More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Statisme Shōwa - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Statisme Shōwa - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Statisme Shōwa

  • Català
  • Deutsch
  • English
  • Español
  • فارسی
  • Français
  • 한국어
  • Русский
  • Türkçe
  • Українська
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Statisme Showa)
Bagian dari series mengenai
Kokkashugi
Organisasi
  • Taisei Yokusankai
  • Imperial Rule Assistance
    Political Association
  • Yokusan Sonendan
  • National Spiritual Mobilization Movement
  • League of Diet Members Supporting the
    Prosecution of the Holy War
  • Great Japan Youth Party
  • Shōwa Kenkyūkai
  • Kōdōha
  • Young Officers Movement
  • Tōseiha
  • National Foundation Society
  • Black Ocean Society
  • Cherry Blossom Society
  • Japanese Committee on
    Trade and Information
  • Faksi Armada
  • Yūzonsha
Sejarah
  • Insiden Maret
  • Insiden Mukden
  • League of Nations withdrawal
  • Imperial Colors Incident
  • League of Blood Incident
  • Jugun ianfu
  • Insiden 15 Mei
  • Military Academy incident
  • Washington Naval Treaty withdrawal
  • Unit 731
  • Insiden 26 Februari
  • Insiden Jembatan Marco Polo
  • Pembantaian Nanking
  • State General Mobilization Law
  • Pakta Tripartit
  • Perang Dunia II
  • Sook Ching
  • Bataan Death March
  • Hell ship
  • Pertempuran Changde
  • Insiden Kyūjō
  • Pembantaian Manila
  • Purge
Prinsip
  • Emperor-system fascism
  • Fascism
  • Totalitarianism
  • Statism
  • Shintaisei
  • Kokutai
  • Yamato-damashii
  • Bushido
  • Gekokujō
  • Ultranationalism
  • Corporatism
  • State capitalism
  • Militarism
  • State Shinto
  • Greater East Asia Co-Prosperity Sphere
  • Shōwa Restoration
  • Hakkō ichiu
  • Expansionism
  • Propaganda
  • Pan-Asianism
Tokoh
  • Bin Akao
  • Fumimaro Konoe
  • Hideki Tojo
  • Hirohito
  • Sadao Araki
  • Ikki Kita
  • Shūmei Ōkawa
  • Harukichi Shimoi
  • Uesugi Shinkichi
  • Koki Hirota
  • Nobusuke Kishi
  • Nisshō Inoue
  • Tanaka Chigaku
  • Masanobu Tsuji
  • Motoyuki Takabatake
  • Jinzaburō Masaki
  • Kuniaki Koiso
  • Hiranuma Kiichirō
  • Kanji Ishiwara
  • Kingoro Hashimoto
  • Seigō Nakano
  • Otoya Yamaguchi
  • Yukio Mishima
Media
  • Shinmin no Michi
  • How Japan Plans to Win
  • Momotaro: Sacred Sailors
  • Momotarō no Umiwashi
  • Moyuru ōzora
  • The Most Beautiful
  • "Ode of Showa Restoration"
Terkait
  • American cover-up of Japanese war crimes
  • Emperor-system fascism
  • International Military Tribunal for the Far East
  • Japanese history textbook controversies
  • Korean collaborators with Imperial Japan
  • Uyoku dantai
  •  Portal Jepang
  •  Portal Politik
  • l
  • b
  • s

Statisme Shōwa (國家主義code: ja is deprecated , Kokka Shugi) (secara harfiah "Nasionalisme") adalah sebuah sinkretisme politik atas ideologi-ideologi politik sayap kanan dan ideologi-ideologi politik ekstrem lainnya di Kekaisaran Jepang, yang berkembang sepanjang periode Restorasi Meiji sampai ke Era Shōwa. Faham Ini terkadang disebut sebagai Nasionalisme Shōwa (昭和國家主義), Fasisme Jepang (日本のファシズム), Fasisme Shōwa (昭和のファシズム) atau Fasisme Sistem Kekaisaran (天皇制ファシズム).

Bagian dari seri
Fasisme
Fasces



Prinsip inti
  • Nasionalisme
  • Totalitarianisme
  • Negara tunggal partai
  • Kediktatoran
  • Militerisme
  • Tindakan langsung
  • Ekonomi campuran
  • Kolaborasi kelas
  • Posisi ketiga
  • Manusia baru
  • Imperialisme
Topik
  • Definisi
  • Ekonomi
  • Fasisme dan ideologi
  • Fasisme di seluruh dunia
  • Simbolisme
Ide
  • Autarki
  • Demokrasi otoritarianisme
  • Bangsa bourgeois
  • Kolaborasi kelas
  • Korporatisme
  • Bangsa proletar
  • Totalitarianisme
Tokoh
  • Benito Mussolini
  • Adolf Hitler
  • José Antonio Primo de Rivera
  • Corneliu Zelea Codreanu
  • Ante Pavelić
  • Ikki Kita
  • Wang Jingwei
  • Plínio Salgado
  • Konstantin Rodzaevsky
  • Oswald Mosley
  • William Dudley Pelley
  • Aleksandr Dugin
Literatur
  • Doktrin Fasisme
  • Manifesto Fasis
  • La Conquista del Estado
  • Mein Kampf
  • My Autobiography
  • The Myth of the Twentieth Century
  • Zaveshchanie russkogo fashista
Organisasi
  • Blok Poros
  • Konferensi Fasis Montreux
Sejarah
  • Perang Dunia I
  • Pawai ke Roma
  • Beer Hall Putsch
  • Pemisahan Aventine
  • Pasifikasi Libya
  • Pemilihan Umum Jerman 1932
  • UU Pengaktifan
  • Perang Italia-Ethiopia Kedua
  • Perang Saudara Spanyol
  • Pakta Anti-Komintern
  • Perang Dunia II
  • Holokaus
  • 25 Luglio
Daftar
  • Fasisme menurut negara
Topik terkait
  • Anti-fasisme
  • Fasisme klerikal
  • Fasis (julukan)
  • Istilah fasis Italia
  • Hukum besi oligarki
  • Nazisme
  • Neo-fasisme
  • Rasisme
  • Fasisme sosial
  • Ultranasionalisme palingenetik
  • Portal fasisme
  • Portal politik
  • l
  • b
  • s

Gerakan statis tersebut mendominasi politik Kekaisaran Jepang pada paruh pertama zaman Shōwa (masa kekuasaan Hirohito). ia merupakan sebuah perpaduan gagasan-gagasan ideologi seperti Ultranasionalisme, Militerisme dan Kapitalisme Statis yang dicetuskan oleh sejumlah filsuf dan pemikir politik kontemporer di Kekaisaran Jepang.

Sejarah

[sunting | sunting sumber]

Dengan kebijakan luar negeri yang lebih agresif, dan kemenangan atas Tiongkok dalam Perang Tiongkok-Jepang Pertama, serta Kemenangan atas Kekaisaran Rusia dalam Perang Rusia-Jepang, Kekaisaran Jepang bergabung dengan kekuatan imperialis Barat. dengan keyakinan bahwa hanya melalui kekuatan militer yang kuat, Kekaisaran Jepang akan mendapatkan rasa hormat dari negara-negara Barat. dan dengan demikian, untuk mendapatkan revisi dari "perjanjian-perjanjian yang tidak adil" yang diberlakukan pada Jepang oleh kekuatan Imperialis Barat di tahun 1800-an.

Angkatan Bersenjata Kekaisaran Jepang memandang diri mereka "bersih secara politik" dalam hal korupsi, dan mengkritik partai-partai politik di bawah demokrasi liberal karena mementingkan diri sendiri dan bersifat mengacaman terhadap keamanan nasional dengan kegagalan mereka untuk menyediakan pengeluaran militer yang memadai atau untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan ekonomi yang mendesak. Keterlibatan politikus dengan monopoli perusahaan zaibatsu juga mendapat kecaman keras dari Kaum Militeris, dikarenakan Militer cenderung mendukung dirigisme dan bentuk lain dari kontrol langsung negara atas industri, daripada kapitalisme pasar bebas, serta kesejahteraan sosial yang lebih luas yang disponsori oleh negara. hal ini adalah salah satu cara untuk mengurangi pengaruh sosialisme dan komunisme di Jepang.

Hubungan khusus kaum militer dan pemerintah pusat dengan Keluarga Kekaisaran mendukung posisi penting Kaisar sebagai Kepala Negara dengan kekuatan politik dan hubungan dengan gerakan sayap kanan nasionalis. Namun, pemikiran politik Jepang memiliki kontak yang relatif sedikit dengan pemikiran politik eropa sampai abad ke-20.

Di bawah kekuasaan militer, Jepang mengembangkan sistem ekonomi aristokrat yang sangat hierarkis dengan keterlibatan negara yang signifikan. Selama Restorasi Meiji, telah terjadi lonjakan penciptaan monopoli. Ini sebagian karena intervensi negara. Negara sendiri memiliki beberapa monopoli, dan yang lainnya dimiliki oleh zaibatsu. Monopoli mengelola inti pusat ekonomi, dengan aspek-aspek lain dikendalikan oleh kementerian pemerintah sesuai dengan pengaturan ekonomi. ini dalam banyak hal mirip dengan model korporatisme fasis Eropa nantinya.

Selama periode yang sama, pemikir-pemikir intelek dengan cita-cita yang serupa dengan yang berasal dari zaman shogunat mengembangkan dasar awal teori ekspansionisme Jepang dan Pan-Asianisme. Pemikiran seperti itu kemudian dikembangkan oleh penulis seperti Saneshige Komaki dan Shumei Okawa ke dalam doktrin Hakkō ichiu, Yen Block, dan Amau.[1]

Perkembangan di Era Shōwa

[sunting | sunting sumber]

Kebijakan Internasional

[sunting | sunting sumber]

Perjanjian Versailles tahun 1919 tidak mengakui klaim teritorial Kekaisaran Jepang, dan perjanjian-perjanjian internasional angkatan laut antara kekuatan Barat dan Kekaisaran Jepang (Traktat Angkatan Laut Washington dan Trakat Angkatan Laut London) memberlakukan batasan pada pembuatan kapal dan membatasi ukuran Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. dengan rasio 10:10:6. Langkah-langkah ini dianggap oleh banyak orang di Jepang sebagai penolakan oleh kekuatan Barat untuk menganggap Jepang sebagai mitra yang setara. yang dimana ini nantinya, akan berujung kepada insiden 15 Mei.

Berdasarkan keamanan nasional, peristiwa ini melepaskan gelombang Nasionalisme di Jepang dan mengakhiri diplomasi kolaborasi yang mendukung ekspansi ekonomi secara damai. Penerapan kediktatoran militer dan ekspansi teritorial dianggap sebagai cara terbaik untuk melindungi Yamato-damashii.

Wacana Sipil Terhadap Statisme

[sunting | sunting sumber]

Pada awal 1930-an, Kementerian Dalam Negeri mulai menangkap para pembangkang politik sayap kiri, umumnya untuk menuntut pengakuan terhadap kecenderungan prilaku anti-statis. Lebih dari 30.000 penangkapan semacam ini dilakukan antara tahun 1930 dan 1933. Sebagai tanggapan, sekelompok besar penulis mendirikan cabang dari Front Popular Internasional Melawan Fasisme di Jepang dan menerbitkan artikel di jurnal sastra besar yang memperingatkan bahaya statisme. Majalah mereka, Perpustakaan Rakyat (人民文庫), mencapai sirkulasi lebih dari lima ribu dan dibaca secara luas di kalangan sastra, tetapi akhirnya disensor, dan kemudian dibongkar pada Januari 1938.[2]

Karya Ikki Kita

[sunting | sunting sumber]

Ikki Kita adalah seorang teoris politik pada awal abad ke-20, yang menganjurkan hibrida statisme dengan "nasionalisme Asia", yang dengan demikian memadukan gerakan ultranasionalisme dengan militerisme Jepang. Filosofi politiknya dituangkan dalam tesisnya yaitu Kokutairon dan Sosialisme murni serta Rencana Garis Besar untuk Reorganisasi Jepang [ja] (日本改造法案大綱 Nihon Kaizō Hōan Taikō) tahun 1923. Kita mengusulkan kudeta militer untuk menggantikan struktur politik Jepang yang ada dengan kediktatoran militer. Kepemimpinan militer yang baru akan memperlemah Konstitusi Meiji, melarang partai politik, mengganti Diet Jepang dengan majelis yang bebas dari korupsi, dan akan menasionalisasi industri-industri besar. Kita juga memvisionirkan batasan ketat untuk kepemilikan pribadi atas properti, dan reformasi tanah untuk meningkatkan lahan untuk kaum petani. dengan demikian diperkuat secara internal, Jepang kemudian dapat memulai "perang suci" untuk membebaskan seluruh Asia dari imperialisme Barat.

Meskipun karyanya dilarang oleh pemerintah segera setelah diterbitkan, peredarannya tersebar luas, dan tesisnya terbukti populer tidak hanya di kalangan perwira muda yang bersemangat dengan prospek kekuasaan militer dan ekspansionisme Jepang, tetapi juga dengan gerakan populis karena daya tariknya terhadap kelas agraris.

Karya Shūmei Ōkawa

[sunting | sunting sumber]

Shumei Okawa adalah seorang filsuf politik sayap kanan, aktif di banyak gerakan nasionalis Jepang pada tahun 1920-an. Pada tahun 1926, ia menerbitkan "Jepang dan Jalan Rakyat Jepang (日本及び日本人の道, Nihon oyobi Nihonjin no michi)", di antara karya-karya lain, yang membantu mempopulerkan konsep keniscayaan benturan peradaban antara Jepang dan barat. Secara politis, teorinya dibangun di atas karya-karya Ikki Kita, tetapi lebih lanjut menekankan bahwa Jepang perlu kembali ke "tradisi kokutai" tradisionalnya untuk bertahan dari meningkatnya ketegangan sosial yang diciptakan oleh industrialisasi dan pengaruh budaya asing.

Karya Sadao Araki

[sunting | sunting sumber]

Sadao Araki adalah seorang filsuf politik terkenal di Angkatan Darat Kekaisaran Jepang selama tahun 1920-an, yang memiliki banyak pengikut di dalam korps perwira junior. Meskipun terlibat dalam Insiden 26 Februari, ia melanjutkan untuk mengabdi di berbagai jabatan pemerintahan yang berpengaruh, dan menjadi menteri kabinet di bawah Perdana Menteri Fumimaro Konoe.

Tentara Jepang, yang sudah dilatih di sepanjang garis Prusia sejak awal periode Meiji, sering menyebutkan kedekatan antara yamato-damashii dan "Semangat Militer Prusia" dalam mendorong aliansi militer dengan Italia dan Jerman bersama dengan kebutuhan untuk memerangi Marxisme. Tulisan Araki diilhami dengan nostalgia terhadap sistem administrasi militer ala shogun, dengan cara yang mirip dengan Partai Fasis Nasional Italia yang melihat kembali cita-cita kuno Kekaisaran Romawi atau Partai Buruh Nasional Sosialis di Jerman yang mengingat versi ideal dari Reich Pertama dan Ordo Teutonik.

Araki memodifikasi interpretasi kode prajurit bushido menjadi seishin kyōiku ("pelatihan spiritual"), yang ia perkenalkan kepada militer sebagai Menteri Angkatan Darat, dan masyarakat umum sebagai Menteri Pendidikan, dan secara umum membawa konsep gerakan Restorasi Showa ke arus utama politik Jepang.

Beberapa ciri khas dari kebijakan ini juga digunakan di luar Jepang. Negara boneka Manchukuo, Mengjiang, dan Pemerintahan Ter-reorganisasi Nasional Republik Tiongkok kemudian diorganisir sebagian mengikuti ide Araki. Dalam kasus Rezim Wang Jingwei, dia sendiri memiliki pengaruh Jerman—sebelum invasi Jepang ke Tiongkok, dia bertemu dengan para pemimpin Jerman dan mengambil beberapa ide fasis selama berada di Kuomintang. Ini, ia menggabungkan dengan pemikiran militerisme Jepang. Agen Jepang juga mendukung elemen lokal dan nasionalis di Asia Tenggara dan warga Rusia Putih di Manchukuo sebelum perang pecah.

Karya Seigō Nakano

[sunting | sunting sumber]

Seigō Nakano berusaha membawa "kelahiran kembali" Jepang melalui perpaduan etika samurai, Neo-Konfusianisme, dan nasionalisme populis yang dimodelkan pada fasisme Eropa. Dia melihat Saigō Takamori sebagai lambang 'semangat sejati' dari Meiji ishin, dan ialah tugas suci Jepang untuk meng-implementasikan-nya kembali.

Pergerakan Restorasi Shōwa

[sunting | sunting sumber]
(Bahasa Jepang: 紀元二千六百年 "Kigen Nisen Roppyaku Nen"). Kartu pos Tahun Baru dari tahun 1940 yang merayakan peringatan ke-2600 daripada basis mistisisme pendirian Kekaisaran Jepang oleh Kaisar Jimmu.

Ikki Kita dan Shūmei Ōkawa bergabung pada tahun 1919 untuk mengorganisir Yūzonsha yang berumur pendek, sebuah kelompok studi politik yang dimaksudkan untuk menjadi organisasi payung bagi berbagai gerakan Statisme sayap-kanan. Meskipun kelompok itu segera runtuh karena perbedaan ideologis yang tidak dapat didamaikan antara Kita dan Ōkawa, kelompok ini memenuhi tujuannya karena berhasil bergabung dengan Gerakan-Gerakan militerisme, Pan-Asianis, anti-sosialis sayap-kanan dengan pendukung basis statis yang kuat dari kaum sentris dan sayap-kiri.

Pada tahun 1920-an dan 1930-an, para pendukung statisme Jepang ini menggunakan slogan "Restorasi Shōwa" (昭和維新, Shōwa isshin), yang menyiratkan bahwa resolusi baru diperlukan untuk menggantikan tatanan politik yang ada yang didominasi oleh politikus dan industrialis korup, dengan yang (dalam mata mereka), akan memenuhi tujuan awal Restorasi Meiji dari pemerintahan Kekaisaran langsung melalui proksi militer.

Namun, Restorasi Shōwa memiliki arti yang berbeda untuk kelompok yang berbeda. Bagi kaum radikal Sakurakai, itu berarti penggulingan pemerintah dengan kekerasan untuk menciptakan negara sindikalis nasional dengan distribusi kekayaan yang lebih adil dan penghapusan politikus korup dan pemimpin zaibatsu. Bagi para perwira muda, ini berarti kembalinya suatu bentuk "militer-shogun" di mana kaisar akan mengambil alih kembali kekuasaan politik langsung dengan atribut diktator, serta simbolisme divinitas, tanpa campur tangan Diet atau demokrasi liberal, tetapi yang secara efektif akan menjadi simbol negara dengan keputusan sehari-hari diserahkan kepada kepemimpinan militer.

Sudut pandang lain didukung oleh Pangeran Chichibu, saudara Kaisar Shōwa, yang berulang kali menasihatinya untuk menerapkan aturan kekaisaran langsung, bahkan jika itu berarti menangguhkan konstitusi.[3]

Pada prinsipnya, beberapa ahli teori mengusulkan Restorasi Shōwa, rencana pemberian kekuasaan diktator langsung kepada Kaisar (karena sifat ketuhanannya) untuk memimpin aksi luar negeri di masa depan di daratan Asia. Inilah tujuan di balik Insiden 26 Februari dan pemberontakan serupa lainnya di Jepang. Namun kemudian, para pemikir yang disebutkan sebelumnya ini memutuskan untuk mengorganisir klik politik mereka sendiri berdasarkan gerakan radikal dan gerakan-gerakan militeristik sebelumnya pada tahun 1930-an; ini adalah asal mula faksi Kodoha dan keinginan politik mereka untuk mengambil kendali langsung atas semua kekuatan politik di negara ini dari suara-suara politik yang moderat dan demokratis.

Setelah pembentukan "klik politik" ini, muncul arus pemikiran baru di kalangan militeris, industrialis, dan pemilik tanah yang menekankan keinginan untuk kembali ke sistem shogun kuno, tetapi dalam bentuk kediktatoran militer modern dengan struktur baru. ia diselenggarakan dengan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dan Angkatan Darat Kekaisaran Jepang bertindak sebagai klan di bawah komando seorang diktator asli militer tertinggi (shōgun) yang mengendalikan negara. Dalam pemerintahan ini, Kaisar secara diam-diam dikurangi fungsinya dan digunakan sebagai figur untuk kepentingan politik atau agama di bawah kendali kaum militeris.

Kegagalan berbagai percobaan kudeta, termasuk Insiden Liga Darah, Insiden Warna Kekaisaran dan Insiden 26 Februari, mendiskreditkan pendukung gerakan Restorasi Shōwa, tetapi konsep statisme Jepang bermigrasi ke arus utama politik Jepang, di mana ia bergabung dengan beberapa elemen dari fasisme Eropa.

Perbandingan Dengan Fasisme Eropa

[sunting | sunting sumber]

Statisme Shōwa awalnya kadang-kadang diberi label retrospektif "fasisme", tapi ini bukanlah sebutan terhadap ideologi tersebut. Ketika alat-alat otoriter negara seperti Kempeitai mulai digunakan pada awal periode Shōwa, alat-alat itu digunakan untuk melindungi supremasi hukum di bawah Konstitusi Meiji dari musuh-musuh negara, baik di kiri maupun di kanan.[4]

Beberapa ideolog, seperti Kingoro Hashimoto, mengusulkan kediktatoran satu partai, berdasarkan populisme, dengan pola gerakan fasis Eropa. "Sebuah Penyelidikan Kebijakan Global dengan Ras Yamato sebagai Nukleus" menunjukkan pengaruhnya dengan jelas.[5]

Cita-cita geopolitik ini berkembang menjadi Doktrin Amau (天羽声明, Doktrin Monroe Asia), yang menyatakan bahwa Jepang memikul tanggung jawab penuh atas perdamaian di Asia, dan dapat dilihat kemudian ketika Perdana Menteri Kōki Hirota memproklamasikan ekspansi Jepang yang dibenarkan ke Tiongkok utara sebagai penciptaan "zona khusus, anti-komunis, pro-Jepang dan pro-Manchukuo" yang merupakan "bagian mendasar" dari keberadaan nasional Kekaisaran Jepang.

Meskipun sayap kanan reformis, kakushin uyoku, tertarik dengan konsep tersebut, sayap kanan idealis, atau kannen uyoku, menolak fasisme karena mereka menolak semua hal yang berasal dari barat.

Karena ketidakpercayaan serikat pekerja dalam persatuan seperti macam itu, Jepang menggantinya dengan "dewan" (経営財団, keiei zaidan, harfiah "fondasi manajemen", disingkat: 営団 eidan) di setiap pabrik, yang berisi perwakilan manajemen dan pekerja untuk mencegah konflik.[6] Ini adalah bagian dari program untuk menciptakan persatuan nasional tanpa kelas.[7] Yang paling terkenal dari dewan adalah (帝都高速度交通営団, Teito Kōsoku-do Kōtsū Eidan, atau "Dewan Transportasi Kecepatan Tinggi Ibukota Kekaisaran", TRTA), yang selamat dari pembongkaran dewan di bawah pendudukan Sekutu. TRTA sekarang menjadi Tokyo Metro.

Kokuhonsha

[sunting | sunting sumber]

Kokuhonsha didirikan pada tahun 1924 oleh Menteri Kehakiman dan Presiden daripada Kizokuin, Hiranuma Kiichirō yang konservatif.[8] Ia meminta patriot Jepang untuk menolak berbagai "-isme" politik asing (seperti sosialisme, komunisme, Marxisme, anarkisme, dll.) demi "semangat nasional Jepang" (kokutai) yang didefinisikan secara samar-samar. Nama "kokuhon" dipilih sebagai antitesis dari kata "minpon", dari minpon shugi, terjemahan yang umum digunakan untuk kata "demokrasi", dan masyarakat umum secara terbuka mendukung ideologi totaliter.[9]

Gerakan Orde Baru (Shintaisei)

[sunting | sunting sumber]

Selama tahun 1940, Perdana Menteri Fumimaro Konoe memproklamirkan Shintaisei (Struktur Nasional Baru), mengubah Jepang menjadi "Negara Pertahanan Nasional". Di bawah "UU-Mobilisasi Nasional", pemerintah Kekaisaran diberikan kekuasaan mutlak atas kekayaan negara. Semua partai politik diperintahkan untuk membubarkan diri ke dalam Asosiasi Asistensi untuk Pemerintahan Kekaisaran, yang membentuk negara satu partai berdasarkan nilai-nilai totaliter. Langkah-langkah seperti Rancangan Ordonansi Wajib-Militer Nasional dan Gerakan Mobilisasi Spiritual Nasional dimaksudkan untuk memobilisasi masyarakat Jepang untuk perang total melawan Barat.

Terkait dengan upaya pemerintah untuk menciptakan masyarakat statis, salah satunya adalah pembentukan Tonarigumi (komite penduduk), dan penekanan pada Kokutai no Hongi ("Dasar-dasar Kebijakan Nasional Jepang"), menyajikan pandangan tentang sejarah Jepang, dan misinya untuk menyatukan Timur dan Barat di bawah teori Hakkō ichiu di sekolah sebagai teks resmi. Teks akademis resmi adalah buku lain yang bernama "Shinmin no Michi", "Alkitab moral nasional", yang menyajikan katekismus yang efektif tentang topik bangsa, agama, budaya, sosial, dan ideologis.

Bibliografi

[sunting | sunting sumber]
  • Beasley, William G. (1991). Japanese Imperialism 1894-1945. Oxford University Press. ISBN 0-19-822168-1.
  • Bix, Herbert P. (2001). Hirohito and the Making of Modern Japan. Harper Perennial. ISBN 0-06-093130-2.
  • Duus, Peter (2001). The Cambridge History of Japan. Palgrave Macmillan. ISBN 0-312-23915-7.
  • Gordon, Andrew (2003). A Modern History of Japan: From Tokugawa Times to the Present. Oxford University Press. ISBN 0-19-511060-9.
  • Gow, Ian (2004). Military Intervention in Pre-War Japanese Politics: Admiral Kato Kanji and the Washington System'. RoutledgeCurzon. ISBN 0-7007-1315-8.
  • Hook, Glenn D (2007). Militarization and Demilitarization in Contemporary Japan. Taylor & Francis. ASIN B000OI0VTI.
  • Maki, John M (2007). Japanese Militarism, Past and Present. Thomspon Press. ISBN 1-4067-2272-3.
  • Reynolds, E Bruce (2004). Japan in the Fascist Era. Palgrave Macmillan. ISBN 1-4039-6338-X.
  • Sims, Richard (2001). Japanese Political History Since the Meiji Renovation 1868-2000. Palgrave Macmillan. ISBN 0-312-23915-7.
  • Stockwin, JAA (1990). Governing Japan: Divided Politics in a Major Economy. Vintage. ISBN 0-679-72802-3.
  • Sunoo, Harold Hwakon (1975). Japanese Militarism, Past and Present. Burnham Inc Pub. ISBN 0-88229-217-X.
  • Wolferen, Karen J (1990). The Enigma of Japanese Power;People and Politics in a Stateless Nation. Vintage. ISBN 0-679-72802-3.
  • Brij, Tankha (2006). Kita Ikki And the Making of Modern Japan: A Vision of Empire. University of Hawaii Press. ISBN 1-901903-99-0.
  • Wilson, George M (1969). Radical Nationalist in Japan: Kita Ikki 1883-1937. Harvard University Press. ISBN 0-674-74590-6.
  • Was Kita Ikki a Socialist?, Nik Howard, 2004.
  • Baskett, Michael (2009). "All Beautiful Fascists?: Axis Film Culture in Imperial Japan" in The Culture of Japanese Fascism, ed. Alan Tansman. Durham: Duke University Press. pp. 212–234. ISBN 0822344521
  • Bix, Herbert. (1982) "Rethinking Emperor-System Fascism" Bulletin of Concerned Asian Scholars. v. 14, pp. 20–32.
  • Dore, Ronald, and Tsutomu Ōuchi. (1971) "Rural Origins of Japanese Fascism. " in Dilemmas of Growth in Prewar Japan, ed. James Morley. Princeton: Princeton University Press, pp. 181–210. ISBN 0-691-03074-X
  • Duus, Peter and Daniel I. Okimoto. (1979) "Fascism and the History of Prewar Japan: the Failure of a Concept, " Journal of Asian Studies, vol. 39, no. 1, pp. 65–76.
  • Fletcher, William Miles. (1982) The Search for a New Order: Intellectuals and Fascism in Prewar Japan. Chapel Hill: University of North Carolina Press. ISBN 0-8078-1514-4
  • Maruyama, Masao. (1963) "The Ideology and Dynamics of Japanese Fascism" in Thought and Behavior in Modern Japanese Politics, ed. Ivan Morris. Oxford. pp. 25–83.
  • McGormack, Gavan. (1982) "Nineteen-Thirties Japan: Fascism?" Bulletin of Concerned Asian Scholars v. 14 pp. 2–19.
  • Morris, Ivan. ed. (1963) Japan 1931-1945: Militarism, Fascism, Japanism? Boston: Heath.
  • Tanin, O. and E. Yohan. (1973) Militarism and Fascism in Japan. Westport, Conn. : Greenwood Press. ISBN 0-8371-5478-2

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Akihiko Takagi, [1] [pranala nonaktif] mentions "Nippon Chiseigaku Sengen ("A manifesto of Japanese Geopolitics") written in 1940 by Saneshige Komaki, a professor of Kyoto Imperial University and one of the representatives of the Kyoto school, [as] an example of the merging of geopolitics into Japanese traditional ultranationalism."
  2. ^ Torrance, Richard (2009). "The People's Library". Dalam Tansman, Alan (ed.). The culture of Japanese fascism. Durham: Duke University Press. hlm. 56, 64–5, 74. ISBN 978-0822344520.
  3. ^ Herbert Bix, Hirohito and the Making of Modern Japan, 2001, p.284
  4. ^ Doak, Kevin (2009). "Fascism Seen and Unseen". Dalam Tansman, Alan (ed.). The culture of Japanese fascism. Durham: Duke University Press. hlm. 44. ISBN 978-0822344520. Careful attention to the history of the Special Higher Police, and particularly to their use by Prime Minister Tōjō Hideki against his enemies even further to his political right, reveals that extreme rightists, fascists, and practically anyone deemed to pose a threat to the Meiji constitutional order were at risk.
  5. ^ Anthony Rhodes, Propaganda: The art of persuasion: World War II, p246 1976, Chelsea House Publishers, New York
  6. ^ Andrew Gordon, A Modern History of Japan: From Tokugawa to the Present, p195-6, ISBN 0-19-511060-9, OCLC 49704795
  7. ^ Andrew Gordon, A Modern History of Japan: From Tokugawa to the Present, p196, ISBN 0-19-511060-9, OCLC 49704795
  8. ^ Bix, Hirohito and the Making of Modern Japan, page 164
  9. ^ Reynolds, Japan in the Fascist Era, page 76

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  • About Japanese Nationalist groups, Kempeitai, Kwantung Army, Group 371 and other relationed topics
  • Info about Japanese secret societies Diarsipkan 2012-07-17 di Wayback Machine.
  • Article on Alan Tansman's forthcoming book, The Aesthetics of Japanese Fascism.[pranala nonaktif]
  • The Fascist Next Door? Nishitani Keiji and the Chuokoron Discussions in Perspective, Discussion Paper by Xiaofei Tu in the electronic journal of contemporary japanese studies, 27 July 2006.
  • The 'Uyoku Rōnin Dō', Assessing the Lifestyles and Values of Japan's Contemporary Right Wing Radical Activists, Discussion Paper by Daiki Shibuichi in the electronic journal of contemporary japanese studies, 28 November 2007.
  • l
  • b
  • s
Kokkashugi
Prinsip
  • Antikomunisme
  • Bushido
  • Ekspansionisme
  • Fasisme
  • Gekokujō
  • Hakkō ichiu
  • Korporatisme
  • Militerisme Jepang
  • Pan-Asianisme
  • Shinto negara
  • Sistem kaisar
  • Sonnō jōi
  • Statisme
    • Kapitalisme
  • Totalitarianisme
  • Ultranasionalisme
  • Yamato-damashii
Gerakan
  • Kakushin Kanryō
  • Restorasi Shōwa
Tokoh
Sebelum 1945
  • Hirohito
  • Sadao Araki
  • Inejirō Asanuma
  • Tanaka Chigaku
  • Kingoro Hashimoto
  • Senjuro Hayashi
  • Kiichirō Hiranuma
  • Koki Hirota
  • Nisshō Inoue
  • Kanji Ishiwara
  • Nobusuke Kishi
  • Ikki Kita
  • Kuniaki Koiso
  • Fumimaro Konoe
  • Jinzaburō Masaki
  • Seigō Nakano
  • Tetsuzan Nagata
  • Shūmei Ōkawa
  • Shinkichi Uesugi
  • Hideki Tojo
  • Tsuji Masanobu
Jepang paska-perang
  • Bin Akao
  • Yukio Mishima
  • Otoya Yamaguchi
Lain
  • Subhas Chandra Bose
  • Park Chung Hee
Organisasi & Faksi
Sebelum 1945
  • Faksi Armada
  • Gakutotai
  • Gen'yōsha
  • Kōdōha
  • Sakurakai
  • Shōwa Kenkyūkai
  • Taisei Yokusankai
  • Tōhōkai
  • Tōseiha
  • Yokusan Sonendan
  • Yūzonsha
Jepang paska-perang
  • Nippon Kaigi
  • Tatenokai
Lain
  • Asosiasi Konkordia
  • Makapili
Sejarah
1930an
  • Insiden 26 Februari
  • Insiden Liga Darah
  • Insiden Jembatan Marco Polo
  • Insiden Maret
  • Insiden Mukden
  • Insiden Akademi Militer
  • Undang-Undang Mobilisasi Umum Negara
  • Insiden Oktober
  • Penarikan diri dari Trakat Washington
  • Perang Tiongkok-Jepang Kedua
1940-1945
  • Insiden Kyūjō
  • Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya
  • Pakta Tripartit
  • Perang Pasifik
1945-1950
  • Insiden Matsue
  • Insiden Sanmu
Setelah 1950
  • Insiden Mishima
Karya sastra
  • An Investigation of Global Policy with the Yamato Race as Nucleus
  • How Japan Plans to Win
  • Kokutairon and Pure Socialism
  • Momotaro: Sacred Sailors
  • Momotarō no Umiwashi
  • Moyuru ōzora
  • Patriotism
  • Ode of Showa Restoration
  • Shinmin no Michi
  • Sun and Steel
  • The Most Beautiful
Topik terkait
  • The Cleanest Race
  • Fasisme sistem kaisar
  • Kejahatan perang Jepang
  • Kolaborasi dengan Kekaisaran Jepang
  • Konferensi Asia Timur Raya
  • Kontroversi buku pelajaran sejarah Jepang
  • Nasionalisme Jepang
  • Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh
  • Propaganda di Jepang pada Perang Tiongkok-Jepang Kedua dan Perang Dunia II
  • Upaya Amerika menutupi kejahatan perang Jepang
  • Uyoku dantai
Category Kategori
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Statisme_Shōwa&oldid=27947630"
Kategori:
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif July 2015
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif April 2017
  • Fasisme
  • Kekaisaran Jepang
  • Statisme di Jepang pada zaman Shōwa
  • Para-fasisme
  • Nasionalisme Jepang
  • Monarkisme di Jepang
  • Totalitarianisme
  • Antikomunisme
  • Autoritarianisme
  • Ideologi totalitarianisme
  • Propaganda Jepang pada Perang Dunia II
Kategori tersembunyi:
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif
  • Artikel dengan paramater tanggal tidak valid pada templat
  • Halaman dengan argumen ganda di pemanggilan templat
  • Articles containing Jepang-language text
  • Lang and lang-xx using deprecated ISO 639 codes
  • Artikel mengandung aksara Jepang
  • Templat webarchive tautan wayback

Best Rank
More Recommended Articles