AXIS
![]() | |
Tipe | Kartu SIM prabayar |
---|---|
Tahun peluncuran | 27 Februari 2008 |
Produsen | Axis Telekom Indonesia (2008–2014) XLSmart (2014–sekarang) |
Ketersediaan | Seluruh Indonesia |
Slogan | #EmangKitaBeda |
Situs web | www |
AXIS (sebelumnya bernama Lippo Telecom dan NTS) adalah sebuah produk layanan telekomunikasi dari XLSmart, anak perusahaan dari Axiata dan Sinar Mas. AXIS meluncurkan layanan nasionalnya pada bulan April 2008 dan kini tersedia di lebih dari 400 kota di seluruh pulau-pulau besar Indonesia, termasuk Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Lombok yang mencakup 80% penduduk. Jaringan AXIS juga diperkuat oleh jaringan XL sehingga cakupannya menjadi lebih luas. Berkantor pusat di Jakarta, AXIS merupakan salah satu operator seluler GSM 2G, 3G dan 4G dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia yang melayani lebih dari 15 juta pelanggan dan didukung oleh lebih dari 800 pegawai yang berdedikasi.[1]
Merek AXIS awalnya dikelola oleh PT Axis Telekom Indonesia. Setelah proses merger dan akuisisi oleh XL Axiata pada 2013-2014, merek ini akhirnya dikelola oleh PT XLSMART Telecom Sejahtera Tbk (d/h XL Axiata) sampai saat ini dan AXIS tidak lagi berdiri sebagai sebuah perusahaan independen, melainkan hanya sebagai merek semata.
Sejarah
![]() Logo AXIS 2008-2014 yang mengadopsi logo STC | |
Nama sebelumnya | PT Natrindo Telepon Seluler (2000–2011) |
---|---|
Jenis perusahaan | Perusahaan privat |
Industri | Telekomunikasi |
Nasib | Akuisisi dan merger dengan XL Axiata |
Pendahulu | PT Kodel Margahayu Telindo |
Penerus | PT XL Axiata Tbk |
Didirikan | 2 Oktober 2000 |
Pendiri | Lippo Group Hutchison Telecommunications |
Ditutup | 8 April 2014 |
Kantor pusat | Menara AXIS, Dea Tower Complex Jl. Mega Kuningan Barat Kav E-4.3 No. 2 Jakarta, Indonesia Sebelumnya: Wisma Dharmala Lt. 9 Jl. Panglima Sudirman No. 101-103[2] Surabaya, Indonesia |
Tokoh kunci | Erik Aas (CEO) |
Produk | Operator seluler GSM 1800 dan 2100 MHz[3] |
Merek | Lippo Telecom (2001–2007) NTS (2007–2008) AXIS (2008–2014) |
Pendapatan | ![]() |
![]() | |
Total aset | ![]() |
Total ekuitas | ![]() |
Pemilik | Lippo Group (2000–2007) Hutchison Telecommunications (2000–2004) Maxis Communications (2005–2014) Saudi Telecom Company (2007–2014) XL Axiata (2014) |
Situs web | axisworld.co.id |
Perkembangan awal

AXIS bermula dari upaya Grup Lippo untuk membangun operator seluler (pertamanya) yang dimulai pada pertengahan 1998.[5] Kala itu, pemerintah melakukan tender untuk membangun jaringan komunikasi berbasis GSM (atau nama lainnya DCS, Digital Cellular System/Sistem Seluler Digital) 1800 MHz pertama di Indonesia. Bersama 4 perusahaan lain (PT Astratel Nusantara, PT Ariawest International, PT Primarindo Sistel, dan PT Kodel Margahayu Telindo), perusahaan patungan Lippo (85,6%) dan raksasa telekomunikasi Hong Kong, Hutchison Telecommunications bernama PT Natrindo Global Telekomunikasi (yang telah berdiri sejak 11 April 1994)[6] pada November 1998 dinyatakan sebagai pemenang tender tersebut.[7] Tender ini bernilai US$ 60 juta[8] dan Natrindo mendapatkan hak untuk membangun jaringan tersebut di Jawa Timur.[9][10] Seiring waktu, bisnis dan rencana pembangunan jaringan GSM 1800 dari PT Natrindo Global Telekomunikasi dialihkan ke PT Natrindo Telepon Seluler yang didirikan pada 2 Oktober 2000 dengan komposisi kepemilikan yang sama, yaitu oleh Lippo dan Hutchison.[11] Selain kedua perusahaan ini, belakangan bergabung juga SoftBank dan China Resources sebagai pemegang saham minoritas.[8]
Setelah melalui berbagai persiapan, pada 27 April 2001 operasional Natrindo diluncurkan di Jawa Timur dengan merek Lippo Telecom.[12] Pada permulaan operasionalnya, Lippo Telecom berhasil meraih 20.000 pengguna dari target 80.000. Modal awal yang dikeluarkan adalah US$ 20 juta dan 100 BTS.[13] Lippo Telecom merupakan operator seluler pertama di Indonesia yang beroperasi dengan sistem GSM 1800 MHz, yang diklaimnya sebagai teknologi GSM paling modern saat itu.[14] Untuk memperluas operasinya, Lippo Telecom melakukan beberapa upaya, seperti mengakuisisi perusahaan lain (yang belum beroperasi namun memegang lisensi GSM 1800) yaitu PT Primarindo Sistel (pemegang lisensi Kalimantan) pada 14 Desember 2001,[15][16] PT Kodel Margahayu Telindo (memegang lisensi Sulawesi dan Bali) di tahun 2002,[17] PT Mitra Perdana (pemegang lisensi Jawa Tengah), serta berhasil menguasai 35% saham konsorsium yang didirikan oleh PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI)[18] untuk mengelola jaringan seluler GSM 1800 di Jabodetabek, yaitu PT Inti Mitratama Abadi seharga Rp 60 miliar.[19] (PT Inti Mitratama, PT Mitra Perdana ditambah Indosat dan Telkom merupakan pemain baru di GSM 1800).[20]
Upaya akuisisi ini diharapkan bisa mewujudkan niat Natrindo untuk beroperasi secara nasional, dan dengan proses tersebut Lippo Telecom sudah mempunyai peluang untuk beroperasi di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jabodetabek dan Kalimantan. Bahkan, pada akhir 2002 sempat direncanakan perusahaan-perusahaan tersebut akan dilebur dalam Natrindo, ditambah dengan dua perusahaan GSM 1800 lain yang belum diakuisisi (dan juga sama-sama belum beroperasi), yaitu PT Astratel Nusantara dan PT Ariawest International.[21][22] Grup Lippo kemudian berusaha memanfaatkan jaringan bisnisnya yang luas untuk membantu pengembangan bisnis telekomunikasinya ini.[23] Hal ini diwujudkan misalnya lewat kerjasama Natrindo dengan Bank Lippo[24] dan Matahari Departement Store.[25] Bahkan, Lippo sempat berkongsi dengan partnernya, Hutchison untuk mengambilalih saham pemerintah di Indosat,[26] walaupun pada akhirnya Indosat menjadi milik ST Telemedia (Singapura).
Namun, banyak yang menduga langkah mulus Grup Lippo untuk melakukan konsolidasi operator tersebut dibantu oleh pemerintah lewat Menteri Perhubungan dan Transportasi Agum Gumelar, mengingat pemiliknya yang merupakan konglomerat besar berkoneksi tinggi. Misalnya, Agum pada November 2002 memerintahkan agar calon operator seluler GSM 1800 diatas untuk segera merger dengan Lippo Telecom, atau izin mereka akan dicabut. Pemerintah beralasan karena semua operator itu (Ariawest, Astratel, Inti Mitratama, Primarindo, Kodel Margahayu dan Mitra Perdana) belum kunjung beroperasi, maka lebih baik mereka menggabungkan diri.[21] Adapun waktu yang telah berjalan membuktikan bahwa operator regional tersebut sulit berinvestasi maupun beroperasi sendiri-sendiri.[27] Sebelumnya, di bulan Juni 2002, berhembus kabar bahwa Agum memaksa tiga operator GSM besar Excelcomindo, Satelindo dan Telkomsel memberikan jasa roaming kepada Lippo Telecom.[22][28]
Dengan adanya rekomendasi pemerintah, pada September hingga November 2002 enam perusahaan pemegang izin prinsip GSM 1800 regional memutuskan menggabungkan izinnya dengan izin regional PT Natrindo Telepon Seluler.[27] Untuk memuluskan proses tersebut, perusahaan ini juga melakukan konsolidasi dengan 2 dari 6 operator regional, lewat merger dengan PT Kodel Margahayu Telindo di tanggal 15 November 2002, ditambah menjadikan PT Primarindo Sistel sebagai anak usahanya.[29] Selesainya penggabungan izin tersebut dilanjutkan dengan pemberian izin operasi nasional bagi Natrindo pada 20 Desember 2002, dan sejak 17 Januari 2003, Lippo Telecom resmi menyatakan dirinya sebagai operator GSM nasional. Dalam rilis persnya, pasca mendapatkan izin nasional, Lippo Telecom menyebutkan mereka siap mengembangkan jaringannya ke seluruh Tanah Air dan menjadi salah satu operator nasional terkemuka, karena posisinya yang sudah setara dengan operator GSM lain. Proses ini pada akhirnya diklaim akan menguntungkan pengguna layanan seluler, industri telekomunikasi dan masyarakat secara keseluruhan.[27]
Selama beroperasi, Lippo Telecom cukup bisa menawarkan layanan yang lebih terjangkau dibandingkan pesaingnya.[30] Menurut pihak Natrindo, hal ini disebabkan mereka lebih berfokus ke penawaran harga dibanding beriklan secara masif.[17] Produk-produk yang ditawarkan seperti kartu prabayar bermerek Prima,[31] Solusi dan Prabayar Ekonomis.[24] Selain itu, Lippo Telecom juga menghadirkan sejumlah fitur pada layanannya, seperti enhanced full rate, voice mail, value added services, layanan multimedia,[27] hingga roaming internasional ke sejumlah negara.[32] Jumlah pengguna Lippo Telecom per Januari 2003 mencapai 62.000 pengguna (dimana 5%-nya merupakan pelanggan pascabayar), yang dilayani oleh 82 BTS dengan cakupan di sejumlah kota Jawa Timur seperti Surabaya dan Malang.[33]
Belakangan, rencana Lippo Telecom untuk berekspansi tidak berjalan mulus, karena biaya infrastruktur GSM 1800 yang cukup tinggi dan kesulitan melakukan pengembangan usaha.[34] Hal tersebut dapat dilihat seperti dalam kegagalan rencana mereka memulai operasionalnya di kawasan Jabodetabek.[35] Akibatnya, Lippo Telecom hanya menjadi pemain regional Jawa Timur, jauh dari harapan awalnya sebagai operator seluler nasional.[8] Natrindo pun gagal memanfaatkan potensi menjadi operator 3G kedua nasional (setelah PT Cyber Access Communication), yang sebenarnya izinnya sudah keluar pada 17 September 2004.[36] Memasuki tahun ketiga operasionalnya, pengguna Lippo Telecom merosot menjadi 10.000, belum lagi kerugian yang membengkak hingga US$ 20 juta per tahun. Situasi yang buruk tersebut membuat partner Grup Lippo di Natrindo, Hutchison Telecommunications, memutuskan untuk melepas seluruh sahamnya.[8]
Perubahan kepemilikan
Dengan kondisi yang kurang menguntungkan itu, Grup Lippo memilih menjalin kerjasama dengan konglomerat telekomunikasi asal Malaysia, Ananda Krishnan. Pada 22 Januari 2005, Lippo menandatangani kesepakatan untuk menjual 51% saham Natrindo kepada perusahaan Krishnan, Maxis Communications dalam transaksi senilai US$ 100 juta. Transaksi ini melibatkan anak perusahaan keduanya, dimana Lippo lewat PT Aneka Tirta Nusa dan Maxis lewat East Asia Communications N.V.[37] Menurut pemimpin Grup Lippo, James Riady, alasannya berkongsi dengan Krishnan adalah karena kedua perusahaan sama-sama bermain di bisnis komunikasi dan multimedia. Maxis ditargetkan akan menginvestasikan dana hingga US$ 250 juta dalam Lippo Telecom. Selain itu, keduanya akan mempersiapkan rencana untuk melakukan penawaran umum perdana Natrindo dalam waktu dua tahun di bursa saham.[38] Untuk biaya pengembangannya, kedua pihak akan menanggungnya secara bersama.[39]
Bagaimanapun, bisnis patungan Lippo-Maxis ini hingga 2007 masih belum menunjukkan tanda-tanda pengembangan, terlihat dari target peluncuran yang beberapa kali berubah. Peluncuran layanan 3G dan perluasan 2G-nya ke seluruh Indonesia awalnya akan dilakukan pada akhir 2005, lewat kerjasama dengan sejumlah partner senilai US$ 200 juta.[40][41] Rencana ini kemudian diundur ke akhir 2006, dimana operasional 2G maupun 3G-nya (UMTS) akan mulai berjalan pasca-mendapatkan izin maupun lulus uji laik operasi (ULO).[42] Adapun ULO ini dilakukan di Surabaya dan Bandung.[43] Gagal terwujud, waktu peluncurannya pun berubah ke tanggal 28 Februari 2007, yang akan dilaksanakan pasca-pembangunan 600 BTS di Jakarta lewat kerjasama dengan Ericsson dengan biaya US$ 1,3 miliar.[44] Beberapa BTS-nya akan dibangun di sepanjang jalan tol, sehingga Lippo Telecom diharapkan mampu menggaet 5 juta pelanggan dalam 3 tahun[8] (dari 12.000 pelanggan di tahun 2007). Tidak kunjung beroperasi membuat BRTI pada Juni 2007 memperingatkan Natrindo agar segera memenuhi kewajibannya, dimana jika tidak memulai pengoperasian 3G-nya dalam 6 bulan mendatang, izinnya akan dicabut.[45][46]

Belum juga efektif beroperasi, sejak Februari 2007 merek Lippo Telecom sudah berganti nama menjadi NTS, singkatan dari Natrindo Telepon Seluler.[47] Tidak lama kemudian, di tanggal 24 April 2007 Lippo Group melepas 44% sahamnya yang tersisa di Natrindo (lewat anak usaha perusahaan afiliasinya, PT Aneka Tirta Nusa bernama Penta Investment Ltd.) kepada anak usaha Maxis lain (Althem B.V.) dalam transaksi senilai US$ 123,92 juta.[48][49] Kepemilikan Maxis pasca-transaksi menjadi sangat dominan dengan memegang 95% saham, sedangkan Lippo (sebagai pemegang saham lokal) merosot menjadi hanya 5%. Maxis saat itu juga memiliki hak untuk membeli 5% saham Lippo yang tersisa. Penjualan ini sempat menuai kontroversi karena dianggap jual-beli lisensi, walaupun Menkominfo saat itu Sofyan Djalil tidak menolaknya.[50] Adapun Maxis menyampaikan bahwa mereka akan mencari partner lokal lain,[51] ditambah merencanakan investasi tambahan US$ 500 juta.[48]
Tanpa disadari oleh Lippo, hanya beberapa saat setelah menguasai 95%, pada Mei 2007 Maxis mengumumkan keinginannya untuk melepas mayoritas saham Natrindo kepada pihak lain.[52] Pada 26 Juni 2007, Maxis berhasil meneken kesepakatan dengan Saudi Telecom Company (STC), sebuah perusahaan telekomunikasi besar Arab Saudi untuk menjual 51% sahamnya di Natrindo (plus 25% saham Krishnan di Maxis ke STC) senilai US$ 3,05 miliar.[53] Menurut STC, transaksi ini dilakukan seiring upaya mereka memperluas operasinya di berbagai negara Asia. Setelah transaksi ini, 51% saham Natrindo dikuasai STC, 44% oleh Maxis dan sisanya oleh pihak lain.[54] Akuisisi ini dilakukan dengan menjual perusahaan Maxis yang memegang saham di Natrindo, Teleglobal Investment B.V. kepada STC.[4] (Transaksi Maxis bersama STC ini menghasilkan keuntungan berkali-kali lipat jika dibandingkan saat Lippo menjual sahamnya pada Maxis beberapa tahun lalu. Konon, Lippo sangat berang atas "kecerdikan" Krishnan tersebut. Akibatnya, kerjasama yang dirintis Lippo bersama perusahaan Krishnan lain, Astro dalam wadah televisi satelit Astro Nusantara pun bubar hanya dalam waktu 2 tahun setelah mulai beroperasi, belum lagi sejumlah laporan ke polisi maupun gugatan senilai US$ 250 juta pada berbagai pengadilan dalam dan luar negeri).[54][55][56]
Setelah akuisisi oleh STC tersebut, Natrindo makin memantapkan niatnya untuk segera memulai operasinya secara penuh di akhir 2007. STC dan Maxis mendapuk eks-pimpinan perusahaan telekomunikasi Bangladesh Grameenphone, Erik Aas sebagai CEO Natrindo, dengan harapan bisa menggali pasar Indonesia yang potensial namun penetrasi selulernya masih rendah (pada saat itu).[57] Sebelum bersalin nama menjadi AXIS, NTS terakhir sempat mencatatkan 20.000 pelanggan yang tersebar di Bandung dan Surabaya,[58] atau meraup sekitar 0,02% dari total pasar operator seluler nasional.[59]
Peluncuran AXIS
Pada akhirnya, di tanggal 27 Februari 2008, PT Natrindo Telepon Seluler resmi mengganti merek NTS dengan AXIS dengan wilayah layanan awal di Jawa Timur (yang sebelumnya sudah dilayani oleh Lippo Telecom). Secara rinci, wilayah tersebut adalah Surabaya, Mojokerto, Lamongan, Magetan, Madiun, Nganjuk, Malang dan Kota Batu, dilayani dengan 300 BTS. Untuk memperluas operasinya yang ditargetkan mencapai seluruh Jawa Timur pada akhir 2008, Axis merencanakan menambah 1.000 BTS hingga akhir tahun. Perluasan akan dilakukan ke beberapa kota seperti Trenggalek dan Jember, dengan memakan biaya US$ 500 juta. Demi menarik pelanggan, AXIS pada saat itu menawarkan telepon dengan harga murah dan sudah membangun "AXIS Center" di beberapa wilayah Malang dan Surabaya.[60]
Seiring dengan rencana untuk beroperasi secara nasional dengan cakupan awal di Sumatera Utara, Jawa, Bali dan Lombok, jumlah BTS yang dibangun direncanakan bertambah menjadi 3.700 dengan biaya US$ 1 miliar. AXIS menjalin kerjasama menara telekomunikasi dengan XL Axiata demi memperluas cakupannya, serta telah menggandeng Huawei dan Ericsson untuk membangun jaringannya lewat kerjasama 50-50. Di akhir Maret 2008, operasional AXIS diperluas ke Bandung (wilayah layanan Lippo Telecom sebelumnya), Cimahi, Garut, Subang, Purwakarta dan Cianjur dengan 200 BTS. Di Jabodetabek, persiapan juga sudah mulai dilakukan dengan menyiapkan 700 BTS.[61]
Pada saat itu, AXIS belum meluncurkan layanannya secara nasional (walaupun sudah memiliki izin), sehingga pada Maret 2008 sempat muncul desakan untuk mencabut izin perusahaan ini.[62] Namun akhirnya polemik itu dapat diatasi setelah pada 23 April 2008 AXIS resmi diluncurkan untuk beroperasi secara nasional, dengan dimulai dari daerah Jawa Barat (dengan 200 BTS), Jawa Timur (dengan 330 BTS) dan Jabodetabek (dengan 700 BTS). Selanjutnya, jangkauannya direncanakan diperluas ke berbagai wilayah di Indonesia, yaitu Sumatera Utara pada Mei 2008 (dengan 400 BTS), Jawa Tengah pada Juni 2008 (dengan 250 BTS), dan Bali-Lombok pada Juli 2008 (dengan 120 BTS). Targetnya, adalah 2 juta pelanggan di akhir tahun, 10% pangsa pasar dalam 3 tahun dan operasionalnya sudah menasional pada akhir 2009.[63]
Namun, baru mulai beroperasi, pada bulan Mei 2008 AXIS sempat tersandung isu setanisme karena menggunakan angka yang mirip dengan 666 (Rp 60/SMS, Rp 60/menit menelepon sesama AXIS dan Rp 600/menit menelepon ke operator lain) dalam iklannya. Rumor yang banyak menyebar di kalangan Kristen ini dibantah oleh manajemen AXIS hanya sebagai miskonsepsi.[64][65] Selain itu, sempat muncul rumor lain bahwa pemegang saham utama AXIS, STC berencana untuk menjual 20% sahamnya kepada pihak lain, meskipun akhirnya dibantah oleh pihak AXIS.[66] Terlepas dari isu-isu tersebut, pada akhir 2008 wilayah layanan AXIS sudah menyebar ke wilayah yang ditargetkan sebelumnya, ditambah Banten, Riau dan Kepulauan Riau. Manajemen menargetkan pada 2009 sudah memiliki 6.000 BTS,[67] dan pemerintah meminta AXIS jika berkomitmen dalam industri ini harus sudah memiliki 10.000 BTS pada akhir 2010.[68]
Di awal 2009, pengguna AXIS sudah mencapai 3,5 juta orang yang didominasi kaum pemuda. Di tahun ini AXIS memperluas jaringannya ke Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Barat, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jambi dan Bangka Belitung.[69] Untuk membantu penjualannya, telah disiapkan 1 juta kartu perdana baru dan layanan kerjasama dengan sejumlah bank.[70] Kerjasama lain diwujudkan dengan meluncurkan ponsel feature phone (seperti untuk pelajar[71] dan merek AXIS Hoki)[72] maupun smartphone seperti BlackBerry.[73] Akhir Juli 2009, jaringan AXIS menjangkau 192 kota yang dilayani 4.700 BTS,[74] dengan di beberapa wilayah (seperti Jawa Timur) sudah ter-cover 85%.[75] Selanjutnya, di tahun 2010, layanannya diperluas ke Sulawesi (seperti Makassar) dan Kalimantan (seperti di Pontianak dan Balikpapan). Pada Juli 2010 pengguna AXIS mencapai 6,5 juta.[76] Promosi seperti SMS dan internet juga ditawarkan,[77] dan di tahun 2010, AXIS mulai membidik pasar Sumatra dengan penawaran tarif yang murah dibanding operator lain.[78] Fokus AXIS pada saat itu adalah pada layanan telepon dan SMS (bukan data internet), termasuk dari luar negeri (seperti Malaysia dan Arab Saudi).[79]
Pada 2011, AXIS sudah melayani 11 juta pelanggan dan beroperasi di 400 kota di seluruh Indonesia, yang membuatnya diklaim sebagai operator terbesar keempat di Indonesia dalam hal jangkauan wilayah.[80] Selain untuk konsumer, di bulan Maret 2011 AXIS juga menjalin kerjasama dengan Artatel dalam meluncurkan produk khusus korporasi.[81] Di tanggal 15 Maret 2011, komposisi pemegang saham AXIS kembali berubah dengan naiknya saham STC (lewat Teleglobal Investment B.V.) menjadi 80,1%. Sisanya dimiliki oleh dua pemegang saham lain, yaitu Maxis (lewat Althem B.V.) sebesar 14,9% dan PT Harmersha Investindo (perusahaan lokal yang kurang jelas siapa pemiliknya) sebesar 5%. Pasca meningkatkan kepemilikannya, STC masih berencana untuk menyuntikkan dana US$ 371 juta demi mengembangkan AXIS,[82] ditambah membeli sisa saham Maxis yang tersisa.[83] Seiring perkembangan tersebut, pada 7 Juni 2011 nama perusahaan berubah dari PT Natrindo Telepon Seluler menjadi PT Axis Telekom Indonesia.[80]
Di tahun 2012, AXIS tetap menggencarkan pemasaran produk-produknya yang diklaim lebih murah. Misalnya, pada Februari 2012, diluncurkan program "Makin Dekat Dengan Rakyat"[84] dan pada Maret 2012 AXIS membagikan jutaan kartu perdana secara gratis.[85] Lalu, sebuah paket bernama "Super Hemat" diluncurkan pada Mei 2012,[86] disusul paket internet-SMS 1500 pada Juni 2012.[87] Pada Agustus 2012, diluncurkan layanan Voice Morphing yang mampu mengubah suara pelanggan[88] dan pada Desember 2012 diluncurkan fitur "Pinjam Pulsa" senilai Rp 2.000 (yang diklaim pertama di Indonesia) kepada para pelanggan.[89] Di tahun ini, pihak AXIS tetap berusaha agresif, dengan target 5 juta pelanggan baru dan membangun 5.000 BTS dalam beberapa tahun selanjutnya.[90] Pemasaran dan ekspansi produk ini terus dilakukan pada 2013 seperti lewat peluncuran BlackBerry 10,[91] kehadiran pembayaran digital,[92] serta kampanye baru seperti "Pasti Plus" pada akhir Januari 2013[93] dan program "Semuanya Unlimited" pada Agustus 2013.[94] Mulai akhir Mei 2013, AXIS melakukan perpindahan frekuensi 3G 2100 MHz-nya ke blok 11-12 dari sebelumnya 2-3.[95]
Akuisisi dan merger oleh XL Axiata
Walaupun AXIS bertumbuh dengan cepat dari hanya puluhan ribu pelanggan pada 2008 menjadi lebih dari 17 juta pada Juni 2011,[1] namun bisa dikatakan bahwa bisnis STC ini memang sulit untuk menembus persaingan pasar di Indonesia yang ketat.[96] Seiring waktu, pada tahun 2013 pengguna AXIS sudah menurun 3,7 juta menjadi 13,3 juta,[97] berada di posisi kelima dari 7 operator besar yang ada.[96] Meskipun pendapatan AXIS meningkat, tetapi bagi STC, investasinya ini justru membawa kerugian mencapai Rp 1,6 triliun (SAR 604 juta) per semester-I 2013. Rugi tersebut banyak disebabkan oleh fluktuasi kurs mata uang di pasar.[98] Dibandingkan operasional di negara asalnya (Arab Saudi) yang masih menjanjikan, STC merasa AXIS tidak mampu menghasilkan angka pertumbuhan yang baik,[96] sehingga mulai menghentikan suntikan modal ke anak usahanya ini. Memasuki Oktober 2013, kondisi AXIS semakin memburuk, seperti terlihat dari upaya Protelindo menghentikan sewa 400 menara telekomunikasinya akibat tunggakan pembayaran.[99]
Dengan kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, maka pada 30 Juni 2013, STC mengumumkan bahwa mereka hendak menjual kepemilikan sebesar 80,1% mereka di AXIS kepada pihak lain. Pada Mei 2013, sebuah sumber anonim menyatakan bahwa XL Axiata telah berminat untuk mengakuisisi PT Axis Telekom Indonesia, walaupun belum terbukti.[100] Namun, memasuki Juni, rumor akuisisi semakin berhembus kencang dengan adanya pemberitaan di media dan konfirmasi Kemenkominfo[101] yang tampaknya hendak memberikan lampu hijau untuk akuisisi tersebut. Kuatnya indikasi merger ini, misalnya dilatarbelakangi oleh kedua pihak yang sudah melakukan kerjasama seperti jaringan dan roaming sejak beberapa tahun sebelumnya, dari saat AXIS beroperasi.[102]
Rumor ini akhirnya terkonfirmasi lewat perjanjian jual-beli bersyarat atau conditional sales purchase agreement pada 26 Desember 2013. Dalam perjanjian jual-beli ini, STC dan Maxis lewat anak usahanya, Teleglobal Investment B.V. dan Althem B.V. akan menjual seluruh kepemilikan sahamnya (95%) kepada XL Axiata.[102][103] XL Axiata akan mengeluarkan kocek senilai US$ 865 juta (Rp 8,7 triliun), yang digunakan untuk membayar saham dan hutang AXIS. Kondisi AXIS pasca-akuisisi ini akan bersih dari utang dan posisi kas nol (cash free and debt free).[104] Menurut Presiden Direktur XL, Hasnul Suhaimi, akuisisi ini dilakukan dalam rangka konsolidasi industri telekomunikasi, sekaligus diharapkan mampu memperkuat kinerja mereka.[103] Selain itu, akuisisi ini juga disebabkan kondisi hutang AXIS. Pada semester-I 2013, hutang AXIS mencapai Rp 11,4 triliun,[105] dan menurut Menkominfo Tifatul Sembiring, AXIS bermasalah karena tidak mampu membayar Biaya Hak Penggunaaan (BHP) frekuensi mereka senilai Rp 1 triliun.[106] Pada saat itu, Tifatul sempat berusaha membantu dengan menyarankan Telkomsel untuk membeli AXIS, namun ditolak karena harga Rp 17 triliun dirasa terlalu tinggi.[107] Jadilah XL yang menjadi pembeli AXIS, meskipun dengan harga yang lebih rendah dari taksiran awal (US$ 880 juta).[108]
Dalam transaksi dimana Merrill Lynch (Singapore) Pte. Ltd. (Bank of America Merrill Lynch) bertindak sebagai penasihat keuangan dari XL ini,[109] XL mendapatkan dana dari pinjaman beberapa pihak, yaitu dari induknya, Axiata senilai US$ 500 juta, sedangkan sisanya dari sejumlah bank asing.[110] Akuisisi ini kemudian mendapatkan "lampu hijau" dan persetujuan dari berbagai pihak, seperti Kemenkominfo, KPPU, RUPSLB XL Axiata pada Februari 2014, maupun dari pasar saham sehingga berjalan dengan cukup baik.[111] Syaratnya, awalnya XL harus mengembalikan sejumlah frekuensi eks-AXIS pada negara, yang sempat menimbulkan polemik di Kemenko Perekonomian[112] dan Komisi I DPR.[113] Namun akhirnya pemerintah sepakat hanya frekuensi 2100 MHz yang dikembalikan ke pemerintah untuk nantinya dilelang.[114] (Walaupun demikian, BRTI berpendapat pengembalian ini tidak perlu dilakukan karena tidak ada aturan yang memerintahkan hal itu).[115]
Pada tanggal 20 Maret 2014, XL Axiata telah menyelesaikan akuisisi pasca-penandatanganan dokumen penyelesaian transaksi dengan STC di tanggal 19 Maret 2014. Dengan selesainya transaksi ini, maka mereka secara resmi menjadi pemegang saham mayoritas (95%) di AXIS.[116] Seiring transaksi ini, ada juga perubahan pemegang saham minoritas (5%) dari PT Harmersha Investindo yang menjual sahamnya ke PT Pesona Nuansa Abadi dengan harga US$ 5, seiring dengan keuangan AXIS yang buruk (rugi Rp 7,31 triliun pada 2014).[117] Dari US$ 865 juta yang digunakan dalam akuisisi, US$ 100 dibayar pada Teleglobal Investment B.V. dan sisanya untuk membayar hutang dan kewajiban AXIS.[4]
Proses akuisisi ini rupanya tidak berakhir dengan kepemilikan saham mayoritas XL atas PT Axis Telekom Indonesia, melainkan juga merger antara keduanya. Dalam proses merger ini (yang sudah disepakati dan disetujui dalam RUPSLB XL Februari 2014), penggabungan usaha awalnya direncanakan terjadi pada 28 Februari 2014.[110] Setelah sempat tertunda, akhirnya pada 8 April 2014 kedua perusahaan resmi bergabung setelah mentandatangani perjanjian penggabungan.[118] Pemegang saham yang tersisa (5%) di AXIS, yaitu PT Pesona Nuansa Abadi, kemudian menjual sahamnya ke XL sehingga dalam "detik-detik merger" ini kepemilikan XL atas PT Axis Telekom sudah mencapai 100%.[117] Merger ini menghasilkan XL Axiata sebagai surviving company, sedangkan PT Axis Telekom Indonesia adalah perusahaan yang melebur. Pasca-merger, XL akan memiliki 65 juta pelanggan dan 21% pangsa pasar, sedangkan merek AXIS tetap dipertahankan sebagai brand XL Axiata.[107] Setelah penggabungan usaha ini, kedua perusahaan tersebut melakukan integrasi di segala bidang, termasuk jaringan, pelanggan, sistem tarif, hingga sumber daya karyawan. Integrasi akan dipimpin oleh Ongki Kurniawan, Chief Service Management Officer XL. Setelah integrasi selesai, tongkat kepemimpinan akan kembali ke Hasnul.[119]
Wajah baru AXIS

Mulanya, pihak XL Axiata masih belum memiliki rencana terkait merek AXIS kedepannya, di tengah proses integrasinya dengan eks-Axis Telekom yang diperkirakan akan selesai dalam waktu 3-9 bulan.[120] Mereka hanya menjanjikan bahwa pasca-merger, keuntungan akan diperoleh baik oleh pengguna XL dan AXIS: pengguna XL mendapat tambahan frekuensi sedangkan pemakai AXIS mendapat jaringan yang lebih luas.[121] Setelah proses merger selesai pada Desember 2014, manajemennya mengklaim bahwa biaya operasional merek AXIS berhasil ditekan hingga 70% dan kini mampu menyumbang 5% pendapatan XL Axiata.[122] Proses integrasi kedua perusahaan sempat membuat merek AXIS kurang dikembangkan,[123] bahkan direncanakan secara perlahan akan "dimatikan", dimulai dengan adanya "AXIS Powered by XL" sampai akhirnya digantikan merek tunggal XL.[124]
Belakangan, mengingat segmen pasarnya yang berbeda,[122] merek yang sudah cukup dikenal dan pertimbangan biaya membangun brand equity yang cukup besar, membuat XL Axiata memutuskan mempertahankan AXIS sebagai brand kedua perusahaan.[124] AXIS akan diposisikan sebagai produk bagi kelas menengah ke bawah, anak muda, pengguna data dan bertarif terjangkau yang bersaing dengan Indosat dan Tri, sedangkan XL akan diposisikan melawan Telkomsel. Kedua merek akan fokus ke segmennya masing-masing dan tidak saling "kanibalisasi", melainkan saling melengkapi.[125] Pada tanggal 30 Maret 2015, AXIS kembali hadir dengan wajah baru.[124] Kini, merek layanan yang identik dengan warna ungu itu menawarkan gaya hidup baru dalam menggunakan layanan telekomunikasi melalui penyediaan layanan yang simpel, terutama untuk sekadar menelpon, SMS, dan data/internet sesuai kebutuhan dengan tarif irit. Pengenalan kembali AXIS kali ini ditandai dengan peluncuran program gaya hidup "Iritology" yakni penawaran layanan Ngobrol Irit, Ngenet Irit, Awet Irit, Axis Hura-Hura (hanya ada di Sumatra saja, diluncurkan bulan September 2016).[126]
Direktur Utama baru XL Axiata (saat itu), Dian Siswarini mengatakan, "Peluncuran kembali merek AXIS ini adalah tindak lanjut dari proses merger dan akuisisi sebelumnya. Keputusan mempertahankan merek AXIS adalah untuk memberikan layanan yang lengkap kepada pelanggan, sesuai dengan kebutuhan masing-masing. AXIS dan XL akan saling melengkapi satu sama lainnya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Nah, untuk AXIS baru ini, kami mengenalkan konsep Iritologi yakni gaya hidup menggunakan layanan telekomunikasi yang simpel sesuai kebutuhan dengan tarif irit".[126]
Pada tanggal 14 November 2023, XL Axiata memperkenalkan layanan migrasi operator seluler AXIS ke layanan operator seluler XL melalui aplikasi myXL dan AXISnet, hal ini tidak menghilangkan nomor ponsel AXIS dan paket sebelumnya.
Operasional perusahaan pra-merger (2013)
Manajemen
Dewan Komisaris[4] | |||||
1 | Presiden Komisaris | Krishnan Ravi Kumar | |||
2 | Komisaris | Mohammed Muslim Khan | |||
3 | Komisaris | Fahad Hussain Mushayt | |||
4 | Komisaris | Mohammed Abdullah Al-Harbi | |||
5 | Komisaris | Chan Chee Beng | |||
Dewan Direksi[4] | |||||
1 | Presiden Direktur | Erik Aas | |||
2 | Direktur | Wahyudin Saptari Adikusumah | |||
3 | Direktur | Michael McPhail | |||
4 | Direktur | Syakieb Ahmad Sungkar | |||
5 | Direktur | Stephen James Collins | |||
6 | Direktur | Daniel James Horan |
Kepemilikan
- Saudi Telecom Company via:
- Teleglobal Investment B.V.: 80,1%[127]
- Maxis Communications via:
- Althem B.V.: 14,9%
- PT Harmersha Investindo: 5%[4]
Produk dan layanan

AXIS menawarkan layanan suara, SMS dan data dengan harga yang diklaim terjangkau (IRIT) untuk segala kalangan di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa produk unggulannya seperti paket OWSEM dan Bronet, AXISNet App, dan kartu perdana prabayar.[128] Sejak diluncurkan pada tahun 2008, AXIS memiliki misi untuk mewujudkan layanan komunikasi terjangkau bagi semua masyarakat Indonesia dengan skema yang sederhana, mudah dipahami dan tarif yang transparan, lewat penawaran yang jujur tanpa syarat dan ketentuan tersembunyi. Produk lain AXIS yang sempat diunggulkan seperti:[1]
- Internet untuk Rakyat: Internet Hemat, AXIS Pro dan Internet Gaul
- Sambungan langsung internasional, VoIP dan layanan roaming dengan lebih dari 370 operator ke 155 negara
- Layanan BlackBerry "AXIS Worry-Free" dalam paket harian, mingguan, dan bulanan
- Layanan tambahan seperti layanan pengunduhan fitur-fitur, nada sambung, dan SMS Facebook
Untuk melayani pelanggan, saat ini AXIS bergabung dengan XL Center yang tersebar di banyak lokasi di Indonesia. Sebelumnya, pusat layanan pelanggan AXIS dinamakan AXIS Shop, yang berlokasi di 59 tempat (per September 2012).[129]
Slogan
Sebagai Lippo Telecom
- Lippo Untuk Semua (2001–2002)
- No.1 Internetnya (2002–2005, 2007)
- Lebih Hidup Bersama Lippo Telecom (2005–2007)
Sebagai NTS
- Telepon Untuk Satu (2007–2008)
Sebagai AXIS
- Axis Telepon No.1 (2008)
- GSM Yang Baik (2008–2009, 2011–2014)
- Selalu Memberi Lebih (2009–2010)
- Semakin Bisa (2014–2015)
- Irit Itu Axis (2015–2019)
- #KenapaNggak (2019–2023)
- #EmangKitaBeda (2023–sekarang)
Lihat pula
Referensi
- ^ a b c "Tentang Axis". Diarsipkan dari asli tanggal 2019-11-13. Diakses tanggal 2018-02-25. ;
- ^ "PUSAT INFORMASI". Diarsipkan dari asli tanggal 2005-02-19. Diakses tanggal 2005-02-19.
- ^ BRTI Akan Tata Ulang 3 G Pada Frekuensi 2,1 GHz
- ^ a b c d e f g h i KETERBUKAAN INFORMASI KEPADA PEMEGANG SAHAM PT XL AXIATA TBK
- ^ Gatra, Volume 11,Masalah 20-24
- ^ Annual Report AcrossAsia Multimedia Ltd 2000
- ^ ARIA WEST, OTHERS AWARDED DCS 1800 FRANCHISES
- ^ a b c d e Cellular telecommunications industry in Indonesia.
- ^ Panji masyarakat, Volume 2
- ^ Pan-Asian Telecom, Volume 2,Masalah 17-23
- ^ MAXIS COMMUNICATIONS BERHAD ("Maxis" or "the Company") - Recurrent Related Party Transaction of a Revenue or Trading Nature
- ^ "Lippo Telecom Memperkenalkan Indonesia kepada teknologi ponsel GSM 1800". Diarsipkan dari asli tanggal 2005-02-23. Diakses tanggal 2005-02-23.
- ^ Lippo Group develops business in information technology and telecommunications. (Conglomeration).
- ^ "Lippo Telecom-Siapa Kami". Diarsipkan dari asli tanggal 2001-07-01. Diakses tanggal 2001-07-01.
- ^ AsiaCom Yearbook
- ^ LAPORAN KEUANGAN MULTIPOLAR Tbk 2001
- ^ a b Gamma, Volume 4,Masalah 10-15
- ^ Reach Your Max Potential
- ^ Historia Bisnis: Maju-Mundur Grup Lippo dalam Bisnis Operator Selular
- ^ JP/Cellular operators vie for a niche
- ^ a b Merger DCS 1800 Buat Lippo
- ^ a b Jurus Baru Penyelamatan Lippo Telecom
- ^ New regulation restructures Indonesia's cellular services
- ^ a b "LippoTelecom Luncurkan 'Prabayar Ekonomis'". Diarsipkan dari asli tanggal 2006-11-10. Diakses tanggal 2006-11-10.
- ^ Promosi Besar-besaran Matahari Club Card dan LippoTelecom
- ^ Hutchison says not interested in Indosat
- ^ a b c d "NATRINDO JADI OPERATOR NASIONAL". Diarsipkan dari asli tanggal 2006-11-10. Diakses tanggal 2006-11-10.
- ^ Tempo, Volume 31,Masalah 13-18
- ^ ANNUAL REPORT ACROSSASIA MULTIMEDIA LTD 2002
- ^ AsiaCom Yearbook
- ^ "LippoTelecom Luncurkan Prabayar Prima, Kartu Prabayar Berstruktur Tarif Pascabayar". Diarsipkan dari asli tanggal 2005-02-23. Diakses tanggal 2005-02-23.
- ^ Fitur Jelajah Internasional (International Roaming)...
- ^ Lippo Telecom gains national license in Indonesia
- ^ Operator Seluler Natrindo Sulit Berkompetisi
- ^ Lippo Telecom Perluas Jaringan di Jatim dan Jabotabek
- ^ Anggota BRTI: Pemberian Lisensi Frekuensi 3G Sah
- ^ Maxis Beli 51 Persen Saham Lippo Telecom
- ^ Lippo akan Investasi Sektor Telekomunikasi US$ 2,5 Miliar
- ^ of Asia-Pacific Telecommunications
- ^ NTS Gelar Layanan 3G dan 2G Bersamaan
- ^ Akhir 2006 NTS Geber 3G
- ^ Natrindo Lulus ULO 2G dan 3G
- ^ Natrindo Lulus Uji Laik Operasi
- ^ Natrindo Pastikan Peluncuran 3G Akhir Bulan ini
- ^ Lisensi Seluler Lippo Telecom Terancam Dicabut
- ^ Natrindo Diberi Waktu Enam Bulan
- ^ Natrindo bagaimana nasibmu?
- ^ a b Lippo Grup Lepas Lagi Sahamnya di NTS ke Maxis
- ^ Althem strikes deal with Penta Investments to acquire Lippo Telecom stake
- ^ Postel Kecewa Lippo Telecom Dicaplok Asing
- ^ Maxis Akan Cari "Local Partner"
- ^ Maxis in talks on Natrindo stake sale
- ^ Saudi Telecom Beli 51% Saham Maxis di Natrindo
- ^ a b Kongsi Group Lippo dan Astro Malaysia Kian di Ujung Tanduk
- ^ Lippo vs Konglomerat Malaysia
- ^ Konflik Astro-Lippo Kian Memanas
- ^ NTS Percepat Pengoperasioan Infrastruktur
- ^ Pemerintah Siapkan Dua Opsi Benahi Frekuensi NTS
- ^ Kepastian Hukum Pada Regulasi Tarif Telepon Selular di Indonesia
- ^ Layanan GSM Axis Masuk Jawa Timur
- ^ NTS Alokasikan US$ 500 Juta untuk 3.000 BTS Axis
- ^ Seruan Mencabut Lisensi NTS Makin Kuat
- ^ Axis, Operator GSM Beroperasi Secara Nasional
- ^ Axis Tak Takut Disebut Kartu Setan
- ^ Axis SeTan Ternyata Benar!
- ^ Axis Ditinggal Saudi Telecom Company?
- ^ Axis Targetkan Miliki 6.000 BTS tahun 2009
- ^ Natrindo Axis Harus Bisa Kejar XL di 2009
- ^ Axis Targetkan 6 Juta Pelanggan 2009
- ^ Axis Siapkan Satu Juta Kartu Perdana Baru
- ^ Axis Membidik komunitas pelajar
- ^ Axis Meluncur dengan Ponsel Merek Sendiri
- ^ BlackBerry AXIS Meluncur di ICS 2009
- ^ Axis Siap Adu Kualitas Jaringan Seluler
- ^ Gaet Kalangan Muda, Perbesar Layanan Data
- ^ Medio Juli Axis Eksis di Makassar
- ^ Promosi gratis SMS dan internet dari Axis
- ^ Axis Fokus Incar Pasar Sumatera
- ^ Pasar Data Bukan Fokus Ekspansi Axis
- ^ a b Natrindo ganti nama
- ^ Axis Kerjasama Artatel Luncurkan Paket Telpon Hemat
- ^ Saudi Telecom Perbesar Kepemilikan Saham Axis
- ^ STC to increase its stake in NTS
- ^ AXIS Luncurkan Program Makin Dekat Dengan Rakyat
- ^ AXIS Meluncurkan Jutaan Kartu Perdana Gratis
- ^ Axis Luncurkan Paket Super Hemat
- ^ AXIS Luncurkan ‘Paket Internet dan SMS 1500’
- ^ AXIS Luncurkan Fitur Voice Morphing
- ^ AXIS luncurkan Layanan 'Pinjam Pulsa'
- ^ Tahun 2012, AXIS menargetkan penambahan pelanggan hingga 5 juta
- ^ Awal Maret, AXIS luncurkan BlackBerry 10
- ^ April, AXIS Luncurkan Digital Payment
- ^ Axis Luncurkan Kampanye Pasti Plus
- ^ AXIS kampanyekan program baru bernama Semuanya Unlimited
- ^ Axis Keluhkan Sinyalnya Terganggu Smart Telecom
- ^ a b c Hengkang dari Indonesia, Saudi Telecom jual Axis
- ^ Proses Merger Bikin Axis Kehilangan Pelanggan
- ^ Terus Merugi, Saudi Telecom Jual Axis[pranala nonaktif permanen]
- ^ Axis semakin kritis?
- ^ STC sets out stall to sell Axis Indonesia
- ^ Niat Pinang Axis, XL Mengaku Sudah Konsultasi
- ^ a b Panji, Aditya (13 Desember 2013). Wahyudi, Reza (ed.). "XL dan Axis Umbar Kemesraan di "Bersahabat"". Kompas.com. Kompas.com. Diakses tanggal 22 Desember 2016.
- ^ a b Axis Ditaksir US$ 865 juta, XL dan STC Tandatangani CSPA
- ^ Axis Diakuisisi XL, Negara tak jadi rugi
- ^ (Inggris) Bangor Daily News. "The Jakarta Post Axis Capital Group PT Telecom Indonesia Medium". Diarsipkan dari asli tanggal 2014-07-18. Diakses tanggal 2015-04-24. ;
- ^ Axis Diakuisisi XL, Negara Tak Jadi Rugi
- ^ a b XL-Axis Resmi Jadi Satu Badan Usaha
- ^ Menelisik CSPA antara XL dan STC
- ^ Panji, Aditya (26 September 2013). Hidayat, Wicak (ed.). "XL Axiata Akuisisi Axis". Kompas.com. Kompas.com. Diakses tanggal 26 September 2013.
- ^ a b XL Axiata Merger dengan Axis Efektif Februari 2014
- ^ Akuisisi Axis, Harga Saham XL Naik 1,14% ke Rp4.425
- ^ Merger XL-Axis: Ini Alasan Kemenko Perekonomian Minta Ditinjau Ulang
- ^ Merger XL-Axis terganjal DPR?
- ^ Semua Regulator Setujui Akuisisi dan Merger XL-Axis
- ^ `XL-Axis Tak Perlu Kembalikan Frekuensi`
- ^ Panji, Aditya (2014-03-20). Wahyudi, Reza (ed.). "XL Resmi Akuisisi Axis". Kompas.com.
- ^ a b Merger XL-AXIS: Tidak Terbitkan Saham Baru
- ^ Panji, Aditya (2014-04-08). Hidayat, Wicak (ed.). "XL dan Axis Resmi Jadi Satu Perusahaan". Kompas.com.
- ^ Panji, Aditya (April 04, 2014). Hidayat, Wicak (ed.). "Jaringan XL dan Axis Segera "Disatukan"". Kompas.com.
- ^ Pasca Akuisisi XL Tetap Pertahankan Brand Axis
- ^ Akhirnya XL Sukses Caplok Axis
- ^ a b Axis Membiru Bersama XL
- ^ Cerita Di Balik Punahnya Merek-merek Prabayar
- ^ a b c XL Lahirkan lagi Merek Axis
- ^ Pertahankan Merek Axis, XL Bidik Pelanggan Telkomsel
- ^ a b Menggempur Pasar Dengan Strategi Dual Brand XL-Axis
- ^ (Inggris) Zawya. "Saudi Telecom Company". Diarsipkan dari asli tanggal 2015-08-17. Diakses tanggal 2015-04-24. ;
- ^ Tentang kami
- ^ AXIS Resmikan Gerai Layanan Pelanggan di Kelapa Gading
Pranala luar
- Situs web resmi AXIS Diarsipkan 2018-02-25 di Wayback Machine.