Surya (dewa)
Surya | |
---|---|
Anggota Navagraha | |
Nama lain |
|
Afiliasi | |
Kediaman | Suryaloka |
Planet | Matahari |
Mantra |
|
Senjata | |
Hari | Minggu |
Angka | 1 |
Wahana | Kereta yang ditarik delapan kuda, dikendalikan oleh Aruna.[3] |
Perayaan | Pongal, Sankranti[4] ,Chhath, Samba Dashami |
Keluarga | |
Pasangan | Saranya dan Caya[note 1] |
Anak | Putra: Putri: |
Orang tua | |
Saudara | Para Aditya, meliputi: |
Surya (Dewanagari: सूर्य; IAST: Sūrya ) adalah sebutan untuk Matahari,[8] sekaligus dewa Matahari dalam agama Hindu.[8] Surya memiliki berbagai nama lain dalam sastra Hindu, di antaranya ialah Aditya dan Wiwaswat.[9][10][11] Secara tradisional, dia dipuja sebagai lima dewa utama dalam tradisi Hindu Smarta, yang kelimanya dianggap setara dalam Panchayatana puja dan dimaksudkan untuk merealisasikan Brahman.[12]
Dalam ikonografi, Surya sering digambarkan sedang mengendarai kereta yang ditarik oleh kuda, biasanya berjumlah tujuh,[3] melambangkan tujuh warna dari suatu cahaya, dan tujuh hari dalam sepekan.[9][13] Surya juga dilambangkan dengan Cakra, ditafsirkan sebagai Darmacakra. Surya merupakan penguasa rasi Singha (Leo), salah satu dari 12 rasi bintang zodiak menurut astrologi Hindu. Surya (alias Aditya atau Rawi) juga menjadi penamaan untuk hari Minggu, menurut kalender Hindu.[14]
Surya juga disebut sebagai ayah Sugriwa dan Karna, yang memegang peran penting dalam dua wiracarita Hindu, masing-masing berjudul Ramayana dan Mahabharata. Surya menjadi dewa utama yang dipuja-puja oleh tokoh-tokoh dalam dua wiracarita tersebut.[15][16]
Pemujaan
Selama abad pertengahan, Surya dipuja bersama-sama dengan Brahma saat pagi hari, Siwa saat siang, dan Wisnu saat senja.[9][17] Dalam beberapa pustaka dan kesenian dari zaman kuno, Surya tampil secara sinkretis bersama dengan Indra, Ganesa, dan dewata lainnya.[9][13] Surya juga merpakan dewa yang dapat ditemukan dalam kesenian dan sastra Buddhisme dan Jainisme.
Setelah sempat bertahan sebagai dewa utama dalam Hinduisme―lebih lama daripada dewa-dewi Weda lainnya―pemujaan terhadap Surya mengalami penurunan drastis sekitar abad ke-13 Masehi, kemungkinannya disebabkan oleh penghancuran kuil dan candi Matahari oleh Muslim di India Utara. Kuil dan candi untuk pemujaan Surya tidak dibangun lagi di tempat lain, dan beberapa kuil lama dipugar ulang untuk memuja dewa (atau dewi) lainnya. Beberapa kuil utama Dewa Surya masih tersisa dan berdiri hingga sekarang, tetapi banyak yang tidak dipakai untuk tempat peribadatan utama. Dalam aspek-aspek tertentu, pemujaan Dewa Surya digabungkan bersama dengan pemujaan dewa-dewi yang lebih populer seperti Wisnu dan Siwa, atau dipuja sebagai dewa yang posisinya di bawah naungan mereka.[18]
Dewa Surya terutama dimuliakan secara istimewa dalam aliran Hinduisme yang disebut Saura dan Smarta, di negara bagian Rajasthan, Gujarat, Madhya Pradesh, Bihar, Maharashtra, Uttar Pradesh, Jharkhand, dan Odisha. Perayaan-perayaan besar dan perziarahan untuk memuja Surya meliputi: Makar Sankranti, Pongal, Samba Dashami, Ratha Saptami, Chath puja, dan Kumbha Mela.[19][20][21]
Mitologi

Surya memiliki tiga istri: Saranyu (juga disebut Saraniya, Saranya, Sanjna, atau Sangya) dan Caya. Saranyu adalah ibu dari Waiwaswata Manu (Manu ketujuh), dan si kembar Yama (dewa kematian) dan adiknya Yami. Dia juga melahirkan dewa kembar yang dikenal sebagai Aswin, dokter para dewa.
Purana
Dalam pustaka Purana dikisahkan bahwa Saranyu―karena tidak sanggup menyaksikan cahaya terang dari Surya―menciptakan tiruan dirinya yang bernama Caya dan memerintahkannya untuk bertindak sebagai istri Surya selama dia tidak ada. Caya memiliki dua putra dari Surya: Sawarni Manu (Manu kedelapan) dan Sani (dewa planet Saturnus). Dua putra Surya, Sani dan Yama bertanggung jawab untuk mengadili kehidupan manusia. Sani memberi hasil dari perbuatan seseorang saat mereka masih hidup―melalui hukuman dan pahala yang setimpal―sementara Yama memberi hasil dari perbuatan seseorang setelah kematian.[22]
Itihasa
Dalam salah satu pustaka Itihasa yaitu Mahabharata, dikisahkan bahwa Putri Kunti dari bangsa Yadawa mempelajari sebuah mantra dari seorang resi, Durwasa. Jika mantra diucapkan, ia dapat memanggil setiap dewa dan melahirkan anak dari dewa tersebut. Untuk menguji kekuatan mantra ini, Kunti mencoba memanggil Surya. Ketika Surya muncul, ia takut dan memohon agar sang dewa kembali ke asalnya. Namun sebelum kembali, Surya merasa wajib untuk memberikan keturunan kepada Kunti sebagai keistimewaan dari mantra yang telah diucapkan.
Secara ajaib, Surya menyebabkan Kunti melahirkan anak, tetapi keperawanannya akan tetap terjaga sehingga Kunti―sebagai putri yang belum menikah―tidak perlu merasa malu atau menjadi cibiran masyarakatnya. Akan tetapi, Kunti memutuskan untuk membuang anaknya. Akhirnya anak tersebut dipungut oleh pasangan Adirata dan Radha, dan diberi nama Karna. Ia menjadi salah satu karakter utama dalam kisah perang besar di Kurukshetra.
Pewayangan
Batara Surya ini adalah Dewa yang menjadi tumpuan mahluk hidup di alam dunia ini terutama tumbuhan dan hewan, Batara Surya terkenal sangat sakti mandraguna dan menjadi salah satu Dewa andalan di kahyangan. Batara Surya terkenal senang memberikan pusaka-pusaka atau ajian-ajian yang dimilikinya terhadap orang-orang yang dipilihnya.
Dewa ini terkenal mempunyai banyak anak dari berbagai wanita (diantaranya dari Dewi Kunti yang melahirkan Adipati Karna dalam kisah Mahabharata).
Batara Surya kena batunya ketika Anoman menyalahkan Batara Surya atas kejadian yang menimpa Ibunya Dewi Anjani dan neneknya yang dikutuk menjadi tugu oleh suaminya sendiri. Anoman merasa Batara Surya harus bertanggung jawab sehingga Anoman dengan ajiannya mengumpulkan awan dari seluruh dunia untuk menutupi alam dunia sehingga sinar sang surya tidak bisa mencapai bumi. Untungnya kejadian ini dapat diselesaikan secara baik-baik sehingga Anoman dengan sukarela menyingkirkan kembali awan-awannya sehingga alam dunia terkena sinar mentari kembali.
Mantra Surya Stawa
Om Adityasya Param Jyoti, Rakta Teja Namo'stute, Sweta Pangkaja Madhyasta, Bhaskaraya Namo Stute.
Arti: Om Ya Tuan yang berwujud kemegahan yang agung, putra Aditi, dengan cahaya merah sembah kehadapanmu, dikau yang berstana di tengah teratai putih, sembah kepadamu, pembuat sinar.
Lihat pula

Catatan
Referensi
- ^ Encyclopaedia of Hinduism. Sarup & Sons. 1999. ISBN 9788176250641.
- ^ Wendy Doniger (1999). Merriam-Webster's Encyclopedia of World Religions. Merriam-Webster. hlm. 1039. ISBN 978-0-87779-044-0.
- ^ a b Jansen, Eva Rudy. The Book of Hindu Imagery: Gods, manifestations, and their meaning. hlm. 65.
- ^ South Indian Hindu Festivals and Traditions. Abhinav Publications. 2005. ISBN 9788170174158.
- ^ Pāṇḍeya, Lālatā Prasāda (1971). "Sun-worship in Ancient India".
- ^ Dalal, Roshen (18 April 2014). The Religions of India: A Concise Guide to Nine Major Faiths. Penguin UK. ISBN 978-81-8475-396-7.
- ^ Bhattacharyya, Asoke Kumar (1995). A Pageant of Indian Culture: Art and Archaeology. Abhinav Publications. ISBN 978-81-7017-273-4.
- ^ a b Dalal, p. 399
- ^ a b c d Dalal, pp. 5, 311
- ^ van der Geer, Alexandra Anna Enrica (2008). Animals in Stone: Indian Mammals Sculptured Through Time. BRILL. hlm. 236–. ISBN 978-90-04-16819-0.
- ^ Gopal, Madan (1990). K. S. Gautam (ed.). India through the ages. Publication Division, Ministry of Information and Broadcasting, Government of India. hlm. 76.
- ^ Flood, Gavin (1996). An Introduction to Hinduism. Cambridge University Press. ISBN 9780521438780.
- ^ a b Shimkhada, Deepak (1984). "The Masquerading Sun: A Unique Syncretic Image in Nepal". Artibus Asiae. 45 (2/3): 223–229. doi:10.2307/3249732. JSTOR 3249732.
- ^ Dalal, p. 89
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamakumarkumar
- ^ Vyas, R. T.; Shah, Umakant Premanand (1995). Studies in Jaina Art and Iconography and Allied Subjects. Abhinav Publications. hlm. 23–24. ISBN 978-81-7017-316-8.
- ^ Blurton, T. Richard (1993). Hindu Art. Harvard University Press. hlm. 118. ISBN 978-0-674-39189-5.
- ^ Pathak, Ratnesh K., Humes, Cynthia Ann (1993) "Lolark Kund: Sun and Shiva Worship in the City of Light", [in] Living Banaras: Hindu Religion in Cultural Context, Bradley R. Hertel, Cynthia Ann Humes, [eds] pp. 206–211, SUNY Press, ISBN 0791413314
- ^ Melton, J. Gordon (2011). Religious Celebrations: An Encyclopedia of Holidays, Festivals, Solemn Observances, and Spiritual Commemorations. ABC-CLIO. hlm. 547–548. ISBN 978-1-59884-205-0.
Makar Sankranti is a festival held across India, under a variety of names, to honour the god of the sun, Surya.
- ^ Eck, Diana L. (2013). India: A Sacred Geography. Random House. hlm. 152–154. ISBN 978-0-385-53192-4.
- ^ Lochtefeld, James G. (2002). The Illustrated Encyclopedia of Hinduism. Vol. N–Z. The Rosen Publishing Group. hlm. 514. ISBN 978-0-8239-3180-4.
- ^ Effectuation of Shani Adoration, pg. 10, at http://books.google.com/books?id=RnzLgxvmOFkC&pg=PA9&dq=shani+karma&cd=2#v=onepage&q=shani%20karma&f=false
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "note", tapi tidak ditemukan tag <references group="note"/>
yang berkaitan