel di tempat-tempat internasional, program studi luar negeri di Israel untuk mahasiswa internasional, dan penerbitan di jurnal-jurnal ilmiah Israel atau menjadi anggota dewan peninjau jurnal-jurnal tersebut.[155]
Resolusi divestasi di universitas-universitas AS
Di Amerika Utara, banyak perguruan tinggi negeri dan swasta memiliki aktiva keuangan yang besar. Aktivis BDS kampus telah mengorganisir kampanye yang meminta universitas untuk berdivestasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pendudukan. Kampanye-kampanye ini sering berkisar pada upaya meloloskan resolusi divestasi dalam badan eksekutif mahasiswa universitas. Meskipun hanya sedikit universitas yang mengindahkan seruan untuk melakukan divestasi, para aktivis percaya bahwa resolusi tersebut penting secara simbolis.[156] Diskusi-diskusi mengenai divestasi memicu minat di seluruh kampus terhadap BDS, yang dimanfaatkan oleh para organisator gerakan untuk keuntungan mereka dengan mengadvokasi tujuan yang tidak lazim.[157]
Pada 2009, Hampshire College menjadi perguruan tinggi Amerika Serikat pertama yang melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang meraup laba dari pendudukan Israel, karena dewan pengawasnya memutuskan untuk menjual sahamnya di Caterpillar, Terex, Motorola, ITT, General Electric, dan United Technologies. Presiden Hampshire College mengatakan bahwa kampanye SJP mendorongnya untuk mengambil keputusan tersebut, tetapi anggota dewan pengawas membantahnya.[158]
Pada tahun 2010, Senat Mahasiswa UC Berkeley mengesahkan resolusi yang menyerukan universitas untuk melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang berbisnis dengan Israel. Resolusi tersebut diveto oleh presiden BEM-nya, yang menyatakan bahwa resolusi tersebut merupakan "serangan simbolis terhadap komunitas tertentu."[159] Pada 2013, rancangan peraturan tentang divestasi lainnya disahkan, tetapi pihak universitas menyatakan tidak akan melakukan divestasi.[160]
Banyak kampanye divestasi yang diselenggarakan mulai dekade 2000-an, jauh sebelum BDS didirikan. Dalam beberapa kasus, dibutuhkan waktu lebih dari satu dekade untuk meloloskan resolusi. Misalnya, di Universitas Michigan, sebuah kelompok mahasiswa bernama Students Allied for Freedom and Equality (Persekutuan Mahasiswa untuk Kebebasan dan Kesetaraan/SAFE) mulai mengampanyekan resolusi divestasi pada tahun 2002. Pada 2017, resolusi ini diajukan kali kesebelas, dan disahkan dengan suara 23 berbanding 17, dengan lima abstain. Kabarnya, sidang resolusi tersebut merupakan yang terpanjang dalam sejarah BEM universitas tersebut.[161] Pada bulan Desember, Majelis Wali Amanat di universitas tersebut menolak resolusi tersebut, dengan menyatakan bahwa "kami sangat menentang tindakan apa pun yang melibatkan boikot, divestasi, atau sanksi terhadap Israel."[162]
Pada tahun 2002, mahasiswa di Universitas Columbia mulai mempromosikan resolusi divestasi;[163] sebuah resolusi tidak mengikat[Verifikasi gagal] yang disahkan pada 2020. Resolusi tersebut menyerukan universitas tersebut "untuk memboikot dan melakukan divestasi dari perusahaan yang "meraup laba dari atau terlibat dalam tindakan Negara Israel terhadap Palestina".[164] Columbia menolak resolusi tersebut[Verifikasi gagal]; menanggapi keputusan ini[butuh klarifikasi], Presiden Lee Bollinger menulis bahwa Columbia "tidak boleh mengubah kebijakan investasinya berdasarkan pandangan tertentu tentang isu kebijakan yang kompleks, terutama ketika tidak ada konsensus di seluruh komunitas Universitas tentang isu tersebut" dan bahwa pertanyaan divestasi akan diselesaikan oleh Dewan Penasihat universitas.[164]
Pada 2019, Universitas Brown menjadi perguruan tinggi anggota Ivy League pertama yang BEM-nya sendiri mengeluarkan peraturan tidak mengikat[Verifikasi gagal] tentang resolusi divestasi, dengan 69% mahasiswa (mewakili 27,5% dari badan mahasiswa) memberikan suara setuju dan 31% tidak setuju.[165][166] Universitas Brown menolak resolusi tersebut. Menanggapi keputusan tersebut, Presiden Universitas Christina Paxson menulis: "Misi Brown adalah untuk memajukan pengetahuan dan pemahaman melalui penelitian, analisis, dan debat. Perannya bukan untuk memihak pada isu-isu geopolitik yang diperdebatkan."[166] Meski demikian, pada tanggal 9 Maret 2020, Komite Penasihat universitas tentang Tanggung Jawab Korporasi dalam Kebijakan Investasi mengonfirmasi rekomendasi resmi kepada Paxson, korporasi, dan badan pengatur tertinggi universitas, untuk melakukan divestasi dari "perusahaan mana pun yang mendapat keuntungan dari pendudukan Israel atas tanah Palestina" dan merujuk pada daftar kriteria yang mungkin untuk divestasi Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdapat dalam laporan tentang daftar perusahaan yang beroperasi di permukiman Tepi Barat.[167]
Para penentang BDS sering berfokus pada perdebatan tentang resolusi divestasi yang dianggap dapat memecah belah.[168] Menurut Nelson, dampak utama resolusi divestasi adalah meningkatnya sentimen anti-Israel (dan terkadang antisemit) di kalangan mahasiswa, fakultas, dan departemen akademik.[55]
Beberapa penentang berpendapat bahwa aktivis yang mendukung resolusi divestasi sering beroperasi secara sembunyi-sembunyi. Mereka mengeklaim bahwa resolusi muncul tanpa pemberitahuan sebelumnya, sehingga pihak oposisi tidak punya waktu untuk bereaksi, bahwa aktivis mengajak pihak luar untuk memengaruhi opini atau memberikan suara pada resolusi universitas meskipun hal ini tidak sah, dan bahwa aktivis mengubah teks resolusi setelah disahkan.[169]
Judea Pearl berpendapat bahwa bagi pendukung BDS, tidaklah relevan resolusi tertentunya lolos atau tidak karena tujuan sebenarnya adalah untuk menjaga perdebatan tetap hidup dan mempengaruhi para pembuat kebijakan di masa depan untuk mencari-cari kesalahan Israel.[170]
Pekan Apartheid Israel
Kelompok terafiliasi BDS menggelar acara yang dikenal sebagai Pekan Apartheid Israel pada bulan Februari atau Maret setiap tahun.[171] IAW dimulai di Universitas Toronto pada tahun 2006,[172][174] kemudian menyebar dan pada tahun 2014 diadakan di 250 kampus di seluruh dunia.[171] Pekan Apartheid ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang sejarah Palestina dan diskriminasi rasial yang mereka alami dan untuk membangun dukungan bagi BDS.[175] Pekan Apartheid memungkinkan para aktivis untuk membingkai masalah ini sebagai salah satu penindasan dan diskriminasi rasial daripada "konflik" antara dua pihak yang setara.[176] Menurut para penentang BDS, Pekan Apartheid bermaksud untuk menghubungkan Israel dengan kejahatan seperti apartheid dan rasisme.[33]
Pemboikotan kebudayaan
Menurut kampanye PACBI, "Lembaga kebudayaan merupakan bagian tak terpisahkan dari kerangka ideologis dan institusional rezim pendudukan, kolonialisme pemukim, dan apartheid Israel terhadap rakyat Palestina."[177] Oleh karena itu, mereka berpendapat, kebudayaan Israel harus diboikot seperti yang dilakukan terhadap Afrika Selatan zaman apartheid. Menurut BDS, sebagian besar, tetapi tidak semua, lembaga budaya Israel mendukung "kemapanan Zionis yang hegemonik" dan dengan demikian terlibat dalam kejahatan Israel dan harus diboikot.
BDS jelas membedakan individu dan institusi. Berbeda dengan boikot kebudayaan Afrika Selatan, boikot budaya BDS tidak menargetkan individu.[154] BDS mendukung hak kebebasan berekspresi dan menolak boikot berdasarkan identitas atau opini.[178] Dengan demikian, produk budaya Israel tidak secara langsung diboikot.[177] Namun, jika seseorang mewakili Israel, membantu upayanya untuk "memperbaiki citranya", atau ditugaskan oleh badan resmi Israel, maka aktivitasnya tunduk pada boikot institusional yang diserukan BDS.[178]
BDS menganjurkan boikot “proyek normalisasi”, yang didefinisikan sebagai berikut:[177]
Kegiatan, proyek, acara, dan produk budaya yang melibatkan warga Palestina dan/atau warga Arab lainnya di satu pihak dan warga Israel di pihak lain (baik bilateral maupun multilateral) yang didasarkan pada premis palsu tentang simetri/kesetaraan antara penindas dan tertindas atau yang berasumsi bahwa baik penjajah maupun terjajah sama-sama bertanggung jawab atas "konflik" tersebut merupakan bentuk normalisasi yang tidak jujur secara intelektual dan tercela secara moral yang seharusnya diboikot.[177]
Jenis proyek Israel-Palestina yang didukung BDS adalah proyek yang pihak Israel mengakui tiga hak yang tercantum dalam "Seruan BDS" dan yang juga menekankan perlawanan terhadap penindasan alih-alih koeksistensi.[177][179] BDS menentang fig-leafing oleh para pelaku budaya internasional—upaya "mengompensasi" partisipasi dalam kegiatan Israel dengan menggunakan "gestur penyeimbang" yang mempromosikan hak-hak Palestina. BDS berpendapat bahwa konsep fig-leafing berkontribusi pada persepsi palsu tentang simetri antara penindas dan yang tertindas.[177][butuh sumber yang lebih baik][rujukan terbitan sendiri]
Pemboikotan budaya ini telah didukung oleh ribuan seniman di seluruh dunia, termasuk pemusik Roger Waters dan penulis Amerika Serikat Alice Walker. Pada 2015, lebih dari 1.000 seniman Britania Raya menyatakan dukungan mereka terhadap boikot ini, yang mengingatkannya pada aksi melawan apartheid di Afrika Selatan:
Perang Israel juga terjadi di sektor kebudayaan. Tentaranya menargetkan lembaga-lembaga budaya Palestina untuk diserang dan mencegah kebebasan bergerak para pelaku budaya. Perusahaan teaternya sendiri tampil di hadapan penonton pemukim di Tepi Barat—dan perusahaan-perusahaan yang sama tersebut berkeliling dunia sebagai diplomat budaya, untuk mendukung 'Brand Israel'. Selama apartheid Afrika Selatan, para musisi mengumumkan bahwa mereka tidak akan 'bermain di Sun City'. Sekarang kami katakan, di Tel Aviv, Netanya, Ashkelon, atau Ariel, kami tidak akan bermain musik, menerima penghargaan, menghadiri pameran, atau mengadakan festival, konferensi, kelas master, maupun lokakarya hingga Israel menghormati hukum internasional dan mengakhiri penindasan kolonialnya terhadap Palestina.[180][181]
Banyak pelaku kebudayaan dan pertunjukan tidak mengindahkan seruan BDS untuk tidak tampil di Israel, dengan alasan:
- Tampil di suatu negara bukan berarti mendukung pemerintahan negara tersebut;[182][183]
- Dengan tampil di Israel, para seniman memiliki kesempatan untuk menyampaikan kepada rakyat Israel apa yang mereka rasakan mengenai pemerintah mereka dan hal ini akan mengajak mereka menuju perdamaian;[184][185]
- Kalau tidak tampil di Israel, para seniman justru memutus silaturahmi dengan komunitas budaya Israel yang sangat pro-Palestina, yang berisiko memperkeras perlawanan terhadap perjuangan Palestina di antara orang Israel;[186][187]
- Para pendukung BDS seperti Roger Waters dan Brian Eno yang mendesak sesama seniman untuk tidak tampil di Israel terlibat dalam perundungan.[188]
Dampak
Ekonomi
Pada bulan Juni 2015, studi RAND Corporation memperkirakan bahwa kampanye BDS yang berhasil melawan Israel dapat merugikan ekonomi Israel sebesar $47 miliar dalam sepuluh tahun.[189] Angka tersebut didasarkan pada model yang meneliti boikot internasional sebelumnya; laporan tersebut mencatat bahwa membuat penilaian dampak ekonomi BDS sulit karena bukti efektivitas sanksi beragam.[190][191] Sebuah laporan pemerintah Israel yang bocor memperkirakan jumlah yang lebih sederhana yaitu $1,4 miliar per tahun.[189] Andrew Pessin dan Doron Ben-Atar berpendapat bahwa karena produk domestik bruto Israel hampir dua kali lipat antara tahun 2006 dan 2015 dan investasi asing di Israel meningkat tiga kali lipat selama periode yang sama, BDS tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap ekonomi Israel.[192] Sebuah laporan Knesset Israel tahun 2015 menyimpulkan bahwa BDS tidak memiliki dampak yang terlihat pada Israel meskipun ekonominya yang bergantung pada ekspor rentan terhadap kampanye semacam itu, dan bahwa ekspor ke Eropa telah berlipat ganda sejak peluncuran gerakan tersebut.[193]
Adam Reuter dari Israeli Reuter Meydan Investment House, sekaligus pendiri firma manajemen risiko keuangan Financial Immunities, berpendapat bahwa pemboikotan produk jadi tidak efektif karena 95% ekspor Israel adalah bisnis-ke-bisnis. Pada 2018, Reuter menulis bahwa studi Financial Immunities selama bertahun-tahun tentang dampak gerakan BDS terhadap ekonomi Israel yang dimulai pada tahun 2010 menghitung bahwa proporsi kerugian ekonomi Israel adalah 0,004%. Sebagai bagian dari studi tersebut, para manajer perusahaan Israel ditanyai berapa banyak kerugian ekonomi yang mereka alami, dengan hanya 0,75% perusahaan yang melaporkan kerugian ekonomi yang dapat diidentifikasi. Tingkat kerugian untuk semuanya kurang dari 10% dari omzet mereka, yang sebagian besar terjadi selama Perang Gaza 2014.[194][195] Meskipun demikian, dua organisasi menarik investasi mereka dari Israel pada tahun 2014: dana pensiun negara Luksemburg, FDC, mengecualikan delapan perusahaan besar Israel, termasuk Bank Hapoalim, Bank Leumi, AFI Group, dan perusahaan Amerika Motorola Solutions sebagai bagian dari program investasi yang bertanggung jawab secara sosial,[196][197] dan YMCA-YWCA Norwegia mengumumkan bahwa mereka akan mendukung "boikot ekonomi yang luas terhadap barang dan jasa dari Israel dan permukiman Israel".[198][199]
Para penentang BDS menganggap perusahaan-perusahaan Israel yang beroperasi di sana bermanfaat bagi warga Palestina di Tepi Barat. Mereka mengatakan perusahaan-perusahaan Israel menawarkan pekerjaan dengan gaji lebih besar daripada pengerja Palestina, serta tidak ada eksploitasi pekerja Palestina, sehingga memboikot perusahaan-perusahaan yang beroperasi di permukiman merupakan tindakan yang kontraproduktif.[86] Para pendukung BDS mengatakan bahwa banyak pekerja Palestina di permukiman gajinya masih lebih rendah daripada upah minimum nasional Israel, sering ditahan, dan hak-hak sosial mereka diabaikan, serta mereka sering terpapar bahaya di tempat kerja. Untuk bekerja di permukiman, warga Palestina harus mendapatkan izin kerja dari Badan Administrasi Sipil Israel. Izin tersebut dapat dibatalkan kapan saja—misalnya, jika para pekerja mencoba berserikat atau terlibat dalam aktivitas politik apa pun.[200][sumber tepercaya?] Pendukung BDS juga berpendapat bahwa, terlepas dari biaya ekonomi yang ditimbulkan, warga Palestina sangat mendukung boikot Israel.[201]
Non-ekonomi
Meninjau empat daftar capaian gerakan BDS yang terbit antara Juli 2017 dan Desember 2018, analis Amin Prager menyimpulkan bahwa, dengan beberapa pengecualian, dampaknya terbatas, tetapi efek potensial terbesar BDS muncul dari tujuan jangka panjangnya untuk memengaruhi wacana tentang legitimasi dan kedudukan internasional Israel.[202] Reut Institute mengatakan bahwa BDS menggunakan "standar ganda" dan "mengkhususkan" Israel. Dalam pandangannya, ini adalah bentuk antisemitisme untuk berkampanye menentang pelanggaran hak asasi manusia Israel ketika pemerintah lain terlibat dalam tindakan yang serupa atau lebih represif.[203] Marc Greendorfer percaya bahwa BDS "menerapkan standar khas [untuk Israel] yang tidak diterapkan ke negara lain mana pun".[204] Pendukung BDS menjawab bahwa, dengan logika itu, gerakan apa pun yang berfokus pada pelanggaran HAM satu negara akan menjadi rasisme; Gerakan Anti-Apartheid hanya menyoroti Afrika Selatan tetapi mengabaikan pelanggaran hak asasi manusia di negara-negara Afrika lainnya, dan sanksi Amerika Serikat terhadap Iran hanya berdampak pada Iran dan tidak pada negara-negara lain yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia serupa.[205]
Barghouti mengatakan bahwa BDS berfokus pada penindasan Israel karena itu berdampak pada rakyat Palestina dan BDS adalah gerakan Palestina. Ia memberi pertanyaan retoris, "Jika Anda sakit flu dan berobat, apakah salah padahal ada penyakit yang lebih parah di luar itu semua? Nah, flu itulah penyakit yang menjangkiti Anda!"[206] Ia dan pendukung BDS lainnya berpendapat bahwa dunia Baratlah—bukan BDS—yang memiliki standar ganda, karena tidak meminta pertanggungjawaban Israel atas pelanggaran HAM-nya.[207] Jacobs dan Soske mengatakan bahwa boikot, divestasi, dan sanksi adalah strategi yang tidak masuk akal terhadap semua rezim yang pantas dicela. Rezim Pol Pot, Boko Haram, dan ISIS kemungkinan besar tidak akan menanggapi strategi tersebut, tetapi pemerintah Israel mungkin akan menanggapinya, menurut mereka.[208]
Menurut pengacara Amerika Serikat Alan Dershowitz, BDS membuat warga Palestina enggan bernegosiasi dengan Israel.[209] ADL juga berpendapat bahwa BDS mengabaikan keinginan pemerintah Israel untuk bernegosiasi dengan Palestina dan malah lebih memilih taktik delegitimasi.[210] Menurut kolumnis Haaretz dan mahasiswa Universitas Brown, Jared Samilow, dampak paling signifikan dari BDS adalah biaya sosial yang harus ditanggung oleh orang-orang Yahudi yang tinggal di luar Israel.[211]
Tanggapan
Tanggapan akademis
Ribuan cendekiawan, seperti fisikawan teoretis Stephen Hawking,[152] dan sejumlah besar lembaga akademik dan mahasiswa telah mendukung boikot akademik terhadap Israel. Termasuk Himpunan Studi Amerika Serikat (ASA), Himpunan Antropologi Amerika Serikat[214], Himpunan Studi Asia Amerika, Himpunan Sosiologi Humanis, Himpunan Nasional untuk Studi Chicana dan Chicago, Himpunan Studi Penduduk Asli Amerika dan Pribumi, Himpunan Studi Timur Tengah, Himpunan Studi Perempuan Nasional, dan puluhan himpunan mahasiswa lainnya.[215][2][216]
Pada tahun 2007, Komite Yahudi Amerika Serikat (AJC) memasang iklan di The Times berjudul "Boycott Israeli universities? Boycott ours, too!". Iklan tersebut mengecam boikot akademis terhadap Israel dan awalnya ditandatangani oleh 300 rektor universitas. Iklan tersebut berargumen bahwa pemboikotan akademis "sangat bertentangan dengan nilai-nilai fundamental akademis, karena kita tidak akan menjadikan pertukaran intelektual sebagai sandera perbedaan pendapat politik saat ini."[217] Phil Gasper, penulis di International Socialist Review, berpendapat bahwa iklan tersebut keliru dalam menggambarkan alasan boikot dan bahwa karakterisasinya sebagai "perbedaan pendapat politik saat ini" justru meremehkannya.[218]
Pada Desember 2013, ASA bergabung dengan boikot lembaga akademik Israel.[219] Israel adalah satu-satunya negara yang diboikot ASA dalam 52 tahun sejak didirikan. Judea Pearl mengecam dukungan ASA terhadap boikot tersebut dan menulis bahwa boikot tersebut memiliki "sifat nonakademis".[220] Dershowitz dan IAN merujuk pada dukungan Presiden Palestina Mahmoud Abbas terhadap boikot khusus untuk bisnis Israel yang beroperasi di permukiman Israel di Wilayah Palestina daripada boikot umum terhadap Israel sebagai bukti bahwa BDS tidak berpihak pada Palestina.[221] Akademikus Amerika Cary Nelson menulis, "BDS sebenarnya tidak menawarkan apa pun kepada rakyat Palestina, yang diklaimnya untuk diperjuangkan."[55]
Pada tahun 2018, setelah sebelumnya setuju untuk menulis surat rekomendasi bagi seorang mahasiswa, guru besar madya Universitas Michigan, John Cheney-Lippold, menolak menulisnya setelah mengetahui bahwa mahasiswa tersebut akan melaksanakan studi di Israel. Setelah para kritikus menyebut surat penolakan tersebut antisemit, Cheney-Lippold mengatakan ia mendukung BDS karena alasan HAM, tetapi menolak dituding antisemitisme. Pedoman PACBI menyatakan bahwa fakultas "tidak boleh menerima rekomendasi bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan studi di Israel".[222][223] Sejumlah 58 organisasi advokasi hak-hak sipil, agama, dan pendidikan mendesak perguruan tinggi tersebut untuk memberikan sanksi kepada Cheney-Lippold.[224] Pihak universitas mengakhiri kontroversi ini dengan memberikan sanksi disiplin kepadanya [225] dan mengeluarkan pernyataan publik yang sebagian berbunyi, "Menahan surat rekomendasi berdasarkan pandangan pribadi tidak memenuhi harapan universitas kami untuk mendukung aspirasi akademis mahasiswa kami. Perilaku yang melanggar harapan ini dan merugikan mahasiswa tidak akan ditoleransi dan akan ditangani dengan konsekuensi yang serius. Tindakan tersebut mengganggu kesempatan mahasiswa kami, melanggar kebebasan akademis mereka, dan mengkhianati misi pendidikan universitas kami."[226]
Pada November 2019, Dewan Arab untuk Integrasi Regional, sebuah kelompok yang terdiri dari 32 intelektual Arab, menolak BDS di sebuah konferensi di London.[227] Mereka menyatakan bahwa BDS telah merugikan perdagangan negara-negara Arab sebesar miliaran dolar, serta "melemahkan upaya Palestina untuk membangun lembaga-lembaga bagi negara masa depan, dan menghancurkan tatanan sosial Arab, karena para pemimpin etnis, agama, dan nasional yang bersaing semakin menerapkan taktik yang pertama kali diuji terhadap Israel."[228] Di dewan tersebut, menteri informasi Kuwait Sami Abdul-Latif Al-Nisf berbicara tentang biaya peluang bagi Palestina, dengan mengatakan bahwa fokus yang terlalu besar pada BDS mengalihkan uang dan perhatian dari investasi pada para profesional Palestina seperti dokter dan rekayasawan.[229]
Sejarawan Holocaust Deborah Lipstadt berpendapat bahwa jika memboikot Israel adalah tujuan utama, maka "kita harus menanggalkan iPhone", karena banyak teknologi diciptakan di Israel. Menurut Lipstadt, tujuan BDS adalah membuat apa pun yang berasal dari Israel tampak beracun, tetapi bukan berarti "setiap anak-anak yang mendukung BDS secara otomatis menjadi anti-Semit".[230]
Pada 23 Maret 2022, Himpunan Studi Timur Tengah (MESA) memberikan suara 768 berbanding 167 untuk mendukung boikot akademis terhadap institusi-institusi Israel atas "keterlibatan mereka dalam pelanggaran HAM dan hukum internasional oleh Israel melalui pemberian bantuan langsung kepada militer dan lembaga intelijen." MESA memiliki 2.700 anggota dan lebih dari 60 anggota institusi. Pada tahun 2014, MESA memberikan suara 265 berbanding 79 untuk mengizinkan anggotanya mendukung BDS.[231][232] Setelah pemungutan suara tersebut, Universitas Brandeis memutuskan hubungan dengan MESA, dengan alasan "kebebasan akademis".[233]
Noam Chomsky juga mengkritik BDS. Argumen utamanya adalah bahwa filosofinya lamban secara intelektual dan dirancang untuk membuat para pemboikot merasa lebih baik daripada benar-benar membantu warga Palestina. Chomsky juga menolak analogi apartheid Afrika Selatan dan Negara Israel dengan tuntutan BDS atas hak kepulangan Palestina, yang ia sebut "jaminan kegagalan".[234][235] Dalam sebuah wawancara pada tahun 2022, ia mengatakan bahwa menyebut tindakan Israel terhadap warga Palestina sebagai "apartheid" adalah "hadiah bagi Israel" karena "Wilayah Pendudukan jauh lebih buruk daripada Afrika Selatan". Ia mengatakan BDS "memiliki rekam jejak yang beragam" dan "harus menjadi lebih fleksibel [dan] lebih bijaksana" tentang dampak tindakannya. Ia mengatakan, "Dasarnya sudah ada" dan "perlu dipikirkan dengan matang tentang bagaimana melanjutkannya."[236]
Tanggapan kebudayaan
Penyelenggara festival musik Rototom Sunsplash yang berlangsung selama seminggu di Spanyol pada 2015 membatalkan penampilan rapper Yahudi-Amerika Serikat Matisyahu yang dijadwalkan setelah menolak menandatangani pernyataan yang mendukung Palestina. Matisyahu mengatakan bahwa pernyataan tersebut "sangat mengerikan dan menyinggung" bahwa ia disebut sebagai "satu-satunya artis Yahudi-Amerika di muka umum".[237] Setelah mendapat kritik dari surat kabar harian Spanyol El País,[238] pemerintah Spanyol, dan organisasi-organisasi Yahudi,[239] penyelenggara meminta maaf kepada Matisyahu dan mengundangnya kembali untuk tampil, dengan mengatakan bahwa mereka "membuat kesalahan, karena boikot dan kampanye tekanan, paksaan, dan ancaman yang dilakukan oleh BDS País Valencià".[240]
Pada 2017, sebuah organisasi pro-Israel mengajukan gugatan terhadap delapan anggota gerakan BDS atas peran mereka dalam aksi tahun 2015 terhadap Matisyahu. Pada 11 Januari 2021, Pengadilan Tinggi Valencia membebaskan para anggota BDS dari dakwaan tersebut. Pengadilan memutuskan tindakan para anggota BDS "dilindungi kebebasan berekspresi dan niat mereka bukanlah untuk mendiskriminasi Matisyahu karena ia Yahudi, melainkan untuk memprotes kebijakan Israel".[241]
Menurut organisasi Amerika Serikat Creative Community for Peace (Komunitas Kreatif untuk Perdamaian), beberapa penampil merasa dilecehkan atau bahkan diancam secara fisik oleh kelompok BDS.[242]
Pada Juli 2019, setelah Open Source Festival di Düsseldorf membatalkan undangan kepada rapper Amerika Serikat Talib Kweli karena menolak mengecam gerakan BDS. Sebanyak 103 seniman, termasuk Peter Gabriel, Naomi Klein, dan Boots Riley, menandatangani surat terbuka yang mengecam upaya Jerman untuk memberlakukan pembatasan pada seniman yang mendukung hak-hak Palestina.[243]
Pada tahun 2019, parlemen Jerman mengeluarkan resolusi yang menganjurkan agar tidak lagi mendanai setiap proyek yang menyerukan boikot Israel dengan alasan gerakan BDS adalah gerakan antisemit. Sebanyak 25 lembaga, termasuk Goethe-Institut, Yayasan Kebudayaan Federal, Deutsches Theater Berlin, Bursa Seniman Jawatan Pertukaran Akademik Jerman, Berliner Festspiele, dan Einstein Forum, mengeluarkan pernyataan bersama pada tahun 2019, setelah perdebatan internal yang intensif, bahwa "tuduhan antisemitisme disalahgunakan untuk menyingkirkan suara-suara penting dan mendistorsi posisi-posisi kritis".[244]
Menurut pemeran perempuan Israel Noa Tishby, situs web resmi BDS dipenuhi dengan misinformasi yang dipilah-pilah tentang sejarah konflik Arab-Israel. Misalnya, situs web tersebut mengeklaim, "Israel sengaja menyerang infrastruktur sipil Palestina", tetapi tidak mengontekstualisasikan klaim tersebut dengan penggunaan tameng manusia oleh Hamas di Jalur Gaza.[245] Menurut Tishby, sikap diam tentang aktivitas Hamas terhadap Israel, ideologi radikal, dan penindasan terhadap warga Palestina merupakan pola di situs web BDS.[246]
Pada tahun 2022, lebih dari 30 penampil mengundurkan diri dari Festival Sydney sebagai protes atas kesepakatan sponsor sebesar $20.000 dengan Kedutaan Besar Israel untuk Australia. Wakil Dubes Israel untuk Australia, Ron Gerstenfeld, mengecam "kampanye anti-Yahudi" dan "agresif" gerakan BDS terhadap para penampil.[247]
Tanggapan Israel

Menurut Institut Studi Keamanan Nasional Israel, BDS menjelaskan Israel sebagai negara rasis, fasis, totaliter, dan apartheid, yang dianggap oleh lembaga tersebut sebagai pencemaran nama baik dan demonisasi Israel. BDS menyatakan bahwa memboikot target-target Israel, terlepas dari posisi atau hubungan mereka dengan konflik Israel-Palestina, merupakan hasutan.[248]
Pada 2007, The Economist menyebut pemboikotan Israel "lemah" dan tidak efektif, menulis, "menyalahkan Israel semata-mata atas kebuntuan di wilayah pendudukan akan terus dianggap tidak adil oleh banyak pihak luar", dan mencatat bahwa para pemimpin Palestina tidak mendukung boikot tersebut.[249] Namun pada awal 2014, mereka menulis bahwa kampanye tersebut, yang semula "tidak pernah dicemooh sebagai rencana orang-orang gila", telah "berubah menjadi arus utama" di mata banyak orang Israel.[250]
Pada 2016, Presiden Israel Reuven Rivlin membandingkan boikot dengan kekerasan dan hasutan. Ia menegaskan bahwa boikot hanyalah tindakan memecah belah rakyat, bahwa BDS mendelegitimasi Israel, dan bahwa beberapa anggota gerakan tersebut menginginkan kehancuran Israel.[251]
Laporan 2018 yang dibuat oleh Kementerian Urusan Strategis Israel menuduh Uni Eropa memberikan 5 juta euro kepada organisasi yang "mempromosikan delegitimasi dan boikot anti-Israel". Para pejabat Uni Eropa dengan tegas membantah laporan tersebut. Kepala kebijakan luar negeri Federica Mogherini menyebut tudingan ini "tidak jelas dan tidak berdasar" dan mengatakan tuduhan ini mencampuradukkan "terorisme dengan isu boikot".[252] Laporan Februari 2019, Teroris Berjas, yang dibuat oleh kementerian Israel, mengeklaim bahwa BDS adalah "pelengkap terorisme", serta Hamas dan anggota Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina (PFLP) telah menyusup ke organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan BDS untuk mendorong "penghapusan Negara Israel sebagai negara-bangsa orang Yahudi". Laporan tersebut menuduh Leila Khaled sebagai contoh infiltrasi semacam itu. Menurut laporan tersebut, Khaled, mantan anggota PFLP yang membajak sebuah pesawat pada tahun 1969 dan mencoba membajak pesawat lainnya pada tahun 1970, adalah tokoh terkenal dalam BDS.[253][butuh sumber nonprimer] BDS menolak laporan tersebut sebagai "propaganda yang direkayasa dan didaur ulang secara liar" dari "pemerintah sayap kanan Israel".[254] Pada 2019, Amnesty mengutip laporan tersebut sebagai contoh upaya Israel untuk mendelegitimasi organisasi dan pembela HAM Israel dan Palestina.[255]
Pada November 2020, kolumnis Haaretz, Anshel Pfeffer, menulis bahwa BDS merupakan buah kegagalan total di sektor ekonomi dan terutama menjadi alat yang berguna bagi sayap kanan Israel. Mengutip lonjakan perdagangan dan hubungan luar negeri yang dialami Israel sejak 2005, termasuk perjanjian normalisasi dengan negara-negara Teluk Arab, Pfeffer menyebut BDS sebagai "kampanye tergagal, terlalu dibesar-besarkan, dan dilebih-lebihkan dalam dua dasawarsa pertama abad ke-21" dan "sebuah keyakinan kecil dalam perang bayangan budaya dan identitas di internet dan segelintir kampus di Barat", menulis bahwa gerakan ini "gagal di segala bidang, kecuali intimidasi terhadap segelintir penyanyi dan akademisi agar tidak berpartisipasi dalam konser atau konferensi di Israel." Ia mengklaim bahwa sayap kanan Israel ingin menjaga momok ancaman gerakan tersebut tetap hidup untuk mencoba mempertahankan mentalitas terkepung di antara penduduk Israel.[256]
Tanggapan Palestina
Warga Palestina yang tinggal di wilayah pendudukan Israel di Palestina sangat mendukung BDS. Dalam jajak pendapat tahun 2015, 86% mendukung kampanye boikot dan 64% percaya bahwa boikot akan membantu mengakhiri pendudukan.[201]
Jumlah ormas Palestina yang mendukung BDS telah meningkat secara stabil sejak didirikan pada tahun 2005.[257] Beberapa LSM Palestina yang mendukung BDS adalah organisasi payung, seperti Jaringan LSM Palestina, yang memiliki 135 anggota pada tahun 2020.[43] Menurut Melanie Meinzer, banyak LSM Palestina menahan diri untuk mendukung BDS karena ketergantungan mereka pada donor membatasi aksi politis mereka.[258] Menurut Finkelstein, BDS melebih-lebihkan tingkat dukungannya dan banyak LSM Palestina yang mendukungnya adalah LSM kecil yang beranggotakan satu orang.[259]
Banyak serikat pekerja Palestina yang mendukung BDS; Federasi Umum Serikat Pekerja Palestina yang beranggotakan 290.000 orang merupakan salah satu penanda tangan awal Seruan BDS. Pada tahun 2011, Koalisi Serikat Pekerja Palestina untuk BDS dibentuk dengan tujuan untuk mempromosikan BDS di kalangan serikat pekerja internal.[260]
Tokoh-tokoh diaspora Palestina, seperti Ali Abunimah,[261] Joseph Massad,[262] dan Linda Sarsour[263] telah mendukung BDS, begitu pula beberapa anggota Palestina di parlemen Israel, termasuk Haneen Zoabi,[264] Basel Ghattas,[265] dan Jamal Zahalka.[266]

Pandangan pucuk pimpinan Palestina terkait BDS bersifat ambivalen. Presiden Mahmoud Abbas tidak mendukung boikot umum Israel dan mengatakan bahwa Palestina juga tidak mendukung. Barghouti membantah pernyataan Abbas, dengan mengatakan, "tidak ada partai politik, serikat pekerja, jaringan LSM, atau ormas Palestina yang tidak mendukung BDS dengan tegas".[267] Namun, Abbas mendukung boikot barang-barang yang diproduksi di permukiman Israel, dan Otoritas Palestina telah menggunakan boikot untuk mendapatkan pengaruh atas Israel. Misalnya, pada tahun 2015, Otoritas Palestina memberlakukan boikot terhadap 6 produsen makanan besar Israel sebagai balasan terhadap Israel karena menahan dana pajak Palestina.[268] Otoritas tertinggi kedua, seperti Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Dewan Pusat Palestina, telah mengumumkan niatnya untuk:[269]
...mengadopsi gerakan BDS dan menyerukan kepada negara-negara di seluruh dunia untuk menjatuhkan sanksi kepada Israel untuk mengakhiri pelanggaran berat terhadap hukum internasional, agresi berkelanjutan terhadap rakyat Palestina, dan rezim apartheid yang [Israel] terapkan terhadap mereka.
Sejumlah akademisi Palestina telah menentang boikot akademik Israel, termasuk mantan Presiden Universitas Al-Quds Sari Nusseibeh, yang mengakui bahwa pandangannya merupakan minoritas di antara rekan-rekannya.[270] Beberapa akademisi Palestina telah mengkritik kolaborasi Nusseibeh dengan Universitas Ibrani Yerusalem, melihatnya sebagai bentuk normalisasi.[271] Matthew Kalman berspekulasi di The New York Times bahwa penentangan terhadap boikot lebih luas di kalangan akademisi Palestina tetapi mereka takut untuk berbicara.[272] [270]
Naravlog Palestina-Israel, Nas Daily, telah menyatakan penolakannya terhadap pemboikotan Israel.[273] BDS mengecam Nas Daily karena menormalisasi hubungannya dengan Israel.[274]
Tanggapan internasional
Afrika

Organisasi dan tokoh masyarakat Afrika Selatan yang terlibat dalam perjuangan melawan apartheid telah mendukung BDS. Dukungan tersebut secara simbolis penting bagi BDS karena BDS berupaya memposisikan diri sebagai penerus spiritual gerakan anti-apartheid. Uskup Agung Afrika Selatan Desmond Tutu, yang dikenal karena aktivisme antiapartheid dan HAM-nya, mendukung BDS semasa hidupnya.[275] Ia mengambil keputusan ini setelah mengunjungi wilayah Palestina, membandingkan kondisi di sana dengan kondisi di Afrika Selatan pada zaman apartheid, dan menyarankan bahwa tujuan Palestina harus dicapai sebagaimana yang telah dilakukan di Afrika Selatan.[276] Foxman mengkritik pernyataan Tutu, dengan mengatakan bahwa pernyataan tersebut menunjukkan "kebencian fanatik terhadap tanah air Yahudi dan orang-orang Yahudi".[277]
Pada 2012, partai Afrika Selatan di Kongres Nasional Afrika (ANC) memberikan restunya kepada BDS, dengan mengatakan, "Palestina adalah korban dan pihak tertindas dalam konflik dengan Israel."[278] Kongres Serikat Buruh Afrika Selatan (COSATU) juga mendukung BDS, mendukungnya sepenuhnya pada tahun 2011.[279] Selama konflik Israel–Gaza tahun 2014, COSATU berjanji untuk "mengintensifkan" dukungannya terhadap BDS, dengan melakukan unjuk rasa di Woolworths karena menyimpan barang-barang Israel.[280]
Amerika Utara
Solider Québec Kanada mendukung BDS.[281] Partai Hijau Kanada memilih untuk mendukung BDS pada 2016, meski ada penolakan keras dari pimpinannya, Elizabeth May, yang mengancam akan mengundurkan diri.[282]
Dua partai politik utama AS menentang BDS.[283] Penulis Amerika Serikat Jonathan Schanzer dari Yayasan Pertahanan Demokrasi berpendapat bahwa terdapat hubungan antara BDS dan pendukung Hamas di Amerika Serikat. Dalam sidang kongres tahun 2016, ia mengatakan bahwa beberapa pemimpin organisasi yang telah "ditetapkan, ditutup, atau dianggap bertanggung jawab secara perdata karena memberikan dukungan material kepada organisasi teroris Hamas" tampaknya telah "beralih ke posisi kepemimpinan dalam kampanye BDS Amerika Serikat".[284][285]
Pada 2017, 50 gubernur negara bagian AS dan wali kota Washington, D.C., menandatangani kampanye "Bersatu Melawan BDS" , sebuah inisiatif yang disponsori oleh Komite Yahudi Amerika Serikat yang mengutuk BDS "bertentangan dengan nilai-nilai kami dan nilai-nilai negara bagian kami" dan menekankan "dukungan kami untuk Israel sebagai sekutu penting AS, mitra ekonomi penting, dan pejuang kebebasan."[286]
Oseania
Partai Hijau New South Wales Australia mendukung BDS.[287] Sementara Partai Liberal Australia menentangnya.[288]
Eropa
Para mantan Perdanan Menteri Britania Raya Tony Blair,[289] David Cameron,[290] Theresa May,[291] dan Boris Johnson semuanya menentang boikot Israel.[292][293] Mantan Perdana Menteri Spanyol José María Aznar mengatakan bahwa BDS menerapkan standar ganda terhadap Israel dan oleh karena itu bersifat antisemit. Menurutnya, BDS ingin "mengosongkan" Israel dari orang Yahudi.[294]
Pada 2017, Dewan Kota München melarang pendanaan publik atau menyediakan ruang bagi pendukung BDS. Posisi ini ditentang di pengadilan dan putusan pengadilan yang lebih rendah dibatalkan pada banding 2020.[295] Pada Mei 2017, cabang Berlin dari Partai Sosial Demokrat Jerman mengeluarkan resolusi yang mengutuk BDS sebagai antisemit.[296] Pada 17 Mei 2017, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendorong menteri luar negeri Denmark Anders Samuelsen untuk berhenti mendanai organisasi Palestina yang mendukung gerakan BDS.[297] Dua hari kemudian, kementerian luar negeri Denmark memulai penyelidikan terhadap 24 organisasi di Israel dan Palestina yang didukung Denmark. Pada tanggal 24 Mei, Netanyahu menelepon PM Denmark Lars Løkke Rasmussen untuk mengeluh tentang kegiatan pendanaan Denmark di wilayah tersebut.[298]
Pada Desember 2017, Kementerian Luar Negeri Denmark mengumumkan Denmark akan mendanai sedikit organisasi dan bahwa persyaratan untuk mendapatkan dana Denmark perlu "lebih ketat dan lebih jelas". Juru bicara urusan luar negeri Venstre, Michael Aastrup Jensen, mengatakan: "Israel telah menolak dengan tegas. Dan Israel menganggapnya sebagai masalah, jadi sekarang kami akan menjernihkan situasi dan mengubah dukungan kami".[299]
Dalam menanggapi progres pembahasan RUU Irlandia tentang Pengendalian Aktivitas Ekonomi (Wilayah Pendudukan) tahun 2018,[300] Netanyahu mengecam RUU tersebut sebagai upaya untuk mendukung BDS dan "merugikan Israel".[301] Menurut Kementerian Luar Negeri Israel, duta besar Irlandia mengatakan bahwa pemerintah Irlandia menentang BDS.[302]
Pada 7 Februari 2019, Ninna Hedeager Olsen, kepala dinas keteknikan dan lingkungan Kopenhagen, dari partai Denmark Enhedslisten, memberikan penghargaan kepada tiga aktivis BDS yang dikenal sebagai Humboldt 3 atas pekerjaan mereka "untuk mengungkap sifat rezim Israel yang mirip Apartheid dan pelanggaran sistematis terhadap hukum internasional."[303]
Pada Januari 2022, mahkamah federal Jerman menolak banding dewan tersebut, dengan menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan Jerman "menjamin hak setiap orang atas kemerdekaan berekspresi dan mengemukakan pendapat."[295] Sebuah laporan tahun 2024 oleh Kantor Federal Perlindungan Konstitusi Jerman mengatakan BDS memiliki "hubungan dengan ekstremisme sekuler Palestina" dan mencatat dukungannya oleh kelompok-kelompok yang telah ditetapkan Jerman sebagai organisasi teroris, termasuk Hamas dan Jihad Islam Palestina.[304][305][306]
Asia
Di Indonesia, gerakan BDS mendapatkan daya tarik, khususnya dari komunitas muslim dan komunitas pendukung perjuangan Palestina di Indonesia. BDS diketahui telah memiliki cabang di Indonesia.[307] Menanggapi seruan BDS, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa nomor 83 tahun 2023 yang mengharamkan dukungan terhadap Israel, termasuk melalui pembelian produk yang terafiliasi dengan Israel.[308]
Tanggapan serikat pekerja
Pada bulan April 2014, Persatuan Guru Nasional Britania Raya, serikat guru terbesar di Uni Eropa, mengeluarkan resolusi yang mendukung boikot terhadap Israel.[309] Pada bulan Juli tahun yang sama, Unite the Union Britania Raya memilih untuk bergabung dengan BDS.[310]
Pada bulan Desember 2014, UAW Local 2865, cabang lokal Serikat Buruh Otomotif (UAW) yang mewakili lebih dari 14.000 pekerja di Universitas California, mengadopsi resolusi yang mendukung BDS, dengan 65% suara mendukung.[311] Ini menjadi serikat buruh AS pertama yang mendukung BDS.[312]
Satu tahun setelah pemungutan suara, Dewan Eksekutif Internasional UAW memberi tahu UAW Local 2865 bahwa mereka telah membatalkan pemungutan suara tersebut. Penentangan terhadap resolusi BDS datang dari kelompok kecil pro-Israel yang dikenal sebagai Informed Grads,[313] yang diwakili oleh firma hukum global Gibson, Dunn & Crutcher. IEB menyatakan bahwa dukungan terhadap boikot tersebut akan mengganggu "arus perdagangan ke dan dari perusahaan-perusahaan yang dialokasikan". Kaukus BDS UAW 2865 membantah argumen Dewan Eksekutif Internasional, dengan mengatakan bahwa Dewan tersebut lebih peduli pada "arus perdagangan" daripada solidaritas dengan serikat buruh Palestina.[314] Dewan tersebut kemudian menuduh bahwa resolusi tersebut bersifat antisemit; Kaukus BDS menyebut tuduhan tersebut "sama seperti tuduhan antisemitisme tak berdasar yang sering dilontarkan kepada siapa pun yang kritis terhadap Israel".[314]
Pada April 2015, Confédération des syndicats nationaux, di Quebec, Kanada, yang mewakili 325.000 pekerja di hampir 2.000 serikat pekerja, memilih untuk bergabung dalam kampanye BDS dan mendukung embargo militer terhadap Israel.[315]
Pada 11 September 2019, Kongres Serikat Buruh Britania Raya mengesahkan mosi berjudul "Palestina: mendukung hak untuk menentukan nasib sendiri", menyerukan prioritas "hak-hak Palestina atas keadilan dan kesetaraan, termasuk dengan menerapkan prinsip-prinsip ini berdasarkan hukum internasional untuk semua perdagangan Britania Raya dengan Israel", dan menyatakan penentangannya terhadap "solusi yang diusulkan untuk Palestina, termasuk 'kesepakatan' Trump, yang tidak didasarkan pada hukum internasional yang mengakui hak kolektif mereka untuk menentukan nasib sendiri dan untuk pulang ke rumah mereka".[316]
Upaya melawan BDS
Lobi Israel menganggap BDS sebagai ancaman bagi eksistensi Israel dan telah mengorganisasi sebuah kampanye balasan untuk menentangnya, dengan dalih pencemaran nama baik, intimidasi, dan perang hukum.[317] Banyak kelompok yang telah dibentuk untuk melawan BDS. Pada 2010, Federasi Yahudi Amerika Utara dan Dewan Yahudi untuk Urusan Publik mendirikan Jaringan Aksi Israel (IAN) dengan uang perjanjian sebesar $6 juta.[318] Pada tahun 2015, megadonor pro-Israel Sheldon Adelson dan Haim Saban mengadakan pertemuan dengan perwakilan dari 50 organisasi Yahudi, mengumpulkan $50 juta untuk memerangi BDS di kampus-kampus AS.[319] Pada tahun yang sama, Satuan Tugas Makabe dibentuk, dipimpin oleh David Brog, dengan misi "untuk memastikan bahwa mereka yang berusaha mendelegitimasi Israel dan menjelek-jelekkan orang Yahudi dikonfrontasi, diperangi, dan dikalahkan".[320] Kampanye Kreatif untuk Perdamaian menyatakan bahwa mereka mendukung dan menginformasikan pada artis yang dijadwalkan tampil di Israel, dengan menyatakan bahwa mereka hanya perlu "membeberkan fakta".[321]
Di dunia akademis
Salah satu taktik yang digunakan untuk membungkam aktivis di dunia akademis adalah membuat daftar hitam. Hal ini menyebabkan mahasiswa dan fakultas yang khawatir tentang pembalasan dan publisitas negatif, dipaksa menahan diri dari aktivisme.[322] Daftar hitam terkenal adalah situs web anonim Canary Mission, yang membocorkan foto dan data pribadi tentang mahasiswa dan fakultas yang mempromosikan BDS. Situs ini mengancam untuk menyerahkan data-data mahasiswa kepada calon-calon karyawannya.[323] Menurut Intercept, situs web tersebut telah mempersulit aktivis dalam mengorganisasi kegiatan karena orang-orang khawatir nama mereka akan tercatat di sana. Aktivis yang tercatat dalam situs tersebut telah melaporkan menerima ancaman pembunuhan.[324] Daftar hitam lainnya adalah outlawbds.com yang sekarang sudah mati, yang dioperasikan oleh badan intelijen swasta Israel Psy-Group. Mereka mengirim surel yang mengancam aktivis BDS di New York, dan memperingatkan bahwa mereka telah diidentifikasi sebagai "promotor BDS".[325] Banyak aktivis yang mencoba untuk meredakan efek mengerikan dari daftar hitam dengan memperlakukan masuknya mereka ke dalam daftar hitam secara hormat atau dengan mencoba memasukkan diri mereka ke dalam daftar hitam.[326]
Operator daftar hitam tersebut sering kali anonim. Menurut investigasi The Forward, daftar hitam "SJP Uncovered" didanai oleh Koalisi Israel di Kampus.[319] Menurut Haaretz, Canary Mission didanai oleh Federasi Komunitas Yahudi San Francisco dan Yayasan Komunitas Yahudi Los Angeles, dan dioperasikan oleh organisasi nirlaba Israel, Megamot Shalom.[327]
Undang-undang dan resolusi anti-BDS
Menanggapi BDS, sejumlah lembaga legislatif telah mengesahkan undang-undang yang mencegah orang dan badan hukum untuk memboikot Israel serta barang-barang dari permukiman Israel. Para pendukungnya mengatakan bahwa undang-undang tersebut diperlukan karena BDS adalah gerakan antisemit.[328] Setelah disahkannya undang-undang ini, warga Dickinson, Texas, dipaksa menyatakan bahwa mereka tidak akan memboikot Israel agar memenuhi syarat memperoleh ganti rugi atas kerusakan pascahurikan Harvey. Sementara itu, seorang guru matematika di Kansas dipaksa membuat janji tidak memboikot Israel sebagai syarat memperoleh gaji dari pemerintah negara bagian; dan sebuah surat kabar Arkansas diminta untuk menandatangani janji anti-boikot agar dapat dibayar untuk iklan Universitas Negeri Arkansas yang hendak dipasangnya.[329]
David Kaye, pelapor khusus PBB untuk promosi dan perlindungan hak kemerdekaan mengemukakan pendapat dan berekspresi, mengatakan bahwa pemboikotan telah lama dianggap sebagai bentuk ekspresi yang sah, dan undang-undang anti-BDS tampaknya "menekan sudut pandang politik tertentu" dan gagal memenuhi kriteria hukum internasional untuk "pembatasan yang diizinkan atas ucapan" karena undang-undang ini bertentangan dengan Pasal 19 ayat (2) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), sebuah perjanjian yang ditandatangani oleh Amerika Serikat.[330]
Di AS, UU anti-BDS telah disahkan. Ada dua undang-undang federal, Israel Anti-Boycott Act (UU Antiboikot Israel) 2017 dan Combating BDS Act (UU Melawan BDS) 2019, keduanya dimaksudkan untuk mencabut hak atas kontrak karya pemerintah terhadap entitas yang berpartisipasi dalam pemboikotan Israel. Di beberapa negara bagian, UU ini telah ditentang Amendemen Pertama Konstitusi AS karena melanggar kemerdekaan mengemukakan pendapat warga negara.[331] Pendukung UU anti-BDS berpendapat bahwa yang diboikot adalah aktivitas ekonomi, bukan kemerdekaan berpendapat, dan bahwa undang-undang yang melarang kontrak karya pemerintah terhadap kelompok yang memboikot Israel serupa dengan undang-undang antidiskriminasi lainnya yang telah ditegakkan sebagai konstitusional berdasarkan Klausul Perdagangan.[332] Pihak penentang UU anti-BDS, seperti ACLU, berpendapat bahwa undang-undang tersebut tidak analog dengan undang-undang antidiskriminasi karena hanya menargetkan boikot Israel.[333] Texas, Kansas, dan Arizona telah mengubah undang-undang anti-BDS mereka sebagai tanggapan atas tuntutan hukum.[334][335] Dalam Jajak Pendapat Isu Kritis Universitas Maryland tahun 2022, sebanyak 68% responden menyatakan mereka menentang undang-undang yang mengkriminalisasi boikot terhadap Israel.[336]
Pascainvasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022, para kritikus pemerintah Israel menunjukkan bahwa beberapa politikus AS yang mendukung sanksi terhadap Rusia dan pemboikotan Rusia dan Belarus sebelumnya telah mengkampanyekan dan mengesahkan undang-undang anti-BDS yang menghukum boikot Israel.[337][338][339]
Di Israel, telah disahkan dua undang-undang anti-BDS: yakni pada2011 yang mengkriminalisasi seruan untuk memboikot Israel,[126] serta pada 2017 yang melarang orang asing yang menyerukan boikot tersebut memasuki Israel atau permukimannya.[126] Pada tahun 2019, Israel menuai kontroversi karena menolak masuknya dua Perwakilan AS yang mendukung BDS, Rashida Tlaib dan Ilhan Omar.[340]
Cap "gerakan diduga ancaman ekstremis" di Jerman

Pada Juni 2024, Kantor Perlindungan Konstitusi Federal (BIV) pertama kali mengklasifikasikan kampanye BDS terhadap Israel sebagai ancaman ekstremis yang dicurigai. Badan yang dibentuk untuk memerangi ancaman neo-Nazi dan ekstremisme domestik ini menyelidiki peran BDS setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel, yang kemudian memicu peningkatan protes anti-Israel oleh kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan BDS.[304][305][306]
Di Jerman, gerakan BDS sering dibanding-bandingkan dengan boikot Nazi terhadap bisnis Yahudi dan dianggap "tidak lain hanyalah awal dari jalan menuju Holocaust lainnya".[341][342] Peneliti perdamaian Gert Krell menyebut perbandingan ini "sangat dipertanyakan, jika bukan demagogi murni", menyoroti perbedaan antara menolak pendudukan militer dan menargetkan minoritas yang tidak berdaya di negara totaliter.[342] Perlindungan kebebasan berekspresi membatasi kemampuan untuk memblokade BDS, tetapi upaya anti-BDS telah memberikan dampak yang signifikan.[342][341]
Tindakan balasan Israel
Antara 2018 hingga 2019, Israel menggelontorkan dana sebesar lebih dari $100 juta untuk melawan BDS, yang dianggapnya sebagai ancaman strategis.[343] Pada tahun 2016, duta besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menyatakan bahwa (wakil) Israel berada di banyak negara "sehingga memboikot Israel akan menjadi tindakan ilegal."[344] Pada 2020, terungkap bahwa kelompok lobi yang didanai negara Israel telah berperan penting dalam mendorong undang-undang anti-BDS di banyak negara bagian AS.[18]
Pada 2018, kode etik baru diadopsi untuk perguruan-perguruan tinggi Israel. Kode etik ini melarang setiap fakultas menyerukan atau berpartisipasi dalam pemboikotan Israel.[345]
Pada 2010, lembaga pemikir Israel, Reut Institute[catatan 3] mempresentasikan makalah berjudul "The Delegitimization Challenge: Creating a Political Firewall (Tantangan Delegitimasi: Menciptakan Tembok Api Politis)" di Konferensi Herzliya. Makalah tersebut merekomendasikan penggunaan badan intelijen untuk menyerang dan menyabotase apa yang mereka yakini sebagai "pusat" internasional gerakan tersebut di London, Madrid, Toronto, dan kota-kota lainnya.[346][347] Dalam makalah terkait, lembaga pemikir tersebut menyerukan para pendukung pro-Israel untuk "mengungkap, menyebut, dan mempermalukan" para pengkritik Israel dan "menjebak mereka... sebagai penyebar standar ganda yang anti-perdamaian, antisemit, atau tidak jujur."[319]
Dalam laporan yang bocor dari tahun 2017, "The Assault On Israel's Legitimacy The Frustrating 20X Question: Why Is It Still Growing? (Serangan terhadap Legitimasi Israel, Pertanyaan yang menimbulkan Frustrasi 20X: Mengapa Terus Bertumbuh?)", Reut merekomendasikan untuk membedakan antara "penghasut" antizionis garis keras dan manusia "ekor panjang":yang kritis terhadap Israel tetapi tidak menginginkan "penghapusannya". Para penghasut harus "ditangani tanpa kompromi, baik secara terbuka maupun diam-diam", demikian pernyataan laporan tersebut, tetapi "manusia ekor panjang" tersebut harus diyakinkan melalui persuasi, karena pendekatan yang keras berisiko mendorong mereka lebih dekat ke "kubu anti-Israel".[348]
Kementerian Urusan Strategis
Ada kampanye balasan yang digalakkan oleh Kementerian Urusan Strategis Israel.[349][319] Pada tahun 2015, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa kementerian tersebut akan memperoleh anggaran sebesar 100 juta syikal serta merekrut sepuluh karyawan untuk melawan BDS.[350] Sebagian dana tersebut telah digunakan untuk membeli ruang iklan di media massa Israel untuk mempromosikan iklan layanan masyarakat anti-BDS.[349]
Pada Juni 2016, Haaretz melaporkan bahwa kementerian tersebut akan membentuk unit "trik kotor" untuk "membentuk, mempekerjakan, atau menggoda organisasi atau kelompok nirlaba yang tidak terikat dengan Israel, untuk menyebarkan" informasi negatif tentang pendukung BDS.[351] Berita ini muncul setelah adanya laporan bahwa upaya Israel untuk melawan BDS tidaklah efektif, karena sebagian tanggung jawabnya telah dialihkan dari Kementerian Luar Negeri ke Kementerian Urusan Strategis. "Meskipun menerima perluasan wewenang 2013 untuk menjalankan kampanye pemerintah melawan upaya delegitimasi dan boikot terhadap Israel, Kementerian Urusan Strategis tidak memanfaatkan anggarannya secara maksimal dan tidak memiliki pencapaian signifikan di bidang ini," Haaretz mengutip laporan tersebut. "Pada tahun 2015, Kementerian tersebut masih belum melaksanakan rencana kerjanya."[352] Pada tahun 2017, kabinet mengalokasikan 128 juta syikal selama tiga tahun untuk sebuah perusahaan kedok, tetapi hanya menghabiskan 13 juta syikal dengan sedikit hasil yang terlihat.[353]
Pada 21 Maret 2017, Menteri Urusan Strategis Gilad Erdan mengumumkan rencana untuk membuat pangkalan data warga negara Israel yang mendukung BDS.[354] Pangkalan data tersebut akan diolah menggunakan sumber terbuka seperti Facebook dan unggahan media sosial. Jaksa Agung Avichai Mandelblit menolak, dengan mengatakan bahwa hanya polisi rahasia Israel, Shin Bet, yang berwenang memantau warga negara dengan cara tersebut. Anggota Knesset Arab-Israel, Ayman Odeh, mengecam gagasan tersebut, dengan mengatakan bahwa pemerintah khawatir akan perjuangan tanpa kekerasan melawan pendudukan.[355]
Pada 2019, kementerian ini mengumumkan bahwa kampanye ekonominya melawan BDS telah menutup 30 rekening keuangan kelompok-kelompok pro-BDS.[356] Pada Oktober 2020, +972 Magazine melaporkan bahwa Kementerian Urusan Strategis membayari The Jerusalem Post lebih dari 100.000 syikal pada tahun 2019 untuk menerbitkan suplemen khusus berjudul Unmasking BDS untuk mendelegitimasi gerakan BDS.[357] Kementerian tersebut ditutup pada tahun 2021 oleh pemerintahan ke-36 dan digabungkan ke Kementerian Luar Negeri.[358]
Concert
Concert berjalan sebagai usaha patungan dengan Kementerian Urusan Strategis yang kini telah ditutup, tetapi gagal mencapai tujuannya untuk mempromosikan diplomasi publik Israel. Pada Januari 2022, diputuskan untuk memulai kembali Concert dan mengalokasikan $31 juta selama empat tahun dengan pendanaan organisasi sipil.[359]
Pelecehan terhadap aktivis BDS
Pemerintah Israel banyak mengancam dan melecehkan aktivis BDS.
Pada September 2009, Mohammed Othman ditahan setelah pulang dari Norwegia tempat ia membahas BDS dengan para pejabat Norwegia. Ia dibebaskan setelah empat bulan, setelah kampanye Amnesty International yang mengancam akan menyatakannya sebagai tahanan hati nurani. Anggota Komite Nasional BDS, Jamal Juma, juga ditahan selama beberapa minggu pada tahun 2009. Tidak ada tuntutan yang diajukan terhadap keduanya.[360][361]
Pada Maret 2016, Menteri Israel Yisrael Katz menyatakan bahwa Israel harus menerapkan "pemusnahan sipil tertarget" terhadap para pemimpin BDS. Menurut Amnesty International, maksud kebijakan tersebut adalah rencana pembunuhan tertarget yang dilakukan Israel terhadap anggota kelompok bersenjata Palestina. Erdan menyerukan agar para pemimpin BDS "membayar harga" atas pekerjaan mereka.[362] Menanggapi hal ini, Amnesty International mengeluarkan pernyataan yang menyatakan keprihatinannya terhadap keselamatan dan kebebasan Barghouti dan aktivis BDS lainnya.[363] Barghouti telah menjadi target pencekalan perjalanan dan pada tahun 2019 pemerintah Israel mengumumkan bahwa mereka sedang bersiap untuk mengusirnya.[364]
Pada bulan Juli 2020, tentara Israel menangkap Mahmoud Nawajaa, Koordinator Umum BNC, di rumahnya dekat Ramallah dan menahannya selama 19 hari.[365][366]
Brand Israel
Dua akademikus, Rhys Crilley dan Ilan Manor, mengatakan bahwa "selama konflik Israel-Palestina berlanjut, reputasi global Israel akan terus memburuk" dan mengutip sejumlah survei global, termasuk Nation Brand Index 2006, yang menemukan bahwa "Israel adalah jenama terburuk di dunia...jenama Israel adalah yang paling negatif yang pernah kami ukur"[367] karena konflik berkepanjangan dengan Palestina, yang dikombinasikan dengan aktivitas BDS, menyebabkan Israel semakin dikaitkan dengan apartheid dan kejahatan perang.[368] Pemerintah Israel menggagas "Brand Israel", sebuah kampanye untuk memperbaiki citra Israel dengan menunjukkan "wajahnya yang lebih cantik", mengerdilkan agama, dan menghindari pembahasan konflik dengan Palestina.[369]
Brand Israel mempromosikan budaya Israel di luar negeri dan banyak mempengaruhi "pembentuk opini" dengan mengajak mereka berwisata gratis ke Israel.[370] BDS berupaya melawan kampanye ini dengan mendesak masyarakat untuk tidak berpartisipasi padanya. Misalnya, pada 2016, pemerintah Israel menawarkan 26 selebritas nominasi Oscar perjalanan gratis 10 hari ke Israel senilai setidaknya $15.000 hingga $18.000 per orang.[371] Aktivis BDS memasang kampanye berbunyi "#SkipTheTrip. Don't endorse Israeli apartheid" dan mendesak para selebritas tersebut untuk tidak ke Israel.[372]
Efektivitas
Menanggapi cap "ancaman strategis" dari Pemerintah Israel, BDS justru mengeklaim cap tersebut sebagai bukti keberhasilannya.[373][374] Barghouti yakin bahwa satu-satunya dampak dari tindakan keras Israel adalah mempercepat berakhirnya pendudukan dan kebijakan apartheid Israel, dan bahwa upayanya untuk menghancurkan BDS akan gagal. Ia berpendapat bahwa BDS telah menyeret Israel ke "medan perang" HAM, dengan "senjata" intimidasi, fitnah, ancaman, dan perundungannya yang masif menjadi tidak seefektif senjata nuklirnya. Ekstremisme Israel dan kesediaannya untuk mengorbankan topeng "demokrasi" terakhirnya hanya akan membantu BDS berkembang, menurutnya.[375][376]
Hitchcock berspekulasi bahwa balasan-balasan ini dapat menjadi bumerang, terutama jika dianggap melanggar hak kebebasan berbicara. Misalnya saja, ia mencontohkan perintah Trump tahun 2019 kepada lembaga-lembaga federal untuk menggunakan definisi antisemitisme yang mencakup ujaran kritis terhadap Israel ketika menyelidiki jenis pengaduan diskriminasi tertentu. Para kritikus berpendapat bahwa tujuan cap antisemit tersebut adalah untuk menindak aktivisme kampus pro-BDS, dan kritik mereka pun muncul di jurnal-jurnal arus utama seperti The New York Times, The New Yorker, dan Los Angeles Times.[377]
Jajak pendapat Pew Research Center tahun 2022 menemukan 84% warga Amerika Serikat mengetahui gerakan BDS. Dari 15% yang mengetahui gerakan tersebut, hanya sepertiganya yang mendukungnya.[378]
Yahudi dan gerakan BDS
Menurut jajak pendapat Pew Research tahun 2020, hanya 10% komunitas Yahudi Amerika Serikat mendukung BDS,[379] tetapi hampir seperempat orang Yahudi Amerika Serikat di bawah usia 40 tahun mendukung pemboikotan produk Israel, menurut jajak pendapat J Street tahun 2020.[380] Sina Arnold percaya bahwa perbedaan tersebut menandakan bahwa pemuda Yahudi Amerika yang progresif mengakui Israel tidak lebih banyak daripada generasi yang lebih tua.[381] Aktivis Yahudi terkadang memainkan peran sentral dalam kampanye BDS,[382] sesuatu yang menurut Barghouti membuktikan bantahan terhadap cap antisemit gerakan tersebut.[383] Maia Hallward mengaitkan dukungan Yahudi terhadap BDS dengan dua faktor: sejarah panjang aktivisme keadilan sosial di antara orang Yahudi dan keinginan di antara para aktivis untuk meredakan tuduhan antisemitisme.[384] Arnold menyebutnya sebagai "bentuk esensialisme strategis", dengan aktivis Yahudi membuat diri mereka terlihat atau dibuat terlihat oleh orang lain.[381]
Sejumlah Yahudi pro-BDS telah dipertanyakan ke-Yahudiannya oleh orang Yahudi lainnya, dan beberapa melaporkan bahwa dirinya dijuluki "pembenci diri", "pro-Nazi", atau "pengkhianat".[385][386][387] Rabbi David Wolpe mengatakan bahwa Yahudi pro-BDS harus dijauhi:[388]
Setiap orang Yahudi yang mendukung BDS, atau mengingkari legitimasi Negara Israel, tidak akan diberi hak tempat di meja perundingan. Mereka tidak boleh diundang untuk berbicara di sinagoge, gereja, universitas, dan lembaga lain yang menghormati wacana rasional. Mereka harus memiliki status intelektual yang sama dengan anggota Ku Klux Klan: penyebar kebencian.
Philip Mendes membedakan orang Yahudi yang membela hak-hak Palestina dan mendukung dialog Yahudi-Arab dari "orang-orang mengaku Yahudi yang tidak representatif" yang digunakan BDS sebagai alibi.[389][390] David Hirsh menulis, "Orang Yahudi juga dapat membuat klaim antisemit ... dan memainkan peran penting, meskipun tanpa disadari, dalam mempersiapkan landasan bagi munculnya gerakan antisemit di masa depan."[391] Noa Tishby menulis, "Karena Yudaisme selalu berpihak pada hak asasi manusia dan mendorong keberagaman pendapat, saya sepenuhnya mendukung untuk menentang kebijakan pemerintah Israel ketika Anda tidak menyukainya. Tetapi ketika mahasiswa [universitas Yahudi] ... berteriak mendukung BDS, saya tidak yakin apa tujuan sebenarnya, dan saya cukup yakin mereka juga tidak tahu."[392] ADL telah menulis bahwa Suara Perdamaian Yahudi (Jewish Voice for Peace/JVP) "menggunakan identitas Yahudinya untuk melindungi gerakan anti-Israel dari tuduhan antisemitisme dan memberikan kredibilitas yang lebih besar pada gerakan anti-Israel".[393] JVP menjawab bahwa aktivismenya didasarkan pada nilai-nilai dan tradisi Yahudi [394] Judith Butler melihat aktivisme BDS-nya sebagai "penegasan ke-Yahudian yang berbeda dari yang diklaim oleh negara Israel."[381]
Tuduhan antisemitisme
Tidak ada kesepakatan apakah BDS bersifat antisemit.[12] Simon Wiesenthal Center (SWC), politikus Israel, dan pihak lain menyebutnya antisemit.[16] Liga Antifitnah (Anti-Defamation League/ADL) menyebut banyak tujuan dan strategi BDS bersifat antisemit.[395] Pada 2019, Parlemen Jerman memutuskan untuk menyatakan bahwa BDS adalah gerakan antisemit dan menghentikan pendanaan bagi setiap entitas yang secara aktif mendukungnya. Dalam pengesahan RUU tersebut, beberapa anggota parlemen mengatakan bahwa beberapa jargon BDS mengingatkan pada propaganda Nazi.[396][397]
Pada 2021, lebih dari 200 cendekiawan menerbitkan Deklarasi Yerusalem tentang Antisemitisme, yang menyatakan bahwa memboikot Israel bukanlah tindakan antisemit. Penyusun-penyusunnya adalah para cendekiawan antisemitisme di AS, Israel, Jerman, dan Britania Raya. Sebuah pernyataan terpisah seminggu sebelumnya oleh sekelompok cendekiawan Yahudi liberal menyatakan bahwa "standar ganda yang diterapkan terhadap Israel tidak selalu bersifat antisemit".[398]
Tuduhan bahwa BDS menargetkan orang Yahudi
Para penentang BDS berpendapat bahwa ada kesamaan gerakan BDS dan boikot historis terhadap orang Yahudi.[17] Misalnya, pada tahun 2019, Bundestag Jerman mengesahkan resolusi yang menyatakan bahwa BDS "mengingatkan pada babak paling mengerikan dalam sejarah Jerman" dan membangkitkan ingatan akan jargon Nazi: "Jangan membeli dari orang Yahudi".[399] Para pendukung berpendapat bahwa BDS tidak menargetkan orang Yahudi karena target boikot dipilih berdasarkan keterlibatan mereka dalam pelanggaran HAM Israel, potensi solidaritas lintas gerakan, daya tarik media, dan kemungkinan keberhasilan, bukan asal kebangsaan atau identitas agama mereka. Menurut Barghouti, mayoritas perusahaan yang menjadi target adalah perusahaan asing non-Israel yang beroperasi di Israel dan Palestina.[98]
Menurut Ira M. Sheskin dari Universitas Miami dan Ethan Felson dari Dewan Yahudi untuk Urusan Publik, upaya BDS terkadang menargetkan orang Yahudi yang sedikit atau tidak terlibat sama sekali dalam konflik Israel-Palestina. Mereka berpendapat bahwa BDS menyebabkan orang Yahudi disalahkan atas dosa-dosa yang diduga dilakukan orang Yahudi lainnya.[400] Inisiatif AMCHA menyatakan bahwa terdapat "korelasi kuat" antara dukungan BDS dan antisemitisme di kampus-kampus AS.[401] Pada tahun 2019, pendiri Asosiasi Yahudi Eropa, Menachem Margolin, menyatakan bahwa BDS "bertanggung jawab atas sebagian besar serangan fisik dan kebencian di media sosial terhadap orang Yahudi di Eropa".[402]
Menyerupakan antizionisme dengan antisemitisme
Pendukung BDS sering menuduh bahwa tudingan antisemit terhadap mereka adalah karena penentangnya menganggap antizionisme atau mengkritik Israel merupakan bentuk antisemitisme. Pada 2018, misalnya, 41 kelompok Yahudi sayap kiri menulis bahwa BDS bukan gerakan antisemit dan penting untuk membedakan antara antisemitisme dan kritik terhadap Israel.[403] Butler berpendapat bahwa jika BDS bersifat antisemit, maka HAM, yang menurutnya didukung oleh BDS, juga bersifat antisemit.[404] Ia berpendapat bahwa menyebut BDS sebagai antisemit adalah "stereotipe yang menyedihkan" tentang orang Yahudi karena menganggap "semua" orang Yahudi berkomitmen secara politik kepada Israel.[404] Barghouti juga berpendapat bahwa menggolongkan BDS sebagai penyerang Yahudi "jelas rasis" karena menganggap "semua" orang Yahudi, bagaimanapun pandangannya, bertanggung jawab atas kejahatan Israel.[405]
Wenzel Michalski dari Human Rights Watch mengatakan bahwa tidak dapat disangkal bahwa beberapa kelompok antisemit menggunakan istilah "Israel" atau "Zionis" sebagai ganti "Yahudi", dan hal ini harus "diungkapkan". Namun, ia menambahkan bahwa menyerupakan boikot Israel sebagai antisemitisme adalah keliru, dan merupakan upaya yang keliru untuk melawan antisemitisme. Dalam pandangan ini, undang-undang antiboikot sama saja dengan menghukum perusahaan yang mematuhi tanggung jawab hukum internasional mereka melalui Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia, yang mewajibkan mereka untuk berhenti beroperasi di permukiman yang diduduki.[406]
Lihat pula
Catatan kaki
- ^ * Menurut Hitchcock, "yang diduduki pada tahun 1967" tidak ada dalam "Seruan BDS" asli. Ia menulis: "Tidak jelas siapa yang memutuskan untuk merevisi frasa ini atau mengapa tepatnya, tetapi kemungkinan frasa ini ditambahkan untuk mengklarifikasi bahwa pernyataan tersebut hanya merujuk pada Tepi Barat dan Gaza, bukan seluruh Palestina termasuk Israel di dalam Garis Hijau 1967 yang diakui secara internasional... Meskipun saya tidak dapat menemukan diskusi yang kredibel tentang bagaimana frasa klarifikasi ini dimasukkan ke dalam versi seruan BDS selanjutnya, tampaknya wajar untuk menduga bahwa frasa ini mungkin ditambahkan setelah adanya kritik dari mereka yang menganggapnya terlalu mengarah pada solusi satu negara. Namun, fakta bahwa teks dan kata-kata Seruan 2005 asli masih tersedia untuk umum di situs web gerakan BDS dan di lokasi lain mungkin masih menimbulkan interpretasi yang berbeda dari audiens yang berbeda."[38]
- Menurut Qumsiyeh, kurangnya kejelasan tersebut disengaja oleh para perumus untuk menghindari terciptanya perdebatan tentang hubungan seruan tersebut dengan solusi satu negara atau dua negara.[39]
- ^ Barghouti menulis "lebih dari 170",[78] Mazen "171 organisasi masyarakat sipil Palestina",[30] dan Bueckert "sekumpulan dari 170 organisasi".[79]
- ^ Kemudian berganti nama menjadi Reut Group.
Referensi
- ^ Ananth 2013, hlm. 129.
- ^ a b c Thrall 2018.
- ^ "Ingrid Jaradat Award (IJA) for the Most Inspiring BDS Initiatives". BDS Movement. 15 November 2024. Diakses tanggal 20 March 2025.
- ^ a b Jackson, Llewellyn & Leonard 2020, hlm. 169.
- ^ a b Barghouti 2011, hlm. 61.
- ^ "US Supreme Court will not hear challenge to Arkansas anti-BDS law". Middle East Eye. Washington. 21 Februari 2023. Diakses tanggal 12 January 2024.
- ^ The Times of Israel 2019: "The Strategic Affairs Ministry said the Palestinian-led movement that promotes boycotts against Israel is behind the effort."; Holmes 2019: "The event has become a target for the Palestinian-led Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) campaign."; Trew 2019: "... by activists spearheaded by the Palestinian-led campaign Boycott, Divestment, Sanctions (BDS)."
- ^ Tripp 2013
- ^ Tripp 2013, hlm. 125.
- ^ Bueckert 2020, hlm. 203.
- ^ Hanssen & Ghazal 2020, hlm. 693: "The Palestinian boycott, divestment and sanctions campaign (BDS) modeled on the anti-apartheid movement in South Africa."; Lamarche 2019, hlm. 309.
- ^ a b Feldman, David (2018). "Boycotts: From the American Revolution to BDS". Dalam Feldman, David (ed.). Boycotts Past and Present: From the American Revolution to the Campaign to Boycott Israel. Springer. hlm. 1–19. doi:10.1007/978-3-319-94872-0_1. ISBN 9783319948720.
Most supporters of BDS cast their movement as the latest iteration of a boycott conducted in the cause of human rights and in opposition to racialised inequalities. ... In stark contrast, several of the movement's opponents denounce it as the most recent manifestation of antisemitism.
- ^ Barghouti 2011, hlm. 12; Jones 2018, hlm. 199: "This chapter argues that it is also true of the BDS movement's use of the South African analogy, ... ."
- ^ Fayeq 2009.
- ^ a b Goldstein 2021.
- ^ a b Arnold 2018; Arnold 2018; Fishman 2012
- ^ a b Harawi 2020; Nasr & Alkousaa 2019; Mendes 2014
- ^ a b Pink 2020.
- ^ White 2020.
- ^ Ben-Atar & Pessin 2018, hlm. 8.
- ^ Hickey & Marfleet 2010.
- ^ Morrison 2015, hlm. 81-83.
- ^ Morrison 2015, hlm. 83.
- ^ Cardaun 2015; Wistrich 2010
- ^ Cardaun 2015, hlm. 70.
- ^ Morrison 2015, hlm. 85.
- ^ Suzanne Goldberg (8 July 2002). "Israeli boycott divides academics". The Guardian. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 12 June 2018. Diakses tanggal 1 August 2020.
- ^ a b c Taraki 2004.
- ^ Morrison 2015, hlm. 84.
- ^ a b Mazen 2012, hlm. 81.
- ^ Shindler 2017, hlm. xv.
- ^ Ziadah 2016, hlm. 96.
- ^ a b c Ben-Atar & Pessin 2018, hlm. 1-40.
- ^ Greendorfer 2015, hlm. 19.
- ^ The Israeli anti-boycott law: Should artists be worried?
- ^ Alex Joffe, "Palestinians and Internationalization: Means and Ends." Diarsipkan 15 June 2020 di Wayback Machine. Begin–Sadat Center for Strategic Studies.
- ^ Hitchcock 2020, hlm. 9.
- ^ Hitchcock 2020, hlm. 127.
- ^ Qumsiyeh 2016, hlm. 106.
- ^ Jackson, Llewellyn & Leonard 2020, hlm. 167.
- ^ Barghouti 2011, hlm. 6.
- ^ Barghouti 2011, hlm. 7.
- ^ a b c d Jackson, Llewellyn & Leonard 2020, hlm. 168.
- ^ "FAQs: BDS Movement". BDS Movement. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 20 Juli 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
The BDS movement therefore opposes activities that create the false impression of symmetry between the colonizer and the colonized, that portray Israel as a 'normal' state like any other, or that hold Palestinians, the oppressed, and Israel, the oppressor, as both equally responsible for 'the conflict'. ... Negotiations will at some point be needed to discuss the details of how Palestinian rights can be restored. These negotiations can only take place when Palestinian rights are recognised.
- ^ a b c d e f PACBI (December 27, 2011). "What is normalization?". +972 Magazine. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 Juli 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ "Palestinian Civil Society Call for BDS".
- ^ Barghouti 2011, hlm. 49.
- ^ Barghouti 2011.
- ^ a b Mullen & Dawson 2015, hlm. 3.
- ^ Mullen & Dawson 2015, hlm. 4.
- ^ Mullen & Dawson 2015, hlm. 6.
- ^ Barghouti 2011, hlm. 14.
- ^ Hitchcock 2020
- ^ Jacobs & Soske 2015, hlm. 4.
- ^ a b c Nelson 2018.
- ^ Hallward 2013; Hitchcock 2020; Chotiner 2019
- ^ Tobin, Jonathan S. (8 February 2013). "ADL Agrees: BDS Equals Anti-Semitism". Commentary. Diakses tanggal 24 May 2024.
- ^ a b Estefan, Kuoni & Raicovich 2017, hlm. 100.
- ^ Hitchcock 2020, hlm. 48.
- ^ Readers, Our; Barghouti, Omar (August 13, 2019). "Letters From the August 26-September 2, 2019". The Nation. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 15 August 2020. Diakses tanggal 18 September 2020.
- ^ Estefan, Kuoni & Raicovich 2017, hlm. 99.
- ^ "Reasoned rejection of one-state position - Norman G. Finkelstein". normanfinkelstein.com. December 10, 2011. Diarsipkan dari asli tanggal December 10, 2011. Diakses tanggal October 4, 2020.
One-staters apparently believe that Israel will give up its reason for existence and at the same time expose itself not to the risk but to the certainty of being 'swamped by Arabs'. This in turn would indicate a willingness to accede to anything an 'Arab' majority might enact, including a full right of return and dispossession of Zionist usurpers. Can anyone seriously imagine this?
- ^ Kiewe, Amos.
- ^ "Norman Finkelstein on the Role of BDS & Why Obama Doesn't Believe His Own Words on Israel-Palestine". Democracy Now!. September 23, 2020. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 September 2020. Diakses tanggal October 4, 2020.
- ^ "Norman Finkelstein on the Role of BDS & Why Obama Doesn't Believe His Own Words on Israel-Palestine". Democracy Now!. September 23, 2020. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 September 2020. Diakses tanggal October 4, 2020.
The problem as I see it with the BDS movement is not the tactic. Who could not support Boycott, Divestment and Sanctions? Of course you should. And most of the human rights organizations, church organizations have moved in that direction.
- ^ a b c Friedman & Gordis 2014.
- ^ Salaita 2016, hlm. 80.
- ^ Maira 2018, hlm. 102-103.
- ^ Beinart 2012, hlm. 193.
- ^ Weiss 2020.
- ^ Maira 2018, hlm. 102.
- ^ Barghouti 2011, hlm. 145.
- ^ Ananth 2013, hlm. 140.
- ^ Barghouti 2014, hlm. 408.
- ^ Braunold, Joel (July 2, 2015). "A bigger threat than BDS: anti-normalization - Jewish World". Haaretz.com. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 October 2020. Diakses tanggal October 10, 2020.
- ^ Barghouti 2011, hlm. 172.
- ^ Ananth 2013; Lim 2012; Bueckert 2020
- ^ Barghouti 2011, hlm. 5.
- ^ Bueckert 2020, hlm. 194.
- ^ Barghouti 2011, hlm. 4-5.
- ^ Mazen 2012, hlm. 83.
- ^ Morrison 2015, hlm. 184.
- ^ Morrison 2015, hlm. 184-185.
- ^ Activist, Anti-Racist (2021-06-13). "Alys Samson Estapé". Truthout. Diakses tanggal 2024-02-12.
- ^ "History", PACBI website, 21 December 2008.
- ^ a b SodaStream controversy continues to bubble Diarsipkan 1 August 2018 di Wayback Machine..
- ^ "Academic boycotter to study in Tel Aviv" Diarsipkan 17 July 2011 di Wayback Machine..
- ^ Gertheiss 2015, hlm. 145.
- ^ a b Hancock 2016, hlm. 233.
- ^ "Join a BDS Campaign | BDS Movement". bdsmovement.net. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 9 August 2020. Diakses tanggal 30 Juli 2020.
- ^ Giora, Rachel (18 January 2010). "Milestones in the history of the Israeli BDS movement: A brief chronology". BFW. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 13 August 2023. Diakses tanggal 2023-08-13.
- ^ Fleischmann 2019, hlm. 40.
- ^ Fleischmann 2019, hlm. 41.
- ^ "About National SJP". Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 13 Juli 2020. Diakses tanggal 9 August 2020.
As of 2018, we have roughly 200 chapters nationwide!
- ^ "JVP Supports the BDS Movement". Jewish Voice for Peace. Diarsipkan dari asli tanggal 15 August 2021. Diakses tanggal September 21, 2020.
- ^ "Boycott, Divestment, Sanctions | War on Want". waronwant.org. 30 June 2015. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 25 January 2021. Diakses tanggal 23 January 2021.
- ^ "What is BDS?". BDS Movement. 25 April 2016. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 6 August 2020. Diakses tanggal 1 August 2020.
- ^ a b "Wielding Antidiscrimination Law to Suppress the Movement for Palestinian Rights". Harvard Law Review. February 10, 2020. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 3 June 2021. Diakses tanggal September 18, 2020.
- ^ Erakat 2012, hlm. 90.
- ^ Sparrow 2012, hlm. 203.
- ^ Michael Arria, "This BDS win is because of our people power": Ben & Jerry's vows to stop sales in Israeli West Bank settlements Diarsipkan 20 July 2021 di Wayback Machine. Mondoweiss 19 July 2021
- ^ Nestorović 2016, hlm. 203.
- ^ "Ben & Jerry's to stop sales in West Bank, east Jerusalem". ABC News. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 July 2021. Diakses tanggal 19 July 2021.
- ^ "LongRead – Vermonters for Justice in Palestine". Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 July 2021. Diakses tanggal 19 July 2021.
- ^ "Ben & Jerry's freezes ice cream sales in Israeli settlements". Haaretz. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 July 2021. Diakses tanggal 19 July 2021.
- ^ Michael Arria, "This BDS win is because of our people power": Ben & Jerry's vows to stop sales in Israeli West Bank settlements Diarsipkan 20 July 2021 di Wayback Machine. Mondoweiss 19 July 2021
- ^ "Ben & Jerry's to end ice-cream sales in occupied Palestinian territories". Reuters. 19 July 2021. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 July 2021. Diakses tanggal 19 July 2021.
- ^ "Ben & Jerry's to stop sales in occupied Palestinian territories". www.aljazeera.com. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 July 2021. Diakses tanggal 19 July 2021.
- ^ Barghouti 2011, hlm. 27.
- ^ "BDS Marks Another Victory As Veolia Sells Off All Israeli Operations". BDS Movement. 1 September 2015. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 3 August 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ "Boycott Movement Claims Victory as Veolia Ends All Investment in Israel". 1 September 2015. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 23 October 2020. Diakses tanggal 9 August 2020.
- ^ BDS Movement: Stop G4S.
- ^ a b Di Stefano & Henaway 2014, hlm. 23.
- ^ Moore 2016.
- ^ Haaretz 2014.
- ^ Middle East Monitor 2016.
- ^ Middle East Monitor 2017.
- ^ Haaretz 2016.
- ^ a b c d e Endong 2018, hlm. 87.
- ^ Endong 2018, hlm. 88.
- ^ Burton 2018, hlm. 137.
- ^ "Boycott HP". BDS Movement. 16 July 2016. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 12 August 2020. Diakses tanggal 8 August 2020.
- ^ "BDS activists to launch HP consumer boycott on Black Friday". BDS Movement. 22 November 2016. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 26 January 2021. Diakses tanggal 8 August 2020.
- ^ "Victory for Boycott HP Campaign: Netherlands Trade Union FNV Drops HP as Partner for its Member Offers". BDS Movement. 18 April 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 9 September 2020. Diakses tanggal 8 August 2020.
- ^ "Unite joins boycott of Hewlett Packard over company's complicity in Palestinian rights violations." Diarsipkan 15 April 2021 di Wayback Machine. Morning Star.
- ^ a b c Lamarche 2019, hlm. 309.
- ^ "Orange to End Partnership With Israeli Company as #BDS Claims Another Scalp". Newsweek. 6 January 2016. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 7 August 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ "AXA Divest: BDS Movement". BDS Movement. 6 October 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 9 August 2020. Diakses tanggal 1 August 2020.
- ^ "AXA: Financing War Crimes - The Global insurer's involvement in the illegal Israeli Occupation" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 4 December 2020. Diakses tanggal 1 August 2020.
- ^ "Red Card Israel". BDS Movement. 28 July 2017. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 12 August 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ "Fifa urged to give red card to Israeli settlement clubs". BBC News. 12 October 2016. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 8 November 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ "Argentina cancels match with Israel amid protests". Middle East Monitor. 6 June 2018. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 August 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ Editorial, Jpost (July 27, 2018). "Puma new designer for Israel soccer". The Jerusalem Post | JPost.com. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 12 December 2020. Diakses tanggal August 24, 2020.
- ^ "More than 200 Palestinian Sports Clubs Urge Puma to End Sponsorship of Israeli Teams in Illegal Settlements". BDS Movement. September 20, 2018. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 9 August 2020. Diakses tanggal August 24, 2020.
- ^ "Palestinians call for international day of action against Puma". Al Jazeera. June 15, 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 20 September 2020. Diakses tanggal August 24, 2020.
- ^ "Boycott Puma". BDS Movement. 26 March 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 9 August 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ "BDS launches global campaign to boycott Puma". 22 April 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 6 May 2021. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ "'Boycott Puma' BDS posters removed from London trains". Middle East Monitor. 25 October 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 August 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ English, Alresalah. "Malaysia's university boycotts Puma for supporting Israeli violations". Alresalah English. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 25 September 2020. Diakses tanggal 23 January 2021.
- ^ "Largest Malaysian University Ends Contract With Puma Over Support for Illegal Israeli Settlements". BDS Movement. 25 February 2020. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 12 August 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ "Boycott Eurovision 2019". BDS Movement. 24 July 2018. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 13 August 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ "Irish pro-Israel groups condemn BDS boycott of Eurovision song contest". Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 8 May 2021. Diakses tanggal 8 August 2020.
The Irish BDS groups accused Israel of 'pinkwashing,' which they said is a 'PR tactic used by Israel which cynically exploits support for LGBTQIA people to whitewash its oppression of the Palestinian people.'
- ^ Winstanley 2019.
- ^ Kiel 2020, hlm. 2.
- ^ staff, T. O. I. "Roger Waters calls on Madonna not to perform at Eurovision in Tel Aviv". www.timesofisrael.com. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 7 November 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ Eglash, Ruth. "Israel brushes off Eurovision boycott calls with a big assist from Madonna". Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 23 May 2019. Diakses tanggal 22 May 2019.
- ^ "Boycott Eurovision Song Contest hosted by Israel". The Guardian. 7 September 2018. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 10 November 2021. Diakses tanggal 18 May 2019.
- ^ "140 artists, 6 of them Israeli, urge boycott of Eurovision if hosted by Israel". The Times of Israel. 8 September 2018. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 May 2019. Diakses tanggal 18 May 2019.
- ^ Sherwin, Adam (30 April 2019). "Eurovision 2019: Stephen Fry & Sharon Osbourne lead celebrities rejecting boycott of Israel Song Contest". inews.co.uk. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 30 April 2019. Diakses tanggal 30 April 2019.
- ^ "i24NEWS". i24NEWS. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 8 October 2020. Diakses tanggal October 7, 2020.
- ^ Cary Nelson and Gabriel Brahm, The Case Against Academic Boycotts of Israel (MLA Members for Scholars Rights, 2015), 13.
- ^ a b Isaac, Hall & Higgins-Desbiolles 2015, hlm. 155.
- ^ "Academic Boycott". BDS Movement. 15 June 2016. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 1 August 2020. Diakses tanggal 1 August 2020.
- ^ a b Barghouti 2012, hlm. 30-31.
- ^ "PACBI Guidelines for the International Academic Boycott of Israel". BDS Movement. 16 July 2014. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 9 August 2020. Diakses tanggal 1 August 2020.
- ^ Hallward 2013, hlm. 101.
- ^ Tishby 2021, hlm. 213.
- ^ Beinin 2012, hlm. 66.
- ^ "UC Berkeley and the Israel divestment bill". The Tufts Daily. May 3, 2010. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 12 May 2021. Diakses tanggal October 13, 2020.
- ^ "Landgraf announces no veto on divestment bill SB 160". The Daily Californian. April 24, 2013. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 23 February 2019. Diakses tanggal October 13, 2020.
- ^ Pink 2017.
- ^ "Statement regarding CSG vote on resolution A.R. 7-019 | U-M Public Affairs". publicaffairs.vpcomm.umich.edu. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 25 September 2020. Diakses tanggal 9 August 2020.
- ^ Beinin 2012, hlm. 68.
- ^ a b Dreyfus, Hannah (29 September 2020). "Columbia University Students Pass College's First-Ever BDS Referendum". jewishweek.timesofisrael.com (dalam bahasa American English). Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 11 Desember 2021. Diakses tanggal 2021-12-11.
- ^ "Brown University Becomes First Ivy League School To Pass Student BDS Vote". The Forward. March 22, 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 30 October 2020. Diakses tanggal October 13, 2020.
- ^ a b "Letter from President Paxson: Responding to divestment referendum vote". Brown University (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 11 Desember 2021. Diakses tanggal 2021-12-11.
- ^ "ACCRIP releases recommendation to divest". Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 11 Desember 2021. Diakses tanggal 11 Desember 2021.
- ^ Nelson 2016, hlm. 48.
- ^ Ben-Atar & Pessin 2018, hlm. 22.
- ^ Pearl 2018, hlm. 224-235.
- ^ a b Ziadah 2016, hlm. 98.
- ^ Bakan & Abu-Laban 2016, hlm. 165.
- ^ Morrison 2015, hlm. 204.
- ^ According to Morrison, IAW began in 2005.[173]
- ^ Bakan & Abu-Laban 2016, hlm. 165-166.
- ^ Hitchcock 2020, hlm. 49.
- ^ a b c d e f PACBI (16 July 2014). "PACBI Guidelines for the International Cultural Boycott of Israel". BDS Movement. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 9 August 2020. Diakses tanggal 1 August 2020.
- ^ a b Sánchez & Sellick 2016, hlm. 87.
- ^ See section Normalization for details
- ^ Guardian Staff (13 February 2015). "Over 100 artists announce a cultural boycott of Israel | Letters". The Guardian. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 26 January 2021. Diakses tanggal 23 January 2021.
- ^ "Artists for Palestine UK". Artists for Palestine UK. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 5 August 2020. Diakses tanggal 1 August 2020.
- ^ Beaumont-Thomas, Ben (11 December 2018). "Nick Cave: cultural boycott of Israel is 'cowardly and shameful'". The Guardian. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 31 July 2019. Diakses tanggal 31 July 2019.
"I do not support the current government in Israel, yet do not accept that my decision to play in the country is any kind of tacit support for that government's policies," Cave wrote
- ^ Beaumont-Thomas, Ben (12 July 2017). "Radiohead's Thom Yorke responds as Ken Loach criticises Israel gig". The Guardian. ISSN 0261-3077. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 15 July 2017. Diakses tanggal 15 July 2017.
Radiohead frontman argues 'we don't endorse Netanyahu any more than Trump, but we still play in America', after film director encourages them to support cultural boycott of Israel
- ^ Beaumont-Thomas, Ben (11 December 2018). "Nick Cave: cultural boycott of Israel is 'cowardly and shameful'". The Guardian. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 31 July 2019. Diakses tanggal 31 July 2019.
Artists opposing him should 'go to Israel and tell the press and the Israeli people how you feel about their current regime,' he said, 'then do a concert on the understanding that the purpose of your music was to speak to the Israeli people's better angels. ... Perhaps the Israelis would respond in a wholly different way than they would to just yet more age-old rejectionism.'
- ^ Beaumont-Thomas, Ben (12 July 2017). "Radiohead's Thom Yorke responds as Ken Loach criticises Israel gig". The Guardian. ISSN 0261-3077. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 15 July 2017. Diakses tanggal 15 July 2017.
'We don't endorse Netanyahu any more than Trump, but we still play in America,' Yorke said. 'Music, art and academia is about crossing borders not building them, about open minds not closed ones, about shared humanity, dialogue and freedom of expression. I hope that makes it clear Ken.'
- ^ "Which celebs are pro/anti Israel: The complete guide". The Jerusalem Post | JPost.com. 19 July 2014. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 1 October 2018. Diakses tanggal 27 August 2018.
J K Rowling, the author of the world-renowned Harry Potter books, has spoken out against the BDS movement. ... 'The Palestinian community has suffered untold injustice and brutality. I want to see the Israeli government held to account for that injustice and brutality. Boycotting Israel on every possible front has its allure... What sits uncomfortably with me is that severing contact with Israel's cultural and academic community means refusing to engage with some of the Israelis who are most pro-Palestinian, and most critical of Israel's government,' she says.
- ^ Beaumont-Thomas, Ben (11 December 2018). "Nick Cave: cultural boycott of Israel is 'cowardly and shameful'". The Guardian. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 31 July 2019. Diakses tanggal 31 July 2019.
the boycott "risks further entrenching positions in Israel in opposition to those you support".
- ^ Beaumont-Thomas, Ben (11 December 2018). "Nick Cave: cultural boycott of Israel is 'cowardly and shameful'". The Guardian. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 31 July 2019. Diakses tanggal 31 July 2019.
He also said the boycott 'is partly the reason I am playing Israel – not as support for any particular political entity but as a principled stand against those who wish to bully, shame and silence musicians', and that the boycott 'risks further entrenching positions in Israel in opposition to those you support'.
- ^ a b Kittrie 2015, hlm. 278.
- ^ Reed, John (12 June 2015). "Israel: A new kind of war". Financial Times. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 24 September 2015. Diakses tanggal 29 June 2015.
- ^ Study: Peace would boost Israel's economy $123b by 2024 Diarsipkan 15 June 2018 di Wayback Machine. by Niv Elis, The Jerusalem Post, 6 June 2015.
- ^ Ben-Atar & Pessin 2018, hlm. 15-16.
- ^ "Knesset report: BDS movement has no impact on economy". Haaretz. 9 January 2015. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 14 July 2015. Diakses tanggal 8 May 2023.
Finds exports to Europe have doubled since launch of BDS movement
- ^ "BDS has zero impact on Israeli businesses". Globes. 10 September 2018. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 11 January 2022. Diakses tanggal 11 January 2022.
- ^ Reuter, Adam (27 August 2014). "Who's afraid of the big, bad boycott?". Ynetnews. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 30 Juli 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ "FDC Exclusion List" (PDF). Fonds du Compensation. 15 November 2013. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 13 April 2014. Diakses tanggal 20 February 2016.
- ^ "Spring in the step of BDS, as a worried Israel plans pushback". Middle East Monitor. 29 March 2014. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 12 November 2019. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ Norwegian YMCA embraces boycott Israel policy Diarsipkan 7 May 2023 di Wayback Machine., Jewish Telegraphic Agency (reprinted in The Jerusalem Post), 2 March 2014.
- ^ Jewish NGO wants YMCA rapped for Israel boycott Diarsipkan 29 April 2023 di Wayback Machine., The Local, 14 March 2014.
- ^ "Palestinian Workers in Settlements–Who Profits' Position Paper" Diarsipkan 29 March 2016 di Wayback Machine..
- ^ a b "Palestinian Public Opinion Poll No (56)" (PDF). Palestinian Center for Policy and Survey Research. June 25, 2015. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 1 Juli 2020. Diakses tanggal 2 August 2020.
- ^ Amir Prager (April 2019). "Achievements According to the BDS Movement: Trends and Implications" (PDF). Strategic Assessment. 22 (1): 39–48. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 22 August 2019. Diakses tanggal 18 August 2019.
- ^ Reut Institute 2010
- ^ Greendorfer 2018, hlm. 357-358.
- ^ Harvard Law Review 2020
- ^ Barghouti, Omar (2015). "The Academic Boycott of Israel: Reaching a Tipping Point?". Dalam Mullen, Bill; Dawson, Ashley (ed.). Against Apartheid: The Case for Boycotting Israeli Universities. Haymarket Books. hlm. 62. ISBN 978-1-60846-527-9.
- ^ Barghouti 2011; Jacobs & Soske 2015; Salaita 2016
- ^ Jacobs & Soske 2015, hlm. 45.
- ^ "Final score: Dershowitz 137, BDS 101". The Jerusalem Post. 2015-11-03. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 14 April 2023. Diakses tanggal 2015-11-03.
- ^ Anti-Defamation League 2016.
- ^ Samilow 2018, hlm. 384-389.
- ^ Jaschik, Scott. "Anthropologists Vote to Boycott Israeli Academic Institutions". Inside Higher Ed. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 24 July 2023. Diakses tanggal 24 July 2023.
- ^ "AAA Membership Endorses Academic Boycott Resolution". 24 July 2023. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 24 July 2023. Diakses tanggal 24 July 2023.
- ^ In 2015, the association’s annual meeting voted in favor of a boycott but it was narrowly overturned by a vote of the full membership in 2016. In 2023, the full membership voted for a boycott.[212][213]
- ^ Robinson & Griffin 2017, hlm. 33.
- ^ "UK academics boycott universities in Israel to fight for Palestinians' rights". October 27, 2015. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 18 September 2020. Diakses tanggal 8 August 2020.
More than 300 academics from dozens of British universities have pledged to boycott Israeli academic institutions in protest at what they call intolerable human rights violations against the Palestinian people. The declaration, by 343 professors and lecturers, is printed in a full-page advertisement carried in Tuesday's Guardian, with the title: 'A commitment by UK scholars to the rights of Palestinians.'
- ^ Lee Bollinger (2007). "Boycott Israeli Universities?Boycott Ours, Too!" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 16 June 2010. Diakses tanggal 1 August 2020.
- ^ Gasper 2007.
- ^ Redden, Elizabeth.
- ^ Pearl, Judea.
- ^ Guttman, Nathan.
- ^ Michigan professor embroiled in Israel boycott row Diarsipkan 27 September 2018 di Wayback Machine., BBC, 21 September 2018
- ^ University of Michigan professor refuses to write letter for student to study abroad in Israel Diarsipkan 27 September 2018 di Wayback Machine., CBS, Jason Silverstein, 18 September 2018
- ^ JEWISH GROUPS WANT UNIVERSITY OF MICHIGAN TO SANCTION PROFESSOR Diarsipkan 27 September 2018 di Wayback Machine., JPost, 25 September 2018
- ^ Bandler, Aaron.
- ^ Schlissel, Mark S. and Martin A. Philbert.
- ^ "A Groundbreaking Arab Initiative to Repudiate BDS". Jewish Journal. 20 November 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 May 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- ^ Halbfinger, David M. "Arab Thinkers Call to Abandon Boycotts and Engage With Israel." Diarsipkan 21 November 2019 di Wayback Machine. The New York Times.
- ^ Frazer, Jenni.
- ^ Chotiner 2019.
- ^ "In Win for BDS Movement, U.S. Middle East Studies Association Endorses Israel Boycott". Haaretz. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 March 2022. Diakses tanggal 29 March 2022.
- ^ "Leading Mideast Studies Group Allows Members to Support BDS". Haaretz. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 March 2022. Diakses tanggal 29 March 2022.
- ^ Anderson, Brooke (29 March 2022). "Brandeis University severs ties with MESA over BDS vote". english.alaraby.co.uk/. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 March 2022. Diakses tanggal 29 March 2022.
- ^ Chomsky, "On Israel-Palestine and BDS"; Noam Chomsky and Ilan Pappe, On Palestine (Bungay, UK: Penguin, 2015), 91.
- ^ Linfield 2019, hlm. 294—295.
- ^ "Chomsky on Israeli apartheid, celebrity activists, BDS and the one-state solution". MEMO. 27 June 2022. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 11 November 2022. Diakses tanggal 11 November 2022.
- ^ Matisyahu Kicked Off European Festival Over Palestinian Politics Diarsipkan 26 August 2017 di Wayback Machine..
- ^ "Unacceptable discrimination". El País. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 20 July 2018. Diakses tanggal 2016-02-17.
- ^ "Spanish Official Condemn Matisyahu Cancellation". Billboard. 2015-08-18. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 22 January 2019. Diakses tanggal 2016-02-17.
- ^ "A Rototom Sunsplash public institutional declaration regarding Matisyahu". Rototomsunsplash.com. 2015-08-19. Diarsipkan dari asli tanggal 20 August 2015. Diakses tanggal 2016-02-17.
- ^ "Spanish Court Acquits BDS Supporters Who Called on Festival to Drop Matisyahu Gig". Haaretz. January 19, 2021. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 15 March 2021. Diakses tanggal March 10, 2021.
- ^ ""Lorde is only the latest: How touring in Israel thrusts musicians into controversy"". January 12, 2018. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 18 June 2021. Diakses tanggal 5 October 2021.
- ^ "Talib Kweli's removal from festival lineup is part of anti-Palestinian censorship trend". The Guardian. 2 July 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2 July 2019. Diakses tanggal 2 July 2019.
- ^ Itay Mashiach, 'In Germany, a witch hunt is raging against critics of Israel. Cultural leaders have had enough,' Diarsipkan 10 December 2020 di Wayback Machine. Haaretz 10 December 2020.
- ^ Tishby 2021, hlm. 201-202.
- ^ Tishby 2021, hlm. 200-203.
- ^ Algemeiner, The. "Israeli Diplomat Slams Antisemitic, 'Aggressive' BDS Campaign Against Sydney Festival". Algemeiner.com. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 January 2022. Diakses tanggal 28 January 2022.
- ^ Meir, Yehuda Ben (December 31, 2011). "The Delegitimization Threat: Roots, Manifestations, and Containment". INSS. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 15 May 2021. Diakses tanggal September 18, 2020.
- ^ "Boycotting Israel: New pariah on the block". The Economist. 13 September 2007. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 22 May 2010. Diakses tanggal 2 July 2011.
- ^ "A campaign that is gathering weight". The Economist. 8 February 2014. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2 September 2017. Diakses tanggal 24 August 2017.
- ^ Rivlin 2016.
- ^ Winer & Ahren 2018.
- ^ Ministry of Strategic Affairs 2019.
- ^ "Israel releases report on links between BDS and militants". Associated Press. 3 February 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 12 February 2019. Diakses tanggal 11 February 2019.
- ^ "ELECTED BUT RESTRICTED: SHRINKING SPACE FOR PALESTINIAN PARLIAMENTARIANSIN ISRAEL'S KNESSET" (PDF). 3 September 2019. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 27 February 2020. Diakses tanggal 8 August 2020.
They have made efforts to delegitimize Israeli and Palestinian human rights defenders and organizations in an effort to undermine the support and funding they receive from abroad.
- ^ "Mike Pompeo, Messiah of the BDS Movement". Haaretz. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 27 January 2022. Diakses tanggal 27 January 2022.
- ^ Mazen 2012, hlm. 81-82.
- ^ Tartir & Seidel 2018, hlm. 186.
- ^ Video di YouTube
- ^ Louvet 2016, hlm. 72-73.
- ^ Barghouti 2011, hlm. iii.
- ^ JTA (March 2, 2016). "40 Columbia professors sign BDS petition". The Times of Israel. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 18 October 2020. Diakses tanggal September 30, 2020.
- ^ Maira 2018, hlm. 144.
- ^ Kearns, Paul. "Exclusive: Is This The Most Hated Woman in Israel?". Hotpress. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 18 October 2020. Diakses tanggal October 17, 2020.
- ^ "Arab MK says BDS is only solution to stop occupation". Middle East Monitor. August 15, 2016. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 17 October 2020. Diakses tanggal October 17, 2020.
- ^ Finland, ICAHD (September 7, 2014). "Jamal Zahalka: Role of the BDS movement". Vimeo. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 26 April 2023. Diakses tanggal October 17, 2020.
- ^ Goldman, Yoel (December 13, 2013). "Abbas: Don't boycott Israel". The Times of Israel. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 13 October 2020. Diakses tanggal October 18, 2020.
- ^ Kittrie 2015, hlm. 280.
- ^ Bueckert 2020, hlm. 202.
- ^ a b Kalman 2014.
- ^ Toameh, Khaled Abu (August 29, 2012). "Palestinian academics act against Israel ties". The Jerusalem Post | JPost.com. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 20 October 2020. Diakses tanggal October 17, 2020.
- ^ "Palestinian academic opposes Israel boycott" Diarsipkan 17 October 2020 di Wayback Machine. AP, Ynetnews 18 June 2006
- ^ Spiro, Amy (October 2, 2017). "Israeli-Arab Facebook star: BDS is 'pure politics'". The Jerusalem Post | JPost.com. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 21 October 2020. Diakses tanggal October 17, 2020.
- ^ "BDS calls on boycotting "Nas Daily" over normalization". PNN. September 23, 2020. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 23 October 2021. Diakses tanggal October 17, 2020.
- ^ Barghouti 2011, hlm. 141.
- ^ L'Etang, McKie & Snow 2015, hlm. 411.
- ^ White 2020, hlm. 67.
- ^ Gordin 2012.
- ^ "COSATU Endorses the Palestinian Call to Impose an Immediate, Comprehensive Military Embargo on Israel". BDSmovement. 2011. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 17 January 2013. Diakses tanggal 2 January 2016.
- ^ "Cosatu to intensify Israeli goods boycott". news24. 2014. Diarsipkan dari asli tanggal 2 December 2018. Diakses tanggal 2 January 2016.
- ^ Klassen & Albo 2013, hlm. 407.
- ^ Bueckert 2020, hlm. 206.
- ^ "Republican Platform 2016." Diarsipkan 19 May 2017 di Wayback Machine. 2016.
- ^ Stoil 2016.
- ^ Schanzer 2016.
- ^ Cuffman 2018, hlm. 128.
- ^ "Israel boycotts now official NSW Greens policy". The Australian Jewish News. 9 December 2010. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 20 July 2018. Diakses tanggal 9 May 2011.
- ^ Higgins, Ean.
- ^ "Blair tells lecturers to call off Israeli boycott". The Guardian. 2007-06-06. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 26 January 2021. Diakses tanggal 2 August 2020.
- ^ Wintour, Patrick (2014-03-12). "David Cameron says he would oppose boycott of Israel in speech to Knesset". The Guardian (dalam bahasa Inggris (Britania)). ISSN 0261-3077. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 April 2019. Diakses tanggal 2019-06-15.
- ^ Mairs, Nicholas (2018-09-18). "Theresa May mounts fresh pledge to tackle anti-Semitism while blasting 'unacceptable' Israeli boycott calls". Politics Home (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 18 September 2018. Diakses tanggal 2019-06-15.
- ^ Osborne, Samuel (16 December 2019). "Boris Johnson to pass law banning anti-Israel boycott, official says". The Independent. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 4 June 2021. Diakses tanggal 16 December 2019.
- ^ "U.K.'s Conservative Party vows to ban councils from boycotting Israeli products - Europe". Haaretz.com. November 24, 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 11 June 2021. Diakses tanggal August 28, 2020.
- ^ Isserovitz 2015.
- ^ a b "Germany: Federal court rules anti-BDS policy to be 'unconstitutional'". Middle East Monitor. 26 January 2022. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 30 January 2022. Diakses tanggal 30 January 2022.
- ^ Berlin Social Democratic Party declares BDS antisemitic Diarsipkan 22 May 2017 di Wayback Machine..
- ^ Sørensen, Allan (18 May 2017). "Netanyahu til Samuelsen: "Stop finansiering af palæstinensiske boykotgrupper"" [Netanyahu to Samuelsen: "Stop financing Palestinian boycott groups"]. Berlingske. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 27 August 2019. Diakses tanggal 27 August 2019.
- ^ "Medie: Løkke modtog vredt opkald fra Netanyahu" [Medium: Løkke received angry call from Netanyahu]. Berlingske. 26 May 2017. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 27 August 2019. Diakses tanggal 27 August 2019.
- ^ Sindberg, Mathias (2 January 2018). "Israel bankede i bordet. Og så ændrede Danmark sin støtte til ngo'er i Israel og Palæstina" [Israel objected. And then Denmark changed its support to NGOs in Israel and Palestine]. Information. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 27 August 2019. Diakses tanggal 27 August 2019.
- ^ "An Bille um Ghníomhaíocht Eacnamaíoch a Rialú (Críocha faoi Fhorghabháil), 2018" [Control of Economic Activity (Occupied Territories) Bill 2018] (PDF). Oireachtas (dalam bahasa Irlandia). 24 January 2018. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 30 November 2018. Diakses tanggal 18 September 2024.
- ^ "PM Netanyahu condemns Irish legislative initiative". Israeli Ministry of Foreign Affairs. 30 January 2018. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 30 June 2019. Diakses tanggal 28 June 2019.
- ^ "Irish ambassador summoned to the MFA for clarification". Israeli Ministry of Foreign Affairs. 31 January 2018. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 June 2019. Diakses tanggal 28 June 2019.
- ^ Lingren, Daniel (13 February 2019). "Københavnsk borgmester overrækker pris til anti-israelsk bevægelse" [Copenhagenian mayor awards anti-Israeli movement]. Berlingske (dalam bahasa Danish). Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 August 2019. Diakses tanggal 28 August 2019. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
- ^ a b Berman, Zachary (2024-06-24). "German Intelligence Agency Classifies BDS Campaign as 'Extremist' Threat". FDD (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-06-29.
- ^ a b Fink, Rachel (2024-06-20). "Germany Designates BDS as 'Suspected Extremist Group,' Citing Antisemitism Concerns". Haaretz.
- ^ a b "Germany's domestic intelligence agency handling BDS movement as 'suspected extremist case'". The Jerusalem Post | JPost.com (dalam bahasa Inggris). 2024-06-18. Diakses tanggal 2024-06-29.
- ^ "InfoPublik - Ini Produk Dalam Daftar Target Boikot BDS, Tidak Ada Danone". Diakses tanggal 2025-08-05.
- ^ Herman, Muhammad Daffa Azriel Syuja; Salehudin, Imam (2025-01-01). "How faith fuels boycotts: consumer activism against pro-Israel brands in a religiously diverse society". Journal of Islamic Marketing. ahead-of-print (ahead-of-print). doi:10.1108/JIMA-10-2024-0490. ISSN 1759-0841.
- ^ "NUT Annual Conference 2014 final agenda" (PDF). National Union of Teachers. 2014. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal 23 July 2014. Diakses tanggal 2 January 2016.
- ^ Lewis, Jerry (6 July 2014). "UK's largest union backs boycott of Israel". The Jerusalem Post. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 27 May 2021. Diakses tanggal 5 July 2014.
- ^ "Solidarity with UAW Local 2865". 28 January 2016. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 February 2021. Diakses tanggal 7 August 2020.
- ^ Maira 2018, hlm. 127.
- ^ "United Auto Workers Reject Boycott of Israel". 2015-12-17. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 23 September 2016. Diakses tanggal 2016-09-23.
- ^ a b Ben Norton (25 January 2016). "With help of corporate law firm, small pro-Israel group derails historic UAW union vote endorsing boycott". Salon. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 10 August 2020. Diakses tanggal 7 August 2020.
- ^ Louis-Serge Houle (2015). "La CSN se joint au mouvement mondial". Confédération des syndicats nationaux. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 13 March 2016. Diakses tanggal 2 January 2016.
- ^ "TUC passes motion for extensive Israel boycott at annual conference". JewishNews. 2019-09-11. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 6 December 2019. Diakses tanggal 2019-09-13.
- ^ Maira 2018, hlm. 86.
- ^ Lim 2012, hlm. 226.
- ^ a b c d Nathan-Kazis 2018a.
- ^ Klieman 2019, hlm. 142.
- ^ ""To counter BDS, it's who you know (in Hollywood)"". The Times of Israel. August 24, 2014. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 5 October 2021. Diakses tanggal 5 October 2021.
- ^ Maira 2018, hlm. 93-94.
- ^ Maira 2018, hlm. 94.
- ^ Kane 2018.
- ^ Palestine Legal 2017.
- ^ Maira 2018, hlm. 94-95.
- ^ Nathan-Kazis 2018b.
- ^ Bennhold, Katrin (17 May 2019). "German Parliament Deems B.D.S. Movement Anti-Semitic". The New York Times. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 June 2021. Diakses tanggal 23 May 2019.
- ^ Nathan Thrall, 'How the Battle Over Israel and Anti-Semitism Is Fracturing American Politics,' Diarsipkan 5 October 2021 di Wayback Machine. New York Times 28 March 2019
- ^ David Kaye, 'Mandate of the Special Rapporteur on the promotion and protection of the right to freedom of opinion and expression' Diarsipkan 6 October 2021 di Wayback Machine., 14 February 2019 pp.1–5
- ^ Shorman, Jonathan; Woodall, Hunter (30 January 2018). "Judge blocks Kansas law barring boycotts of Israel after Wichita teacher sued". The Wichita Eagle. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 December 2018. Diakses tanggal 28 December 2018.
- ^ Greendorfer 2018.
- ^ Kesslen, Ben (2 March 2019). "Publisher embroiled in legal battle with Arkansas over law banning Israel boycotts". NBC News. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 30 May 2019. Diakses tanggal 30 May 2019.
- ^ Bandler, Aaron.
- ^ Kampeas, Ron.
- ^ "US: More Democrat voters support BDS than oppose it, new polls show". Middle East Eye. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 4 August 2022. Diakses tanggal 4 August 2022.
- ^ Arria, Michael (28 February 2022). "Governors who criminalized BDS in their states demand boycott of Russia". Mondoweiss. Diakses tanggal 6 March 2022.
- ^ "'Hypocrisy': Lawmakers fighting Israel boycott now all-in for Russia sanctions". Politico. 8 March 2022.
- ^ "'Double standards': Western coverage of Ukraine war criticised". Al Jazeera. 27 February 2022.
- ^ "The Anti-Boycott Law Israel Used to Bar Both Omar and Tlaib". The New York Times. 15 August 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 8 June 2021. Diakses tanggal 15 August 2019.
- ^ a b Ullrich, Peter (2023). "'BDS today is no different from the SA in 1933': Juridification, Securitisation and 'Antifa'-isation of the Contemporary German Discourse on Israel–Palestine, Antisemitism and the BDS Movement". Antisemitism, Islamophobia and the Politics of Definition (dalam bahasa Inggris). Springer International Publishing. hlm. 211–234. doi:10.1007/978-3-031-16266-4_10. ISBN 978-3-031-16265-7.
- ^ a b c Krell, Gert (1 May 2024). "Germany, Israel's Security, and the Fight Against Anti-Semitism: Shadows from the Past and Current Tensions". Analyse & Kritik (dalam bahasa Inggris). 46 (1): 141–164. doi:10.1515/auk-2024-2002. ISSN 2365-9858.
- ^ Nathan Thrall, 'How the Battle Over Israel and Anti-Semitism Is Fracturing American Politics,' Diarsipkan 5 October 2021 di Wayback Machine. New York Times 28 March 2019
- ^ White 2020, hlm. 70.
- ^ Bachner, Michael (March 25, 2018). "Universities urged to enforce code banning politics in lectures". The Times of Israel. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 18 October 2020. Diakses tanggal October 17, 2020.
- ^ Blumenthal 2013, hlm. 212.
- ^ Ananth 2013, hlm. 131.
- ^ Bueckert 2020, hlm. 245-246.
- ^ a b Benzaquen 2020.
- ^ Maira 2018, hlm. 88.
- ^ Oren, Amir (20 June 2016). "Israel Setting Up 'Dirty Tricks' Unit To Find, Spread Dirt on BDS Groups". Haaretz. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 24 June 2016. Diakses tanggal 29 June 2016.
- ^ Ravid, Barak (24 May 2016). "Watchdog: Power Struggles Between Ministries Hindered Israel's Battle Against BDS". Haaretz. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 29 June 2016. Diakses tanggal 29 June 2016.
- ^ "Israel Set Up a Front Company to Boost Image and Fight BDS. This Is How It Failed". Haaretz. July 29, 2020. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 4 October 2020. Diakses tanggal October 4, 2020.
- ^ Bostrom, Micheletti & Oosterveer 2019, hlm. 709.
- ^ "Minister seeks database of Israeli BDS activists". 21 March 2017. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2 Juli 2020. Diakses tanggal 2 August 2020.
- ^ Kane 2019
- ^ Benzaquen, Itamar (4 October 2020). "Jerusalem Post took government money to publish anti-BDS special". +972 Magazine. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 12 December 2020. Diakses tanggal 15 December 2020.
- ^ Harkov, Lahav (2021-06-24). "Has the Strategic Affairs Ministry achieved its goals?". The Jerusalem Post. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 24 June 2021. Diakses tanggal 2021-07-01.
- ^ "This anti-BDS Initiative Failed. So Israel Throws Another $30 Million at It". Haaretz. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 January 2022. Diakses tanggal 28 January 2022.
- ^ Lim 2012, hlm. 221.
- ^ Blumenthal 2013, hlm. 261.
- ^ Svirsky & Ben-Arie 2017, hlm. 51.
- ^ "Israeli government must cease intimidation of human rights defenders, protect them from attacks". Amnesty International USA. April 10, 2016. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 13 May 2021. Diakses tanggal 9 August 2020.
- ^ "Israel government prepares to expel Palestinian BDS founder". Middle East Monitor. October 7, 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 August 2020. Diakses tanggal October 17, 2020.
- ^ "Israel court releases BDS activist Mahmoud Nawajaa". Middle East Monitor. August 18, 2020. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 27 August 2020. Diakses tanggal August 28, 2020.
- ^ "#FreeMahmoud: Israeli occupation forces arrest BDS coordinator Mahmoud Nawajaa during night raid". 30 Juli 2020. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2 August 2020. Diakses tanggal 2 August 2020.
- ^ Crilley & Manor 2020
- ^ Crilley & Manor 2020, hlm. 143-144.
- ^ Barghouti 2012
- ^ Reuters 2016
- ^ Reuters 2016
- ^ Reuters 2016
- ^ Sánchez & Sellick 2016, hlm. 88.
- ^ Qumsiyeh 2016, hlm. 104.
- ^ Barghouti 2014, hlm. 410.
- ^ Abunimah 2014, hlm. 167.
- ^ Hitchcock 2020, hlm. 12-13.
- ^ "Most Americans don't know about or don't support BDS - Pew poll". Jerusalem Post. 27 May 2022.
- ^ "U.S. Jews' connections with and attitudes toward Israel". Jewish Americans in 2020. Pew Research Center. 2021-05-11. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 7 September 2023. Diakses tanggal 15 September 2023.
- ^ Mansoor 2020.
- ^ a b c Arnold 2018, hlm. 228.
- ^ Qumsiyeh 2016; Wistrich 2010
- ^ Barghouti 2011
- ^ Hallward 2013, hlm. 195.
- ^ Maira 2018, hlm. 105.
- ^ Arnold 2018, hlm. 232.
- ^ Hallward 2013, hlm. 196.
- ^ Goldberg, Jeffrey (February 15, 2011). "How Big Should the Big Tent Be?". The Atlantic. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 26 October 2020. Diakses tanggal October 20, 2020.
- ^ Mendes 2013.
- ^ Mendes, Philip.
- ^ David Hirsh, Anti-Zionism and Antisemitism: Cosmopolitan Reflections (New Haven, CT: Yale Initiative for the Inderdisciplinary Study of Antisemitism Working Paper Series, 2007), 13.
- ^ Tishby 2021, hlm. 281.
- ^ Hallward 2013, hlm. 46.
- ^ Steinhardt Case 2020.
- ^ Anti-Defamation League 2016
- ^ ""Germany designates BDS Israel boycott movement as anti-Semitic"". Reuters. May 17, 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 5 October 2021. Diakses tanggal 5 October 2021.
- ^ ""German parliament condemns 'anti-Semitic' BDS movement"". Deutsche Welle. May 17, 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 18 June 2021. Diakses tanggal 5 October 2021.
- ^ "Over 200 scholars say backing Israel boycotts is not anti-Semitic". Times of Israel. March 27, 2021. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 4 October 2021. Diakses tanggal October 4, 2021.
- ^ "Why is the BDS movement under fire in Germany?". Middle East Monitor. August 3, 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 30 October 2020. Diakses tanggal September 18, 2020.
The controversial motion has triggered a noisy debate in Germany and beyond which reads that the campaign to boycott Israeli goods, artists and athletes is "reminiscent of the most terrible chapter in German history" and triggers memories of the Nazi slogan "Don't buy from Jews". The resolution also imposed a ban on government support for organisations which back BDS.
- ^ Sheskin, Ira M.; Felson, Ethan (2016). "Is the Boycott, Divestment, and Sanctions Movement Tainted by Anti-Semitism?". Geographical Review. 106 (2): 270–275. Bibcode:2016GeoRv.106..270S. doi:10.1111/j.1931-0846.2016.12163.x. ISSN 0016-7428.
We contend that the BDS movement, born of an ideology hostile to Judaism and Jewish nationalism and still immersed in that ideology rather than the language of peace, is not, as its proponents assert, a focused campaign aimed to change Israeli policies. Instead, it is a movement that often lacks integrity and quite often traffics in anti-Semitism. We have demonstrated that these anti-Semitic underpinnings are exhibited in the cultural, academic, and commercial spheres. In all three cases, persons who happen to be Jewish are blamed for the supposed sins of other Jews.
- ^ Bandler.
- ^ White 2020, hlm. 65.
- ^ "First-ever: 40+ Jewish groups worldwide oppose equating antisemitism with criticism of Israel". Jewish Voice for Peace. 17 July 2018. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 7 September 2018. Diakses tanggal 19 September 2018.
- ^ a b Judith Butler's Remarks to Brooklyn College on BDS Diarsipkan 29 May 2015 di Wayback Machine., The Nation, 7 February 2013
- ^ Barghouti 2011, hlm. 149.
- ^ Michalski 2019.
Daftar pustaka
Buku
- Barghouti, Omar (2011). BDS: Boycott, Divestment, Sanctions : the Global Struggle for Palestinian Rights. Haymarket Books. ISBN 978-1-60846-114-1.
- Estefan, Kareem; Kuoni, Carin; Raicovich, Laura (10 October 2017). Assuming Boycott: Resistance, Agency, and Cultural Production. OR Books. ISBN 978-1-68219-093-7.
- Fleischmann, Leonie (19 September 2019). The Israeli Peace Movement: Anti-Occupation Activism and Human Rights since the Al-Aqsa Intifada. Bloomsbury Publishing. ISBN 978-1-83860-098-3.
- Gertheiss, Svenja (14 December 2015). Diasporic Activism in the Israeli-Palestinian Conflict. Routledge. ISBN 978-1-317-36886-1.
- Isaac, Rami K.; Hall, C. Michael; Higgins-Desbiolles, Freya (14 December 2015). The Politics and Power of Tourism in Palestine. Routledge. ISBN 978-1-317-58028-7.
- Jacobs, Sean; Soske, Jon (2 November 2015). Apartheid Israel: The Politics of an Analogy. Haymarket Books. ISBN 978-1-60846-519-4.
- Linfield, Susie, ed. (2019). The Lions' Den: Zionism and the Left From Hannah Arendt to Noam Chomsky. Yale University Press. ISBN 978-0-300-25184-5.
- Mullen, Bill; Dawson, Ashley, ed. (2015). Against Apartheid: The Case for Boycotting Israeli Universities. Haymarket Books. ISBN 978-1-60846-527-9.
- Nelson, Cary (2016). Dreams Deferred: A Concise Guide to the Israeli-Palestinian Conflict and the Movement to Boycott Israel (dalam bahasa Inggris). Indiana University Press. ISBN 978-0-25-302518-0.
- Nelson, Cary (2019). Israel Denial: Anti-Zionism, Anti-Semitism, & the Faculty Campaign Against the Jewish State (dalam bahasa Inggris). Indiana University Press. ISBN 978-0-253-04507-2. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2 July 2019. Diakses tanggal 3 September 2019.
- Robinson, William I.; Griffin, Maryam S. (20 March 2017). We Will Not Be Silenced: The Academic Repression of Israel's Critics. AK Press. ISBN 978-1-84935-277-2. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 10 August 2020.
- Tishby, Noa (2021). Israel: A Simple Guide to the Most Misunderstood Country on Earth. Free Press. ISBN 978-1-9821-4493-7. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 13 August 2021. Diakses tanggal 13 August 2021.
- Tripp, Charles (25 February 2013). The Power and the People: Paths of Resistance in the Middle East. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-80965-8. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 5 December 2023. Diakses tanggal 10 October 2016.
- Maira, Sunaina (2018). Boycott!: The Academy and Justice for Palestine. Univ of California Press. ISBN 978-0-520-29489-9. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 9 August 2020.
- Hancock, Landon E. (26 August 2016). Narratives of Identity in Social Movements, Conflicts and Change. Emerald Group Publishing. ISBN 978-1-78635-077-0. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 1 October 2020.
- Hallward, M. (26 November 2013). Transnational Activism and the Israeli-Palestinian Conflict. Palgrave Macmillan US. ISBN 978-1-137-34986-6. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 13 October 2020.
- Sparrow, Jeff (2012). Left Turn: Political Essays for the New Left. Melbourne Univ. Publishing. ISBN 978-0-522-86143-3. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 9 August 2020.
- Bostrom, Magnus; Micheletti, Michele; Oosterveer, Peter (2019). The Oxford Handbook of Political Consumerism. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-062903-8. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 13 October 2020.
- Beinart, Peter (2012). The Crisis of Zionism. Melbourne Univ. Publishing. ISBN 978-0-522-86176-1. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 15 October 2020.
- Nestorović, Čedomir (28 May 2016). Islamic Marketing: Understanding the Socio-Economic, Cultural, and Politico-Legal Environment. Springer. ISBN 978-3-319-32754-9. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 14 August 2020.
- Salaita, Steven (1 November 2016). Inter/Nationalism: Decolonizing Native America and Palestine. University of Minnesota Press. ISBN 978-1-4529-5317-5. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 16 October 2020.
- Jackson, Richard; Llewellyn, Joseph; Leonard, Griffin Manawaroa (15 March 2020). Revolutionary Nonviolence: Concepts, Cases and Controversies. Zed Books. ISBN 978-1-78699-822-4. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 30 November 2023. Diakses tanggal 17 October 2020.
- Tartir, Alaa; Seidel, Timothy (22 December 2018). Palestine and Rule of Power: Local Dissent vs. International Governance. Springer. ISBN 978-3-030-05949-1. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 18 October 2020.
- Mazen, Masri (26 April 2012). "Israel's Wall, Displacement, and Palestinian Resistance in the West Bank". Dalam Coleman, Daniel; Glanville, Erin Goheen; Hasan, Wafaa; Kramer-Hamstra, Agnes (ed.). Countering Displacements: The Creativity and Resilience of Indigenous and Refugee-ed Peoples. University of Alberta. hlm. 59–86. ISBN 978-0-88864-592-0. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 7 June 2013.
- L'Etang, Jacquie; McKie, David; Snow, Nancy (11 August 2015). The Routledge Handbook of Critical Public Relations. Routledge. ISBN 978-1-317-91886-8. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 18 October 2020.
- Mendes, P. (20 May 2014). "Anti-Semitism and support for Jewish rights". Jews and the Left: The Rise and Fall of a Political Alliance. Springer. ISBN 978-1-137-00830-5. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 18 October 2020.
- Kittrie, Orde F. (1 December 2015). Lawfare: Law as a Weapon of War. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-026359-1. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 18 October 2020.
- Blumenthal, Max (1 October 2013). Goliath: Life and Loathing in Greater Israel. PublicAffairs. ISBN 978-1-56858-972-5. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 23 October 2020.
- Bueckert, Michael (March 5, 2020). Boycotts and Backlash: Canadian Opposition to Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS) Movements from South Africa to Israel. CURVE (PhD). Carleton University. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 26 October 2020. Diakses tanggal October 23, 2020.
- Abunimah, Ali (3 March 2014). The Battle for Justice in Palestine. Haymarket Books. hlm. 165–. ISBN 978-1-60846-347-3. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 23 October 2020.
- Burton, Guy (26 February 2018). Rising Powers and the Arab–Israeli Conflict since 1947. Lexington Books. hlm. 137–. ISBN 978-1-4985-5196-0.
- Cardaun, Sarah K. (19 June 2015). Countering Contemporary Antisemitism in Britain: Government and Civil Society Responses between Universalism and Particularism. BRILL. hlm. 70–. ISBN 978-90-04-30089-7.
- Shindler, Colin (15 May 2017). The Hebrew Republic: Israel's Return to History. Rowman & Littlefield Publishers. ISBN 978-1-4422-6597-4.
- Endong, Floribert Patrick C. (31 March 2018). Exploring the Role of Social Media in Transnational Advocacy. IGI Global. hlm. 87–. ISBN 978-1-5225-2855-5.
- Svirsky, Marcelo; Ben-Arie, Ronnen (7 November 2017). From Shared Life to Co-Resistance in Historic Palestine. Rowman & Littlefield International. hlm. 51–. ISBN 978-1-78348-965-7. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 24 October 2020.
- Klassen, Jerome; Albo, Gregory (January 10, 2013). Empire's Ally: Canada and the War in Afghanistan. University of Toronto Press. ISBN 978-1-4426-1304-1.
- Hanssen, Jens; Ghazal, Amal N. (20 November 2020). The Oxford Handbook of Contemporary Middle-Eastern and North African History. Oxford University Press. hlm. 693–. ISBN 978-0-19-967253-0. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 22 November 2020.
- Crilley, Rhys; Manor, Ilan (11 Juli 2020). "Un-nation Branding: The Cities of Tel Aviv and Jerusalem in Israeli Soft Power". Dalam Sohaela Amiri; Efe Sevin (ed.). City Diplomacy: Current Trends and Future Prospects. Springer Nature. hlm. 143–. ISBN 978-3-030-45615-3. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 26 November 2020.
- Morrison, Suzanne (2015). The boycott, divestment, and sanctions movement: activism across borders for Palestinian justice. LSE Theses Online (PhD). London School of Economics and Political Science. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 3 March 2021. Diakses tanggal September 21, 2020.
- Hitchcock, Jennifer Megan (June 29, 2020). A Rhetorical Frame Analysis of Palestinian-Led Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) Movement Discourse. ODU Digital Commons (PhD). Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 15 August 2020. Diakses tanggal September 21, 2020.
- Klieman, Aharon (21 August 2019). Carsten Schapkow; Klaus Hödl (ed.). Jewish Studies and Israel Studies in the Twenty-First Century: Intersections and Prospects. Rowman & Littlefield. hlm. 133–. ISBN 978-1-79360-510-8. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 26 October 2020.
- Louvet, Marie-Violaine (28 June 2016). "Anti-Semitism and support for Jewish rights". Civil Society, Post-Colonialism and Transnational Solidarity: The Irish and the Middle East Conflict. Palgrave Macmillan UK. ISBN 978-1-137-55109-2. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 13 October 2020.
- Landy, David; Lentin, Ronit; McCarthy, Conor, ed. (15 May 2020). Enforcing Silence: Academic Freedom, Palestine and the Criticism of Israel. Zed Books. ISBN 978-1-78699-653-4.
- Harawi, Yara. The academic boycott and beyond: towards an epistemological strategy of liberation and decolonization. hlm. 183–206.
- Handmaker, Jeff (January 2020), "Lawfare against academics and the potential of legal mobilization as counterpower", Enforcing Silence: Academic Freedom, Palestine and the Criticism of Israel (Edited by David Landy, Ronit Lentin and Conor Mccarthy), London: Zed Books: 233–260[pranala nonaktif permanen]
- David Feldman, ed. (29 December 2018). Boycotts Past and Present: From the American Revolution to the Campaign to Boycott Israel. Springer International Publishing. ISBN 978-3-319-94872-0.
- Jones, Lee, Sanctioning Apartheid: Comparing the South African and Palestinian Campaigns for Boycotts, Disinvestment, and Sanctions: From the American Revolution to the Campaign to Boycott Israel, hlm. 197–217
- Arnold, Sina, A Collision of Frames: The BDS Movement and Its Opponents in the United States, hlm. 219–241
- Lim, Audrea, ed. (2 May 2012). The Case for Sanctions Against Israel. Verso Books. ISBN 978-1-84467-450-3. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 6 October 2020.
- Barghouti, Omar, The Cultural Boycott: Israel vs. South Africa, hlm. 25–38
- Beinin, Joel, North American Colleges and Universities and BDS, hlm. 61–76
- Erakat, Noura, BDS in the USA: 2001-2010, hlm. 85–100
- Ben-Atar, Doron S.; Pessin, Andrew, ed. (30 March 2018). Anti-Zionism on Campus: The University, Free Speech, and BDS. Indiana University Press. ISBN 978-0-253-03410-6. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 12 October 2020.
- Nelson, Cary, Conspiracy Pedagogy on Campus: BDS Advocacy, Antisemitism, and Academic Freedom, hlm. 190–211 (see esp. p. 191)
- Pearl, Judea, BDS and Zionophobic Racism, hlm. 224–235
- Samilow, Jared, Students for Justice in Palestine at Brown University, hlm. 384–389
- Ghada Ageel, ed. (7 January 2016). "International Solidarity and the Palestinian Freedom Struggle". Apartheid in Palestine: Hard Laws and Harder Experiences. University of Alberta. ISBN 978-1-77212-082-0. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 24 October 2020.
- Arraf, Huwaida, International Solidarity and the Palestinian Freedom Struggle, hlm. 65–89
- Ziadah, Rafeef, Palestine Calling: Notes on the Boycott, Divestment, and Sanctions Movement, hlm. 91–106
- Bakan, Abigail B.; Abu-Laban, Yasmeen, Israeli Apartheid, Canada, and Freedom of Expression, hlm. 163–180
- Alpaslan Özerdem; Chuck Thiessen; Mufid Qassoum, ed. (1 December 2016). Conflict Transformation and the Palestinians: The Dynamics of Peace and Justice under Occupation. Taylor & Francis. ISBN 978-1-317-21363-5. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 22 October 2020.
- Sánchez, Ana; Sellick, Patricia, Human Rights as a Tool for Conflict Transformation: The Cases of the Boycotts, Divestment and Sanctions (BDS) Movement and Local Unarmed Popular Resistance, hlm. 82–97
- Qumsiyeh, Mazin B., A Critical and Historical Assessment of Boycotts, Divestment and Sanctions (BDS) in Palestine, hlm. 98–113
- Wistrich, Robert S. (January 5, 2010). A Lethal Obsession: Anti-Semitism from Antiquity to the Global Jihad. Random House Publishing Group. ISBN 978-1-58836-899-7.
Jurnal ilmiah
- Ananth, Sriram (2013). "The Politics of the Palestinian BDS Movement". Socialism and Democracy. 27 (3). Informa UK Limited: 129–143. doi:10.1080/08854300.2013.836317. ISSN 0885-4300. S2CID 146902231.
- Barghouti, Omar (July 29, 2014). "Opting for justice: the critical role of anti-colonial Israelis in the boycott, divestment, and sanctions movement". Settler Colonial Studies. 4 (4). Informa UK Limited: 407–412. doi:10.1080/2201473x.2014.911656. ISSN 2201-473X. S2CID 144459211.
- Steinhardt Case, Benjamin (January 27, 2020). "Days of awe: reimagining Jewishness in solidarity with Palestinians". Ethnic and Racial Studies. 43 (13). Informa UK Limited: 2452–2454. doi:10.1080/01419870.2020.1715455. ISSN 0141-9870. S2CID 213506152.
- Greendorfer, Marc (2018). "Discrimination as a Business Policy: The Misuse and Abuse of Corporate Social Responsibility Programs". American University Business Law Review. 8 (3). doi:10.2139/ssrn.3279227. ISSN 1556-5068. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 24 January 2021. Diakses tanggal 31 December 2020.
- Cuffman, Timothy (May 29, 2018). "The State Power to Boycott a Boycott: The Thorny Constitutionality of State Anti-BDS Laws". papers.ssrn.com. doi:10.2139/ssrn.3186369. SSRN 3186369. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 25 September 2021. Diakses tanggal Aug 14, 2020.
- White, Ben (February 1, 2020). "Delegitimizing Solidarity: Israel Smears Palestine Advocacy as Anti-Semitic". Journal of Palestine Studies. 49 (2): 65–79. doi:10.1525/jps.2020.49.2.65. ISSN 0377-919X. S2CID 218853797. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 1 October 2020. Diakses tanggal November 2, 2020.
- Greendorfer, Marc (7 January 2015). "The BDS Movement: That Which We Call a Foreign Boycott, By Any Other Name, Is Still Illegal". Roger Williams University Law Review: 19. SSRN 2531130. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 20 September 2020. Diakses tanggal 22 September 2020.
- Greendorfer, Marc (September 5, 2017). "Boycotting the Boycotters: Turnabout Is Fair Play Under the Commerce Clause and the Unconstitutional Conditions Doctrine". Search eLibrary. doi:10.2139/ssrn.3032646. SSRN 3032646. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 6 November 2020. Diakses tanggal November 9, 2020.
- Di Stefano, Paul; Henaway, Mostafa (2014). "Boycotting Apartheid From South Africa to Palestine". Peace Review. 26 (1): 19–27. doi:10.1080/10402659.2014.876304. ISSN 1040-2659. S2CID 143704463.
- Akram, Susan (Spring 2008). "Myths and Realities of the Palestinian Refugee Problem: Reframing the Right of Return". The MIT Electronic Journal of Middle East Studies. 8: 183–198. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 December 2023. Diakses tanggal 14 November 2020.
- Kiel, Christina (July 24, 2020). "Chicken dance (off): competing cultural diplomacy in the 2019 Eurovision Song Contest". International Journal of Cultural Policy. 26 (7). Informa UK Limited: 973–987. doi:10.1080/10286632.2020.1776269. ISSN 1028-6632. S2CID 225483576.
- Fishman, Joel S. (2012). "The BDS message of anti-Zionism, anti-Semitism, and incitement to discrimination". Israel Affairs. 18 (3): 412–425. doi:10.1080/13537121.2012.689521. ISSN 1353-7121. S2CID 145475095. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 26 January 2021. Diakses tanggal 23 November 2020.
- "Wielding Antidiscrimination Law to Suppress the Movement for Palestinian Rights". Harvard Law Review. February 10, 2020. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 3 June 2021. Diakses tanggal August 28, 2020.
- Lamarche, Karine (2019). "The Backlash Against Israeli Human Rights NGOs: Grounds, Players, and Implications". International Journal of Politics, Culture, and Society. 32 (3): 301–322. doi:10.1007/s10767-018-9312-z. ISSN 0891-4486. S2CID 149884339.
Lain-lain
- "Criticism of Israeli Government's Policies Are Free Speech, Not Anti-Semitism". Amnesty International. 15 August 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 5 October 2021. Diakses tanggal 7 October 2021.
- Barghouti, Omar (July 29, 2019). "Why Americans Should Support BDS". The Nation. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 23 October 2020. Diakses tanggal 18 October 2020.
- Mendes, Philip (November 11, 2013). "The BDS movement and the opportunistic exploitation of self-denying Jews". ABC Religion & Ethics. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 5 February 2021. Diakses tanggal September 17, 2020.
- Barghouti, Omar (June 9, 2015). "The Cultural Boycott: Israel vs. South Africa". Hyperallergic. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 6 August 2020. Diakses tanggal 1 August 2020.
- Hickey, Tom; Marfleet, Philip (October 13, 2010). "The "South Africa moment": Palestine, Israel and the boycott". International Socialism – A quarterly journal of socialist theory. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 23 October 2020. Diakses tanggal October 24, 2020.
- Taraki, Lisa (August 19, 2004). "Boycotting the Israeli Academy". ZNet. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 5 April 2016. Diakses tanggal October 24, 2020.
- Weiss, Philip (April 7, 2020). "Liberal Zionists couldn't end the occupation because they feared equality more than Israeli right". Mondoweiss. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 24 September 2020. Diakses tanggal October 16, 2020.
- Massad, Joseph (December 17, 2014). "Recognizing Palestine, BDS and the survival of Israel". The Electronic Intifada. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 October 2020. Diakses tanggal October 25, 2020.
- Friedman, Lara; Gordis, Daniel (March 2, 2014). "Is a Settlement Boycott Best for Israel?". The New York Times. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 17 December 2020. Diakses tanggal October 16, 2020.
- Samson Estapé, Alys (July 29, 2020). "15 lessons from 15 years of BDS". The Electronic Intifada. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 October 2020. Diakses tanggal October 26, 2020.
- Kalman, Matthew (January 19, 2014). "Palestinians Divided Over Boycott of Israeli Universities". The New York Times. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 16 August 2021. Diakses tanggal 26 August 2018.
- "Terrorists in Suits: The Ties Between NGOs promoting BDS and Terrorist Organizations" (PDF). gov.il. Ministry of Strategic Affairs and Public Diplomacy. February 2019. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 24 May 2020. Diakses tanggal 2 August 2020.
- Benzaquen, Itamar (January 14, 2020). "Israeli ministry paying for anti-BDS propaganda in major news outlets". +972 Magazine. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 18 October 2020. Diakses tanggal November 2, 2020.
- Nathan-Kazis, Josh (December 31, 2018). "To 'Support' Israel". The Forward. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 30 October 2020. Diakses tanggal November 2, 2020.
- Nathan-Kazis, Josh (October 11, 2018). "Jewish Charity Admits Funding Group Tied To Canary Mission Blacklist". The Forward. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 27 January 2021. Diakses tanggal 2 November 2020.
- Kane, Alex (November 22, 2018). ""It's Killing the Student Movement": Canary Mission's Blacklist of Pro-Palestine Activists Is Taking a Toll". The Intercept. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 9 October 2020. Diakses tanggal October 14, 2020.
- "BDS Advocates Receive Bogus "Cease and Desist" Letters Citing Failed NY Anti-BDS Legislation". Palestine Legal. September 6, 2017. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 17 October 2020. Diakses tanggal November 2, 2020.
- Pink, Aiden (November 15, 2017). "BDS Campaign Wins Historic Victory At University Of Michigan On 11th Attempt". The Forward. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 September 2020. Diakses tanggal 9 August 2020.
- Gasper, Phil (2007). "Boycotts and academic freedom: Hypocrisy and double standards at U.S. universities". International Socialist Review. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 11 August 2020. Diakses tanggal 8 August 2020.
- Chotiner, Isaac (January 24, 2019). "Looking at Anti-Semitism on the Left and the Right: An Interview with Deborah E. Lipstadt". The New Yorker. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 15 July 2019. Diakses tanggal October 1, 2020.
- Gordin, Jeremy (December 21, 2012). "South Africa's Ruling Party Endorses BDS Campaign Against Israel". Haaretz (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 27 August 2017. Diakses tanggal 12 September 2018.
- Pink, Aiden (August 31, 2020). "U.S. pro-Israel groups failed to disclose grants from Israeli government". The Forward. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 18 June 2021. Diakses tanggal November 2, 2020.
- "G4S loses major contract in Colombia after BDS campaign". Middle East Monitor. February 25, 2016. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 7 May 2021. Diakses tanggal November 13, 2020.
- "BDS movement claims victory as U.S. county drops Israeli security firm". Haaretz. November 26, 2014. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 1 October 2020. Diakses tanggal August 29, 2020.
- Moore, Jack (March 10, 2016). "BDS claims victory as G4S to exit from Israel". Newsweek. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 30 May 2020. Diakses tanggal November 13, 2020.
- "G4S: Securing Israeli Apartheid". BDS Movement. 12 April 2016. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 12 August 2020. Diakses tanggal 31 Juli 2020.
- "Calls for escalating G4S boycott over Al-Aqsa violations". Middle East Monitor. July 27, 2017. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 August 2020. Diakses tanggal August 29, 2020.
- "G4S Sells Israel Operation for $110 Million, Denies BDS Pressure". Haaretz.com. December 2, 2016. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 11 February 2021. Diakses tanggal August 29, 2020.
- Rosenfield, Arno (25 March 2021). "Leading Jewish scholars say BDS, one-state solution are not antisemitic". The Forward. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 25 March 2021. Diakses tanggal 8 October 2021.
- Thrall, Nathan (14 August 2018). "BDS: how a controversial non-violent movement has transformed the Israeli-Palestinian debate". The Guardian. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 23 October 2020. Diakses tanggal October 18, 2020.
- Trew, Bel (15 May 2019). "Tourists come face-to-face with Eurovision's darker side: 'No pride in apartheid'". The Independent. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 13 June 2019. Diakses tanggal 16 May 2019.
- Holmes, Oliver (7 May 2019). "Israel says it will not allow in activists planning to 'disturb' Eurovision". The Guardian. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 21 June 2019. Diakses tanggal 16 May 2019.
- "BDS-backed Twitter bot network is targeting Eurovision, Israel charges". The Times of Israel. 3 May 2019. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 25 May 2019. Diakses tanggal 16 May 2019.
- Winstanley, Asa (May 31, 2019). "The BDS campaign against Eurovision was a major success". Middle East Monitor. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 30 September 2020. Diakses tanggal November 22, 2020.
- Fayeq, Oweis (July 5, 2009). "Handala and the Cartoons of Naji al-Ali". oweis. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 18 June 2020. Diakses tanggal November 23, 2020.
- "BDS: The Global Campaign to Delegitimize Israel" (PDF). Anti-Defamation League. 2016. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 16 January 2021. Diakses tanggal 23 November 2020.
- Nasr, Joseph; Alkousaa, Riham (May 17, 2019). "Germany designates BDS Israel boycott movement as anti-Semitic". Reuters. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 4 November 2020. Diakses tanggal November 23, 2020.
- "Oscar nominees urged to skip Israel swag bag trip". Reuters. February 25, 2016. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 24 November 2020. Diakses tanggal November 22, 2020.
- Stoil, Rebecca (20 April 2016). "Ties between Hamas-linked charities and BDS highlighted in Congressional testimony". The Times of Israel. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 19 June 2017. Diakses tanggal 29 June 2017.
- Schanzer, Jonathan (19 April 2016). "Israel Imperiled: Threats to the Jewish State" (PDF). U.S. House of Representatives Document Repository. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 8 June 2017. Diakses tanggal 29 June 2017.
- Winer, Stuart; Ahren, Raphael (17 July 2018). "EU: Israel spreads 'disinformation' by alleging we fund terror-tied BDS efforts". Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 May 2020. Diakses tanggal 8 August 2020.
- Kane, Alex (November 11, 2019). "Israel's Scheme To Defund the BDS Movement". In These Times. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 14 October 2020. Diakses tanggal November 27, 2020.
- Goldstein, Eric (1 February 2021). "Biden Should Defend the Right to Call for a Boycott". Human Rights Watch. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2 October 2021. Diakses tanggal October 7, 2021.
- "The BDS Movement Promotes Delegitimization against Israel". Reut Institute. June 12, 2010. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 22 July 2010. Diakses tanggal October 7, 2020.
- Rivlin, Reuven (March 28, 2016). "Taking down BDS". ynetnews. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 1 June 2016. Diakses tanggal December 3, 2020.
- Isserovitz, Haim (June 20, 2015). "BDS movement seeks to empty Israel of Jews, former Spanish PM says". The Jerusalem Post. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 8 November 2020. Diakses tanggal December 3, 2020.
- Mansoor, Sanya (December 4, 2020). "Pompeo is Cracking Down on a Movement to Boycott Israel. Here's What to Know About BDS". Time. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 6 December 2020. Diakses tanggal December 6, 2020.
- Michalski, Wenzel (28 May 2019). "Anti-Boycott Measure Wrong Way to Combat Anti-Semitism". Human Rights Watch. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 5 October 2021. Diakses tanggal December 6, 2020.
Pranala luar
- Artikel dengan pernyataan tanpa sumber Desember 2021
- Artikel yang membutuhkan klarifikasi
- Artikel yang kekurangan referensi yang dapat diandalkan Juli 2020
- Accuracy disputes Juli 2020
- Artikel yang butuh referensi tepercaya Juli 2020
- Artikel Wikipedia yang memerlukan pemastian fakta Agustus 2024
- Artikel dengan pranala luar nonaktif September 2023
- Organisasi yang didirikan tahun 2005
- Antizionisme
- Pemboikotan Israel
- Boikot, Divestasi, dan Sanksi
- Organisasi non-kekerasan
- Organisasi yang terlibat dalam konflik Israel–Palestina
- Frasa terkait konflik Israel–Palestina